PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam gangguan jiwa
adalah dampak modernisasi. Tidak semua orang siap untuk menghadapi
perubahan dan kemajuan teknologi baru. Gangguan jiwa merupakan bentuk
gangguan dalam fungsi alam pikiran dapat berupa disorganisasi (kekacauan)
isi pikiran, yang ditandai oleh adanya gejala gangguan pemahaman (delusi
waham), dan gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai
gangguan terhadap daya nilai realitas berupa perilaku aneh (bizzare).
Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung, namun akan
menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban
bagi keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya (Agus, 2005).
Data statistik yang dikemukakan oleh World Health Organization
(WHO), pada Tahun 1990 menyebutkan bahwa setiap saat 1% penduduk di
dunia berada dalam keadaan membutuhkan pertolongan dan pengobatan
untuk suatu gangguan jiwa. Sementara 10% dari penduduk memerlukan
pertolongan medis pada suatu waktu dalam hidupnya (Hawari, 2007).
Menurut Arif (2006), salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di
seluruh dunia adalah gangguan jiwa berat yaitu skizofrenia, tak terkecuali di
Indonesia.
Diagnosis Skizofrenia
S. Paranoid
S. Hebefrenik
S. Residual
S. Katatonik
S. Yang Tak Tergolongkan
Jumlah Total
Sumber : RSJ Prov. Kep. Babel (2013)
Kode
F 20.0
F 20.1
F 20.5
F 20.2
F 20.9
Jumlah kasus skizofrenia di Instalasi Rawat Inap RSJ Prov. Kep. Babel
yang banyak, menyebabkan peneliti melakukan pengambilan data jumlah
pasien yang dirawat inap pada Tahun 2013 dengan diagnosis skizofrenia.
Data dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Deskripsi Jumlah Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Berdasarkan Data
Rekam Medik Tahun 2013.
Jumla
h
Diagnosis
Bulan
F 20.0
28
23
23
26
25
22
26
25
20
23
20
27
F 20.1
F 20.5
Januari
3
Februari
3
Maret
4
3
April
2
Mei
4
1
Juni
6
Juli
2
Agustus
4
September
3
Oktober
2
November
2
Desember
3
Jumlah Total
Sumber : Data Primer yang telah diolah
F 20.2
1
1
-
F 20.9
1
-
31
26
30
28
30
30
28
29
23
26
22
30
333
Berdasarkan Tabel 1.1 dan 1.2 jumlah pasien skizofrenia Tahun 2013
sebanyak 333 pasien, sedangkan jumlah kasus skizofrenia di instalasi rawat
inap sebesar 1161 kasus. Hal ini dikarenakan seorang pasien dapat menerima
beberapa kasus, sehingga mengindikasikan bahwa pasien sering mengalami
kekambuhan. Menurut Andri (2008), kekambuhan atau relaps merupakan
keadaan pasien dengan gejala yang sama seperti sebelumnya dan
mengakibatkan pasien harus dirawat kembali.
Terapi
Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk melatih diri peneliti dalam melakukan penelitian
dan menambah wawasan mengenai pengobatan skizofrenia.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Skizofrenia
1.
Definisi
Secara harfiah istilah skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, yaitu
shizo (perpecahan/split) dan pheros (pikiran). Kata ini dipakai untuk
menggambarkan buruknya hubungan atau terpecahnya proses berpikir
penderita dengan fungsi lain dari pikiran seperti emosi dan perilaku
(World Federation for Mental Health, 2008).
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau
kambuh ditandai dengan terdapatnya perpecahan antara pikiran, emosi
dan perilaku pasien yang terkena (Kaplan & Sadock, 2004). Menurut
Stuart (2006), skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten serius
yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan
dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan
masalah.
2.
Epidemiologi
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat
dan di berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup
secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai
hampir 1% populasi dewasa dan biasanya terjadi pada usia remaja akhir
atau awal masa dewasa (Kaplan & Sadock, 2004).
10
11
Etiologi
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab skizofrenia, antara lain :
a. Faktor Keturunan
Menurut Maramis (2004), faktor keturunan juga menentukan
terjadinya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian
tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anakanak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,80,9%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu
orang tua menderita skizofrenia 7-16%, jika kedua orang tua
menderita skizofrenia 40-68%, bagi kembar dua telur (heterozigot)
2-15%, kembar satu telur (monozigot) 61-86%.
Menurut Durand dan Berlow (2007), skizofrenia melibatkan
lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait
loci. Skizofrenia yang paling sering dilihat mungkin disebabkan oleh
beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di
seluruh kromosom. Hal ini juga mengklarifikasikan mengapa ada
12
13
3) Teori Keluarga
Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam
menimbulkan
skizofrenia.
Namun,
beberapa
penderita
Patofisiologi
Skizofrenia diakibatkan dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan
neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan
bahwa skizofrenia diakibatkan dari aktivitas neurotransmitter dopamine
yang berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan
sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup
untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan
norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand & Berlow,
2007).
Penelitian terbaru juga menunjukkan pentingnya neurotransmiter
lain termasuk serotonin, norepinefrin, glutamat dan GABA. Selain
perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian menggunakan
CT-Scan (computerized tomography scanner) ternyata ditemukan
perubahan anatomi otak seperti pelebaran lateral ventrikel, atropi koteks
atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita kronis
skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2004).
14
5.
Manifestasi Klinis
Menurut Hawari (2007), terdapat dua gejala pada penderita
skizofrenia yakni gejala positif dan negatif.
a. Gejala positif :
1) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional.
Meskipun
telah
dibuktikan
secara
obyektif
bahwa
alam
pikir,
yang
dapat
dilihat
dari
isi
15
b. Gejala negatif :
1) Alam perasaan tumpul dan mendatar. Gambaran alam
perasaan
ini
dapat
terlihat
dari
wajahnya
yang
tidak
menunjukkan ekspresi.
2) Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain dan suka melamun.
3) Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara dan
pendiam.
4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5) Sulit dalam berpikir abstrak.
6) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif
serba malas.
6.
Diagnosis
Arif (2006), menyebutkan saat ini belum terdapat uji laboratorium
dan fisik yang dapat secara pasti mendiagnosis skizofrenia. Diagnosis
skizofrenia dilakukan secara klinis dengan anamnesis gejala.
Menurut Lauriello & Keith (2005), diagnosis juga dapat ditegakkan
jika terdapat minimal dua gejala yang harus selalu ada secara jelas, yaitu:
a.
b.
16
c.
d.
7.
Tipe-tipe / Klasifikasi
Menurut Depkes RI (2000b), berdasarkan Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III di Indonesia bahwa setiap
gangguan diberikan suatu deskripsi dan gambaran klinis utama,
skizofrenia digolongkan pada kategori F20. Menurut First & Tasman
(2004), skizofrenia terbagi atas subtipe secara klinik, berdasarkan
kumpulan simptom yang paling menonjol yakni skizofrenia paranoid
(F20.0), skizofrenia hebefrenik (F20.1), skizofrenia katatonik (F20.2),
skizofrenia tak terinci (F20.3), depresi paska-skizofrenia (F20.4),
skizofrenia residual (F20.5), skizofrenia simplek (F20.6), skizofrenia
lainnya (F20.8), dan skizofrenia yang tidak tergolongkan / YTT (F20.9).
Skizofrenia paranoid (F20.0) memiliki kriteria diagnosis umum,
dan memiliki diagnosis tambahan seperti : halusinasi suara berupa
ancaman, perintah, bunyi peluit, dengung, atau tawa; halusinasi
pembauan atau pengecapan rasa, atau perasaan tubuh; dan waham
dikendalikan, dipengaruhi, dan keyakinan dikejar-kejar terlihat lebih
jelas. Skizofrenia hebefrenik (F20.1) memiliki kriteria diagnosis umum,
dan kriteria khas, untuk meyakinkannya dibutuhkan pengamatan selama
2-3 bulan. Karakteristik gejala yang bertahan adalah perilaku tidak
17
18
Terapi Pengobatan
Menurut Lehman, dkk (2004), pengobatan skizofrenia tergantung
pada fase timbulnya gejala. Penyebab timbulnya gejala belum diketahui
dengan pasti maka tujuan umum pengobatan adalah untuk mengurangi
keparahan dan mengendalikannya. Pengendalian gejala memungkinkan
penderita hidup normal dan aktif dalam kegiatan sehari-hari di tengah
masyarakat. Pengobatan terhadap gejala skizofrenia dapat dilaksanakan
dengan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi.
19
a. Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi merupakan terapi perawatan tanpa
menggunakan obat-obatan, seperti:
1) Terapi Psikososial
Menurut Surilena (2005), terapi psikososial merupakan
terapi perawatan untuk membantu penderita mengatasi penyakit
sehingga menjadi lebih mandiri, serta lebih teratur dalam
menjalani pengobatan dan dapat menghindari kekambuhan.
Tujuan dari terapi psikososial adalah membantu penderita dalam
melakukan penyesuaian dengan kehidupan di dalam masyarakat,
meningkatkan
hubungan,
dan
mengambil
bagian
dalam
ritual
keagamaan
seperti
sembahyang,
berdoa,
20
21
dan
thioridazine
bekerja
menghambat
22
pada reseptor D2, efek pada reseptor 5-HT2 dan 1 ada tetapi pada
reseptor D1 dapat dikesampingkan.
Menurut Tjay dan Rahardja (2007), obat antipsikotik atipikal
seperti klozapin bekerja dengan menghambat reseptor-D2 agak
ringan (20%) dibandingkan obat-obat generasi lama (60-75%).
Namun, efek antipsikotiknya kuat, yang bisa dianggap paradoksal.
Afinitasnya
pada
reseptor
lain
dengan
efek
antihistamin,
23
24
samping
penggunaan
antipsikotik
juga
dapat
25
Definisi
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan yang menyelenggarakan
pelayanan medik dasar, medik spesialistik, pelayanan penunjang medik,
pelayanan perawatan termasuk rawat jalan, rawat inap, dan pelayanan
kesehatan (Depkes RI, 2004). Menurut Siregar (2004), upaya kesehatan
diselenggarakan
dengan
pendekatan,
pemeliharaan,
peningkatan
26
Menteri
Kesehatan
RI
(Kepmenkes
RI)
Nomor:
27
28
Klasifikasi
Menurut Depkes RI (2000a). klasifikasi rumah sakit berdasarkan
Kepmenkes RI Nomor: 986/Menkes/Per/11/1992 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit ada 4 yakni :
a. Rumah Sakit Kelas A
Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu
memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas
oleh pemerintah. Rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat
pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga
rumah sakit pusat.
b. Rumah Sakit Kelas B
Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu
memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan
subspesialis terbatas. Rumah sakit tipe B rencananya akan didirikan
di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung
pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit
pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai
rumah sakit tipe B.
29
30
4.
Pelayanan
Menurut Nursalam (2001), pelayanan ada 2 yakni :
a. Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan rawat inap merupakan salah satu unit pelayanan di
rumah sakit yang memberikan pelayanan secara komprehensif untuk
membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien. Unit
rawat inap merupakan salah satu revenew center rumah sakit
sehingga tingkat kepuasan pelanggan atau pasien bisa dipakai
sebagai salah satu indikator mutu pelayanan.
b. Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan adalah satu bentuk dari pelayanan
kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan
rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk
pasien tidak dalam bentuk rawat inap. Pelayanan rawat jalan ini
termasuk tidak hanya yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan
kesehatan yang telah lazim dikenal rumah sakit atau klinik, tetapi
juga yang diselenggarakan di rumah pasien serta di rumah
perawatan.
Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah yang
diselenggarakan oleh klinik yang ada kaitannya dengan rumah sakit.
Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit secara umum dapat
dibedakan atas 4 macam yaitu :
1) Pelayanan gawat darurat yaitu untuk menangani pasien yang
butuh pertolongan segera dan mendadak.
31
Babel
dengan
dikeluarkannya
Kepmenkes
RI
Nomor:
32
2. Fungsi :
a. Memberikan pelayanan pencegahan, penyuluhan, bimbingan dan
konseling kesehatan jiwa dan narkoba pada individu dan masyarakat.
b. Memberikan pelayanan penyembuhan dan rehabilitasi psikiatri pada
penderita anak remaja, dewasa dan usia lanjut.
c. Memberikan pelayanan penyembuhan dan rehabilitasi penderita
akibat narkoba.
d. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis.
e. Menyelenggarakan pelayanan asuhan keperawatan jiwa dan narkoba.
f. Menyelenggarakan pelayanan uji kecakapan dan kelayakan individu.
g. Melaksanakan sistem rujukan (referral).
h. Menyelenggarakan pengembangan SDM.
i. Melakukan penelitian dan pengembangan kesehatan jiwa dan
narkoba.
j. Melaksanakan pengelolaan administrasi dan keuangan.
33
D. Kerangka Teori
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Rawat Inap
Rawat Jalan
Diagnosis
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia Residual
Skizofrenia Disorganize
Skizofrenia Katatonik
Skizofrenia yang tak tergolongkan
Nonfarmakologi
Farmakologi
Penggunaan Obat
Keterangan :
Nama
Dosis
Yang diteliti
Yang tidak diteliti
golongan
34
E. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang diperoleh selanjutnya disusun
kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Variabel Tunggal
Penggunaan Obat
Nama
Dosis
golongan
Kombinasi
35
F.
Definisi Operasional
Definisi operasional dari kerangka konsep tersebut dapat digambarkan
36
No.
Variabel
Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil Ukur
Skala
Ukur
1. Klorpromazin
(CPZ)
1.
Nama obat
Nama obat
antipsikotik
yang
diberikan
kepada
pasien
skizofrenia
2. Haloperidol
(HLP)
3. Trifluperezine
Observasi
Check
(TFP)
list
4. Klozapin
(KZ)
Nominal
5. Risperidon
(RSP)
6. Olanzapin (OLZ)
1. Klorpromazin
300-1000 mg/hari
2. Haloperidol
2.
Dosis obat
Obat
antipsikotik
yang
diberikan
satu kali atau
selama
waktu
tertentu.
5-20 mg/hari
Observasi
3. Trifluperezine
Check
15-50 mg/hari
list
4. Klozapin
150-600 mg/hari
Nominal
5. Risperidon
2-6 mg/hari
6. Olanzapin 5-10
mg/hari
3.
Golongan
obat
Kelompokkelompok
obat
antipsikotik
4.
Kombinasi
obat
Gabungan
beberapa
obat
antipsikotik
Observasi
Check
list
5.
Frekuensi
penggunaan
obat
Jumlah
penggunaan
obat
antipsikotik
Observasi
Observasi
Check 1. Tipikal
list
2. Atipikal
Nominal
Nominal
1.
2.
2 kombinasi
3 kombinasi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Nominal
37
A. Jenis
Penelitian menggunakan metode observasional dengan jenis deskriptif
pendekatan kuantitatif secara retrospektif.
B. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSJ Prov. Kep. Babel pada
Bulan Februari Agustus 2014.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data pasien skizofrenia
yang menerima pengobatan antipsikotik di Instalasi Rawat Inap RSJ Prov.
Kep. Babel pada Tahun 2013 yang berjumlah 333 pasien. Sampel penelitian
ini adalah seluruh populasi rekam medik. Teknik pengambilan sampel
dengan total sampling.
D. Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
observasional. Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah berupa hasil dalam bentuk
formulir dan check list, sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah
kumpulan data yang sudah diolah oleh pihak rumah sakit seperti data rekam
medik dan profil rumah sakit.
38
dikalikan 100% dengan alat ukur formulir dan check list. Penelitian ini
menggunakan analisis univariat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
39
A. Hasil
Penelitian ini dilakukan di RSJ Prov. Kep. Babel untuk melihat
gambaran penggunaan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi
rawat inap. Pada saat melakukan penelitian peneliti mendapatkan hal yang
baru yang tidak dicantumkan dalam tabel definisi operasional yakni dosis
antipsikotik yang berada di bawah dosis anjuran. Peneliti menggambarkan hal
tersebut dalam hasil agar mendapatkan tujuan penelitian yang diinginkan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menulis lembar formulir yang
bertujuan untuk mendapatkan variabel tunggal. Variabel tunggal meliputi :
nama, dosis, golongan, kombinasi, dan frekuensi penggunaan obat. Hasil dari
penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel yang menggambarkan setiap tipe
skizofrenia.
1. Nama Obat
Berdasarkan Tabel 4.1, nama obat antipsikotik yang paling banyak
digunakan untuk skizofrenia paranoid adalah klorpromazin sebanyak 206
terapi (36,1%). Pada pengobatan skizofrenia hebefrenik, antipsikotik yang
paling banyak digunakan adalah risperidon sebanyak 21 terapi (31,4%). Pada
pengobatan skizofrenia katatonik, antipsikotik yang paling banyak digunakan
adalah trifluperazin dan risperidon sebanyak 2 terapi (50%). Pada pengobatan
skizofrenia residual, antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah
klorpromazin sebanyak 4 terapi (36,3%). Pada pengobatan skizofrenia YTT,
40
Diagnosis
S. Paranoid
S. Hebefrenik
S. Katatonik
S. Residual
S. YTT
Nama
Jumlah
Persentase (%)
CPZ
HLP
TFP
KZ
RSP
OLZ
CPZ
HLP
TFP
KZ
RSP
OLZ
CPZ
HLP
TFP
KZ
RSP
OLZ
CPZ
HLP
TFP
KZ
RSP
OLZ
CPZ
HLP
TFP
KZ
RSP
OLZ
206
122
43
40
158
2
12
15
4
15
21
0
0
0
2
0
2
0
4
2
1
1
3
0
1
0
0
0
1
0
655
36,1
21,4
7,5
7
27,7
0,3
18
22,3
6
22,3
31,4
0
0
0
50
0
50
0
36,3
18,2
9,1
9,1
27,3
0
50
0
0
0
50
0
Total
Sumber : Data primer yang telah diolah
2. Dosis Obat
38
41
Tabel 4.2
Diagnosis
S. Paranoid
S. Hebefrenik
S. Katatonik
S. Residual
S. YTT
Dosis
CPZ 50 mg/hari
CPZ 100 mg/hari
CPZ 200 mg/hari
CPZ 300 mg/hari
HLP 1,5 mg/hari
HLP 3 mg/hari
HLP 4,5 mg/hari
HLP 5 mg/hari
HLP 7,5 mg/hari
HLP 10 mg/hari
HLP 15 mg/hari
TFP 5 mg/hari
TFP 10 mg/hari
TFP 15 mg/hari
KZ 12,5 mg/hari
KZ 25 mg/hari
KZ 100 mg/hari
RSP 2 mg/hari
RSP 4 mg/hari
RSP 6 mg/hari
OLZ 5 mg/hari
CPZ 50 mg/hari
CPZ 100 mg/hari
CPZ 200 mg/hari
HLP 1,5 mg/hari
HLP 3 mg/hari
HLP 4,5 mg/hari
HLP 7,5 mg/hari
HLP 10 mg/hari
TFP 5 mg/hari
TFP 10 mg/hari
KZ 12,5 mg/hari
KZ 25 mg/hari
KZ 100 mg/hari
RSP 2 mg/hari
RSP 3 mg/hari
RSP 4 mg/hari
RSP 6 mg/hari
TFP 5 mg/hari
TFP 15 mg/hari
RSP 2 mg/hari
RSP 4 mg/hari
CPZ 100 mg/hari
CPZ 300 mg/hari
HLP 10 mg/hari
HLP 15 mg/hari
TFP 15 mg/hari
KZ 25 mg/hari
RSP 2 mg/hari
CPZ 50 mg/hari
RSP 6 mg/hari
Total
Jumlah
38
136
29
3
7
19
7
23
12
32
22
21
12
10
4
35
1
14
88
56
2
3
8
1
5
4
1
4
1
2
2
4
8
3
1
1
12
7
1
1
1
1
3
1
1
1
1
1
3
1
1
Total Jumlah
Persentase (%)
206
36,1
122
21,4
43
7,5
40
158
27,7
0,3
12
18
15
22,3
15
22,3
21
31,4
50
50
36,3
18,2
1
1
3
1
1
655
9,1
9,1
27,21
50
50
42
Diagnosis
Tipikal
Jumlah
Persentase
S. Paranoid
371
65%
S. Hebefrenik
31
46,3%
S. Katatonik
2
50%
S. Residual
7
63,6%
S. YTT
1
50%
Total
412
Sumber : Data primer yang telah diolah
Jumlah
200
36
2
4
1
243
Atipikal
Persentase
35%
53,7%
50%
36,4%
50%
43
Kombinasi Obat
2 Kombinasi
3 Kombinasi
Jumlah
Persentase (%)
Jumlah
Persentase (%)
S. Paranoid
219
76,3%
31
10,8%
S. Hebefrenik
30
81,1%
1
2,7%
S. Katatonik
2
100%
0
0%
S. Residual
3
50%
1
16,7%
S. YTT
1
100%
0
0%
Total
255
33
Sumber : Data primer yang telah diolah
Diagnosis
44
45
B. Pembahasan
1. Nama Obat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, nama obat antipsikotik
yang paling banyak digunakan untuk skizofrenia paranoid adalah
klorpromazin sebanyak 206 terapi (36,1%). Pada pengobatan skizofrenia
hebefrenik, antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah risperidon
sebanyak 21 terapi (31,4%). Pada pengobatan skizofrenia katatonik,
antipsikotik yang paling banyak digunakan adalah trifluperazin dan risperidon
sebanyak 2 terapi (50%). Pada pengobatan skizofrenia residual, antipsikotik
yang paling banyak digunakan adalah klorpromazin sebanyak 4 terapi
(36,3%). Pada pengobatan skizofrenia YTT, antipsikotik yang paling banyak
digunakan adalah klorpromazin dan risperidon sebanyak 1 terapi (50%).
Hasil penelitian Djuria (2006), menunjukkan bahwa obat antipsikotik
yang sering digunakan untuk mengobati pasien skizofrenia di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta Tahun 2006 adalah klorpromazin
(88,44%). Hasil penelitian lain yang dilakukan Aditya (2013), juga
menunjukkan klorpromazin adalah antipsikotik paling banyak digunakan di
instalasi rawat jalan RSJ Prov. Kep. Babel terhadap pasien skizofrenia
paranoid tahun 2012 sebanyak (36,1%).
46
47
dan cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial. Gejala
tersebut termasuk dalam gejala negatif.
Pengobatan untuk gejala negatif adalah dengan pemberian obat
antipsikotik atipikal (misalnya, klozapin, risperidon dan olanzapin).
Risperidon merupakan antipsikotik yang memiliki potensi tinggi dan dapat
menahan gejala positif maupun negatif pada pasien skizofrenia. Olanzapin
juga merupakan antipsikotik potensi tinggi namun jarang digunakan di RSJ
Prov. Kep. Babel. Hal ini dikarenakan olanzapin yang diberikan di RSJ Prov.
Kep. Babel adalah obat paten yaitu olandoz.
Menurut Wicaksana (2000), pasien skizofrenia di Indonesia kebanyakan
berasal dari golongan sosial ekonomi yang rendah, sehingga obat dengan
harga murah menjadi pilihan utama. Oleh karena itu, dalam pengobatan
skizofrenia hebefrenik yang paling banyak digunakan adalah terapi risperidon
dikarenakan terapi ini berpotensi tinggi dan mampu menahan gejala negatif
pasien skizofrenia hebefrenik.
Skizofrenia katatonik memiliki 2 gejala positif dan negatif. Gejala
positif seperti gaduh gelisah dan gejala negatif seperti tidak berbicara.
Menurut Setiadi (2006), gejala yang timbul pada pasien skizofrenia katatonik
pada umumnya bergantian baik positif maupun negatif, namun salah satunya
lebih dominan. Trifluperazin merupakan antipsikotik tipikal dan yang
berfungsi untuk menahan gejala positif, sedangkan risperidon merupakan
antipsikotik atipikal yang berfungsi untuk menahan gejala negatif.
Trifluperazin dan risperidon dapat menangani pasien skizofrenia katatonik
48
49
50
51
52
Dosis
antipsikotik
yang
digunakan
di
bawah
dosis
anjuran
3. Golongan Obat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, golongan obat antipsikotik
yang paling banyak digunakan untuk skizofrenia paranoid adalah tipikal
sebanyak 371 terapi (65%). Pada pengobatan skizofrenia hebefrenik paling
banyak menggunakan golongan obat antipsikotik atipikal sebanyak 36 terapi
(53,7%). Pada pengobatan skizofrenia katatonik paling banyak menggunakan
golongan obat antipsikotik tipikal dan atipikal sebanyak 2 terapi (50%). Pada
pengobatan skizofrenia residual paling banyak menggunakan golongan obat
antipsikotik tipikal sebanyak 7 terapi (63,6%). Pada pengobatan skizofrenia
YTT paling banyak menggunakan golongan obat antipsikotik tipikal dan
atipikal sebanyak 1 terapi (50%).
Golongan antipsikotik paling banyak digunakan untuk skizofrenia
paranoid adalah tipikal. Hal ini dikarenakan obat klorpromazin merupakan
obat paling banyak digunakan untuk pengobatan skizofrenia paranoid di RSJ
Prov. Kep. Babel. Klorpromazin merupakan golongan golongan tipikal.
Golongan antipsikotik paling banyak digunakan untuk skizofrenia
hebefrenik adalah atipikal. Hal ini dikarenakan obat risperidon merupakan
53
54
hasil
penelitian
yang
dilakukan,
kombinasi
obat
55
bawah dosis anjuran maka terapi haruslah dikombinasikan agar efek yang
diinginkan dapat tercapai. Kombinasi obat diberikan sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan dan tingkat kesanggupan pasien terhadap efek sampingnya.
Adapun kombinasi terbagi sebagai berikut : tipikal-tipikal, tipikal-atipikal,
dan atipikal-atipikal.
Menurut Maslim (2003), kombinasi tipikal-tipikal dapat memberikan
efek kuat mengobati gejala positif pasien skizofrenia dengan efek samping
gejala
ekstrapirimidal
yang
besar. Kombinasi
tipikal-atipikal
dapat
memberikan efek sinergis untuk gejala positif pasien skizofrenia dengan efek
samping gejala ekstrapirimidal yang tidak terlalu besar. Kombinasi atipikalatipikal dapat mengobati gejala positif maupun negatif dengan efek samping
gejala ekstrapirimidal yang rendah. Menurut Maramis (2004), pemberian obat
antipsikotik dipengaruhi oleh seberapa besar efek sedasi yang diinginkan dan
kerentanan pasien terhadap efek samping ekstrapirimidal. Oleh karena itu,
dalam pengobatan skizofrenia digunakan paling banyak 2 kombinasi. Hal ini
dikarenakan pengobatannya sesuai dengan efek yang diinginkan dan efek
samping ekstrapirimidalnya terkontrol.
5. Frekuensi Penggunaan Obat
Frekuensi penggunaan obat antipsikotik yang paling banyak digunakan
untuk skizofrenia paranoid adalah 1 kali sehari sebanyak 242 terapi (42,4%).
Frekuensi penggunaan obat antipsikotik yang paling banyak untuk skizofrenia
hebefrenik adalah 1 kali sehari sebanyak 29 terapi (43,3%). Frekuensi
penggunaan obat antipsikotik yang paling banyak untuk skizofrenia katatonik
56
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang gambaran
penggunaan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia di instalasi rawat inap
RSJ Prov. Kep. Babel Tahun 2013, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nama dan Dosis obat yang paling banyak digunakan pada pengobatan :
a. Skizofrenia paranoid : klorpromazin 50-300 mg/hari.
b. Skizofrenia hebefrenik : risperidon 2-6 mg/hari.
c. Skizofrenia katatonik : trifluperazin 5-15 dan risperidon 2-4 mg/hari.
d. Skizofrenia residual : klorpromazin 100-300 mg/hari.
e. Skizofrenia YTT : klorpromazin 50 dan risperidon 6 mg/hari.
2. Golongan obat yang paling banyak digunakan pada pengobatan :
a. Skizofrenia paranoid : antipsikotik tipikal.
b. Skizofrenia hebefrenik : antipsikotik atipikal.
c. Skizofrenia katatonik : antipsikotik tipikal dan atipikal.
58
59
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti tentang penggunaan antipsikotik
pada pasien skizofrenia.
2. Bagi Poltekkes Kemenkes RI Pangkalpinang (penelitian selanjutnya)
Melakukan penelitian selanjutnya tentang gambaran penggunaan
obat psikofarmaka lainnya.
3. Bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Perencanaan dan pengadaan obat klorpromazin dan risperidon
lebih diutamakan.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, 2013. Pola Penggunaan Obat Pada Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat
Jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Karya Tulis
Ilmiah. Poltekkes Kemenkes RI Pangkalpinang. Pangkalpinang
Agung, U. 2003. Analisis Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan Terhadap
Kepuasan Pasien Rumah Sakit Umum Cakra Klaten. Tesis. Tim Pengajar
Fakultas Ekonomi. Yogyakarta
Agus. 2005. Disfungsi Kognitif pada Skizofrenia. Majalah Psikiatri. Jakarta
Amalia, E. 2008. Sekilas Farmakologi Medis. Erlangga. Jakarta
Andri. 2008. Kongres Nasional Skizofrenia V Closing The Treatment Gap for
Schizophrenia. http://www.kabarindonesia.com [7 Februari 2014]
Arif, I.S. 2006. Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Refika
Aditama. Bandung
Asualingam. 2007. Antipsikotik Tipikal. http://www.rahmamoonly.wordpress.com
[14 juli 2014]
60
Depkes RI. 2000a. IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia). Depkes RI.
Jakarta
Depkes RI. 2000b. Skizofrenia, Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan
Jiwa. Depkes RI. Jakarta
Depkes RI. 2002. Standar Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit Direktorat
Pelayanan Keperawatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Depkes
RI. Jakarta
Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
1027/Menkes/Sk/Ix/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek. Jakarta
Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Depkes RI. Jakarta
Djuria, R.F. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan
Psikofarmaka Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Grhasia Yogyakarta pada Tahun 2006. Skripsi. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Yogyakarta
Durand, V.M, & Berlow D.H. 2007. Essensials of Abnormal Psychology. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta
First, M.B. & Tasman, A. 2004. Diagnostic and Statistical manual of Mental
Disorders: Edisi 4. Wiley. London
Ganiswarna, G.S. 2007.Farmakologi dan Terapi: Edisi 5. FKUI. Jakarta
Gunawan, S. 2007. Farmakologi dan Terapi: Psikotropik: Edisi 5. FKUI. Jakarta
Hawari, D. 2007. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia: Edisi 2.
FKUI. Jakarta
Irwan M., A. Fajriansyah, B. Sinuhadji, M. Indrayana. 2008. Penatalaksanaan
Skizofrenia. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Riau
Kaplan H.I, & Sadock B.J. 2004. Synopsis of Psychiatry: Behavior Sciences/
Clinical Psychiatry: Edisi 10. Lippincott William & Wilkins. New York
Katzung, K. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik: Edisi 1. EGC. Jakarta
Kirkpatrick B, & Tek C. 2005. Schizophrenia : Clinical Features and
Psychopathology dalam Kaplan & Sadock: Comprehensive Textbook of
Psychiatry: Edisi 8. Lippincott William & Wilkins. New York
61
Lauriello J, & Keith S.J. 2005. Schizofrenia : Scope of the Problem dalam Kaplan
& Sadock: Comprehensive Textbook of Psychiatry: Edisi 8. Lippincott
William & Wilkins. New York
Lehman A.F., J.A. Lieberman, L.B. Dixon. 2004. Practice Guideline for The
Treatment of Patients with Schizophrenia: Edisi 2. American Psychiatric
Association. Arlington
Loebis. 2007. Penanggulangan Memakai Antipsikotik. http://www.usu.ac.id [26
Juli 2014]
Luana,
Psikotik
Lainnya.
Maslim, R. 2001. Penggunaan klinis obat psikotropika. Unika Atma Jaya. Jakarta
Mansjoer A., K. Triyani, R. Savitri, W.I. Wardhani, dan W. Setiowulan. 1999.
Kapita Selekta Kedokteran: Edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta
Maramis, W.F. 2004. Ilmu Kedokteran Jiwa. Universitas Airlangga. Surabaya
Niken, M.O. 2009. Evaluasi Obat Pasien Schizophrenia Pada Unit Rawat Jalan
dan Rawat Inap Setelah Uji Coba Kebijakan INA-DRG di Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Depok. Jakarta
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta: EGC
Priyanto, 2009. Penggunaan Psikofarmaka. http://www.undip.ac.id [23 juli 2014]
RSJ Prov. Kep Babel. 2013. Profil Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. RSJ Prov. Kep. Babel. Sungailiat
Setiadi, I. 2006. Skizofrenia. Reflika. Bandung
Sinaga, B.R. 2007. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. FKUI. Jakarta
Sirait, A. 2008 Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps pada
Skizofrenia Remisi Sempurna Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi
Sumatera Utara Tahun 2006. Tesis Magister Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Siregar, C.J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori Dan Penerapan. EGC. Jakarta
Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa: Edisi 5. EGC. Jakarta
62
Kerja
Dan
Kualitas
Hidup.