Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

NON HEMORAGIK STROKE


A.

PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal dan atau global,

munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala
antara lain: kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo),
mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain-lain. Didefinisikan sebagai stroke
jika pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan)
atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh nakes tetapi pernah mengalami
secara mendadak keluhan kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh
yang disertai kesemutan atau baal satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan
otot mata atau bicara pelo atau sulit bicara/komunikasi dan atau tidak mengerti pembicaraan.1
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil
dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta
(10,3%).Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI
Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil.1
Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis nakes serta yang didiagnosis
nakes atau gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 75 tahun
(43,1% dan 67,0%). Prevalensi stroke yang terdiagnosis nakes maupun berdasarkan diagnosis
atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan.1
Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik
yang didiagnosis nakes (16,5%) maupun diagnosis nakes atau gejala (32,8%). Prevalensi stroke
di kota lebih tinggi dari di desa, baik berdasarkan diagnosis nakes (8,2%) maupun berdasarkan
diagnosis nakes atau gejala (12,7). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja
baik yang didiagnosis nakes (11,4%) maupun yang didiagnosis nakes atau gejala (18%).
Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis atau gejala lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan
terbawah dan menengah bawah masing masing 13,1 dan 12,6 per mil.1

B. ILUSTRASI KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan

: Tn. Haris
: 51 tahun
: Laki-laki
: S1

Tgl Pemeriksaan : 10 Juni 2016


Oleh Coas
: Nadya Tenriany
Bangsal
: Melati
Masuk RS, Tgl
: 05 Juni

2016
Pekerjaan
Alamat

: Pensiunan PNS
: Jl. Rappocini

RS
No.

: Pelamonia
: 32 38 21

CM

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Lemah separuh badan sebelah kanan (tangan dan kaki)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien laki-laki berumur 51 tahun datang ke Rumah Sakit
Pelamonia dengan keluhan lemah separuh badan sebelah kanan
(tangan dan kaki). Keluhan dirasakan sejak 1 jam yang lalu sebelum
masuk rumah sakit secara tiba-tiba ketika ingin mandi. Pada saat itu,
ketika ingin mandi tiba-tiba merasa sempoyongan, pusing lalu kaki dan
tangan terasa sangat kram lalu kemudian terasa lemah dan tidak
dapat

digerakkan.

Sebelum

keluhan

tersebut

muncul,

pasien

melakukan aktivitas mempalu-palu. Pasien juga merasakan pusing dan


mual tapi tidak muntah. Saat serangan pasien dalam keadaan sadar
Tidak ada riwayat trauma yang pernah dialami pasien, tidak ada
kejang dan tidak demam.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Hipertensi (+)


Riwayat Diabetes mellitus (+)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak Ada
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan :
Pasien seorang pensiunan PNS dan tinggal bersama anak serta istrinya.
Merokok (+)
Alkohol (-)
Kopi (+)
Penggunaan obat-obatan (-)
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis :
Kesadaran

: komposmentis kooperatif

Tekanan darah

: 150/100 mmHg

Nadi

: 92x /menit

Nafas

: 22x /menit

Suhu

: 36.5oC

Anemia

: Tidak ada

Sianosis

: Tidak ada

Ikterus

: Tidak ada

Status Internus :
Thorak

Bentuk thorax normal

Paru

: Rh / Wh -/-, Vokal Fremitus : normal

Jantung

: BJ I/II murni reguler

Abdomen

Corpus Vertebrae :

Peristaltik (+), Nyeri tekan (-)

Inspeksi : Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang (-)


Palpasi

: Nyeri tekan (-)

B. Status Psikiatri :
-

Perasaan hati : Sedih

Perasaan berfikir

Kecerdasan

: dalam batas normal

Memori

: baik

Psikomotor

: tenang

: dalam batas normal

C. Status Neurologis :
GCS 15 : E4 M6 V5
1.

Kepala :
- Bentuk : Normocephal

- Memori : Baik

- Penonjolan : 2.

- Pulsasi : +

Leher :
-

Sikap : Tegak

Pergerakan : dalam batas normal

Kaku Kuduk : -

3. Urat Saraf Kranial (Nervus Kranialis) :


- Nervus I (Nervus Olfaktorius)

1. Subyektif : dalam batas normal


2. Obyektif

: dalam batas normal

- N II ( Nervus Optikus ) :
1. Ketajaman Penglihatan
2. Lapangan Penglihatan : DBN

: DBN

DBN
DBN

3. Melihat Warna

: TDE

TDE

- Nervus III, IV, VI (Nervus Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusens) :


1. Celah kelopak mata :

Kanan

Kiri

- Ptosis

:-

- Exoftalmus

:-

- Nistagmus

:-

2. Pupil :
- Bentuk/ukuran

: Bulat

-Isokor/anisokor

: Isokor

Bulat
Isokor

- Refleks Cahaya Langsung

:+

- Refleks konsensuil

:+

- Refleks akomodasi

:+

3. Gerakan Bola mata


- Paresis ke arah

:-

- Nervus V (Nervus Trigeminus) :


1. Sensibilitas wajah

: menurun di daerah

pipi kanan
2. Menggigit

: dalam batas normal

3. Menguyah

: dalam batas normal

4. Refleks masseter
5. Refleks kornea

: dalam batas normal


: dalam batas normal

- Nervus VII (Nervus Facialis) :


1. Mengerutkan dahi

: dalam batas normal

2. Menutup mata

: dalam batas normal

3. Gerakan mimik

: dalam batas normal

4. Bersiul

: dalam batas normal

5. Pengecapan 2/3 lidah bagian depan

:tidak

dievaluasi
- NervusVIII:
1. Suara berbisik

: dalam batas normal

2. Test rinner

: tidak dievaluasi

3. Test weber

: tidak dievaluasi

- Nervus IX (Nervus Glosofaringeus) :


1. Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang

tidak

2. Sensibilitas faring

tidak

dievaluasi

dievaluasi
- Nervus X (Nervus Vagus) :
1. Arcus faring

: tidak dievaluasi

2. Berbicara

: dalam batas normal

3. Menelan

: dalam batas normal

4. Nadi

: Reguler

- Nervus XI (Nervus Aksesorius) :

1. Memalingkan kepala

: dalam batas normal

2. Mengangkat bahu

: dalam batas normal

- Nervus XII (Nervus Hipoglosus) :


1. Pergerakan lidah

: dalam batas normal

2. Tremor lidah

:-

3. Atrofi lidah

:-

4. Fasikulasi

:-

5. Artikulasi

:-

6. Deviasi

: kearah kanan

4. Badan dan Anggota Gerak


a. Badan
1. Bentuk kolumna vertebralis
: tidak dievaluasi
2. Pergerakan kolumna vertebralis : tidak dievaluasi
Kanan
Kiri
3. Refleks kulit perut atas

: dalam batas normal

dalam

batas

4. Refleks kulit perut tengah : dalam batas normal

dalam

batas

dalam

batas

normal

normal
5. Refleks kulit perut bawah

: dalam batas normal

normal
6. Refleks kremaster

: tidak dievaluasi tidak dievaluasi

7. Sensibilitas
- Taktil

: dalam batas normal

dalam batas normal

- Nyeri

: dalam batas normal

dalam batas normal

- Suhu

: tidak dievaluasi tidak dievaluasi

b. Anggota Gerak
1. Ekstremitas

Superior
Kanan

Inferior
Kiri

Kanan

Kiri
a. Motorik
- Pergerakan
-

Menurun

Kekuatan
Tonus
N
Refleks fisiologik :
Biceps

N
5

Menurun N

N
- Radius
- Ulna

Menurun N
Menurun N

Menurun N

N
- Triceps

Menurun
N
KPR
APR

- Refleks Patologik
- Hoffmann-Tromner - / - Babinski

Chaddock

Gordon

Schaeffer

Openheim -

: Menurun
:

Menurun

Klonus

:
Paha
Kaki

-. Tes Lasegue
- Tes Kernig
- Pentrik
- Kontrapetrik

b. Sensorik (Sensibilitas) :
- Eksteroseptif
- Taktil

: dalam batas normal

dalam batas normal

- Nyeri

: dalam batas normal

dalam batas normal

- Suhu

: tidak dievaluasi tidak dievaluasi

- Proprioseptif :
- Rasa Sikap

: dalam batas normal

dalam

: dalam batas normal

dalam

: dalam batas normal

dalam

batas normal
- Rasa nyeri dalam
batas normal
- Fungsi kortikal
- Rasa diskriminasi
batas normal
- Stereognosis

: dalam batas normal

normal
2. Kordinasi, Giat dan Keseimbangan :
- Cara berjalan

: tidak dievaluasi

dalam

batas

- Tes romberg

: tidak dievaluasi

- Disdiadokokinesis

: tidak dievaluasi

- Ataksia

: tidak dievaluasi

- Rebound phenomena: tidak dievaluasi


- Dismetri

: tidak dievaluasi

3. Gerakan-gerakan abnormal :
- tremor

:-

- athetosis

:-

- mioklonus

:-

- khorea

:-

4. Alat vegetatif :
- Miksi

: Terganggu (kateter)

- Defekasi

: Kurang lancar

- Ereksi

: tidak dievaluasi

- Memori

: baik

- fungsi bahasa

: baik

5. Fungsi Luhur :

- Visuospasial

RESUME

: baik

- praksia

: baik

- kalkulasi

: baik

S : Seorang pasien laki-laki berumur 51 tahun datang ke Rumah Sakit


Pelamonia dengan keluhan lemah separuh badan sebelah kanan (tangan dan
kaki). Keluhan dirasakan sejak 1 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit
secara tiba-tiba ketika ingin mandi. Pada saat itu, ketika ingin mandi tiba-tiba
merasa sempoyongan, pusing lalu kaki dan tangan terasa sangat kram lalu
kemudian terasa lemah dan tidak dapat digerakkan. Sebelum keluhan
tersebut muncul, pasien melakukan aktivitas mempalu-palu. Pasien juga
merasakan pusing dan mual tapi tidak muntah. Saat serangan pasien dalam
keadaan sadar Tidak ada riwayat trauma yang pernah dialami pasien, tidak
ada kejang dan tidak demam.
O : GCS : E4M6V5
Fkl : dalam batas normal
RM : KK -/-, KS -/N.Cranial. : Pupil bulat, isokor diameter 2,5 mm, RCL +/+, RCTL +/+
N. Cranial lain : Parese N.VII dan N.XII
Motorik :
P:

T:

K:

1
2

Reflex fisiologi
Biceps
Triceps

N
N

Reflex patologik

KPR
APR

N
N

5
5

Hoffmann-tromner : - / -

Gordon : - / -

Babinski : + / -

Openhim : - / -

Chaddock : -/ -

Schaefer : - / -

Sensorik : Eksteroproprioseptif

: dalam batas normal

Proprioseptif

Otonom : BAB
BAK

: dalam batas normal

: Terganggu
: Terganggu

IV. ASSESSMENT (DIAGNOSA KERJA)

Diagnosis Klinis

: Hemiparese dextra

Diagnosis Topis

: perdarahan thalamus sinistra

Diagnosis Etiologi : Hemoragik stroke

V. DIAGNOSA BANDING

Non hemoragik stroke

VI. PLANNING (RENCANA AWAL)


A. Terapi :
Umum

Bretahing
-Memperbaiki jalan napas

Blood (tekanan darah)

Brain
-Posisi kepala 20-300

Bladder
-Bila ada retensio urine dipasangi cateter.

Bowel

Defekasi pada pasien

Khusus :

IVFD RL 20 tts/menit
Citicoline 500 mg 1 amp /8 jam /iv
Ranitidine amp/24 jam/iv
Mecobalamin amp/24jam/drips
Ketorolac amp/12jam/iv (kp)
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Mannitol 125/12jam/iv
Ceftriaxone 2 gr/12jam/iv
Amlodipin 10 mg 1x1
Candesartan 16 mg 0-0-1
+ Dulcolax supp

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium : Darah rutin , kimia darah (glukosa puasa,
GD2PP, ureum, kreatinin, asam urat, GDS, kolesterol, HDL,LDL,
Trigliserida)
2. Pemeriksaan radiologi dan lain-lain :
-

CT-Scan kepala

EKG

VII.

PROGNOSIS
-

Quo ad vitam
Quo ad sanationem

: dubia ad bonam
: dubia ad malam

C. DISKUSI
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang menekan dinding
arteri sampai pecah.
Patofisiologi terjadinya stroke hemoragik ialah sbb:

Perdarahan Intraserebral
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini

menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabangcabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna.
Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada
lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal
dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang
mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah
menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak.
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan
adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi
protein -amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil
dan sedang. Penumpukan protein -amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen
kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya
resiko ruptur spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat
menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural.
Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di
kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan
perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy.
Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat
ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous
karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya perdarahan dari
suatu AVM
2

Perdarahan Subarakhnoid
Ruang antara membran terluar arachnoid dan pia mater adalah ruang subarachnoid.

Piamater terikat erat pada permukaan otak. Ruang subarachnoid diisi dengan CSF. Trauma
perdarahan subarachnoid adalah kemungkinan pecahnya pembuluh darah penghubung yang
menembus ruang itu, yang biasanya sama pada perdarahan subdural. Meskipun trauma
adalah penyebab utama subarachoid hemoragik, secara umum digolongkan dengan pecahnya
saraf serebral atau kerusakan arterivenous.

Aneurisma yang menjadi sumber PSA dan PIS mempunyai perbedaan letak dan ukuran.
Pada PIS, aneurisma sering muncul pada arteri-arteri di dalam parenkim otak dan aneurisma
ini kecil. Sedangkan aneurisma pada perdarahan subarachnoid muncul dari arteri-arteri di
luar parenkim dan aneurisma mempunyai ukuran lebih besar.
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic pada
dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan
untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan
mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma. Suatu bagian
tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.
Tiga tempat yang paling sering beraneurisma ialah pangkal arteri serebri anterior (40%),
pangkal arteri komunikans anterior (20%) dan tempat percabangan arteri serebri media di
bagian depan dari sulkus lateralis serebri (15%). Aneurisma yang terletak di sistem
vertebrobasiler paling sering dijumpai pada pangkal arteri serebeli posterior inferior, dan
pada percabangan arteri basilaris terdepan, yang merupakan pangkal arteria serebri posterior.
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah:
1

Intracranial

Pecahnya aneurisma

Pecahnya malformasio arterio-venosa

Tumor otak (primer/metastasis)

Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding


arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar

Infeksi (meningioensefalitis)

Ekstrakranial

Leukemia

Hemophilia

Anemia

Obat-obat antikoagulan

Penyebab paling umum dari perdarahan intraserebral spontan adalah hipertensi kronis,
atau tekanan darah tinggi, yang menyebabkan perubahan pada dinding arteri kecil. Faktor risiko

yang memperburuk keadaan seperti bertambahnya usia, riwayat merokok, minum alkohol, dan
rendahnya kadar kolesterol HDL. Sebagai factor resiko, usia tidak bisa dimodifikasi, akan tetapi
stroke hemoragik bisa diminimalisir dengan menghindari faktor resiko lainnya. Anda dapat
mengambil tindakan individu untuk menurunkan risiko untuk stroke, terlepas dari warisan
genetik dan faktor lainnya dapat dihindari, dengan mengikuti langkah-langkah pencegahan.
Perdarahan subarachnoid dan intraserebral menyebabkan peningkatan tekanan intracranial secara
tiba-tiba, dengan manifestasi seperti sakit kepala, muntah, dan penurunan kesadaran yang mungkin diikuti
dengan ditemukannya edema papil.
Gejala neurologis yang timbul tergantung berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa:

Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak

Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemihipestesi)

Perdarahan mendadak status mental (somnolen, delirium, letargi, stupor, atau koma)

Afasia (bicara tidak lancer, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan)

Diartria (bicara pelo)

Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan mengganggu daerah meninges. Sehingga gejala


khasnya yaitu terjadi nyeri kepala berat secara tiba-tiba dan kekakuan pada leher, seringkali juga
terjadi penurunan kesadaran.
Muntah terjadi pada sekitar 70% kasus. Seringkali disertai defisit neurologik seperti dilatasi
pupil, fotofobia, kelemahan pada wajah, disfagia, disartria, dan hemiparesis. Kejang terjadi pada
5% kasus. Kekakuan leher biasanya muncul beberapa jam setelah onset perdarahan. Edema
papil akibat peningkatan tekanan intrakranial tampak dengan pemeriksaan funduskopi setelah 12
jam.
Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu kegawatdaruratan neurologi dengan gejala
yang kadangkala tidak khas sehingga seringkali ditemukan kesulitan dalam menegakkan
diagnosis. Pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat (paling sakit yang dirasakan sepanjang
hidup) yang muncul tiba-tiba sebaiknya dicurigai sebagai suatu tanda adanya PSA.
Perdarahan intraserebral, tepatnya yang mengenai daerah kapsula interna menyebabkan
gangguan motorik, sensorik dan visual yang berat dan bersifat akut pada sisi kontralateral pada
tubuh (hemiplegia, hemianestesi, dan homonym hemianopia). Gangguan hebat bisa terjadi dan
menjadi permanen dalam hitungan menit atau jam.

Manifestasi pada perdarahan serebelum bervariasi, tergantung ukuran dan lokasi perdarahan.
Berikut adalah manifestasi yang sering terjadi:
-

Sakit kepala yang tiba-tiba

Mual dan muntah

Tidak bisa berjalan (reflecting tuncal ataxia)

Pusing, vertigo

Disartri

Penurunan kesadaran

Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan adanya:


-

Ataksia tungkai

Disartri

Muncul respon plantar extensor (unilateral atau bilateral)

Nistagmus

Gaze palsy (ipsilateral kea rah lesi)

Kelemahan otot wajah.

Faktor risiko stroke


Faktor risiko stroke dibedakan antara yang tidak dapat dirubah
(unmodifiable risk factor) dan yang dapat dirubah (modifiable risk
factors)
1) Faktor yang tidak dapat dirubah:
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Genetic
d. Ras.
2) Faktor yang dapat dirubah
a. Riwayat stroke
b. TIA
c. Hipertensi
d. Penyakit jantung
e. Diabetes mellitus

f. Dislipidemia (hiperkolesterol)
g. Obesitas
h. Merokok
i. Alkoholik
j. Penggunaan narkotika
k. Hiperurisemia

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia. Pemeriksaan ini pun
dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat
ini seperti anemia.
Pemeriksaan
kelainan

yang

kimia

darah

memiliki

dilakukan

untuk

mengeliminasi

seperti

stoke

(hipoglikemia,

gejala

hiponatremia) atau dapat pula menunjukkan penyakit yang diderita


pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara
stroke

dengan

penyakit

jantung

koroner.

Penelitian

lain

juga

mengindikasikan adanya hubungan antara peningkatan enzim jantung


dengan hasil yang buruk dari stroke.

Pemeriksaan penunjang
a. Computed Tomography Scan juga disebut CT scan, merupakan
proses

pemeriksaan

dengan

menggunakan

sinar-X

untuk

mengambil gambar otak. Dengan menggunakan komputer,


beberapa seri gambar sinar-X akan memperlihatkan gambar tiga
dimensi

kepala

dari

beberapa

sudut.

CT

scan

dapat

menunjukkan; jaringan lunak, tulang, otak dan pembuluh darah.


Pemeriksaan ini dapat menunjukkan area otak yang abnormal,
dan

dapat

menentukan

penyebab

stroke,

apakah

karena

insufisiensi aliran darah (stroke iskemik), rupture pembuluh

darah (hemoragik) atau penyebab lainnya. CT scan juga dapat


memperlihatkan ukuran dan lokasi otak yang abnormal akibat
tumor,

kelainan

pembuluh

darah,

pembekuan

darah,

dan

masalah lainnya.

Perdarahan Intraserebral Akut pada thalamus kiri


b. MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi canggih
yang menggunakan medan magnet, frekuensi radio tertentu dan
seperangkat

computer

untuk

menghasilkan

gambar

irisan

penampang otak. MRI mendeteksi kelainan neurology lebih baik


dari CT scan misalnya stroke, abnormalitas batang otak dan
cerebellum, dan multiple sclerosis. MRI dapat mengidentifikasi
zat kimia yang terdapat pada area otak yang membedakan
tumor otak dan abses otak.
Dengan menggunakan CT scan dan MRI dapat diketahui
serangan stroke disebabkan oleh iskemik atau perdarahan.
Defisit neurologi bervariasi berdasarkan pembuluh darah yang
mengalami penyumbatan atau kerusakan otak yang terjadi.

Penatalaksanaan umum stroke hemoragik adalah


- Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; Imobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
-

stabil.
Bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit . Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya;

jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).


Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengan-dung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika

didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui NGT.


Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari

penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah
harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit)
sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv

0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.


Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan

peroral jangka panjang.


Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6jam
selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif,dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl3%) atau furosemid.

Tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor


pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati

dengan antibiotik spektrum luas.


Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi

agen neuroproteksi, yaitu citikolin atau piracetam.


Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien
yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3
cm hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan
VP-shunting, dan perdarah an lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut dan ancaman herniasi.

D.

KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 51 tahun
dengan diagnosis klinis hemiparese dextra. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan anamnesa yaitu adanya kelemahan pada tungkai sebelah
kanan secara tiba-tiba saat sedang bergiat. Keram-keram juga
dirasakan

pada

tangan

sebelah

kanan

dan

terasa

lemah

jika

menggenggam sesuatu. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus


dalami sejak beberapa tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan, pergerakan sebelah kanan
menurun, kekuatan menurun disebelah kanan tetapi tonus dalam
batas normal. Ini menunjukkan bahwa ada kelainan pada hemisfer
sinistra. Pada reflex fisiologis didapatkan KPR dan APR menurun di
sebelah

kanan

sedangkan

reflex

patologis

didapatkan

babinski

disebelah kanan.
Pada pemeriksaan lab di dapatkan gdp, g2pp dan trigliserida
yang meningkat. Sedangkan pada hasil CT-scan didapatkan kesan yaitu
perdarahan thalamus kiri.

Diagnosis strok hemoragik ditegakkan berdasarkan klinis pasien, Siriraj Score,


Algoritma Gajah Mada, score Hasanuddin dan gold standarnya adalah CT Scan non
kontras.
Tatalaksana stroke hemoragik berupa tatalaksana medikamentosa dan tindakan
bedah. Prognosis stroke hemoragik adalah : Sekitar 50% penderita yang mengalami
kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya, menderita lainnya mengalami
kelumpuhan fisik dan mental dan tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara
normal, sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke
yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan
fungsi jantung.

Anda mungkin juga menyukai