BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Pola hidup masyarakat yang cenderung semakin meningkat, berbagai macam penyakit
semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang dinamakan
diabetes mellitus atau yang lebih dikenal masyarakat dengan kencing manis (Rahmatsyah
Lubis, 11 Juli 2006). Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara
berkembang karena peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan, akhir-akhir ini
banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di
kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit ganeratif, seperti penyakit
jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain (Suyono, 2003: 573).
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai macam
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, yang disertai lesi pada
membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer arief, 2001:
580). Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya
penanganan yang tepat dan serius. Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO),
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat (www.Diabetes Mellitus News.com). Dengan
prevalensi 8,4 % dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta
pengidap diabetes mellitus dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta
penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat
inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin dan 4 % wanita hamil menderita Diabetes Mellitus Gestasional (www.depkes.go.id)
2. Tujuan
Tujuan dari penulisan asuhan keperawatan ini adalah :
1.
2.
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
3.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.
1.1
DEFINISI
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
1.2
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
1.3
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi
sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
1.5
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (Suyono, 2002).
1.7
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia ( Smelter. 2001 : 1220)
2. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari
epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity .
2)
3)
Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di
bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak
mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beta sering ada tetapi berbeda
dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk
insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul
insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai
ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 7
dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan
protein reseptor yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput
yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik
kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100
mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah,
produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon
gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme
utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak.
3.
ETIOLOGI
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
3.1
Faktor genetic
3.2.1
Infeksi
Virus dianggap sebagai trigger pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic
terhadap diabetes mellitus.
3.2.2
Nutrisi
3.2.2.1
3.2.2.2
Malnutrisi protein
KLASIFIKASI
Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu
dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin
untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anakanak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.
4.2
Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang
dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1)
Non obesitas
2)
Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya
resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40
tahun) atau anak dengan obesitas.
4.3
4.3.1
Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes
karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
4.3.2
PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi
dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita
makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein
(Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi
maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah.
Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal
ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan
merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak
lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak
hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan
napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak
segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
6.
GAMBARAN KLINIK
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap
ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
7.2
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri,
sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
7.3
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan,
tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
7.4
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama
mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh
terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada
di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM
walaupun banyak makan akan tetap kurus
7.5 Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
7.
DIAGNOSIS
8.1 Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
- Plasma vena
- Darah kapiler
<>
<80
<110
<90
100-200
80-200
110-120
90-110
>200
>200
>126
>110
8.2 Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan
8.2.1 Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
8.2.2 Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
8.2.3 Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
8.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik pada pasien diabetes melitus tipe I maupun tipe II, meliputi:
8.1
8.5
Elektrolit :
8.5.1
8.5.2
Kalium : Normal
8.5.3
8.6
ginjal ).
8.10 Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
8.11 Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal
sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi( autoantibodi
).
8.12
Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
8.14
Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Carpenito, 2001).
10.1 Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
10.1.1 Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan
penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 )
10.1.2
Mikrovaskuler
Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahanperubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada
struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin
(Smeltzer, 2002 : 1272)
10.2.1.2
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan
penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan
lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)
10.2.1.3
Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla spinalis,
atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahanperubahan metabolik lain dalam
sintesa atau fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan
perubahan kondisi saraf (Long, 1996 : 17)
10.2.2
10.2.2.1
Makrovaskuler
Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja
jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik
atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
10.2.2.2
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam
terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi
dimulai dari celahcelah kulit yang mengalami hipertropi, pada selsel kuku yang tertanam
pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah
daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)
10.2.2.3
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun
(Long, 1996 : 17)
10.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia)
tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
10.1
Diet
10.1.1
10.1.1.1
10.1.1.2
10.1.1.3
10.1.1.4
10.1.1.5
10.1.1.6
10.1.1.7
10.1.2
10.1.2.1
10.1.2.2
10.1.2.3
11.1.3 Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
11.1.3.1
11.1.3.2
11.1.3.3
11.1.3.4
11.1.3.5
11.1.3.6
11.1.3.7
11.1.3.8
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR=
berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100
Kurus (underweight)
11.1.4.1
11.1.4.2
11.1.4.3
11.1.4.4
11.1.4.4.1
11.1.4.4.2
11.1.4.4.3
11.1.4.4.4
11.1.5 Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
11.1.5.1
11.1.5.2
11.1.5.3
11.1.5.4
11.2
Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
11.2.5
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
11.2.6
11.2.7
11.2.8
11.2.9
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
11.4
Obat
11.4.5.1.1
11.4.5.1.2
11.4.1.2.1.1
11.4.1.2.1.2
11.4.1.2.1.3
11.4.1.2.2
11.4.1.2.3
11.4.2
Insulin
11.4.2.1
11.4.2.1.1
11.4.2.1.2
DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
11.4.2.1.3
DM kehamilan
11.4.2.1.4
11.4.2.1.5
11.4.2.1.6
11.4.2.1.7
11.4.2.1.8
DM operasi
11.4.2.1.9
DM patah tulang
11.4.2.1.10
DM dan underweight
11.4.2.1
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
-
lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
-
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah
suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
-
Pemijatan (Masage)
Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
-
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan
intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
-
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi
apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat.
11.4.2.2 Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan
degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan
untuk terapi koma diabetik.
11.5
Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).
12 ASUHAN KEPERAWATAN
12.1
Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Fokus
utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian dengan ketat
terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian
secara rinci adalah sebagai berikut (Rumahorbo, 1999) :
12.1.1
Riwayat atau adanya faktor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria
selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
12.1.2
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang,
dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
12.1.3
11.1.5.2
11.1.5.3
Satus hidrasi
12.1.5 Tanda dan gejala ketoasidosis, nyeri abdomen, mual muntah, pernapasan kusmaul
menurunnya kesadaran.
12.1.6
12.1.7
Mekanisme koping
12.1.8
12.1.9
12.1.10
Frekuensi berkemih
12.1.11 Fatigue
12.1.12
Irirtabel
12.1.13 Wawancara
12.1.13.1
Riwayat hipertensi
12.1.13.2
12.1.13.3
12.1.13.4
12.1.13.5
Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes mellitus
(Donna L. Wong : 590)
12.1.14
12.1.14.1
Pemeriksaan Laboratorium
Glikosuria
Diketahui dari uji reduksi yang dilakukan dengan bermacam-macam reagensia seperti
benedict, clinitest, dan sebagainya.
12.1.14.2
Hiperglikemia
Pemeriksaan kadar gula darah puasa. Gula darah puasa meningkat dapat berkisar antara 8-20
mmol/L (130-800 mg%) atau lebih tergantung beratnya keadaan penyakit. Biasanya diatas 14
mmol/L dan sesudah makan, gula darah meningkat lebih tinggi dibandingkan anak normal
dan penurunan kadar ke kadar sebelumnya membutuhkan waktu lebih lama.
12.1.14.3
Ketonuria
12.1.14.4
Kolestrol dapat meningkat normalnya di bawah 5,5 mmol/L. Tidak selalu nilainya
paralel dengan gula darah, tetapi kadar kolestrol darah yang tetap tinggi (yaitu diatas 10
mmol/L) menunjukkan prognosis jangka panjangnya buruk karena komplikasi seperti
oterosklerosis lebih sering terjadi.
12.1.14.5
penyakit berat maka bisa terjadi asidosis metabolik dan perubahan biokimiawi karena
dehidrasinya.
Selain itu hal lain yang perlu dikaji yaitu :
12.1.15 Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
12.1.16
Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
12.1.17
Eliminasi
Nutrisi
Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
12.1.20
Nyeri
Respirasi
Keamanan
Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada
pria.
12.2
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus yaitu :
12.2.1
12.2.2
12.2.4
12.2.6
12.3
Rencana Keperawatan
12.3.1
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat
diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a). Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
b). Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
c). Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
d). Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
e). Berikan terapi cairan sesuai indikasi.
Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons
pasien secara individual.
12.3.2
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan,
kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
d). Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk
memahami nutrisi pasien.
e). Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat
membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.
12.3.3
Tujuan :
a). Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
b). Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
a). Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
b). Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang.
c). Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
d). Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.
e). Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.
Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.
12.3.4
Tujuan :
a). Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
b). Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Intervensi :
a). Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
b). Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.
c). Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan
aktivitas.
Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
d). Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi.
12.3.6
c). Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil
tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi :
a). Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di
rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
b). Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri
dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping.
c). Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan
berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
d). Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.
Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
12.3.7
pasien/orang terdekat.
Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat
DAFTAR PUSTAKA
1.
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan),
Bandung.
2.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa:
Kuliah ilmu penyakit dalam PSIK UGM, 2004, Tim spesialis dr. penyakit dalam RSUP
dr.Sardjito, Yogyakarta.
6.
Mosby-Year book.Inc,Newyork.
7.
USA.
8.
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications,
Philadelphia, USA.