Anda di halaman 1dari 14

Analisis Praktek Corporate Governance Perusahaan PT Aneka Tambang Indonesia

Berdasarkan Corporate Governance Scorecard milik Institute of Corporate Director

BAB 2
Teori Agensi
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders)
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang
dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang
saham.
Karena
mereka
dipilih,
maka
pihak
manejemen
harus
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan merupakan suatu
kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen)
untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada
agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak
tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan,
maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan
prinsipal.
Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham
perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Menurut Meisser, et al.,
(2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu :
(a) terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen
secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang
sebenarya dan posisi operasi entitas dari pemilik; dan
(b) terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidak samaan
tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan
pemilik.
Dua permasalahan inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan
(agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai
jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan
terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost
dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari
pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar
diantara mereka.
Dalam upaya mengatasi atau mengurangi masalah keagenan ini akan menimbulkan
biaya keagenan (agency cost) yang akan ditanggung baik oleh principal maupun
agent. Jensen dan Meckling (1976) membagi biaya keagenan ini menjadi monitoring
cost, bonding cost dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan

ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent, yaitu untuk mengukur,
mengamati, dan mengontrol perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang
ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin
bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan principal. Selanjutnya residual loss
merupakan pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai
akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal.
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan,
diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka
investasikan. Corporate governance sangat berkaitan dengan bagaimana membuat
para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka,
yakin bahwa manajer tidak akan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam
proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan modal yang telah
ditanamkan oleh investor. Selain itu corporate governance juga berkaitan dengan
bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 9 1997).
Dengan kata lain yakni corporate governance diharapkan akan dapat berfungsi
untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan.

Teori Stewardship
Corporate Governance
Definisi Corporate Governance

Cadbury Comitte dalam Daniri (2005; 7) menjelaskan corporate governance sebagai prinsip
yang mengarahkan dan mengendalikan korporasi dengan tujuan agar tercapai keseimbangan
antara kekuatan serta kewenangan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan
serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggung jawabannya kepada shareholders
khususnya dan stakeholders pada umumnya
International Chamber of Commerce yang dikutip oleh Susilo dan Simarmata (2007)
memberikan definisi bahwa, corporate governance adalah suatu tata hubungan di antara
manajemen perseroan, direksi, pemodal, masyarakat dan institusi
lain yang ikut
menginvestasikan uangnya pada perseroan serta mengharapkan imbalan atas investasinya
tersebut. Corporate Governance juga harus memastikan bahwa direksi bertanggung jawab dan
akuntabel terhadap pencapaian sasaran perseroan serta memastikan bahwa perseroan dijalankan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001;3), pengertian
corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern
dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain

suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance
ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan.
Price Waterhouse Coopers (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006; 27)
mengemukakan Corporate governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif.
Dibanding melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan
struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan
efektif dalam mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan stakeholders.
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang dikutip oleh
Sutojo dan Aldridge (2005; 2), Menurut OECD pengertian Corporate Governance sebagai
sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board dan pemegang saham, dan
pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate Governance juga
mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance adalah suatu
prinsip yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha yang dilakukan
oleh manajemen perusahaan secara berkesinambungan (sustainable) agar perusahaan dapat
mencapai tujuan sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholder, karyawan, kreditor dan
masyarakat sekitar.
Manfaat Corporate Governance
Dengan melaksanakan
Corporate Governance, Menurut Arafat et al., 2008
perusahaan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan operasional perusahaan serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Meningkatkan corporate value. Tjager (2003) mengungkapkan bahwa good
corporate governance dapat meningkatkan kinerja keuangan dan mengurangi
resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang
menguntungkan diri sendiri.
3. Meningkatkan kepercayaan investor. Survei yang dilakukan oleh Mckinsey&Co
mengatakan bahwa good corporate governance menjadi perhatian utama para
investor menyamai kinerja financial dan potensi pertumbuhan, khususnya bagi
pasar-pasar yang sedang berkembang (emerging market).
4. Meningkatkan kepuasan pemegang saham. Pemegang saham akan merasa puas
dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders
value dan deviden
Menurut (Hery dalam Tadikapury, 2010) ada lima manfaat yang dapat diperoleh
perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance yaitu :
1. GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber
daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya
akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi
nasional.

2. GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini
menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan
kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional.
3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/menjamin bahwa
perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
4. Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan
penggunaan asset perusahaan.
5. Mengurangi korupsi.
Dari tujuan dan manfaat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang
menerapkan GCG membentuk suatu sistem yang melindungi kepentingan
pemegang saham dan pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan perusahaan dan
selalu melaksanakan kegiatan perusahaan secara efektif dan efisien untuk
meningkatkan perekonomian perusahaan dan pada akhirnya akan meningkatkan
kepercayaan publik kepada perusahaan tersebut.
Prinsip dasar Corporate Governance
OECD mengembangkan seperangkat prinsipprinsip corporate governance, atau
yang lebih dikenal sebagai The OECD Principles Of Corporate Governance. Prinsipprinsip dasar dari good corporate governance meliputi:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari
pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan
yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di
dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta
peraturan perundangan yang berlaku. (Kaihatu, 2006)

Prinsip Corporate Governance menurut OECD


Menurut OECD, Prinsip-prinsip dasar dari corporate governance, pada dasarnya memiliki tujuan
untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Dalam OECD terdapat 6 prinsip
yang mengatur tentang corporate governance. Prinsip-prinsip tersebut secara garis besar

menjelaskan tentang kerangka kerja corporate governance, perlindungan atas hak-hak pemegang
saham, perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham, peranan stakeholders dalam
corporate governance, keterbukaan dan tranparansi, serta tanggung jawab dewan komisaris.
1. Menjamin Kerangka Dasar Coporate Governance Berjalan Efektif
Pada prinsip 1 ini menyatakan bahwa corporate governance harus mendorong terciptanya pasar
yang transparan dan efisien, sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku,
dan dapat dengan jelas memisahkan fungsi dan tanggung jawab otoritas-otoritas yang memiliki
pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum. Prinsip 1 OECD ini secara lebih jelas
membahas 4 subprinsip:
a. Kerangka corporate governance harus dikembangkan dengan mempertimbangkan
pengaruhnya terhadap perkembangan perekonomian secara keseluruhan, integritas pasar dan
insentif yang tercipta bagi pelaku pasar serta meningkatkan transparansi dan efisiensi pasar.
b. Ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pelaksanaan corporate
governance harus sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku, transparan dan dapat di
tegakkan.
c. Pembagian tanggung jawab antar otoritas dalam suatu yurisdiksi harus diungkapkan secara
jelas dan dipastikan bahwa kepentingan masyarakat telah terpenuhi.
d. Otoritas dalam pengawasan, pengaturan dan penegakan hukum harus memiliki kewenangan,
integritas dan sumber daya dalam pemenuhan tugasnya secara profesional dan objektif.
Selanjutnya, keputusan-keputusannya harus tepat waktu, transparan, dan jelas.
2. Hak-hak Pemegang Saham dan Fungsi-fungsi Penting Kepemilikan Saham
Prinsip OECD ini pada dasarnya menjelaskan bahwa kerangka corporate governance harus
melindungi dan menunjang pelaksanaan hak-hak pemegang saham. Prinsip ini dibagi atas 7 sub
prinsip:
a. Hak-hak dasar pemegang saham harus mencakup hak untuk: memperoleh cara pendaftaran
yang aman atas kepemilikan, menyerahkan atau mengalihkan saham, memperoleh informasi
yang relevan atau material tentang perusahaan secara teratur dan tepat waktu, berpartisipasi dan
memberikan hak suara dalam rapat umum pemegang saham, memilih dan mengganti anggota
pengurus, dan memperoleh hak atas bagian keuntungan perusahaan.

b. Pemegang saham harus memiliki hak untuk berpartisipasi dalam, dan diberikan informasi
yang cukup atas keputusan-keputusan tentang perubahan-perubahan penting perusahaan seperti:
perubahan anggaran dasar, akte pendirian, otorisasi saham tambahan, dan transaksi luar biasa.
c. Pemegang saham harus memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara efektif dan
memberikan hak suara dalam RUPS dan harus diberikan informasi tentang aturan-aturannya,
termasuk tata cara pemungutan suara, yang mengatur penyelenggaraan RUPS.
d. Struktur dan komposisi permodalan yang memungkinkan pemegang saham tertentu untuk
memperoleh tingkat pengendalian yang tidak proporsional dengan kepemilikan sahamnya harus
diungkapkan.
e. Pengalihan pengendalian perusahaan harus diperbolehkan agar berfungsi secara efisien dan
transparan.
f. Pelaksanaan hak-hak atas kepemilikan oleh seluruh pemegang saham, termasuk investor
kelembagaan, harus difasilitasi.
g. Pemegang saham, termasuk pemegang saham institusi, harus diperbolehkan untuk saling
berkonsultasi tentang masalah-masalah berkenaan dengan hak-hak dasar pemegang saham.
3. Perlakuan yang sama terhadap Pemegang Saham
Prinsip ke 3 ini menekankan bahwa perlu adanya perlakuan yang sama kepada seluruh pemegang
saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Semua pemegang
saham harus memiliki kesempatan untuk menuntut atas pelanggaran hak-hak mereka. Prinsip ini
dibagi atas 3 sub prinsip. Pertama, perlakuan yang sama antara pemegang saham dalam kelas
saham yang sama. Kedua, larangan transaksi orang dalam dan perdagangan tutup sendiri yang
merugikan pihak lain. Ketiga, kewajiban dari komisaris, direksi dan manajemen kunci untuk
mengungkapkan kepentingannya kepada dewan komisaris jika baik langsung maupun tidak
langsung atau atas nama pihak ketiga mempunyai kepentingan yang material dalam suatu
transaksi atau suatu hal yang mempengaruhi perusahaan.
4. Peranan Stakeholders dalam Corporate Governance
Kerangka corporate governance harus mengakui hak stakeholders yang dicakup oleh perundangundangan atau perjanjian dan mendukung secara aktif kerjasama antara perusahaan dan
stakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan yang

bekesinambungan dari kondisi keuangan perusahaan yang dapat diandalkan. Pertama-tama, hakhak pemangku kepentingan yang dicakup dalam perundang-undangan atau perjanjian harus
dihormati. Jika kepentingan stakeholder dilindungi oleh undang-undang, maka stakeholders
seharusnya memiliki kesempatan untuk menuntut secara efektif atas hak-hak yang dilanggar.
Mekanisme peningkatan kinerja bagi partisipasi karyawan harus diperkenankan untuk
berkembang. Jika stakeholders berpartisipasi dalam proses corporate governance, maka
stakeholder harus memiliki akses atas informasi yang relevan, memadai dan dapat diandalkan
secara tepat waktu dan berkala. Stakeholders termasuk didalamnya individu karyawan dan
serikat karyawan, seharusnya dapat secara bebas mengkomunikasikan kepedulian mereka
terhadap praktik ilegal atau tidak etis kepada dewan, dan tindakan tersebut seharusnya tidak
merpengaruhi hak-hak mereka. Terakhir, kerangka corporate governance harus dilengkapi
dengan kerangka insolvency yang efisien dan efektif serta penegakan hukum yang efektif atas
hak-hak kreditur.
5. Keterbukaan dan Transparansi
Kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa keterbukaan informasi yang
tepat waktu dan akurat dilakukan atas semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan,
termasuk di dalamnya keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan dan tata kelola perusahaan.
Keterbukaan yang dimaksud harus meliputi, namun tidak terbatas pada informasi material atas:
keuangan dan hasil operasi perusahaan, tujuan perusahaan, kepemilikan saham mayoritas dan
hak suara, transaksi dengan pihak terkait, faktor-faktor risiko yang dapat diperkirakan, hal-hal
penting berkaitan dengan karyawan dan para stakeholder lainnya, dan struktur dan kebijakan tata
kelola khususnya berkaitan dengan isi dari pedoman atau kebijakan tata kelola perusahaan dan
penerapannya. Selain itu informasi harus disajikan dan diungkapkan sesuai dengan standar
akuntansi yang berkualitas tinggi dan keterbukaan keuangan dan non-keuangan. Audit tahunan
harus dilakukan oleh auditor yang independen, kompeten dan memenuhi kualifikasi, dalam
rangka menyediakan jaminan/kepastian eksternal dan objektif kepada pengurus dan pemegang
saham bahwa laporan keuangan perusahaan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan dan kinerja perusahaan. Auditor eksternal harus bertanggung jawab
kepada pemegang saham dan melaksanakan tugasnya

terhadap perusahaan

dengan

menjaga/secara profesional selama melakukan audit. Sementara itu media penyebaran informasi

harus memberikan akses informasi yang relevan bagi pengguna secara sama, tepat waktu dan
biaya yang efisien. Selanjutnya kerangka corporate governance harus mengarah dan mendorong
terciptanya ketentuan mengenai analisa atau saran dari analis, pedagang perantara efek,
pemeringkat dan pihak lainnya yang relevan dengan keputusan investor, tidak mengandung
benturan kepentingan yang material yang mungkin mempengaruhi integritas analisa atau saran
yang diberikan.
6. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Kerangka kerja corporate governance harus memastikan pedoman strategis perusahaan,
monitoring yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap
perusahaan dan pemegang saham.
a. Anggota dewan harus bertindak berdasarkan informasi yang jelas, dengan itikad yang baik,
berdasarkan due diligence dan kehati-hatian, serta demi kepentingan perusahaan dan pemegang
saham.
b. Apabila keputusan dewan dapat mempengaruhi suatu kelompok pemegang saham secara
berbeda dengan kelompok pemegang saham lain, maka dewan harus memperlakukan seluruh
pemegang saham secara adil.
c. Dewan harus menerapkan standar etika yang tinggi dan memperhatikan kepentingan para
pemangku kepentingan.
d. Fungsi-fungsi utama harus dimiliki oleh suatu dewan.
e. Dewan harus dapat melaksanakan penilaian yang obyektif dan independen dalam melakukan
pengurusan perusahaan.
f. Dalam rangka memenuhi tanggung jawabnya, anggota dewan komisaris harus memiliki akses
terhadap infomasi yang akurat, relevan dan tepat waktu.
Pengukuran CG
dalam pelaksanaan implementasi GCG di korporasi Indonesia, diperlukan
adanya standar baku untuk melakukan pengukuran agar dapat menjadi
acuan korporasi untuk melakukan gcg dan dapat dibandingkan antar
perusahaan. Di Indonesia, GCG belum memiliki standar ukuran baku yang
diterima sebagai tolak ukur bersama. Saat ini, masih banyak acuan
pengukuran standar GCG dengan berbagai cara pengukuran seperti
menggunakan pedoman GCG yang berlaku atau menggunakan checklist

scorecard. Pengukuran GCG masih berbeda-beda satu dengan yang lain.


Sejauh ini, GCG memiliki pengukuran (assessment) GCG yang berbeda
antara satu regulator dengan regulator lainnya.
Hal ini merupakan hal yang wajar mengingat luasnya dimensi pelaksanaan
GCG itu sendiri, yang mencakup seluruh aspek di dalam perusahaan.
Ditambah dengan penilaian yang bersifat kualitatif. Tidak heran, jika
penekanan aspek assessment tersebut pun pada akhirnya juga berbedabeda. Pada hakikatnya, assessment diperlukan untuk mengetahui sudah
sejauh mana kualitas penerapan GCG di perusahaan. Melalui perlakuan
assestment terhadap kondisi aktual GCG dan dilakukan perbandingan kondisi
tersebut dengan kebijakan GCG yang ditetapkan akan diperoleh secara utuh
peta praktik GCG . Hasil dari perbandingan ini yang pada akhirnya akan
menjadi penilaian terhadap perusahaan apakah GCG pada perusahaan
tersebut sudah melakukan GCG sesuai dengan prosedur. Pengujian dan
penilaian akan mencakup kekuatan praktik GCG pada perusahaan berikut
kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki dan disempurnakan pada
tingkat kebijakan dan pelaksanaan GCG. Berdasarkan hasil assessment
tersebut, perusahaan dapat segera menyusun rencana tindak (action plan)
yang meliputi tindakan korektif (corrective action) dan tindakan inovasi
(innovation action) yang dapat membuat kinerja perusahaan semakin
membaik.
Dalam kesempatan membantu implementasi GCG di berbagai korporasi,
mekanisme pengukuran inilah yang kerap dipertanyakan. Pertanyaan yang
sering timbul adalah output dari hasil assessment yang biasanya berupa
angka ataupun kriteria. Pada beberapa kasus di perusahaan, beberapa kasus
ditemui, nilai assessment GCG-nya tinggi, namun ternyata perusahaan ini
tetap melakukan praktik-praktik yang bertentangan dengan GCG. Misalnya,
praktik KKN di tender pengadaan masih kerap ditemui dan sudah menjadi
rahasia umum. Dapat disimpulkan bahwa pengukuran GCG belum
menyentuh/menggambarkan kondisi riil dari perusahaan.
Selama ini, assessment GCG dianggap belum menyentuh persoalan
mendasar dari pelaksanaan korporasi karena kebanyakan tools assessment
masih berupa checklist dokumen. Artinya, keberadaan dokumen lebih
dipentingkan dibandingkan dengan implementasi dari dokumen tersebut.
Seharusnya, penilaian assestment lebih kepada tindakan yang dilakukan,
bukan hanya keberadaan dokumen saja. Contoh adalah mengenai
pertemuan shareholder diadakan dalam berapa kali setahun dan apakah ada
hasil notulenya. Assesment harus lebih deail mengenai suatu sistem dalam
perusahaan yang mendukung GCG tersebut apakah sudah dijalankan,
ditegakkan dan dievaluasi. Artinya, adanya dokumen belum dapat menjadi
tolak ukur pemberian poin GCG.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana hasil assessment dapat
dijadikan jaminan bagi para stakeholders dalam melakukan penilaian
terhadap perusahaan. Hal ini menjadi penting ketika keandalan dari data
tersebut bisa dipertanggung jawabkan atau tidak. Stakeholders terkadang
merasa skeptis dan assessment hanya menjadi alat publisitas bagi
kepentingan citra perusahaan. Bagi perusahaan yang telah baik nilai
assessment GCG-nya, perlu membuktikan nilai tersebut dalam praktik GCG
nyata dan benar terjadi di perusahaan. Hal lainnya, sudah saatnya Indonesia
memiliki satu ukuran kriteria GCG yang berlaku bagi semua jenis
perusahaan, sehingga mekanisme penilaian dalam assessment dapat
diterima oleh semua pihak.
GCG Scorecard
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan terkait dengan Good Corporate
Government (GCG). Namun menurut Khomsiyah (2005: 1) kebanyakan
peneliti menggunakan struktur CG sebagai pendekatannya. Padahal, struktur
CG yang meliputi struktur kepemilikan, jumlah komisaris independen, jumlah
direksi independen, dan keberadaan komite audit belum bisa mewakili
penerapan GCG secara keseluruhan, karena tidak mencerminkan penerapan
seluruh prinsip-prinsip GCG. Oleh karena itu, menurut Khomsiyah, diperlukan
suatu proksi lain yang dianggap dapat mewakili penerapan CG.
Dewasa ini berkembang sejumlah proksi yang lebih luas lagi cakupannya.
Untuk indikator GCG sejak tahun 2011 telah lahir Indeks ASEAN Corporate
Governance Scorecard. Indeks ASEAN Corporate Governance Scorecard,
bermula sejak tahun 2009. Para Menteri Keuangan ASEAN membuat inisiatif
untuk mengintegrasikan pasar modal di ASEAN. Inisitaif ini paralel dengan
rencara menjadikan Economic Community di ASEAN tahun 2015 yang
kemudian melahirkan AFTA. Salah satu inisiatif ACMF, mulai tahun 2011,
menyusun ASEAN Corporate Governance Scorecard yang akan menjadi
parameter bersama untuk perusahaan-perusahaan yang sudah terdaftar di
bursa efek. Penyusunan Scorecard ini terlaksana atas kerjasama dengan
Asian Development Bank (ADB). Sedangkan secara metodologis dan konten,
ASEAN CG Scorecard ini merujuk pada aplikasi yang telah diterapkan oleh
OECD (Organisation for Economic and Development).1 Tujuan dari dibuatnya
ASEAN Corporate Governance Scorecard adalah:
1. Untuk menumbuhkan standar dan praktek Corporate Governance pada
perusahaan-perushaan yang terdaftar di bursa efek di lingkungan ASEAN)
2. Untuk menunjukkan dan memperkuat secara internasional visibilitas dan
juga investabilitas dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek
di lingkungan ASEAN
Berikut ini adalah beberapa studi yang terkait dengan pengukuran corporate
governance perusahaan.
1.Survei CLSA

Menurut Arsjah (2002) pada tahun 2001, Credit Lyonnaise Securities Asia
(CLSA) menerbitkan pemeringkatan corporate governance dari 495
perusahaan di 25 emerging market dan dari 18 sektor ekonomi. Dari
Indonesia terpilih 18 perusahaan. Survei CLSA dilakukan melalui kuesioner
yang dikembangkan dari prinsip prinsip corporate governance. Kuesioner
tersebut mencakup tujuh kategori besar, yaitu disiplin manajemen,
transparansi, independen, akuntabilitas, responsibilitas, keadilan, dan
kepedulian sosial.
Studi CLSA menemukan korelasi yang kuat antara angka peringkat CG
dengan rasio keuangan, valuasi (Price to Book Value atau PBV) dan kinerja
harga saham dalam 64 perusahaan-perusahaan terbesar (dalam hal
kapitalisasi pasar) dari sampel. Hubungan tersebut diperoleh dengan
menganalisa kelompok-kelompok perusahaan ke dalam kwartil dari
pemeringkatan CG untuk berbagai pasar/sektor. Dari 495 sampel perusahaan
di emerging markets, rata-rata angka peringkat untuk CG adalah 55.9% dari
100%. Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki peringkat lebih baik pada
kesadaran sosial dan fairness tapi berperingkat buruk untuk akuntabilitas
dan disiplin. Hasil pemeringkatan mencerminkan bahwa masalah yang lebih
besar pada akuntabilitas manajemen terhadap dewan komisaris atau direksi
dan pada kemampuan perusahaan untuk memperbaiki kesalahan
manajemen.
2. Survei IICG
Riset yang dilakukan oleh Indonesian Institute for Corporate Governance
(IICG) bekerja sama dengan majalah Swa Sembada ini telah dilakukan secara
rutin setiap tahun sejak tahun 2001. Riset dilakukan terhadap perusahaan
yang secara sukarela bersedia mengikuti survey pemeringkatan CG. Tujuh
dimensi corporate governance yang menjadi acuan penilaian yang dilakukan
oleh IICG meliputi:
a. Komitmen perseroan terhadap CG, hal ini menjelaskan sejauh mana
perseroan menaruh perhatian terhadap semangat GCG
b. Pelaksanaan RUPS dan perlakuan terhadap minority shareholders,
mencakup ketepatan waktu pelaksanaan RUPS dan adanya jaminan
perlindungan hak pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas
c. Dewan komisaris, dimilikinya dewan komisaris yang kompeten di
bidangnya serta seberapa optimal peran dan tanggung jawab mereka dalam
penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang baik
d. Struktur direksi, dimilikinya direksi yang kompeten di bidangnya serta
bagaimana peran dan tanggung jawab direksi dalam penyelenggaraan tata
kelola perusahaan yang baik
e. Hubungan dengan stakeholders, bagaimana hubungan dan tanggung
jawab perusahaan dengan pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan
f. Transparansi dan akuntabilitas, mewajibkan adanya informasi yang
terbuka, tepat waktu, jelas, dapat diperbandingkan terutama menyangkut
masalah keuangan, pengelolaan dan kepemilikan perusahaan

g. Tanggapan terhadap riset IICG, sejauh mana keseriusan responden untuk


mengikuti riset ini.
Metode riset IICG ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu:
1) Pengisian kuesioner self assessment oleh perusahaan seputar penerapan
konsep CG di perusahaannya
2) Pengumpulan dokumen dan bukti yang mendukung penerapan CG di
perusahaannya
3) Pembuatan makalah dan presentasi tentang kegiatan perusahaan dalam
menerapkan prinsip-prinsip GCG
4) Observasi tim peneliti ke perusahaan untuk menelaah kepastian
penerapan prinsip-prinsip GCG
3. Survei IICD
Penelitian tentang penerapan CG di perusahaanperusahaan publik di
Indonesia mengalami perkembangan dengan riset yang dilakukan oleh
Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) untuk pertama kalinya
pada tahun 2005 yang melibatkan 61 perusahaan publik yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Studi ini kemudian dilanjutkan pada tahun 2006 dan 2008
atas laporan tahun 2005 dan 2007 yang melibatkan 329 perusahaan publik
yang terdaftar di BEI.
Penelitian ini menggunakan metode corporate governance scorecard yang
dikembangkan berdasarkan International Standard Code on GCG dari
Organization of Economic Cooperation and Development (OECD) yang
meliputi lima area studi, yaitu:
1) Hak-hak pemegang saham
2) Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham
3) Peran para pemangku kepentingan
4) Pengungkapan dan transparansi
5) Tanggung jawab Dewan Direksi dan Komisaris
Untuk melakukan penilaian praktik CG dari perusahaan sampel, penelitian ini
menggunakan data dan informasi yang tersedia pada website perusahaan,
BAPEPAM, BEI, hasil RUPS, dan dari sumber sumber lain yang
dipublikasikan.
Hasil riset IICD menemukan rata-rata angka pemeringkatan CG bagi 20
perusahaan teratas mengalami kenaikan dari 79,3% pada tahun 2005
menjadi 81,4% pada tahun 2007 pada skala 100%. Sedangkan rata-rata
angka pemeringkatan CG bagi perusahaan pada kwartil atas meningkat dari
71,5% pada tahun 2005 menjadi 75.3% pada tahun 2007. Sementara itu
rata-rata angka pemeringkatan bagi perusahaan pada kwartil bawah yang
masih buruk dalam praktik CG juga mengalami kenaikan dari 52,7% pada
tahun 2005 menjadi 56.4 % pada tahun 2007.
Hasil riset terbaru dari IICD Research Report on Indonesian Corporate
Governance Scorecard tahun 2009 yang melibatkan 329 perusahaan sampel
memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi dari hak-hak pemegang saham masih buruk dan jauh dari
standar lokal dan Dewan Komisaris sebagai perwakilan dari pemegang

saham belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban untuk melindungi hakhak pemegang saham terutama pemegang saham minoritas.
2. Ketiadaan hukum dan peraturan menimbulkan praktik governance yang
buruk karena perusahaan belum secara sukarela mengadopsi praktik terbaik
dengan menetapkan kebijakan dan mekanisme yang diperlukan untuk
melindungi hak-hak pemegang saham minoritas.
3. Perusahaan semakin baik dalam mengimplementasikan peran para
pemangku kepentingan dalam kerangka CG mereka dimana kepentingan
karyawan, pemegang saham, masyarakat, dan kreditor nampak lebih
diutamakan daripada kepentingan pera pemangku kepentingan yang lain
untuk dapat mencapai arahan strategis perusahaan.
4. Aspek pengungkapan dan transparansi menjadi semakin baik dalam hal
pengungkapan dan transparansi atas informasi keuangan, bisnis dan operasi,
aksesibilitas informasi, dan akuntabilitas dewan direksi dan komisaris.
Sementara pengungkapan informasi tentang struktur kepemilikan tidak
semakin baik.
5. Karena pengungkapan yang sifatnya wajib memiliki skor yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pengungkapan sukarela, maka BAPEPAM-LK perlu
meminta perusahaan untuk:
a) memiliki website yang memuat informasi penting mengenai Laporan
Tahunan dan Laporan Keuangan, struktur kepemilikan,serta pengumuman
dan hasil RUPS
b) mengungkapkan pemilik atau pemegang saham utama
c) mengungkapkan tingkat kehadiran secara individu dewan direksi dan
komisaris dalam rapat
d) menjelaskan dasar remuerasi dewan direksi dan komisaris
e) mengungkapkan kebijakan khusus perusahaan yang menghendaki
komisaris / direksi untuk melaporkan transaksi yang berkaitan dengan saham
perusahaan
6. Kerangka CG belum sesuai dengan praktik terbaik dan kode etik standar
tidak mendukung praktik CG yang baik. Selain itu masih terdapat masalah
terkait independensi dalam memonitor manajemen. Kualitas komite audit
buruk dan gagal dalam memberikan masukan kepada dewan komisaris
sebagai dasar bagi pelaksanaan kewajiban mereka. Ketiadaan komite
remunerasi dan nominasi juga memperburuk kinerja dewan komisaris.
7. Dewan direksi nampak kurang peduli untuk memperbarui dan
meningkatkan kompetensi baik keterampilan maupun pengetahuan, menolak
penilaian kinerja termasuk self-assessment untuk dewan komisaris.
8. Secara keseluruhan, orientasi praktik corporate governance perusahaanperusahaan sampel masih diarahkan pada kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan. Kesadaran untuk secara sukarela mengimplementasikan praktik
terbaik masih dalam proses, paling tidak oleh perusahaan-perusahaan besar.
Secara keseluruhan, beberapa hasil riset di atas menggunakan prinsipprinsip corporate governance sebagai landasan dalam pengembangan

metode pengukuran indeks corporate governance sehingga hasil pengukuran


dapat merepresentasikan tingkat penerapan corporate governance secara
komprehensif.
Scorecard CG
Definisi Scorecard CG
Sejarah Scorecard CG
Studi Terkait Pengukuran CG

Anda mungkin juga menyukai