Anda di halaman 1dari 10

Kunjungan I

1. Anamnesa dan pemeriksaan obyektif


2. Membuat model study / preleminary impresssion.
a. Sendok cetak : perforated stock tray.
b. Bahan cetak
: elastic impression (alginat) / irreversible hydrocoloid
c. Metode mencetak : mukostatik.
Caramencetak : adonan alginat dibuat dengan konsistensi tertentu,
dimasukkan kedalam sendok cetak. Sendok cetak dimasukkan ke dalam mulut
danditekan pada proc. alveolaris RA dan RB dengan otot-otot bibir dan pipi ditarik.
Kemudian dilakukan muscle trimming agar bahan cetak mencapai lipatan
mukobukal. Posisi dipertahankan selama setting. Kemudian sendok diambil dan
hasil cetakan diamati untuk melihat kekurangan-kekurangannya.
Kemudian dari model studi yang sudah jadi tersebut dibuat sendok cetak
individual dengan batas-batas yang telah ditentukan dengan bahan shellac. Cara
membuatnya adalah: Shellac dilunakkan diatas api spiritus, kemudian diletakkan
diatas model studi. Shellac ditekan pada model studi, kemudian dipotong sesuai
dengan batas yang telah digambar pada model. Pemotongan bisa dilakukan dengan
gunting bila masih lunak., atau dengan bur bila sudah mengeras (Utari, 1994).
Kemudian dibuat pegangan sendok cetak individual dan dibuat pula lubang-lubang
dengan jarak kurang lebih 5 mm. Kegunaan lubang ini adalah untuk mengalirkan
kelebihan bahan cetak, karena bila tertahan akan dapat menyebabkan tekanan
yang berlebihan pada geligi tiruan pada jaringan pendukungnya, sehingga lubang
dibuat pada daerah yang tidak memerlukan tekanan. Pegangan sendok cetak dibuat
tegak lurus bidang horizontal.
Kunjungan II
Tahap Klinis
Membuat model kerja / Final Impression
Mencoba individual tray (sendok cetak individual)
stabilisasi
: menghindari muscular attachment
relief area : tercakup semua, baik rahang atas maupun bawah.
Bahan sendok
: shellac base plate
Bahan cetak
: alginat
Metoda mencetak
: mukodinamik
Sebelum mencetak, dilakukan pengepasan sendok cetak individual. Pastikan
sendok cetak individual tetap stabil ketika otot-otot rongga mulut digerakkan, baik
pada rahang atas maupun rahang bawah. Jika sendok cetak ikut bergerak
bersamaan dengan gerak otot, maka dilakukan pemotongan sampai sendok cetak
tersebut lebih stabil. Tepi sendok cetak individual kira-kira 2 mm dari forniks. Sayap

sendok cetak yang berlebihan harus dikurangi karena apabila tidak dikurangi, maka
ketika mencetak, jaringan sulkus akan menegang. Akibatnya, sayap gigi tiruan akan
terlalu panjang sehingga melukai jaringan lunak serta menjadi tidak stabil. Apabila
sendok cetak kurang mencukupi batas tersebut, maka dilakukan penambahan
dengan malam merah atau kompon batang hijau. Sendok cetak yang pendek
menyebabkan dua kemungkinan: bahan cetak tidak dapat mencapai seluruh dasar
forniks sehingga gigi tiruan yang dihasilkan menjadi terlalu pendek, atau bahan cetak
dapat mencapai seluruh dasar fornik namun tidak didukung dengan baik oleh
sendok cetak sehingga ketika diisi gips, berat adonan gips akan merubah bentuk
bagian bahan cetak yang tidak ditopang (Basker dkk, 1996).
Caranya sebagai berikut:
Rahang atas:
Bahan cetak dicampur dengan gerakan spatulasi sampai diperoleh konsistensi
lunak, kemudian dimasukkan dalam sendok cetak. Masukkan sendok cetak kedalam
mulut kemudian ditekan ke prosessus alveolaris. Dilakukan trimming agar bahan
cetak mencapai lipatan mukobukal, caranya pada saat sendok cetak didalam mulut,
dilakukan gerakkan rahang bawah kekiri dan kekanan, kemudian pipi dan bibir ditarik
keatas kemudian kebawah. Untuk mendapatkan postdam area, pasien disuruh
mengatakan ah, sehingga tampak batas antara palatum durum dan palatum molle.
Posisi dipertahankan sampai setting, kemudian sendok cetak dilepas. Gambarkan
garis Ah pada batas tersebut dengan pensil tinta kemudian dicetakkan/dimasukkan
kembali kedalam rahang atas, sehingga garis tinta akan luntur pada cetakan. Dapat
untuk menandai ah-line (vibrating line).
Rahang bawah:
Caranya sama seperti pada rahang atas, disini pasien diminta menjulurkan
lidah. Bibir dan pipi digerakkan agar bahan cetak dapat mencapai bukal flange.
Posisi dipertahankan sampai setting. Kemudian sendok cetak dilepaskan dari mulut.
Setelah diperoleh cetakan yang akurat. Kemudian diisi dengan gips biasa dan
gips stone dengan perbandingan 1:1. Pekerjaan kemudian dilanjutkan dengan
menentukan batas tepinya, memperhatikan daerah mukosa yang bergerak dan tidak
bergerak, kemudian ditentukan relief area maupun non relief area. Ditentukan pula
posterior palatal seal dan membuat seal. Setelah model malam selesai, base plate
diganti dengan resin akrilik.
Tahap Labotaroris
Setelah didapat work model dengan jalan melepas stone gips yang sudah
mengeras dari cetakan, lalu diteruskan dengan pembuatan base plate permanen
dan bite rim. Base plate harus benar-benar menempel pada work model. Untuk
lengkung bite rim RB disesuaikan dengan alveolar ridge yang ada, sedangkan bite

a.

b.
c.
d.
e.

rim untuk RA dibuat setinggi kurang lebih 2 mm dibawah bibir atas saat rest posisi.
Tinggi bite rim RB dibuat sejajar dengan tinggi retromolar pad.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat bite rim :
Bite rim anterior atas harus sejajar dengan garis pupil (garis yang menghubungkan
kedua pupil dan jalannya sejajar dengan garis incisal).
Bite rim posterior sejajar dengan garis Chamfer, yaitu garis yang berjalan dari ala
nasi sampai tragus
Bite rim atas harus kelihatan kira-kira 2 mm dibawah garis bibir pada saat rest
position.
Median line pasien diambil sebagai terusan dari tengah lekuk bibir atas (philtrum)
untuk menentukan garis tengah yang memisahkan incisivus kanan dan kiri.
Garis caninus, tepat pada sudut mulut dalam keadaan rest position
Garis ketawa, yaitu pada saat tertawa gusi tidak terlihat.
Kunjungan III
Tahap Klinis
1. Insersi base plate, retensi dan stabilisasi diperhatikan. Retensi adalah daya
tahan gigi tiruan terhadap upaya pelepasan, sedangkan stabilisasi adalah
daya tahan gigi tiruan untuk tetap di tempat ketika funsi pengunyahan
berlangsung. Retensi dapat di amati dengan memberikan tekanan pada salah
satu sisi gigi tiruan (jjika gigi tiruan terungkit, maka gigi tiruan tersebut tidak
retentif) atau dengan memberikan usaha pelepasan (gigi tiruan yang retentif
adalah gigi tiruan yang sulit dilepas). Stabilisasi dapat diamati dengan
menggerakkan otot-otot pipi, lidah dan mengucapkan ah. Gigi tiruan yang
stabil merupakan gigi tiruan yang tidak berubah tempat ketika difungsikan.
Retensi gigi tiruan ditentukan oleh letak seal dan adhesi/kohesi saliva.
Kesesuaian letak seal dilakukan dengan menggerakkan otot pipi. Jika alat terjatuh
ketika otot digerakkan, berarti terdapat over extension plat. Solusi keadaan ini adalah
dengan mengurangi plat. Sebaliknya, jika seal pada plat under extension, maka
kohesi dan adhesi saliva berkurang, dan alat menjadi tidak retentif. Solusi keadaan
ini adalah dengan membuat plat yang baru.
2. Penentuan profil pasien. Profil pasien disesuaikan dengan ras pasien
tersebut. Dalam kasus ini, pasien termasuk ras mongoloid yang memiliki ciri
khas profil cembung. Kecembungan profil dibuat dengan tonus otot labial
sebagai parameternya. Profil yang ideal, terbentuk jika otot bibir dalam
keadaan isotonus. Apabila bibir tampak hipertonus, maka bagian anterior bite
rim terlalu cembung sehingga harus dikurangi. Sebaliknya, jika bibir tampak

hipotonus, maka bite rim kurang cembung sehingga perlu ditambah dengan
malam merah.
3. Pencatatan Maxillo-mandibular relationship (MMR), caranya:
Mula-mula pasien dipersilakan duduk pada dental chair, dataran oklusal
diusahakan sejajar dengan lantai. Tentukan garis chamfer dari titik di bawah ini :
4 mm dari meatus acusticus externus
telinga kanan dan kiri
spina nasalis anterior
Kemudian ketiga titik tersebut ditandai dengan benang dan diisolasi.
Selanjutnya record blok dipasang dengan posisi bite rim RA dan RB harus tertutup
secara sempurna (tidak boleh ada celah dan merupakan suatu garis lurus).
Kemudian dicari dimensi vertical (inter occlusal distance), didapatkan dengan
cara mengukur jarak pupil dengan sudut mulut sama dengan jarak hidung sampai
dagu (PM = HD). Pada keadaan rest posisi PM = HD.
Pengecekkan dimensi vertikal dapat dilakukan dengan mengucapkan huruf M.
Huruf M terdengar jelas jika dimensi vertikal cukup. Free way space dicek dengan
pengucapan huruf S (huruf S terdengar mendesis). Jika free way space kurang,
maka huruf S sulit terucap, demikian halnya jika free way space berlebihan (terasa
semburan saliva ketika pengucapan huruf S).
Bite rim rahang atas dibuat sejajar dengan garis chamfer (garis yang berjalan
dari ala nasi sampai titik tertinggi dari porus acusticus externus) untuk bagian
posterior dan sejajar garis pupil untuk bagian anterior. Tinggi bite rim rahang atas
1,5-2 mm dibawah garis bibir atas/lower lip line (pada waktu rest posisi). Alat yang
digunakan adalah occlusal guide plane.
3. Centric relation record
Yaitu suatu relasi mandibula terhadap maksila pada suatu relasi vertikal yang
ditetapkan pada posisi mandibula paling posterior. HD = PM 2 mm. Pengurangan 2
mm diperoleh dengan cara mengurangi bite rim rahang bawah dengan maksud
sebagai free way space. Cara menentukan relasi sentrik yaitu dengan
mengintruksikan pasien untuk menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa
sehingga prosessus Condyloideus akan tertarik pada fossa bagian belakang karena
tarikan dari otot dan mengintruksikan untuk menelan berulang-ulang. Untuk
mendapatkan sentrik relasi pasien disuruh melakukan gerakan mandibula berulangulang sampai pasien biasa dengan oklusi tersebut.
Setelah mendapatkan posisi sentrik, bite rim diberi tanda tempat median line dan
garis ketawa.

Median line, garis ketawa, high lip line, low lip line ditentukan kemudian dicek
dengan cara pasien dinstruksikan untuk membuka dan menutup mulut kemudian
dilihat apakah garis tersebut sudah tepat dan tetap kedudukannya dalam keadaan
oklusi sentrik.
Rahang atas dan rahang bawah difiksasi dengan double V-groove shape,
caranya: dibuat V-groove pada rahang atas kira-kira P1 dan M1; pada rahang
bawah daerah V-groove dikurangi kira-kira 2 mm. Bite rim rahang bawah diberi
gulungan malam kecil yang telah dilunakkan dibawah V groove RA. V-groove pada
rahang atas diolesi vaselin. Rahang atas dan bawah dikatupkan, mulut dilihat
apakah V-groove dan kontranya sudah tepat, kemudian lakukan membuka dan
menutup berulang-ulang.
4. Pemasangan pada articulator
Jenis articulator yang digunakan adalah anatomical type yang disebut free plane
articulator.
Bagian-bagian articulator ini adalah: upper member, lower member, incisal guide pin
dan mounting table.
Cara kerja :
1. Tentukan besar derajat tonjol caninus superior dan premolar superior pertama.
2. Bite rim RA beserta modelnya diletakkan pada mounting table dengan pedoman :
garis tengah bite rim dan model RA berhimpit dengan garis tengah mounting table,
tepi luar anterior bite rim RA menyinggung garis incisal edge mounting table, jarum
horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar anterior dari bite rim model
RA dan tepat pada garis tengah bite rim.
3. Fiksasi dengan wax pada mounting table.
4. Buat adonan gips.
5. Upper member digerakkan ke atas dan adonan gips dituang perlahan pada bagian
atas model kerja RA lalu upper member digerakkan ke bawah sampai menekan gips
yang ada pada model kerja RA.
6. Upper member dan lower member diikat dengan karet, rapikan gips yang
memfiksir upper member dengan model RA kemudian tunggu sampai keras.
7. Mounting table dilepas dari articulator kemudian articulator dibalik.
8. Bite rim RB diletakkan kembali pada bite rim RA sesuai dengan oklusinya.
9. Buat adonan gips, lower member diangkat ke atas dan adonan gips dituang pada
model kerja RB kemudian lower member digerakkan ke bawah sampai menekan
adonan gips, setelah itu articulator dibalik dan gips dirapikan.
Kunjungan IV

1.
2.
3.
1.

Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi anterior. Urutan


pemasangan gigi adalah gigi anterior rahang atas, gigi anterior rahang bawah.
Setelah itu tryin untuk gigi depan atas dan gigi depan bawah.
Pemasangan gigi anterior:
11 21 : axisnya bersudut 5 terhadap mid. line
incisalnya menyentuh bite rim RB
bagian 1/3 permukaan labial agak depresi
12 22 : axisnya bersudut 10 terhadap mid. line
incisalnya berjarak 1-2 mm dari bite rim RB
permukaan labial agak ke palatal dan mengikuti lengkung bite rim
13 23 : axisnya tegak lurus/ hampir sejajar dengan median line
incisalnya menyentuh bite RB
bagian 1/3 labioservikal lebih prominent.
31 41 : bagian servikal permukaan labial sedikit depresi
axisnya tegak lurus dengan bidang insisal, sedikit ke labial
perhatikan overjet dan overbite
32 42 : axisnya sedikit miring ke mesial dengan permukaan labial tegak lurus
bidang insisal
letaknya diantara 12-11 dan 21-22
33 43 : axisnya sedikit ke mesial
bagian cervical permukaan labial lebih prominent
letak tonjolnya di antara 13-12 dan 22-23
Setelah pemasangan gigi anterior dilakukan try in untuk memeriksa:
Overbite dan overjet
Garis caninus (pada saat rest posisi terletak pada sudut mulut)
Garis ketawa (batas servikal gigi atas, gusi tidak terlihat saat ketawa)
Fungsi fonetik (pasien disuruh mengucapkan hurus s, f, t, r dan m)
Kunjungan V
Pada kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan
pemasangan adalah gigi posterior RA kemudian RB. Setelah itu try in pada pasien.
14 24: axis tegak lurus bite rim RB dan bidang oklusal
tonjol bukal dan lingual menyentuh bite rim RB, tonjol palatinal
menggantung 1 mm
15 25: axis tegak lurus bite rim RB
kedua tonjol menyentuh bite rim RB
16 26: sumbu gigi condong ke distal

tonjol

mesiopalatinal

menyentuh

bite

rim,

tonjol

lainnya menggantung
17 27: axis lebih miring daripada 6 6
semua tonjol menggantung
Untuk pemasangan gigi-gigi postrior rahang atas ini harus diperhatikan:
1. dataran orientasi jika dilihat dari sagital harus membentuk kurva Manson
2. dataran orientasi jika dilihat dari arah lateral harus membentuk kurva Von Spee
Gigi posterior RB yang harus dipasang pertama adalah gigi 36 dan 46
36 46: tonjol mesiopalatinal 16 26 tepat pada fossa central 36 46
relasi 16 26 terhadap 36 46 neutrooklusi (Klas I Angle)
34 44:- axisnya tegak lurus bite rim
letaknya di antara 13-14 dan 23-24 dengan tonjol bukal terletak di
fossa sentral antara
P1 dan Caninus RA
35 45:- axisnya tegak lurus bite rim
letaknya di antara 14-15 dan 24-25 dengan tonjol bukal terletak di
fossa sentral antara
P1 dan P2 RA
37 47: axisnya tegak lurus bite rim
tonjol mesiobukal 37 47 berada di antara tonjol mesiodistal 16 26 dan
tonjol mesio-bukal 17 27
Setelah pemasangan gigi posterior dilakukan try in.
Perhatikan inklinasi dan kontur gusi tiruannya. Perlu juga dilakukan pengamatan
tehadap:
1.Oklusi.
2. Stabilisasi gaya working dan balancing side.
3. Estetis dengan melihat garis kaninus.
4. Fonetik dengan cara menyuruh pasien mengucapkan huruf S, D, O, M, R, A dan T
dan lainnya sebagainya dengan jelas dan tidak ada gangguan.
Dilakukan try in untuk mengevaluasi GTL sebelum diproses dengan cara melatih
pasien untuk memakai, merasakan dan beradaptasi dengan gigi tiruan tersebut :
1. Dilatih berfungsi : bicara, menelan, mengunyah
2. Bila ada kesulitan dalam berfungsi dicoba dengan latihan berkali-kali
3. Dicek estetis, retensi, stabilisasi, fonetik, dan oklusi sentrik

Kunjungan VI

1.
2.
3.

Saat ini protesa telah selesai diproses dan diinsersikan pada pasien.
Hal yang perlu diperhatikan pada pasien:
a. Retensi GTL, faktor yang mempengaruhi adalah:
Tepi GTL harus mengikuti batas forniks
Jaringan keras harus dihindari untuk memberi kesempatan bergerak
Protesa harus berelief sesuai dengan keadaan mulut
b. Stabilisasi, faktor yang mempengaruhi:
1. Inklinasi gigi
2. Lereng sendi / sudut luncur sendi
c. Oklusi
Pengecekan dilakukan dengan artikulating paper, bila ada traumatik oklusi
dilakukan selective grinding, yaitu penggerindingan permukaan oklusal gigi tiruan
untuk mendapatkan suatu sentrik oklusi gigi tersebut. Pengurangan menggunakan
hukum BULL dan MUDL (pengurangan pada permukaan bukal dan mesial pada
rahang atas dan pengurangan permukaan lingual dan distal pada rahang bawah),
yakni pada working side.
d. Artikulasi
Fungsi fonetik mengucapkan huruf : s, r, m, p, d, f dan t.
e. Penyusunan gigi
Kemudian dilakukan pengecekan terhadap MMR, apakah ada perubahan atau tidak.
Jika sudah tidak ada perubahan dilakukan remounting.
Caranya: lakukan pencetakan RA dan RB dengan gigi tiruan masih terpasang dalam
mulut pasien. Pada waktu mengambil cetakan GTL, ikut terambil kemudian diisi
dengan stone gips. Hasil cetakan kemudian dipasang pada atikulator untuk
mengecek kedudukan gigi tiruan terhadap gigi dan jaringan pendukung gigi.
Tujuan dari remounting adalah :
Untuk mengecek oklusi protesa pada sebelum dan sesudah dipasang
Untuk mengetahui selektif grinding
Untuk mengetahui premature kontak
Apabila sudah tidak ada gangguan makan protesa dapat dipolis.
Instruksi untuk pemeliharaan protesa :
Protesa direndam dalam air sewaktu dilepas
Protesa dijaga kebersihannya
Protesa dijaga agar tidak mudah lepas
Instruksi Pasien:

1. Cara Pemakaian : pasien diinstruksikan untuk beradaptasi dengan protesa GTL


yaitu dengan memakai protesa tersebut secara terus menerus selama 2 x 24 jam
kecuali pada waktu dibersihkan
2. Malam hari ketika tidur, protesa dilepas agar jaringan otot-otot di bawahnya dapat
istirahat.
3. Pasien membersihkan protesanya setiap kali habis makan.
4. Apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil, pasien dianjurkan
segera kembali ke klinik.
5. Kontrol sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna pengecekan lebih lanjut
dan bila nantinya tidak ada gangguan, pasien bisa terus memakainya.
Prognosa: Baik, karena :
1. pasien kooperatif
2. kesehatan umum baik
3. kesehatan dan kebersihan mulut baik.
Kunjungan VII

1.
2.
3.
1.
2.
3.

Pasien datang untuk kontrol setelah pemakaian selama seminggu.


Kontrol pasien dilakukan untuk mengoreksi atau memperbaiki kesalahan yang
mungkin terjadi. Pada saat kontrol dilakukan pemeriksaan :
a. Subyektif :
ditanyakan apakah ada keluhan atau tidak.
ditanyakan apakah ada gangguan atau tidak.
ditanyakan apakah ada rasa sakit.
b. Obyektif;
dilihat keadan mukosa mulut, apakah ada peradangan atau perlukaan.
diperiksa retensi dan stabilisasi GTL.
diperiksa posisi GTL terhadap jaringan mulut.

Boucher, C. O., 1964, Swensons Complete Denture, Ed. V., CV. Mosby
Company, St. Louis.
Basker, R.M., Davenport, J.C., Tomlin H.R., 1996. Perawatan Prostodontik
Bagi Pasien Tak Bergigi edisi 3, EGC, Jakarta
Gehl, D. H and Dressen, O.M., Complete Denture Prothesis, Ed.
V, WB.

Sounders Company, Philadelphia.

Harshanur, I.
EGC,

W.,

Jakarta.

1993, Geligi Tiruan Lengkap Lepasan, Cetakan ke

II,

Anda mungkin juga menyukai