Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AGAMA ISLAM

HUKUM BAYI TABUNG MENURUT


ISLAM

ANGGOTA KELOMPOK 2 :
1. SEPTIANA HANNI AP

(125070200111007)

2. SITI NUR ALIYATUL A

(125070200111011)

3. ASTI SETYA SAWITRI

(125070200111015)

4. FREDY WAHYUDISTIRO S

(125070200111025)

5. MAYA NURFADILAH

(125070200111029)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjtkan ke hadirat allah swt, karena atas rahmat,taufik
serta hidayah-nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan sebuah makalah yang
berjudul Bayi Tabung Hukum Islam.penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas agama islam. Selain itu, untuk menambah wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas berkenaan dengan judul makalah yang kami susun,
dalam penyusunan makalah ini kami menemukan beberapa kendala, namun berkat
partisifasi dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikanpenyusunan
makalah ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
Bu. Nur Chanifah, semua rekan-rekan mahasiswa atas segala partisipasi yang telah
diberikan, dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi kami danumumnya bagi kita semua.

Malang, 11 Oktober 2012

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari masa ke masa, perkembangan teknologi semakin menuju ke arah yang
semakin canggih. Hampir semua aspek kehidupan selalu mengalami perkembangan.
Dalam hal kedokteran pun demikian. Di era yang semaikin maju dalam bidang
kesehatan, kita mengenal adanya cloning, bayi tabung, dan lain-lain. Namun dari
sekian banyaknya perkembangan yang ada di dunia kedokteran atau kesehatan,
sebagai seorang muslim, kita harus pandai dalam memilih mana yang sesuai dengan
syariat islam dan mana yang tidak sesuai dan tidak dapat kita terapkan.
Kurang lebih seperempat abad telah berlalu sejak bayi tabung pertama, Louise
Brown lahir, dalam perjalanannya, teknologi pembuahan in-vitro (In-Vitro
Fertilization/IVF) itu menuai banyak perdebatan baik etik maupun moral.
Bayi tabung atau dalam bahasa ilmiah dikenal dengan sebutan pembuahan in
vitro adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh
wanita. Bayi tabung saat ini merupakan salah satu metode yang paling sering
digunakan untuk mengatasi masalah kesuburanketika metode lainnya tidak berhasil.
Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel
telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Telah terjadi banyak kontroversi di kalangan masyarakat mengenai apakah
setiap perkembangan dunia kesehatan sesuai dengan syariat islam untuk dapat
dilaksanakan bagi seorang muslim. Lembaga-lembaga maupun instansi keislaman
pun sudah sering menjadikan topik ini sebagai bahasan yang penting untuk lebih
dikaji sebelum masyarakat muslim menjalankan teknologi ini.
Kontroversi bayi tabung di Indonesia sendiri mulai merebak tahun 1970-an.
Pada tahun 1979, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang bayi
tabung. Dalam fatwa itu, MUI memperbolehkan dilakukan bayi tabung karena
dianggap sebagai suatu ikhtiar bagi suami istri yang sulit mendapat keturunan.
Sebagaimana telah diketahui bahwa salah satu tujuan dari perkawinan adalah
untuk memperoleh keturunan yang sah dan bersih nasabnya, yang dihasilkan dengan

cara yang wajar dari pasangan suami istri. Sebuah rumah tangga aka terasa gersang
dan kurang sempurna tanpa anak-anak, sekalipun rumah tersebut berlimpah ruah
dengan harta benda dan kekayaan. Dari anak diharapkan keberadaannya tidak saja
karena ia diharapkan dapat menunjang kepentingan-kepentingan duniawi, tetapi
karena anak dapat memberikan kemanfaatan bagi orang tuanya kelak jika sudah
meninggal. Anak salah satu dari tiga hal yang tidak terputus pahalnya bagi kedua
orang tua yang telah meninggal dunia, sebagaimana Hadits Nabi Muhammad
Shalallahu alaihi wassalam :

Namun tidak semua suami-istri dapat mempunyai keturunan sebagaimana yang


diharapkan karena ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak dapat seorang istri
mangandung, baik dari pihak suami maupun isteri itu sendiri. Bayi tabung merupakan
salah satu alternatif yang dapat ditempuh oleh suami isteri yang mandul. Dengan hasil
sperma sendiri, bayi tabung itu tidaklah ada masalah, tetapi ketika sperma tersebut
bukan berasal dari suami yang sah, hal yang menimbulkan masalah yang sangat
kompleks karena harus dilihat dari semua sisi. Dalam makalah ini akan lebih dibahas
bagaimana pandangan Islam terhadap teknologi bayi tabung dan pelaksanaannya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mengenal Teknologi Bayi Tabung


Teknologi bayi tabung adalah hasil terapan sains modern yang pada
prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi.
Sehingga meskipun memiliki daya guna tinggi tapi juga sangat rentan terhadap
penyalahgunaan dan kesalahan etika bila dilakukan oleh orang tidak beragama,
beriman dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negative dan fatal. Oleh
karena itu, kaidah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika dalam
penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi belum tentu
sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal integrative
medicine, Dr. Andrew Weil sangat meresahkan dan mengkhawatirkan penggunaan
teknologi kedokteran yang tidak pada tempatnya yang biasanya terlambat untuk
memahami konsekuensi etis dan social yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr.
Arthur Leonard Caplan, direktur center of bioethics dan guru besar bioethics di
University of Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam
praktik teknologi kedokteran yang disebut sebagai bioetika. Menurut john Naisbitt
dalam high-tech, high-touch (1999) bioetika bermula sebagai bidang spesialisasi pada
1960 sebagai tanggapan atas tantangan yang belum pernah ada, yang diciptakan oleh
kemajuan dibidang teknologi.
Majelis

tarjih

Muhammadiyah

dalam

muktamarnya

tahun

1980

mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana yang diangkat oleh
Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam
Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan
pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari istri sendiri. Vatikan
secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan pembuatan, bayi tabung,
ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad,
juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia mengimbau

masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel
sperma dan ovumnya berasal dari suami istri sendiri .
2.2 Hukum Bayi Tabung
Inseminasi buatan (istilah lain dari bayi tabung) dilihat dari asal sperma yang
dipakai dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (Artificial Insemination
Husband)
2. Inseminasi buatan dengan bukan sperma suami atau lazim disebut donor,
disingkat AID (Artificial Insemination Donor)
Untuk inseminasi buatan pada manusia dengan sperma suami sendiri yang
sah, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam
vagina atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan di luar rahim
(bayi tabung), maka hal ini dibolehkan asal keadaan suami dan isteri tersebut benarbenar membutuhkan untuk memperoleh keturunan. Hal ini telah disepakati oleh
ulama. Diantaranya, menurut Mahmud Syaltut bahwa bila penghamilan itu
menggunakan air mani si suami untuk isterinya maka yang demikian itu masih
dibenarkan oleh hukum dan syariat yang diikuti oleh masyarakat yang beradab.
Lebih lanjut beliau katakan ...dan tidak menimbulkan dosa dan noda. Di samping
itu tindakan yang demikian dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk memperoleh
anak yang sah menurut syariat yang jelas ibu bapaknya.
Adapun untuk sperma dari donor, para ulama telah mengharamkannya.
Mahmud Syaltut mengatakan dengan tegas bahwa setelah meninjau dari beberapa
segi, penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa yang besar.
Perbuatan itu setaraf dengan zina dan akibatnya akan sama pula, yaitu memasukkan
mani orang asing ke dalam raahim perempuan yang antara kedua orang tersebut tidak
ada hubungan nikah secara syara yang dilindungi hukum syara. Allah Taala
berfiman :

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al Israa' :32)
Sungguh jelas diterangkan dalam ayat ini, bahwa zina adalah suatu jalan yang
buruk dan keji. Maka kita harus menjauhi dan meminimalisir kemungkinan untuk
terjatuh ke dalamnya. Allah Subhanahu wa Taala Maha Mengetahui keadaan hambaNya, sesuai dengan firman-Nya dalam Surah At-Taubah ayat 115 yang berbunyi :

Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah
memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa
yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dengan demikian mengenai hukum bayi tabung harus diklasifikasikan


persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami istri
sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan dalam
vagina, tuba fallopi atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahannya di luar
rahim, kemudian buahnya ditanam di dalam rahim istri ; maka hal ini dibolehkan, asal
keadaan suami istri tersebut benar-benar memerlukan teknik bayi tabung untuk
membantu mereka memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah alhajatu
tanzilu manzilah adh-dharurat yang artinya hajat atau kebutuhan yang sangat
mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat. Sebaliknya kalau teknik bayi tabung
dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya
sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya , anak hasil bayi tabung tidak sah dan
nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Dalil-dalil syari yang
dapat dijadikan landasan penetapan hukum haram pada bayi tabung dengan sperma
atau ovum donor adalah sebagai berikut.
Pertama ; firman Allah SWT dalam surah Al-Israa ayat 70 dan At-Tin ayat 4

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan. (Al Israa' :70)

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya. (At Tiin :4)
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah
sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan atau keistimewaan sehingga melebihi
makhluk-makhluk Allah yang lainnya. Allah sendiri berkenan memuliakan manusia,
maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta
menghormati martabat sesamanya. Dalam hal ini bayi tabung (inseminasi buatan)
dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat martabat manusia
sejajar dengan tumbuhan atau hewan yang diinseminasi.
Hukum memproses bayi tabung ditafsil sebagai berikut :
1. Apabila mani yang ditabung dan dimasukkan ke dalam rahim wanita tersebut
ternyata bukan mani suami istri, maka hukumnya haram
2. Apabila mani yang ditabung tersebut mani suami istri, tetapi cara
mangeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram
3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami istri dan cara mengeluarkannya
termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istrinya sendiri, maka
hukumnya boleh.
Mani muhtaram ialah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara tidak
dilarangoleh syara. Sedang mani bukan muhtaram ialah selain yang tersebut di atas.
Tentang anak dari mani tersebut dapat ilhaq atau tidak dari pemilik mani , terdapat

khilaf antara Imam Ibn Hajar dan Imam Romli. Menurut Imam Ibn Hajar tidak bisa
ilhaq kepada pemilik mani secara mutlak (baik keluar mani tersebut muhtaram atau
tidak), sedangkan menurut Imam Romli anak tersebut bisa Ilhaq kepada pemilik
mani, bila mani tersebut keluarnya termasuk muhtaram.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam
bersabda : Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah
Subhanahu wa Taala dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan
spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya. (Tafsir
Ibnu Katsir III/113)
Dalam kitab Hikmatul Tasyri wa Falsafatuhu (II/48) dijelaskan Barangsiapa yang
beriman kepada Allah Subhanahu wa Taala dan hari kiamat, maka janganlah sekalikali menyiramkan air spermanya (berzina) di kebun (rahim) saudaranya.
Seandainya ada wanita yang datang dengan membawa seorang anak yang diketahui
bahwa anak tersebut bukan berasal dari lelaki (suaminya) walaupun ada kemungkinan
berasal darinya, maka lelaki tersebut harus menolaknya (sebagai anaknya), karena
tidak adanya penolakan dapat mengandung pengertian pengakuan anak yang bukan
berasal darinya dan haram. (Kitab Al-Qulyubi IV/32)
Dengan demikian bayi tabung dengan sperma donor sangat ditentang karena
tidak sesuai dengan etis dan moral. Selain itu juga berpengaruh negatif terhadap
kejiwaan orang-orang yang bersangkutan, di antaranya :
a. Bagi suami yang sah, kehadiran anak itu akan mengganggu pikirannya. Si
suami akan merasa lemah dan kerdil, jika anak tersebut dapat tumbuh dan
berparas cantik, sebab dia tidak dapat membohongi dirinya, bahwa anak itu
bukanlah anak yang sebenarnya.
b. Bagi si isteri, yang menimang seorang bayi mungil, pada umumnya akan
merasa bahagia dan semakin mencintai suaminya. Namun, anak tersebut
adalah hasil bayi tabung yang bukan berasal dari suaminya. Jika anak tersebut
nanti tumbuh menjadi seorang yang subur, gagah dan brilian, tentu si isteri
ingin mengetahui laki-laki hebat yang telah menyumbangkan spermanya
untuk mengucapkan terima kasih dengan caranya sendiri atau untuk hal-hal
lain yang mungkin akan menggiringnya ke arah perzinaan.

c. Bagi si anak, secara naluriah lambat laun akan merasakan ada ketidakberesan
pada dirinya, jika ia telah mengetahuinya, maka ia akan mengalami
goncangan jiwa yang lebih hebat dari yang dialami anak pungut.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Teknologi bayi tabung ialah hasil terapan sains modern yang prinsipnya netral
sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Kaidah dan ketentuan
syariah merupakan pemandu etika dalam penggunaan teknologi.
2. Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak
di transfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan
islam, jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukannya . Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut islam.
3. Inseminasi buatan dengan sperma dan ovum donor diharamkan (dilarang keras)
islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi
macam ini / bayi tabung ini statusnya sama dengan anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah.
3.2 Saran
1. Pemerintah hendaknya melarang berdirinya bank nuthfah / sperma dan bank ovum
untuk pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan pancasila dan
uud 1945, juga bertentangan dengan norma agama islam dan moral, serta
merendahkan harkat manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu
adanya perkawinan.
2. Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung
dengan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer ke
dalam rahim wanita lain (ibu titipan), dan pemerintah hendaknya juga melarang
keras dengan sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa yang melakukan
inseminasi buatan pada manusia dengan sperma dan/atau ovum donor, demikian
makalah ini. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. Ali. 1996. Masail Fiqiyah Al-haditsah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes NU (1926-1999 M). 2005. Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam. Surabaya: Diatama.
Setiawan, Budi Utomo. 2003. Fikih Aktual. Jakarta: Gema Insani.

Anda mungkin juga menyukai