Anda di halaman 1dari 3

1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara dengan jumlah luas perairan mencapai

93.000Km2 mengimpor ikan asin dari empat negara dengan luas lautan kecil.
Negara-negara yang tercatat sebagai pengekspor ikan asin ke wilayah Indonesia
antara lain adalah Inggris, Singapura, Jepang dan Hongkong. Pada tahun 2014
Indonesia mengimpor ikan asin dari Inggris yang hanya mempunyai luas lautan
3.230 km2, sebanyak 800 kg dengan nilai US$ 39.806 (Anonim, 2014). Kota
Tegal pada tahun 2009 masuk kedalam salah satu wilayah penangkapan
terbesar di Jawa Tengah dengan nilai tangkapan mencapai 144 miliar rupiah.
Terdapat beberapa tekhnik pengolahan dan pengawetan ikan yang dominan
dilakukan di Tegal antara lain dengan cara pemindangan, pengasinan atau
pengeringan, dan pengasapan (Anonim, 2012).
Pengeringan

dengan

penggaraman

merupakan

salah

satu

cara

pengawetan yang paling mudah, murah, dan merupakan cara pengawetan yang
tertua.

Pengeringan

ikan

di

Indonesia

pada

daerah

kepulauan

dan

perkampungan nelayan biasanya dilakukan di pelataran bambu atau kayu yang


relatif bersih (Adawyah, 2007). Metode pengolahan ikan asin kering di Indonesia
memiliki standar yang diatur dalam SNI 2721-2009 yang memuat cara-cara
pengolahan ikan asin kering yang benar untuk menghasilkan ikan yang terjamin
mutu dan keamanannya.
Usaha perikanan skala kecil terhitung lebih dari setengah produksi total
ikan di dunia. Sektor ini adalah sumber utama pangan perikanan, pendapatan
dan lapangan pekerjaan untuk jutaan orang khususnya pada Negara
berkembang. Meskipun kepentingannya dalam mengurangi kemiskinan dan
keamanan pangan, usaha perikanan skala kecil menghadapi sebuah tantangan
besar, termasuk overfishing, Illegal Unreported Unregulated (IUU) fishing, konflik
dengan industri perikanan dan susut hasil perikanan (Fish Loss) pasca
penangkapan yang tinggi (Ouadi, 2011).
Fish Losses biasa disebut sebagai ikan yang dibuang atau yang dijual
dengan harga yang rendah karena kemunduran mutu atau disebabkan oleh
dinamika pemasaran (Ward, 2010). Susut hasil perikan pasca penangkapan
merupakan perhatian besar karena sama dengan berkurangnya sebuah pasokan
sumber protein hewani yang penting untuk konsumen dan pengurangan
pendapatan untuk nelayan, pedagang dan pengolah. Pengurangan susut hasil
adalah sasaran penting dalam pembangunan sektor perikanan (Ouadi, 2011).

2
Angka susut hasil terkini yang representatif dan akurat berlum tersedia,
baik angka susut hasil per daerah, per WWP maupun nasional. Sementara itu,
metoda yang baik untuk mengukur susut hasil masih belum berkembang di
Indonesia. Angka susut hasil 30-40% sampai saat ini masih diacu meskipun
angka tersebut telah digunakan sejak tahun 1970-an (Wibowo, 2014).
Pada penghitungan susut hasil yang dilakukan pada tahun 2013 di Kota
Tegal pada tahapan penangkapan, pendaratan hingga pengolahan dan distribusi
fillet ikan diketahui bahwa persentase susut hasil rata-rata pada pendaratan
enam jenis ikan adalah 4,05% dan pada pengolahan fillet ikan memiliki susut
hasil rata-rata sebesar 6,62%. Berdasarkan contoh ini, total susut hasilnya
adalah 10 11%, maka ada kemungkinan angka total susut hasil yang selama ini
diacu, yaitu 30 40%, terlalu over estimate. Tampaknya angka susut hasil di
bawah 30% (sekitar 25%) lebih realistis. Meskipun demikian, keseluruhan data
dalam rantai distribusi perlu dikumpulkan dan dihitung untuk mendapatkanangka
susut hasil yang realistis (Wibowo, 2014).
Berdasarkan hal tersebut, melakukan penghitungan susut hasil perikanan
pasca penangkapan hingga ke pengolahan merupakan kegiatan yang penting
dan dapat dilakukan sebagai acuan untuk memperbaiki penangan ikan di daerah
PPP Tegalsari, Jawa Tengah. Dalam usaha untuk menyediakan ketersedian
informasi yang dibutuhkan, penulis bermaksud untuk mengambil Karya Ilmiah
Praktek Akhir dengan judul, Studi Fish Loss dengan Informal Fish Loss
Assessment Method (IFLAM) pada Pendaratan Ikan dan Pengolahan Ikan
Asin di PPP Tegalsari Tegal, Jawa Tengah.
1.2 Tujuan
Tujuan yang diambil dalam Praktek Akhir adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui penyebab susut hasil.
2) Mengetahui tipe dan variasi tingkatan susut hasil berdasarkan musim.
3) Mengetahui perkiraan kehilangan nilai keuangan dari susut hasil.
4) Mengetahui suhu ikan di pelelangan (TPI) dan setelah tiba di pengolah.
5) Mengetahui mutu ikan pada tahap penerimaan dan produk akhir.

1.3 Batasan Masalah


Batasan yang diambil dalam Praktek Akhir adalah sebagai berikut :

3
1) Pengamatan penyebab susut hasil yang terjadi selama pendaratan ikan
oleh nelayan kapal purse seine hingga pengolahan ikan asin.
2) Pengamatan tipe susut hasil yang terjadi selama proses pendaratan ikan
oleh nelayan kapal purse seine hingga pengolahan ikan asin dan variasi
tingkatan susut hasil berdasarkan perubahan musim yang terjadi.
3) Pengamatan perkiraan kehilangan nilai keuangan dari susut hasil yang
terjadi selama pendaratan ikan oleh nelayan kapal purse seine hingga
pengolahan ikan asin.
4) Pengamatan suhu ikan pada tahap pelelangan di TPI dan pada tahap
penerimaan bahan baku di pengolah.
5) Pengamatan mutu ikan pada tahap penerimaan bahan baku pada
pengolah dan produk akhir Mutu I dan Mutu II.

Anda mungkin juga menyukai