BLOK 13
Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
ANGGOTA KELOMPOK :
Arasy Al-Adnin
04111001044
04111001099
04111001097
Khumaisiyah
04111001094
04111001024
Meylinda
04111001028
Ravenia Dirgantari
04111001104
Ridhya Rahmayani
04111001111
04111001103
04111001013
Vhandy Ramadhan
04111001070
Vindy Cesariana
04111001037
04111001073
PESERTA DISKUSI
Moderator
Sekretaris
Anggota
: Meylinda
Rizky Permata Sari
Ridhya Rahmayani
Khumaisiyah
Vindy Cesariana
Yasinta Putri Astria
Rio Yus Ramadhani
Ravenia Dirgantari
Arasy Al-Adnin
Vhandy Ramadhan
DAFTAR ISI
Halaman judul
Daftar Isi
Kata Pengantar
Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri
1. Skenario.................................................................................................................
2. Klarifikasi Istilah...................................................................................................
3. Identifikasi Masalah..............................................................................................
4. Analisis Masalah....................................................................................................
5. Keterkaitan Antar Masalah.................................................................................
6. Restrukturisasi Masalah dan Penyusunan Kerangka Konsep.........................
7. Sintesis....................................................................................................................
Kesimpulan
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
1
3
4
5
5
6
7
37
38
39
71
72
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial blok 13 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar
tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok 3 tutorial, dan
juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan
ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi
revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Penyusun
1. SKENARIO B BLOK 13
Mrs. Mona, a 41-year-old woman came to the clinic with chief complaint of weakness
and palpitation. She is having symptom of nauseous and need medication to relieve it. She
has had suffered from prolonged and excessive menstruation (twice in a month) since 1,5
year ago. She likes planting and taking care of flowers in her garden without gloves.
Physical Examination :
General appearance : pale, fatique
HR : 110X/minute, RR : 22X/minute, Temperature :36,6 C, BP :120/80 mmHg
Liver and spleen non palpable, no lymphadenopathy, no epigastric pain
Cheilitis Positive, tongue : papil atrophy
Koilonychia positive
Laboratory :
Hb : 6,2 g/Dl, Ht : 18 vol%, RBC : 2.480.000/mm3, WBC : 7.400/mm3, trombosit :
386.000/mm3, diff.count : 0/2/5/63/26/4, MCV : 72 Fl, MCH : 25 pg, MCHC : 30%
Fecal Occult Blood : negative
Hookworms eggs positive
Gambaran apusan darah tepi :
Eritrosit : hipokromik, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell
Leukosit : Jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit : Jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal
2. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Weakness
2. Palpitation
3. Nausea
4. Mentruasi
: Kelemahan
: Perasaan berdebar-debar dan denyut jantung tidak teratur dan
sifatnya subjektif
: Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada epigastrium
dan abdomen dengan kecenderungan ingin muntah
: Sekret fisiologik darah dan jaringan mukosa bersiklus yang
5
3. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mrs. Mona, a 41-year-old woman came to the clinic with chief complaint of weakness
and palpitation. She is having symptom of nauseous and need medication to relieve it.
She has had suffered from prolonged and excessive menstruation (twice in a month)
since 1,5 year ago.
2. She likes planting and taking care of flowers in her garden without gloves.
3. Physical Examination : General appearance : pale, fatique, HR : 110X/minute, RR :
22X/minute, Temperature :36,6 C, BP :120/80 mmHg, Liver and spleen non palpable,
no lymphadenopathy, no epigastric pain, Cheilitis Positive, tongue : papil atrophy,
Koilonychia positive.
4. Laboratory : Hb : 6,2 g/Dl, Ht : 18 vol%, RBC : 2.480.000/mm3, WBC : 7.400/mm 3,
trombosit : 386.000/mm3, diff.count : 0/2/5/63/26/4, MCV : 72 Fl, MCH : 25 pg,
MCHC : 30%, Fecal Occult Blood : negative, Hookworms eggs positive, Gambaran
apusan darah tepi : Eritrosit : hipokromik, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell,
pencil cell, Leukosit : Jumlah cukup, morfologi normal, Trombosit : Jumlah cukup,
penyebaran merata, morfologi normal.
4. ANALISIS MASALAH
Masalah 1
Mrs. Mona, a 41-year-old woman came to the clinic with chief complaint of weakness and
palpitation. She is having symptom of nauseous and need medication to relieve it. She has
had suffered from prolonged and excessive menstruation (twice in a month) since 1,5 year
ago.
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme (pada scenario):
1. Weakness
- Dalam keadaan normal, seorang laki-laki dewasa mempunyai kandungan besi 50
mg/kgBB, sedangkan perempuan dewasa adalah 35 mg/kgBB.
- Cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi
berkurangnya pengiriman O2 ke jaringan yang disebabkan berkurangnya sel darah
merah.
- Sebagian besar besi berada dalam hemoglobin suatu molekul protein yang
mengandung besi, terdapat pada sel darah merah dan mioglobin di dalam otot.
Hemoglobin dalam darah membawa oksigen untuk disalurkan ke seluruh tubuh.
Miogloboin berperan sebagai reservoir oksigen: menerima, menyimpan dan melepas
oksigen di dalam sel-sel otot. Pada kasus menurunnya produktivitas disebabkan
karena kurangnya enzim-enzim yang mengandung besi dan kurangnya besi sebagai
factor enzim-enzim yang terlibat dalam metabolism energy, karena menurunnya
hemoglobin darah . Akibat metabolism energy dalam otot terganggu dan terjadi .
gliserofosfat oksidase penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah.
2. Palpitation
Akibat adanya stress berupa anemia merangsang sistem saraf simpatis di
sebagian besar atau seluruh bagian tubuh. Ujung saraf simpatis pada masing-masing
jaringan akan melepaskan noreepineprin yang merangsang jantung dan mengontriksi
vena serta arteri. Selain itu saraf simpatis untuk medula adrenal menyebabkan
kelenjar ini menyekresi noreepineprin dan epineprin ke dalam darah. Noreepineprin
menuju beta adrenoreseptor yang menyebabkan pertukaran ion natrium dan kalium
serta influks ion kalsium. Depolarisasi terjadi akibat interaksi aktin dan miosin
melalui kontraktilitas miokard yang meningkat dan terjadi takikardi berupa palpitasi
jantung.
Anemia merupakan salah satu penyebab palpitasi jantung. Ini adalah suatu
kondisi dimana dalam hemoglobin dalam darah pasien adalah tidak benar membawa
oksigen ke seluruh tubuh dan menyebabkan otot jantung mengkompensasi dengan
meningkatkan tekanan darah. Ini terjadi ketika tubuh kekurangan zat besi. Penyakit
ini dapat disembuhkan dengan mengambil suplemen zat besi secara teratur dan
dengan makan makanan sehat. Jika tidak diobati, bisa berubah menjadi penyakit
darah lebih serius.
7
3. Nausea
Penyebab : umumnya nausea disebabkan oleh obat-obatan, emosi, metabolik, dan
proses fisiologis. Pada kasus ini nausea disebabkan oleh infeksi cacing tambang
(hookworm) yang larva nya melekat pada dinding usus halus dengan gigi dan
menghisap darah.
Mekanisme : larva menembus kulit karena Mrs. Mona tidak memakai sarung tangan
saat menanam bunga, larva sampai ke paru-paru melalui pembuluh getah bening dan
aliran darah. Lalu larva naik ke saluran pernafasan dan teretelan. Sekitar 1 minggu
setelah masuk mellaui kulit, larva akan sampai di usus. Larva menancapkan dirinya
dengan kait (gigi) di dalam mulut ke lapisan usu halus bagian atas dan menghisap
darah.
b. Bagaimana siklus normal dari menstruasi serta dampak siklus yang abnormal, jelaskan !
Durasi siklus seksual bulanan wanita (siklus menstruasi) rata2 28 hari. Pada
wanita normal, juga dapat berlangsung singkat, selama 20 hari atau sepanjang 45 hari.
Siklus yang abnormal berkaitan dengan penurunan kesuburan.
Siklus ovarium
1. Fase Folikular
Beberapa hari pertama, konsentrasi FSH dan LH meningkat dari sedikit menjadi
sedang (FSH meningkat lebih besar dan lebih awal dari LH). Hormon ini mempercepat
pertumbuhan 6-12 folikel primer setiap bulan. Efek awalnya, proliferasi sel2 granulosa
yang berlangsung cepat. Akan terbentuk teka. Ini berlangsung beberapa hari. Setelahnya,
massa sel granulose menyekresi cairan folikular yang mengandung estrogen dalam
konsentrasi tinggi. Menyebabkan munculnya antrum. Folikel memasuki tahap antral.
Kemudian peningkatan pertumbuhan terjadi besar2an membentuk folikel yang lebih
besar yang disebut folikel vesicular.
Sebelum ovulasi, sekitar 2 hari sebelum ovulasi, kecepatan sekresi LH meningkat dan
mencapai puncaknya 16 jam sebelum ovulasi. LH menyekresikan hormone progesteron
yang merangsang terjadinya ovulasi. Pada wanita normal, ovulasi terjadi 14 hari sesudah
menstruasi dimulai.
2. Fase Luteal
8
nutrient yang membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum. Lamanya fase
sekresi sama pada setiap perempuan yaitu 14 hari.
3. Menstruasi (deskuamasi endometrium)
Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus luteum
berinvolusi. Menstruasi terjadi karena berkurangnya estrogen dan progesterone.
Akibatnya, penurunan rangsangan terhadap sel2 endometrium oleh kedua hormon itu,
diikuti involusi endometrium menjadi kira-kira 65% dari ketebalan semula. Selama 24
jam sebelum menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang mengarah ke
lapisan mukosa endometrium akan menjadi vasospastik. Kemudian dimulai proses
nekrosis pada endometrium, terutama dari pembuluh darah. Perlahan-lahan, lapisan
nekrotik bagian luar endometrium terlepas dari uterus pada daerah pendarahan, sampai
semua lapisan superficial endometrium sudah berdeskuamasi.
Menstruasi abnormal:
1. Amenore
Amenore primer adalah tidak terjadinya menarke sampai usia 17 tahun.
Sedangkan amenore sekunder berarti tidak terjadi menstruasi selama 3 bulan atau
lebih pada orang yang telah mengalami siklus menstruasi. Amenore bersifat
fisiologik pada perempuan usia prapubertas, hamil, dan pascamenopause. Diluar
itu, amenore menunjukkan adanya disfungsi atau abnormalitas dari sistem
reproduksi.
2. Perdarahan uterus disfungsional
Ini adalah perdarahan yang terjadi tanpa adanya penyebab organ. Kebanyakan
pasien dengan perdarahan disfungsional memiliki siklus anovulasi. Anovulasi
terjadi sekunder karena gagalnya pematangan folikel ovarium hingga mencapai
ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Penyebab jelas anovulasi tidak diketahui
dengan pasti, namun kemungkinannya karena disfungsi aksis hipotalamushipofisis-ovarium. Ini akan mengakibatkan produksi estrogen yang terus menerus
oleh folikel, dan tanpa adanya korpus luteum berarti progesteron tidak diproduksi.
Perubahan keadaan hormonal ini akan mengakibatkan periode perdarahan
anovulatoir yang bergantian dan biasanya sangat berat, serta amenore.
3. Perdarahan uterus abnormal
Termasuk perdarahan yang disebabkan oleh kehamilan, penyakit sistemik, atau
kanker serta perdarahan menstruasi yang abnormal.
Menoragia : aliran menstruasi yang banyak atau lama
10
bercak
Metroragi : perdarahan kapanpun diantara periode
Polimenore : periode menstruasi yang berkali-kali
Menometroragi : perdarahan dengan interval yang ireguler, jumlah dan
lamanya bervariasi
Oligomenore : perdarahan menstruasi dengan interval lebih dari 35 hari,
jumlahnya menurun
Perdarahan kontak : perdarahan setelah koitus, disebabkan oleh erosi, polip
servikal, vaginitis, atau servisitis.
Jika perdarahan sangat berat, dapat terjadi keadaan akut yang membutuhkan penanganan
yang tepat, karena dapat timbul hipovolemia dan anemia akibat kekurangan darah.
aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium, sehingga
mengakibatkan siklus anovulatoir pada 20% kasus. Pada 2 tahun pertama setelah menarke,
insiden ini sebesar 75% atau lebih, dan hampir 50% pada 2 tahun berikutnya. 40% kasus
terjadi pada perempuan di atas usia 40 tahun. Pada keadaan ini, pramenopause aksis
hipotalamus-hipofisis-ovarium terjadi dan menyebabkan siklus anovulatoir. Namun dapat
juga disebabkan perimenopause menorrhagia. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan
hormon menjelang menopause.
11
Seseorang yang anemi memiliki kadar Hb yang rendah. Padahal Hb memiliki fungsi
mengangkut O2. Semua organ agar dapat bekerja membutuhkan O 2 agar dapat menghasilkan
energi, termasuk otak. Jika otak tidak mendapat energi, maka akan cepat mengalami lelah,
sehingga menimbulkan efek mengantuk. Anemi juga bisa berarti kadar eritrosit yang rendah
atau bisa disebut kekurangan darah. Mengingat organ membutuhkan O 2, padahal darah yang
mengalir sedikit, maka pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan jantung akan
memompa lebih kencang agar darah tersebut bisa cepat sampai ke organ untuk mengantarkan
O2. Dengan begitu aliran darah akan menjadi cepat sehingga menyebabkan palpitasi.
Masalah 2
She likes planting and taking care of flowers in her garden without gloves.
a. Apa saja jenis-jenis parasit yang termasuk dalam STH dan dampaknya terhadap tubuh ?
Parasit yang termasuk dalam STH (Soil Transmitted Helminthes) yaitu Ascaris
lumbricoides, Trischuris trichiuria, Strongyloides stercoralis, dan cacing tambang
(Necator americanus dan Ancylostoma sp.)
Dampak parasit golongan STH ini, jika terinfeksi ke dalam tubuh manusia dapat
menyebabkan :
1. Necator americanus dan Ancylostoma sp : Kehilaangan darah dari intestinal yang
disebabkan invasi parasit ke mukosa dan submukosa usus halus, kehilangan darah
yang kronik ini menyebabkan anemia defisiensi besi, hipoproteinemia akibat
kehilangan albumin, karena perdarahan kronik pada saluran cerna.
2. Ascaris lumbricoides : Terdapatnya STH golongan ini dalam jumlah besar di usus
halus dapat menyebabkan abdominal distension dan rasa sakit. Keadaan ini juga
menyebabkan lactose intolerance, malabsorbsi vitamin A, dan nutrisi lainnya.
3. Trischuris trichiuria : Kolitis yang gejala kliniknya menyerupai inflammatory
bowel syndrome seperti rasa nyeri abdomen yang kronik, diare, dan anemia.
b. Bagaimana proses infestasi nematode pada Mrs. Mona ?
Infeksi terjadi bila larva filaform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan.
12
Telur cacing akan keluar bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas
menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari, larva tumbuh menjadi larva
filariform yang dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah dan dapat menembus kulit. Setelah
menembus kulit, larva ikut aliran darah vena ke jantung lalu ke paru-paru. Di paru-paru, larva
menembus alveoli, masuk ke bronchus lalu ke trakea dan laring. Dari laring, larva ikut
tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa.
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus dan melekat dengan giginya pada dinding
usus bagian atas dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan kehilangan
darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia).
13
Masalah 3
Physical Examination : General appearance : pale, fatique, HR : 110X/minute, RR :
22X/minute, Temperature :36,6 C, BP :120/80 mmHg, Liver and spleen non palpable, no
lymphadenopathy, no epigastric pain, Cheilitis Positive, tongue : papil atrophy,
Koilonychia positive.
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?
General appearance: Pale, fatigue (normalnya: negatif, interpretasi: anemia)
HR 110X/menit (normal, normalnya 60-100x/menit)
RR 22X/menit (normal-batas atas, normalnya 16-24x/menit)
Temperatur 36,6oC (normal, normalnya 36,5oC-37,5oC)
BP 120/80 mmHg (normal, normalnya 120-140 sistol, 85-90 diastol)
Liver spleen non palpable (normal)
No lymphadenopathy (normal)
No epigastric pain (normal)
Cheilitis (normalnya: negatif, interpretasi: defisiensi besiberkurangnya deposit Fe
di epitel)
Koilonychia (normalnya: negatif, interpretasi: defisiensi besiberkurangnya deposit
Fe pada pembentukan kuku)
b. Bagaimana mekanisme dan penyebab hasil pemeriksaan fisik yang abnormal ?
1.Pucat dan lemah : disebabkan karena anemia akibat perdarahan yang terus menerus dialami
Mrs. Mona
2.HR meningkat : akibat jantung yang bekerja keras memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan karena kuantitas Hb yang rendah dengan mekanisme
mempercepat jalannya aliran darah.
3.RR meningkat : akibat manifestasi dari kerja jantung yang meningkat.
4.Cheilitis : disebabkan karena defisiensi nutrisi (dalam kasus ini Fe) yang menyebabkan
keutuhan jaringan epitel berkurang.
5.Papil atrofi : mungkin terjadi akibat cedera sel papila akibat kekurangan oksigen yang
terjadi akibat anemia yang terjadi pada Mrs. Mona.
6.Koilonychia : disebabkan karena nutrisi yang buruk (defisiensi Fe) yang mengakibatkan
perubahan bentuk epitel dan melambatnya pertumbuhan lapisan kuku.
14
2. Cheilitis adalah inflamasi akut atau kronis pada sudut mulut yang ditandai dengan
adanya flsur-fisur, retak-retak pada sudut bibir, berwarna kemerahan, mengalami
ulserasi disertai rasa terbakar, nyeri dan rasa kering pada sudut mulut dan
penyebabnya multifactorial. Defisiensi zat besi dalam plasma darah akan menghambat
penyembuhan lesi dan kemudian bisa terjadi Angular Cheilitis. (Faiz R,2010)
Masalah 4
Laboratory : Hb : 6,2 g/Dl, Ht : 18 vol%, RBC : 2.480.000/mm3, WBC : 7.400/mm 3,
trombosit : 386.000/mm3, diff.count : 0/2/5/63/26/4, MCV : 72 Fl, MCH : 25 pg, MCHC :
30%, Fecal Occult Blood : negative, Hookworms eggs positive, Gambaran apusan darah
tepi : Eritrosit : hipokromik, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell, Leukosit :
Jumlah cukup, morfologi normal, Trombosit : Jumlah cukup, penyebaran merata,
morfologi normal.
a. Bagaimana interpretasi hasil laboratorium ?
Pemeriksaan lab
Hb
Ht
RBC
WBC
Trombosit
Hasil
6,2 gr/dL
18 vol%
2.480.000/mm
7.400/mm
386.000/mm
Batas normal
Wanita 12-16 g/dL
40-54vol%
4,5-5,5 juta/mm
5000-10.000/mm
150.000480.000/mm
15
Keterangan
Anemia
Abnormal
Anemia
Normal
Normal
Diff. count
Basofil
Eosinofil
2%
Neutrofil batang
5%
Neutrofil
63 %
segmen
Limfosit
1- %
1-3 %
3-5 %
Normal
50-70 %
26 %
25-35 %
4%
4-6 %
monosit
MCV
MCH
72 fl
25 pg
82-92 fl
27-31 pg
Anemia Mikrosit
Anemia
hipokromik
MCHC
Fecal Occult Blood
Hookworms egg
Apusan darah tepi
30 %
Negative
positive
32-36 %
Negative
Negative
mikrositik
Anemia hipokrom
Normal
Infeksi cacing tambang
Eritrosit
Hipokromik,
anisopoikilositosis,
pencil Anemia
Trombosit
Jumlah
cukup,
penyebaran
hipokrom
mikrositer
merata, Normal
morfologi normal
Normal
eritrosit
menjadi
tidak
pada
defisiensi
besi,
penyebaran dan menetapnya parasit pada waktu dan tempat tertentu. Penyakit yang
disebabkan oleh parasit dapat bersifat menahun disertai dengan sedikit atau tanpa gejala.
Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja terdiri dari dua macam cara pemeriksaan,
yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif dilakukan dengan menggunakan
metode natif, metode apung, dan metode harada mori. Sedangkan pemeriksaan kuantitatif
dilakukan dengan menggunakan metode kato.
1. Pemeriksaan Kualitatif
Metode Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi
untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan
larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih
jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya.
Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feces yang diperiksa.
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang diperiksa fecesnya.
Dasar teori : eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang berwarna
kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan feces dengan kotoran yang ada.
Kekurangan : dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit terditeksi.
Kelebihan : mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies, biaya yang di
perlukan sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit.
Metode Apung (Flotation method)
Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh yang
didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati.
Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya
didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung
dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam
tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma,
Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-telur Achantocephala
ataupun telur Ascaris yang infertil.
Maksud : Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang diperiksa
fecesnya.
Dasar teori : Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur.
17
Kekurangan : penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu ketelitian
tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi.
Kelebihan : dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat jelas.
Metode Harada Mori
Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma
Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus yang
didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini memungkinkan telur cacing dapat
berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama kurang lebih 7 hari,
kemudian larva ini akan ditemukan didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus,
Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva cacing-cacing parasit
usus yang menetas diluar tubuh hospes.
Tujuan : Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang
Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan menetas 7 hari
menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.
Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu yang
dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.
Kelebihan : lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva infektif
mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.
2. Pemeriksaan Kuantitatif
Metode Kato
Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut teknik Kato.
Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong cellahane tape. Teknik ini lebih
banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih banyak tinja. Teknik ini dianjurkan
untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing
cukup jelas untuk membuat diagnosa.
Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat ringannya
infeksi cacing parasit usus
18
Dasar teori : Dengan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang hijau.
Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa mengeluarkan tinja
kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram feces mengandung 100 telur maka
150 gram tinja mengandung 150.000 telur.
Kekurangan : Bahan feses yang di gunakan banyak.
Kelebihan : Dapat mengidentifikasi tingkat cacing pada penderita berdasar jumlah telur dan
cacing, baik di kerjakan di lapangan, dapat digunakan untuk pemeriksaan tinja masal karena
murah dan sederhana, cukup jelas untuk melihat morfologi sehingga dapat di diagnosis.
PEMERIKSAAN FESES ( DARAH SAMAR )
Feses merupakan Sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita
makan, dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna. Dalam keadaan normal dua pertiga tinja
terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri
apatogen, asam lemak, urobilin, debris, celulosa gas indol, skatol,sterkobilinogen dan bahan
patologis. Normal : 100 200 gram / hari. Frekuensi defekasi : 3x / hari 3x / minggu.
Pada keadaan patologik seperti diare didapatkan peningkatan sisa makanan
dalam tinja, karena makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapat
diabsorpsi secara sempurna. Bahan pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi
spontan, jika pemeriksaan sangat diperlukan contoh tinja dapat diambil dengan jari bersarung
dari rektum.
19
ada yang mirip dengan heme akibatnya menyebabkan hasil positif palsu, selain itu terdapat
beberapa obat yang yang dapat menyebabkan perdarahan GIT. Oleh karena itu penggunaan
obat-obatan ini harus dihentikan sebelum atau selama pengambilan sampel. Contohnya
NSAID.
2.Imunologi : Sampel fese dicampur dengan larutan yang mengandung antibody antiglobin.
Jika specimen mengandung globin yang merupakan bagian dari hemoglobin maka akan
terbentuk garis pada strip test. Keuntungan dari metode ini adalah lebih sensitive dan spesifik
untuk deteksi darah.
tempat asal perlekatannya, yang kemungkinan diakibatkan oleh sekresi antikoagulan oleh
cacing.
Pada infeksi akut dengan banyak cacing, dapat disertai kelemahan, nausea, muntah, sakit
perut, diare dengan tinja hitam atau merah (tergantung jumlah darah yang keluar), lesu dan
pucat. Seperti pada infeksi parasit lainnya, jumlah cacing yang banyak pada anak-anak dapat
menimbulkan gejala sisa serius dan kematian. Selama fase usus akut dapat dijumpai
peningkatan
defisiensi besi dengan tanda pucat, edema muka dan kaki, lesu dan kadar hemoglobin
5g/dL. Dapat dijumpai kardiomegali, serta retardasi mental dan fisik
c. Patogenesis
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya
pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus
cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam
kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan
pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk
diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna
sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian
lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna.
Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai dengan timbulnya gejala klinis
seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3 bulan. Untuk meyebabkan anemia diperlukan kurang
lebih 500 cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan darah sampai 200
ml/hari, meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal kronik yang terjadi
perlahanlahan. Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing tambang tergantung
pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus
penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale menyebabkan
perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. americanus.
Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomosis ditimbulkan oleh adanya larva maupun
cacing dewasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa
gatal-gatal dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh
cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan gangguan
darah. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa
1.Nekrosis jaringan usus, gangguan gizi, dan kehilangan darah.
22
Nekrosis jaringan usus, yang lebih diakibatkan dinding jaringan usus yang terluka
oleh gigitan cacing dewasa.
2. Gangguan gizi, penderita banyak kehilangan karbohidrat, lemak dau terutama
protein, bahkan banyak unsur besi (Fe) yang hilang sehingga terjadi malnutrisi.
3. Kehilangan darah, darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing
dewasa. Di samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan
terus menerus karena sekresi zat anti koagulan oleh cacing dewasa/ tersebut. Setiap
ekor Necator americanus dapat mengakibatkan hilangnya darah antara 0,05 cc sampai
0,1 cc per hari, sedangkan setiap ekor Ancylostoma duodenale dapat mencapai 0,08 cc
sampai 0,24 cc per hari.
Cacing dewasa berpindah-pindah tempat di daerah usushalus dan tempat lama yang
ditinggalkan mengalami perdarahan lokal jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung
pada (1) jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang
berdekatan dengan kapiler arteri; (2) species cacing : seekor A duodenale yang lebih besar
daripada N. americanus mengisap 5 x lebih banyak darah; (3) lamanya infeksi. Gejala klinik
penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus
halus secara kronik. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein
yang hilang dalam usus dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan
daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada
beberapa faktor, antara lain umur, lamanya penyakit dan keadaan gizi penderita. Cacing
tambang merupakan salah satu cacing yang dapat menyebabkan kehilangan darah bagi
penderita sehingga sangat memungkinkan terjadinya anemia. Terjadinya anemia diduga
karena adanya bekas gigitan cacing tambang pada dinding usus yang relatif sulit menutup
akibat adanya enzim cacing yang memiliki sifat sebagai antikoagulan sehingga darah sukar
membeku.
e. Bagaimana gambaran mikroskopik eritrosit, leukosit, dan trombosit yang disebutkan di
scenario ?
23
eritrosit : hipokrimik (penurunan warna eritrosit yaitu peningkatan diameter central pallor
melebihi normal sehingga tampakmlebih pucat ),anisopoikilotosis ,cigar shaped cell adalah
sel-sel darah merah yang berbentuk cerutu atau pensil pada hapusan darah tepi,cigar sel
terlihat pada anemia defisiensi besi dan keadaan patologis lainnya yang menurunkan darah
merah dan pergantian sel atau produksi.
menghisap 0.03
duodenale lebih berat dibandingkan kerusakan yang diakibatkan Necator americanus, selain
itu diduga Ancylostoma duodenale memproduksi zat antikoagulan yang lebih kuat dibanding
Necator americanus. Cacing ini menyebabkan laserasi pada kapiler villi usus halus dan
menyebabkan perdarahan lokal pada usus. Sebagian dari darah akan ditelan oleh cacing dan
sebagian keluar bersama dengan tinja. Pada infeksi sedang (angka telur pergram tinja lebih
dari 5000) kehilangan darah dapat dideteksi dalam tinja rata rata 8 ml per hari, sehingga
menimbulkan gejala anemia dan defisiensi besi. Gejala klinis yang terjadi tergantung pada
derajat infeksi, makin berat infeksi manifestasi klinis yang terjadi semakin mencolok, berupa,
anoreksia, mual, muntah, diare, kelelahan, sakit kepala, sesak napas, palpitasi, dispepsia,
nyeri disekitar duodenum, jejenum dan
plasma yang rendah (hypoalbuminemia), kelainan absorpsi nitrogen dan vitamin B12, tetapi
yang tetap paling menonjol adalah berkurangnya zat besi. Besi dalam tubuh manusia
diperlukan untuk pembelahan sel, berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor
bagi enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi reduksi. Di dalam tiap sel, besi bekerjasama
dengan rantai protein pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah akhir metabolisme
energi. Besi juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh, kekurangan besi akan
menyebabkan sel darah putih tidak dapat bekerja secaraefektif dan berkurangnya
pembentukan limfosit T. Diduga penurunan pembentukan sel limfosit ini terjadi karena
berkurangnya sintesis DNA akibat gangguan pada enzim reduktase ribonukleotida. Enzim ini
membutuhkan zat besi untuk dapat berfungsi. Sehingga akibat infeksi kronik Cacing tambang
akan dapat menyebabkan gangguan pembentukan sel dan kekebalan tubuh, gangguan
penyembuhan luka. Keadaan ini secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan
anak.
Cacing tambang dapat menghindarkan diri dari respon imun hospes dgn berbagai cara:
1. Pengaruh ukuran
Ukuran cacing yang besar menyebabkan sukar untuk dieliminasi
ex: A.lumbricoides
2. Shedding / replacement surface
Parasit mengganti permukaannya atau melepaskan dindingnya
ex: trematoda, cacing tambang
3. Immunosupression manipulation of the immune response.
Infeksi berat nematoda sering terjadi tanpa gejala
25
menghambat ekstravasasi
4. Migration
netrofil
ex. Cacing tambang dapat bermigrasi dari usus untuk menghindari reaksi radang local
pd usus
Dapat pula disebabkan oleh larva filariform tersebut yang kontak dengan kulit,
bermigrasi sampai ke paru-paru, melalui mekanisme batuk, larva pindah dari laring ke faring
kemudian masuk esofagus dan kemudian turun ke usus halus, di sini larva berkembang
menjadi cacing dewasa. Infeksi A.duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform.
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya
pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus
cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam
kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan
pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk
diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna
sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase, sedangkan sebagian
lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna. Untuk meyebabkan anemia
diperlukan kurang lebih 500 cacing dewasa.
Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N.
americanus. darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa. Di
samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus menerus
karena sekresi zat anti koagulan oleh cacing dewasa/ tersebut. Cacing dewasa berpindah
pindah tempat di daerah usus halus dan tempat lama yang ditinggalkan mengalami
perdarahan lokal jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung pada (1) jumlah cacing,
terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri;
(2) species cacing : seekor A duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap 5
x lebih banyak darah; (3) lamanya infeksi. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa
anemia yang diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik.
26
27
mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokrom mikrositik.
Penyebab lainnya sebagai berikut :
-Rendahnya masukkan zat besi FE, gangguan absorbs serta kehilangan besi akibat
pendaarahan menahun, dapat juga berasal dari Saluran cerna yang disebabkan infeksi cacing
tambang. Cacing ini menyebabkan perdarahan pada dinding usus meskipun sedikit tapi
terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah besi. Dan melalui saluran
genitalia seperti menstruasi yang berlebihan karena terjadi ketidakseimbangaan hormone
sehingga endometrium mengahasilkan aliran darah yang hebat. Pada saat perdarahan pada
waktu menstruasi berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah rata-rata sebanyak
0,5mg/ hari.
i. Bagaimana diagnose banding anemia hipokromik mikrositik dan apa diagnosis yang
paling tepat pada scenario ini dan jelaskan alasannya ?
Anemia mikrositik hipokromik disebabkan karena kelainan:
28
Gejala yang khas ditemukan pada anemia defisiensi besi tapi tidak ditemukan pada
anemia lain adalah:
1. Koilonychia:
kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garisvertikal dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok.
2. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karenapapil lidah
menghilang
3. Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulutsehingga tampak
sebagai bercak berwarna pucat keputihan
4. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
6. Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti tanah liat,es, lem, dan
lain-lain.
Sebagai perbandingan dapat dilihat pada table berikut.
Anemia
Anemia
Akibat
Defisiensi
Trait Thalassemia
Penyakit
Besi
Kronik
Derajat
Ringan
anemia
sampai berat
Ringan
Ringan
Menurun/
MCV
Menurun
Menurun/
Menurun
Normal
TIBC
Iron
berat
Normal
Menurun/
Menurun
Ringan sampai
Menurun
Menurun
Besi serum
Sideroblastik
Menurun/
Normal
MCH
Anemia
Normal
Menurun
Normal/Naik
Normal/Naik
Menurun
Normal/Turun
Normal/Turun
Menurun
Meningkat
Meningkat
(Total
Binding Meningkat
Capacity)
Saturasi
Transferin
Menurun
29
Besi sumsum
tulang
Protoporfirin
eritrosit
Feritin serum
Elektroforesis
Hb
Positif dengan
Negatif
Positif
Positif kuat
Meningkat
Meningkat
Normal
Normal
Menurun
Normal
Meningkat
Meningkat
Normal
Normal
Hb.A2 meningkat
Normal
ring sideroblast
Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah anemia defisiensi besi, berdasarkan ciri-ciri
yang terdapat pada tabel diatas.
j. Bagaimana metabolisme dari heme dan Fe2+ serta hubungannya dengan skenario ?
Metabolisme Besi
Besi merupakan trace element yang terbanyak pada tubuh manusia dan merupakan
salah satu elemen yang terbanyak di alam ini. Rata-rata kandungan besi pada manusia dewasa
yang sehat berkisar antara 4-5 gram (40-50 mg Fe/kg berat badan). Enam puluh lima persen
besi tubuh terkandung pada eritrosit sebagai besi yang terikat hemoglobin. Pada mioglobin,
beberapa enzim dan sel-sel lainnya sebesar 5% sebagai besi yang aktif. Sebesar 0,1 % dalam
bentuk transferin pada plasma darah dan 15 hingga 30% disimpan pada sistem retikulo
endotelial dan sel parenkim hati terutama dalam bentuk feritin. Metabolisme besi adalah
siklus yang kompleks antara penyimpanan, penggunaan, transpor, penghancuran dan
penggunaan kembali. Pengelolaan besi dalam tubuh adalah proses yang sangat dinamik. Besi
diabsorpsi hampir di seluruh bagian usus halus. Hati mengeluarkan sejumlah apotransferin ke
dalam kandung empedu dan kemudian mengalir ke duodenum. Pada usus halus ini
apotransferin terikat pada besi bebas dalam makanan membentuk transferin. Transferin
kemudian terikat pada reseptor transferin pada membran sel epitelpada usus. Kemudian
dengan cara pinositosis, transferin ini diabsorpsi ke dalam sel epitel dan dilepaskan ke dalam
plasma darah dalam bentuk transferin plasma. Besi ini terikat pada bagian globulin dari
transferin secara longgar hingga dapat dibebaskan pada sel-sel jaringan pada setiap tempat
pada tubuh. Besi transit melalui pool transport ini dengan sangat cepat dan keseluruhan
perputarannya hingga 10-15 kali setiap hari, kira-kira setiap 2 jam. Penyerapan besi pada
30
usus halus dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah asiditas lambung dan
makanan. Tahapan absorpsi besi ini ternyata merupakan proses yang kompleks yang meliputi
beberapa tahapan. Pengambilan besi pada mukosa lambung melalui reseptor DMT 1 yang
jumlahnya meningkat bila terjadi defisiensi besi. Bentuk besi yang dapat diabsorbpi adalah
bentuk Fe2+, yang harus diubah dahulu oleh duodenal cytochrome b (Dcytb) sebelum
diterima oleh divalent metal transporter 1 (DMT 1). Pada daerah basolateral besi ini
dikeluarkan dari sel melalui ferroportin dalam bentuk Fe2+ dan diubah ke bentuk Fe3+ oleh
Hephaestin. Besi ini kemudian berikatan dengan transferin dan kemudian melekat pada
reseptor transferin yang terdapat pada sel. Besi di dalam sel kemudian dibawa ke mitokondria
atau disimpan dalam bentuk feritin. Kelebihan besi dalam darah dideposit pada semua sel
tubuh tetapi terutama pada sel-sel hati dan lebih sedikit pada retikulo endotelial sumsum
tulang. Pada sitoplasma sel, besi ini terikat terutama pada apoferitin membentuk feritin.
Sejumlah kecil besi tersimpan dalam bentuk hemosiderin, hal ini terjadi bila total jumlah besi
yang terdapat dalam tubuh melebihi kapasitas yang dapat ditampung apoferitin. Jika jumlah
besi dalam plasma turun, besi dilepaskan dari feritin dengan mudah dan kemudian diangkut
dalam bentuk transferin dalam plasma dan dibawa ke bagian tubuh yang memerlukan.
Karakteristik transferin yang unik adalah bahwa molekul ini berikatan dengan kuat dengan
reseptor pada membran sel eritroblas pada sumsum tulang. Dan secara endositosis transferin
masuk ke dalam eritroblas dan secara langsung besi dihantarkan ke mitokondria di mana
terjadi sintesis heme. Jika eritrosit telah dihancurkan, hemoglobin dilepaskan dari sel dan
ditangkap oleh sel-sel sistem monosit-makrofag. Kemudian besi bebas dilepaskan dan
kemudian disimpan dalam bentuk feritin atau digunakan kembali dalam bentuk hemoglobin.
Ekskresi besi setiap hari berkisar antara 1 mg, terutama dalam bentuk feses. Dua jenis diet
besi yaitu besi heme dan non-heme. Besi heme adalah bagian dari hemoglobin dan mioglobin
dan terdapat pada daging dan ikan. Bioavailabilitasnya sedikit dipengaruhi oleh komposisi
makanan tersebut. Ini biasanya terhitung sebagai fraksi kecil dari keseluruhan besi yang
terkandung didalam makanan, tetapi berperan dalam jumlah yang cukup besar dalam besi
yang diserap.
31
Besi non-heme merupakan sumber yang lebih penting, ditemukan dalam semua makanan
yang berasal dari tumbuhan. Bioavailabilitasnya bergantung pada adanya faktor yang
memperkuat dan menghalangi yangdimakan bersama-sama dengan makanan tersebut.
Daging,ikan dan vitamin C memperkuat penyerapan sedangkan phytates, oxalates dan
polyphenoles (termasuk tanin) termasuk inhibitor dari terserapnya besi. Phytate terdapat pada
gandum dan sereal lainya, walaupun dalam jumlah yang sedikit menghalangi penyerapan.
Oxalates terdapat pada nasi. Tanin terdapat pada teh dan kopi, adalah inhibitor absorpsi yang
kuat.Pada tubuh manusia dewasa, kira-kira 20-25 mg besi dibutuhkan setiap hari untuk
sintesis hemoglobin. Kebanyakan sumber besi ini langsung dari penggunaan kembali dari
hemoglobin yang didegradasi dari eritrosit yang difagosit. Karena itu pertukaran besi pada
pool besi transferin merupakan proses yang sangat dinamik, sebuah atom besi menghabiskan
waktu hanya 90 menit hingga 2 jam pada pool besi transferin.
Sintesis Hemoglobin dan Hubungannya Dengan Besi
Sintesis Hb dimulai dalam proeritroblast dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium
retikulosit. Setiap molekul Hb memiliki empat gugus heme identik yang berikatan dengan
empat rantai globin.
Sintesis heme :
Sintesis heme berawal dari senyawa glisin dan suksinil ko-enzim A yang menyatu
untuk membentuk senyawa asam amino-levulinat (ALA). Enzim yang
mengkatalis reaksi ini, ALA-sintetase, tampaknya merupakan enzim penentu
kecepatan (rate-limiting) jalur metabolik ini. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah
ko enzim untuk reaksi ini. Jalur dimulai di mitokondria dan sitoplasma sel yang
sedang berkembang.
Dua molekul ALA menyatu untuk membentuk porfobilinogen, sebuah molekul
cincin.
Kemudian, empat molekul senyawa ini menyatu untuk membentuk sebuah
32
Ratakan 10 tetes wright stain di atas sediaan, biarkan 2-3 menit, kalau akan mengering
Sediaan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah (10x), sebelumnya ditetesi
dengan minyak imersi.
Cara Perhitungan:
MCV = Ht / E x 10 fL (normal: 80 100 fL)
MCH = Hb/ E x 10 pg (normal: 26 32 pg)
MCHC = Hb / Ht x 100% (normal: 32 36 %)
l. Bagaimana tatalaksana anemia hipokromik mikrositik dan penanganan infestasi
hookworm pada kasus ini ?
Diberikan terapi kausal dan pemberian preparat besi. Terapi kausal merupakan terapi yang
dimaksudkan terapi pada penyebab dari timbulnya ADB itu sendiri, hal ini dilakukan agar
anemia tersebut tidak kambuh lagi. Pemberian preparat besi dilakukan untuk menggantikan
kekurangan besi dalam tubuh. Ada dua cara pemberian preparat besi, yaitu: melalu oral dan
parenteral. Terapi besi oral meruapakan pilihan yang pertama dikarenakan efektif, murah, dan
aman. Preparat yang tersedia adalah sulfas ferrosus merupakan preparat pilihan pertama oleh
karena paling murah tetapi efektif. Dosisnya adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas
ferrosus mengandung besi elemental. Pemberian sulfas ferrosus 3 x 200 mg mengakibatkan
absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali
normal. Berhasilnya terapi anemia defesiensi besi dengan preparat besi oral akan
mengakibatkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira-kira satu minggu, peningkatan
kadar hemoglobin yang berarti dalam 2-4 minggu, dan perbaikan anemia yang sempurna
dalam 1-3 bulan. Terapi harus dilanjutkan selama 3-6 bulan untuk mengisi kembali cadangan
besi tubuh. Preparat besi lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate. Efek samping besi per oral yaitu gangguan gastrointestinal berupa mual ,
konstipasi, nyeri perut, diare, dan kolik sehingga dianjurkan diminum setelah makan dan
dalam dosis kecil. Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi memiliki risiko lebih besar dan
harganya mahal, biasa digunakan untuk pasien yang tidak bisa mentoleransi penggunaan besi
oral. Besi-sorbitol-sitrat diberikan secara injeksi intramuskular. Ferri hidroksida-sukrosa
34
diberikan secara injeksi intravena lambat atau infus. Efek sampingnya lebih besar dan
beresiko diantaranya: reaksi yang sakit/nyeri pada daerah yang diinjeksi, warna kulit
kecoklatan, reaksi sistemik berupa mual, muka merah, alergi, menggigil, dan rasa tidak enak
di mulut.
Diet, diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani.
Vitamin
diberikan
3x100mg
per
hari
untuk
meningkatkan
absorpsi
besi.
pengobatan
hookworm,
diberikan
obat-obat
antelmintik
untuk
membasmi/mengurangi jumlah parasit cacing dalam saluran intestinal tubuh. Sebagian besar
antelmintik aktif pada parasit tertentu dan sebagiannya bersifat toksik, karena itu parasit
harus diidentifikasi terlebih dahulu. Biasanya yang digunakan untuk mengobati hookworm
adalah Pyrantel Pamoate. Pyrantel pamoate, tidak terlalu efektif pada N.americanus,
merupakan agen penyekat neuromuskular, sifatnya depolarisasi, merilis asetilkolin dan
kolinesterase terhambat, cacing lumpuh dan akhirnya dibuang melalui feses. Dosis 11 mg/kg
BB.
Hookworms
egg positive
Infestasi
Hookworm
35
Infestasi
Hookworm
Nausea
Anemia
Hipokrom
mokrositer
Gambaran
apusan darah
tepi
Koilonychia
weakness
palpitation
pale
Hasil
Laboratorium
Cheilitis
fatique
Papil atrofi
6.KERANGKA KONSEP
Perimenopouse Menorrhagic
Excessive menstruation
Atrofi papil
Nausea
RBC
mikrositer (anisopoikilositosis)
Viskositas darah
36
pale
Oksigenasi
Energi
Resistensi perifer
Weakness
CO
Takikardi
Palpitation
7.SINTESIS
1. Anemia hipokromik mikrositik
METABOLISME BESI
Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Dalam berbagai jaringan dalam
tubuh, besi dapat berupa: senyawa besi fungsional, besi cadangan, dan besi transport. Besi
dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam bebas, tetapi selalu berikatan dengan
37
protein tertentu. Dalam keadaan normal, seorang laki-laki dewasa mempunyai kandungan
besi 50 mg/kgBB, sedangkan perempuan dewasa adalah 35 mg/kgBB.
Besi dapat berfungsi sebagai donor elektron maupun akseptor. Jika besi terdapat di
dalam sel, maka dapat mengkatalisis reaksi H2O2 menjadi radikal bebas.
Distribusi besi dalam Tubuh pada laki-laki dengan berat 70 kg
Kandungan
Protein
Lokasi
Hemoglobin
3000
Mioglobin
Otot
400
Seluruh jaringan
50
Plasma
besi
(mg)
dan
ekstravaskular
dan Hati,
limpa,
cairan
sumsum
tulang
5
100-1000
Siklus Besi
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran tertutup yang diatur oleh besarnya
besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologis bersifat tetap. Besi yang diserap
usus setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui
deskuamasi sel epitel usus. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan
besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat
memenuhi kebutuhan eritropoiesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang beredar secara
efektif di sirkulasi membutuhkan 17 mg besi, sedangkan besi sebesar 7 mg akan
dikembalikan di makrofag karena terjadinya eritropoiesis non efektif (hemolisis
intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar juga akan dikembalikan ke
makrofag setelah mengalami proses penuaan, yaitu sebesar 17 mg.
Absorpsi Besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk memasukkan besi dari
usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada
bagian proksimal duodenum. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase :
-
Fase luminal besi pada makanan diolah di lambung lalu siap diserap di duodenum.
Fase mukosal proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan proses aktif.
38
Fase korporeal meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh selsel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.
bon-heme:
berasal
dari
tumbuh-tumbuhan,
tingkat
absorpsinya
rendah,
bioavailabilitasnya rendah.
Yang menjadi bahan pemicu absorpsi besi adalah meat factors dan vitamin C, sedangkan
yang ternasuk bahan penghambat adalah tanah dan serat. Dalam lambung karena pengaruh
asam lambung, maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi
reduksi dari besi bentuk feri
Sintesis Hemoglobin
39
Deplesi besi : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis belum
terganggu.
Eritropoiesis defisiensi besi: cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritopoiesis
Etiologi
Keseimbangan besi negatif
40
Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
41
serotonin
menumpuk,
enzim
monoaminooksidase
penumpukan
Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menghilang
Stomatitis angularis: radang pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna
pucat keputihan
Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica: keinginan memakan makanan yang tidak lazim, ex: tanah liat, es, lem, dll.
sel tampak seperti cincin (ring cell), atau memanjang seprti elips yang disebut sel pensil,
dan kadang dijumpai sel target.
Leukosit dan trombosit normal. Trombosit dapat meningkat jika terjadi kehilangan darah
yang kontinyu
Eosinofilia pada infeksi cacing tambang
Retikulosit normal atau sedikit meningkat
Kadar besi serum menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350g/dl, dan saturasi
Diagnosis
o Anamnesis dan pemeriksaan fisik
o Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi: anemia hipokromik mikrositer pada hapusan
darah tepi, atau MCV 80 fl dan MCHC < 31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d.
a. Dua dari tiga parameter ini: besi serum <50 mg/dl, TIBC >350 mg/dl, saturasi
transferin <15%
b. Ferritin serum < 20mg/l
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusian menunjukkan cadangan besi negatif.
Terjadi hiperplasia eritroid. Ukuran metarubrisit yang kecil dengan sitoplasma yang
sedikit dan tepi yang iregular.
d. Dengan pemberian sulfat ferrous 3 x 200mg/hari selama 4 minggu disertai
peningkatan kadar Hb>2g/dl.
e. Diagnosis banding anemia mikrositik hipokrom
Zat besi
TIBC
Feritin serum
Protoporfirin
Anemia
Turunan
Anemia karena
Anemia
defisiensi besi
talasemia
penyakit kronik
sideroblastik
N
N
N
N
N atau
43
sel darah
HbA2
Terapi
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
Terapi Besi Oral
Preparat yang tersedia ferrous sulfat dengan dosis 3 x 200mg. Preparat lain yaitu:
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate,dan ferrous succinate. Preparat oral
diberikan pada saat lambung kosong tetapi pada intoleransi dapat diberikan pada saat makan
atau setelah makan. Efek samping yang timbul yaitu gangguan gastrointestinal seperti mual,
muntah, serta konstipasi. Pengobatan dilakukan 3-6 bulan, bahkan bisa sampai 12 bulan
hingga kadar Hb normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan 100-200
mg.
Terapi Besi Parenteral
Terapi parenteral dilakukan jika: terjadi intoleransi terhadap pemberian besi oral,
kepatuhan terhadap obat yang rendah, gangguan pencernaan yang kambuh apabila diberikan
besi, penyerapan besi terganggu, terjadi kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar
dalam waktu pendek, dan defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoietin
pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia penyakit infeksi kronik.
Preparat yang tersedia yaitu iron dextran complex yang mengandung 50 mg besi/ml,
iron sorbitol citric acid, atau iron ferric gluconate dan iron sucrose. Besi parenteral diberikan
secara intramuskular atau intravena. Efek samping yang dapat timbul yaitu reaksi anafilaksis
(jarang), flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut,dan sinkop.
Dosis yang diberikan yaitu (dalam mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 +500 atau 100
mg
Pengobatan lainMakanan tinggi protein terutama dari hewan, vitamin C: 3 x 100 mg/hari,
dan transfusi darah.
44
Respons terhadap terapi Seorang pasien memberikan respons baik jika retikulosit naik
pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke 14,
diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hb menjadi normal setelah 410 minggu. Lidah kembali normal dalam 3 bulan. Koilonychia hilang dalam 3-6 bulan.
Diagnosis Banding
Derajat anemia
MCV
MCH
Besi serum
TIBC
Saturasi transferin
Besi sumsum tulang
Protoporfirin eritrosit
Feritin serum
Elektroforesis Hb
Ringan-Berat
Menurun
Menurun
Menurun<30
Meningkat > 360
Menurun < 15%
Negatif
kronik
Ringan
Menurun/N
Menurun/N
Menurun < 50
Menurun< 300
Menurun/N 10-20%
Posotif
Ringan-berat
Menurun/N
Menurun/N
Normal/naik
Normal/ menurun
Meningkat > 20%
Positif
dengan
Meningkat
Normal 20-200g/l
N
sideroblast
Normal
Meningkat >50g/l
N
Meningkat
Menurun < 20g/l
N
Pencegahan
o
o
o
o
Pendidikan kesehatan
Pemberantasan infeksi cacing tambang
Suplementasi besi pada penduduk yang rentan (ibu hamil dan balita)
Fortifikasi baham makanan dengan besi (mencampurkan bahan makanan dengan besi)
Prognosis
Ketika penyebab merupakan sesuatu yang tidak berat, maka prognosisnya baik, dapat
dilakukan terapi pemberian besi secara berkelanjutan. Jika terapi dihentikan setelah anemia
membaik tetapi cadangan besi belum kembali maka dapat terjadi rekurensi anemia. Untuk
itulah, terapi harus dilakukan paling tidak 12 bulan agar tidak hanya kebutuhan zat besi yang
tercukupi, tetapi juga cadangan besinya terisi.
ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM
Definisi
Secara definisi, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat
besi dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk eritropoesis tidak cukup yang ditandai
dengan gambaran sel darah merah yang hipokrom mikrositik, kadar besi serum dan saturasi
45
ring
(jenuh) transferin menurun, mampu ikat besi total (TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam
sumsum tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali.
Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita
usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan
besi selama hamil.
Etiologi
Penyebab lain defisiensi besi adalah:
(1) Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai
usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
(2) Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3) Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat
karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, hemoroid dan konsumsi aspirin.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 gr besi,
bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam
hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui
transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah
yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan
dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk
kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Patogenesis anemia defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 20 mg besi, hanya sampai 5% 10% (1 2 mg)
yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet
tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung
dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian
46
besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke
tempat penyimpanan di jaringan.
Anemia defisiensi besi terjadi sebagai akibat dari gangguan balans zat besi yang negatif,
jumlah zat besi (Fe) yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama -tama balans
Fe yang negatif ini oleh tubuh diusahakan untuk diatasinya dengan cara menggunakan
cadangan besi dalam jaringan-jaringan depot. Pada saat cadangan besi tersebut habis, baru
anemia defisiensi besi menjadi manifestasi.
Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia sampai dengan
timbulnya gejala-gejala yang klasik, melalui beberapa tahap:
Tahap I : Terdapat kekurangan zat besi ditempat-tempat cadangan besi (depot iron),
tanpa disertai dengan anemia (anemia latent) ataupun perubahan konsentrasi besi
dalam serum (SI). Pada pemeriksaan didapati kadar feritin berkurang.
Tahap II : Selanjutnya mampu ikat besi total (TIBC) akan meningkat yang diikuti
dengan penurunan besi dalam serum (SI) dan jenuh (saturasi) transferin.
Pada tahap ini mungkin anemia sudah timbul, tetapi masih ringan sekali dan bersifat
normokrom normositik. Dalam tahap ini terjadi eritropoesis yang kekurangan zat besi (iron
deficient erythropoesis).
Tahap III : Jika balans besi tetap negatif maka akan timbul anemia yang tambah nyata
dengan gambaran darah tepi yang bersifat hipokrom mikrositik.
Gejala Klinis
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali,
dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan
15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama
47
hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu
selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi
darah yang hilang pada waktu melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat
(besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut
yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti
sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin,
mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis,
pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Anemia defisiensi besi dapat juga memberi gejala seperti kelelahan, palpitasi, pucat, tinitus,
mata berkunang-kunang oleh karena berkurangnya hemoglobin, pusing kepala, parestesia,
dingin-dingin pada ujung jari yang disebabkan kekurangan enzyme sitokrom, sitokrom C
oksidase dalam jaringan-jaringan. Kelainan jaringan epitel menyebabkan gastritis, atropi
mukosa lambung, ozaena, pica, gangguan mensturasi, ganguan sistim neuromuskular berupa
neuralgia, mati rasa dan kesemutan, gangguan sistim skelet serta splenomegali.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan
kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan
hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau
berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar
anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang
diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan
untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau
yang menggunakan aspirin dalam dosis besar.
Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih
dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan
besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon
yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral
48
digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar
terjadi reaksi yang merugikan.
Anemia Sel Sabit (sickle cell anemia)
Definisi
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan
sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit,
sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya
abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel
menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah
terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya
pasokan oksigen ke organ tersebut.
Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia
berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
Etiologi
Penyakit
sel
sabit
hampir
secara
eksklusif
menyerang
orang
kulit
hitam.
Sekitar 10% orang kulit hitam di AS hanya memiliki 1 gen untuk penyakit ini (mereka
memiliki rantai sel sabit) dan tidak menderita penyakit sel sabit. Sekitar 0,3% memiliki 2 gen
dan menderita penyakit sel sabit.
Gejala Klinis
Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan sakit kuning (jaundice) yang ringan,
tetapi mereka hanya memiliki sedikit gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan
berkurangnya jumlah oksigen dalam darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung,
terbang di ketinggian tanpa oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya
krisis sel sabit, yang ditandai dengan:
- semakin memburuknya anemia secara tiba-tiba
49
kaki.
Kerusakan
pada
sistem
saraf
bisa
menyebabkan
stroke.
Pada penderita lanjut usia, paru-paru dan ginjal mengalami penurunan fungsi.
Pria
dewasa
bisa
menderita
priapisme
(nyeri
ketika
mengalami
ereksi).
Kadang air kemih penderita mengandung darah karena adanya perdarahan di ginjal.
50
Jika diketahui bahwa perdarahan ini berhubungan dengan rantai sel sabit, maka penderita
tidak boleh menjalani pembedahan eksplorasi dengan jarum.
Diagnosa
Anemia, nyeri lambung dan nyeri tulang serta mual-mual pada seorang kulit hitam
merupakan tanda yang khas untuk krisis sel sabit. Pada pemeriksan contoh darah dibawah
mikroskop, bisa terlihat sel darah merah yang berbentuk sabit dan pecahan dari sel darah
merah yang hancur.
Elektroforesis bisa menemukan adanya hemoglobin abnormal dan menunjukkan apakah
seseorang menderita penyakit sel sabit atau hanya memiliki rantai sel sabit. Penemuan rantai
sel sabit ini penting untuk rencana berkeluarga, yaitu untuk menentukan adanya resiko
memiliki anak yang menderita penyakit sel sabit.
Penatalaksanaan
Dulu penderita penyakit sel sabit jarang hidup sampai usia diatas 20 tahun, tetapi sekarang ini
mereka
biasanya
dapat
hidup
dengan
baik
sampai
usia
50
tahun.
Penyakit sel sabit tidak dapat diobati, karena itu pengobatan ditujukan untuk:
- mencegah terjadinya krisis
- mengendalikan anemia
- mengurangi gejala.
Penderita harus menghindari kegiatan yang bisa menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen
dalam darah mereka dan harus segera mencari bantuan medis meskipun menderita penyakit
ringan, misalnya infeksi virus.
Penderita memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya infeksi, sehingga harus menjalani
imunisasi dengan vaksin pneumokokus dan Hemophilus influenzae.
51
Krisis sel sabit membutuhkan perawatan di rumah sakit. Penderita mendapatkan sejumlah
besar cairan lewat pembuluh darah (intravena) dan obat-obatan untuk mengurangi rasa nyeri.
Diberikan transfusi darah dan oksigen jika diperkirakan aneminya cukup berat sehingga bisa
menimbulkan resiko terjadinya stroke, serangan jantung atau kerusakan paru-paru. Keadaan
yang mungkin menyebabkan krisis, misalnya infeksi, harus diobati.
Obat-obatan yang mengendalikan penyakit sel sabit (misalnya hidroksiurea), masih dalam
penelitian. Hidroksiurea meningkatkan pembentukan sejenis hemoglobin yang terutama
ditemukan pada janin, yang akan menurunkan jumlah sel darah merah yang berubah
bentuknya menjadi sabit. Karena itu obat ini mengurangi frekuensi terjadinya krisis sel sabit.
Kepada penderita bisa dicangkokkan sumsum tulang dari anggota keluarga atau donor
lainnya yang tidak memiliki gen sel sabit. Pencangkokan ini mungkin bisa menyembuhkan,
tetapi resikonya besar dan penerima cangkokan harus meminum obat yang menekan
kekebalan sepanjang hidupnya.
Saat ini sedang dikembangkan teknik pengobatan baru untuk SCA, yaitu dengan terapi gen.
Terapi genetik merupakan teknik penanaman gen normal ke dalam sel-sel prekursor (sel yang
menghasilkan sel darah). Namun, teknik ini masih dalam tahap penelitian dan baru
diujicobakan pada tikus. Walaupun para peneliti khawatir akan sulitnya menerapkan terapi
gen pada manusia, mereka yakin bahwa terapi baru ini akan menjadi pengobatan yang
penting untuk penyakit sickle cell anemia.
Anemia Sideroblastik
Definisi
Anemia Sideroblastic disebabkan oleh produksi abnormal cincin sideroblasts, yang
disebabkan baik secara genetik maupun secara tidak langsung sebagai bagian dari sindrom
myelodysplastic, yang dapat berkembang menjadi keganasan dalam hematological (terutama
leukemia akut myelogenous).
Gejala
Kulit pucat, kelelahan, pusing dan pembesaran limpa dan hati. Penyakit jantung, kerusakan
hati dan gagal ginjal dapat disebabkan oleh penumpukan besi pada organ-organ ini.
52
Penyebab
Penyebab anemia ini adalah kegagalan sepenuhnya pembentukan bentuk molekul heme,
sehingga terjadi biosintesis hanya sebagian dalam mitokondria. Hal ini menyebabkan
endapan besi di dalam mitokondria yang membentuk sebuah cincin di sekeliling inti
pembentukan sel darah merah. Kadang-kadang kelainan ini mewakili suatu tahap dalam
evolusi dari sumsum tulang yang mungkin pada akhirnya dapat menjadi leukemia akut.
* Racun: keracunan seng
* Drug-induced: etanol, isoniazid, kloramfenikol, cycloserine
* Nutrisi: pyridoxine atau defisiensi tembaga
* Genetik: ALA sintase defisiensi (X-linked)
Diagnosis
Aspirasi sumsum tulang: ditemukan cincin sideroblasts mengelilingi sideroblasts terlihat
dalam tulang sumsum. Anemia dapat ditemukan mulai dari stadium ringan sampai berat,
ditandai dengan adanya anisocytosis dan poikilocytosis. Dapat ditemukan sel target dan
Pappenheimer bodies. MCV menurun. Hitung jenis bergeser ke arah kiri. Leukosit dan
trombosit normal. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia erythroid dengan pematangan.
Lebih dari 40% dari eritrosit berkembang adalah dikelilingi sideroblasts. Besi serum,
persentasi dan saturasi feritin meningkat. TIBC yang berkurang adalah normal. Hemosiderin
sumsum tulang meningkat.
Pemeriksaan penunjang
* Peningkatan kadar feritin
* Penurunan total kapasitas mengikat besi
* Peningkatan hematokrit sekitar 20-30%
* Serum Iron: Tinggi
53
2. Pemeriksaan lab
a. Hemoglobin
Pemeriksaan Hb
Menurut Sahli digolongkan kepada metoda colorimetri.
Dasar :
Prinsipnya, Hb darah diubah menjadi Hematin chlorida, yang warnanya menjadi
coklat tua (tengguli). warna yang terjadi diencerkan dengan aquadest sampai dengan
warna standart Hematin chlorida.
Alat :
Alatnya disebut "HAEMOMETER" yang terdiri dari :
1.
Sepasang cylinder glass berisi larutan standart warna, kita sebut saja
pembanding warna.
2.
Tabung pengukur (tabung pengencer) yang mempunyai garis-garis, skala yang
menunjukan kadar Hb. Skala yang terendah adalah angka 2.
3.
Pipet darah kapiler (Pipet Hemoglobin) seukuran yang mempunyai volume 20
mm3 pada garis batasnya.
54
4.
Pipet pasteur untuk aquadest
5.
Batang glas pengaduk
Bahan
Reagen yang diperlukan : HCl 0,1 N dan Aquadestilata
Cara Pemeriksaan
1.
Siapkan tabung dan isilah dengan HCl 0,1 N hingga garis yang terendah (pada
angka 2).
2.
Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 cmm jangan sampai ada
gelembung udara yang ikut dihisap
3.
Tuang darah ke dalam tabung pengencer, bilas dengan HCl bila masih ada
darah dalam pipet
4.
Biarkan selama 1 menit
5.
Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk
6.
Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standart
7.
Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca kadar Hb
pada skala yang ada di tabung pengencer.
Nilai Normal Hb menurut Dacie:
Dewasa laki-laki 12,5 18,0 gr%
Dewasa Wanita 11,5 16,5 gr %
Bayi < 3 bulan 13,5 19,5 gr %
Bayi >3 bulan 9,5 13,5 gr%
Umur 1 tahun 10,5 13,5 gr%
Umur 3-6 tahun 12,0 14,0 gr%
Umur 10 12 tahun 11,5 14,5 gr%
b. Hematokrit
Menunjukkan volume darah lengkap yang terdiri dari eritrosit. Pengukuran ini
merupakan persentase eritrosit dalam darah lengkap setelah specimen darah
disentrifugasi, dan dinyatakan dalam millimeter kubik packed cell/ 100 ml darah atau
dalam volume/dl. Nilai normal untuk pria adalah 40-52% dan perempuan 38-48%.
c. RBC
Kadar normal eritrosit dalam darah adalah 4,5-5,5 juta/mikroliter darah pada pria dan
4-5 juta/l darah pada wanita. Hitung eritrosit adalah jumlah eritrosit per l darah.
Seperti hitung leukosit, untuk menghitung jumlah eritrosit ada 2 metode, yaitu manual
dan elektronik (automatic). Metode manual hampir sama dengan hitung leukosit, yaitu
menggunakan bilik hitung. Namun, hitung eritrosit lebih sukar daripada hitung
leukosit.
Jumlah eritrosit dihitung dengan volume tertentu menggunakan faktor konversi
jumlah eritrosit/l darah dapat diperhitungkan. Sebagai larutan pengencer digunakan
larutan hayem (natrium sulfat 5 gr, natrium klorida 1 gr, merkuri klorida 0,5 gr,
55
aquades 200 ml). juga boleh dipakai larutan Gowers (natrium sulfat 12,5 gr, asam
asetat glacial 33,3 ml, aquades 200 ml).
d. WBC
Prinsip: darah dicat dengan larutan Turk, lalu hitung jumlah leukosit pada kamar
hitung
Tujuan: menghitung jumlah lekosit dalam darah
Alat dan bahan yang digunakan:
o Alcohol 70%
o Kapas
o Hemolet
o Cairan turk
o Mikroskop
o Hemocytometer
Kamar hitung
Kaca penutup
Pipet leukosit
Pipet karet
Cara Kerja
o Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0,5. Hapuslah kelebihan
darah yang melekat di ujung luar pipet
o Isap ke dalam pipet yang sama cairan turk sampai tanda 101, sambil memutar
mutar pipetnya, lepaskan karetnya
o Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar putar
o Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu tetesan
selanjutnya diisikan ke dalam kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit
o Hitung di bawah mikroskop: dalam 64 kotak kecil atau 4x16 kotak kecil dan
e. Trombosit
Trombosit adalah fragmen atau kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariot
yang berukuran 1-4 mikron dan bererdar dalam sirkulasi darah selama 10 hari.
Trombosit tampak sebagai sel kecil, tidak berinti, bulatm dengan sitoplasma berwarna
mengkilap.
Jumlah trombosit normal adalah 150.00 400.000/ mm3 darah.
Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan
mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit cara REES Ecker, darah diencerkan dalam
larutan yang mengandung BCB sehingga trombosit berwarna biru muda. Namun jika
tidak menggunakan BCB, trombosit akan berwarna putih mengkilap. Trombosit lebih
kecil dari RBC, bentuk lonjong, bulat atau koma, bisa tersebar atau bergerombol. Cara
ini memiliki tingkat kesalahan 16-25%. Penyebabnya karena faktor teknik
56
57
Jenis
Nilai normal
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
0-1%
0-100/L
1-3%
100-300/L
55-70%
(2500-7000/L)
Bayi Baru Lahir
Monosit
2-8%
200-600/L
Anak 4-9%
reaksi
penyembuhan infeksi
hipersensitivitas,
atau inflamasi
kehamilan,
atopi/
alergi
dan
hiperfungsi
infeksi parasit
adrenokortikal.
Inflamasi,
kerusakanInfeksi
virus,
jaringan,
peyakit
Hodgkin,
leukemia
autoimun/idiopatik,
pengaruh obat-obatan
mielositik, hemolytic
disease of newborn,
kolesistitis
akut,
apendisitis,
pancreatitis
20-40%
1700-3500/L
BBL 34%
1 th 60%
6 th 42%
12 th 38%
nilai
hipertiroidisme
Umumnya pada keadaanstress, luka bakar, syok,
(2500-7000/L)
Batang 2-6% (200-
Limfosit
dari
normal
inflamasi, leukemia, tahapstress,
61%
Umur 1 tahun 2%
Segmen
50-70%
600/L)
Kurang
akut,
pengaruh obat
infeksi kronis dan virus
SLE,
steroid
yang berlebihan
Infeksi
virus,
anemia
parasit,Leukemia
hemolitik,
limfositik,
anemia aplastik
SLE< RA
g. MCV, MCH, MCHC
Hasil dari hitung sel darah merah, konsentrasi hemoglobin, dan hematokrit digunakan untuk
menghitung indeks eritrosit, yang mencerminkan ukuran eritrosit, kadar Hb, dan
konsentrasinya.
Pembagian hematokrit berdasarkan jumlah eritrosit akan menghasilkan volume
eritrosit rata-rata (Mean Corpuscular volume, MCV). Ini adalah pengukuran
besarnya sel yang dinyatakan dalam femtoliter, dengan rentang nilai normal 82-92
fL. Eritrosit dalam batas tersebut disebut sebagai normositik, yaitu sel berukuran
58
normal. MCV yang kurang dari 82 fL menunjukkan sel mikrositik sedangkan yang
lebih besar dari 92 fL menunjukkan sel-sel makrositik pada sediaan apus.
MCV =( Hematokrit / jumlah eritosit ) x 10
i. Hookworms egg
Pemeriksaan telur cacing dalam tinja dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan
sediaan langsung (sediaan basah) dan sediaan tidak langsung (konsentrasi0
a. Pemeriksaan tinja secara langsung (sediaan basah)
1. Pemeriksaan makroskopis meliputi :
Warna tinja, bau tinja, konsentrasi tinja, adanya lendir, darah, jaringan
pathogen, sisa makanan yang belum dicerna atau sisa bahan pengobatan zat
besi, minyak, magnesium, barium, dan lainlain.
2. Pemeriksaan mikroskopik
59
Prinsip : untuk mengetahui telur cacing pada tinja secara langsung dengan
menggunakan larutan eosin 2% (dengan menggunakan kaca penutup) dan
pemeriksaan dilakukan dibawah mikroskop.
b. Pemeriksaan tinja secara tidak langsung (konsentrasi)
1. Metode sedimentasi atau pengendapan
Prinsip : dengan adanya gaya sentrifugal dapat memisahkan antara suspense
dan supernatannya sehingga telur cacing dapat terendapkan. Metode
sedimentasi kurang efisien dibandingkan dengan metode flotasi dalam mencari
kista protozoa dan banyak macam telur cacing.
2. Metode flotasi
Flotasi adalah suatu metode yang dirancang untuk memisahkan telur cacing
dari organism protozoa melalui perbedaan berat jenis, dalam hal ini yang
dijadikan dasar pemeriksaan konsentrasi dengan cara flotasi. Cara flotasi
pengapungan dilakukan secara langsung dengan mencampurkan tinja dengan
larutan jenuh pengapung. Salah satunya NaCl (BJ 1,20) Natrium Nitrat (BJ
1,18)
3. Cara pemusingan
Prinsip : dengan pemusingan memungkinkan parasit terkontasminasi sehingga
mengendap.
Sentrifuge adalah suatu alat yang digunakan untuk memisahkan zat cair
dengan zat padat dalam bentuk butir halus dengan kecepatan tinggi. Sehingga
gaya sentrifugal akan melempar buti halus meninggalkan arah poros putaran,
tetapi ada tabung maka butiran halus terkumpul didasar tabung.
Kecepatan sentirifuge bervariasi antara 1000-60000 rpm. Kecepatan rendah
biasanya digunakan untuk mengendapkan sedimen, untuk menghitung jenis
sel, untuk pemeriksaan antibody, untuk mengendapkan telur cacing.
Sedangkan kecepatan tinggi biasanya digunakan untuk pemeriksaan dahak,
untuk mengendapkan nematode parasit pada tumbuhan dengan sampel tanah
dan pada sampel akar tumbuhan.
3. Menstruasi
Fisiologi Menstruasi
Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang paralel dengan
pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi (perlekatan) dari janin (proses
kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan kesuburan,
abortus berulang, atau keganasan.
Gangguan dari sikluas menstruasi merupakan salah satu alasan seorang wanita berobat ke
dokter. Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35 hari, 2-8 hari adalah waktu
60
keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan
siklus mentruasi normal hanyaterdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia
reproduksi yang ekstrim (setelah menarche, pertama kali terjadinya menstruasi, dan
menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak
mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisisovarium.
mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi hormon LH maupun FSH berada di
bawah pengaruh releasing hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran
RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi
hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari folikel
de graaf yang mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari
endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi matang sampai terjadi
ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum yang akan menjadi korpus
luteum, di bawah pengaruh hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones, suatu hormon
gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan progesteron yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada pembuahan maka korpus luteum
berdegenerasi dan mengakibatkan penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan
kadar hormon ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari endometrium.
Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila terdapat pembuahan dalam masa ovulasi,
maka korpus luteum tersebut dipertahankan.
Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:
1. Masa menstruasi yang berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium
(selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium
berada dalam kadar paling rendah
2. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi
berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua
fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini
endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan
sel telur dari indung telur (disebut ovulasi).
3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon
progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk
membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)
Siklus ovarium :
1. Fase folikular. Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang
berasal dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap untuk proses
ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase folikular pada
62
menstruasi keseluruhan.
2. Fase luteal. Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka
waktu rata-rata 14 hari.
Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus di dalam siklus
menstruasi normal:
1. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin (FSH, LH) berada
pada level yang rendah dan sudah menurun sejak akhir dari fase luteal siklus
sebelumnya.
2. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan setelah akhir dari
korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai pada fase folikular. Hal ini
merupakan pemicu untuk pertumbuhan lapisan endometrium.
3. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada pengeluaran FSH
hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai akibat dari peningkatan level
estradiol, tetapi pada akhir dari fase folikular level hormon LH meningkat drastis
(respon bifasik).
4. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor (penerima) hormon LH
yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan rangsangan dari hormon LH, keluarlah
hormon progesteron.
5. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu yang menyebabkan
terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam kemudian. Ovulasi adalah penanda fase
transisi dari fase proliferasi ke sekresi, dari folikular ke luteal.
6. Kadar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum ovulasi sampai fase
pertengahan, dan kemudian meningkat kembali karena sekresi dari korpus luteum.
7. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda bahwa sudah
terjadi ovulasi.
8. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa hidup korpus luteum
dan kemudian menurun untuk mempersiapkan siklus berikutnya.
63
4. Hookworm
a. Morfologi dan Daur Hidup
1. Morfologi
Cacing dewasa jantan berukuran panjang 7-11 mm x lebar 0,4-0,5 mm. Cacing dewasa
Ancylostoma cenderung lebih besar dari pada Necator. Cacing dewasa jarang terlihat, karena
melekat erat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik (gigi
pada Ancylostoma dan lempeng pemotong pada Necator).
64
akan tumbuh larva infektif filariform dan dapat tetap hidup dalam tanah untuk beberapa
minggu.
Infeksi pada manusia didapat melalui penetrasi larva filariform yang terdapat di tanah ke
dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama larva di bawa aliran darah vena ke
jantung bagian kanan dan kemudian ke paru-paru. Larva menembus alveoli, bermigrasi
melalui bronki ke trakea dan faring, kemudian tertelan sampai ke usus kecil dan hidup di
sana. Mereka melekat di mukosa, mempergunakan struktur mulut sementara, sebelum
struktur mulut permanen yang khas terbentuk. Bentuk betina mulai mengeluarkan telur kirakira 5 (lima) bulan setelah permulaan infeksi, meskipun periode prepaten dapat berlangsung
dari 6-10 bulan. Apabila larva filariform Ancylostoma duodenale tertelan, mereka dapat
berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus tanpa melalui siklus paru-paru.
65
Pada infeksi akut dengan banyak cacing, dapat disertai kelemahan, nausea, muntah, sakit
perut, diare dengan tinja hitam atau merah (tergantung jumlah darah yang keluar), lesu dan
pucat. Seperti pada infeksi parasit lainnya, jumlah cacing yang banyak pada anak-anak dapat
menimbulkan gejala sisa serius dan kematian. Selama fase usus akut dapat dijumpai
peningkatan
defisiensi besi dengan tanda pucat, edema muka dan kaki, lesu dan kadar hemoglobin
5g/dL. Dapat dijumpai kardiomegali, serta retardasi mental dan fisik
d. Patogenesis
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya
pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus
cacing menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam
kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat kerusakan
pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan termasuk
diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing ini kemudian mencerna
sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzimhemoglobinase, sedangkan sebagian
lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna.
Masa inkubasi mulai dari bentuk dewasa pada usus sampai dengan timbulnya gejala klinis
seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3 bulan. Untuk meyebabkan anemia diperlukan kurang
lebih 500 cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat terjadi kehilangan darah sampai 200
ml/hari, meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal kronik yang terjadi
perlahanlahan.
Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing tambang tergantung pada status besi
tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies
cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih
banyak dibandingkan N. americanus.
Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomosis ditimbulkan oleh adanya larva maupun
cacing dewasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa
gatal-gatal dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh
cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan gangguan
darah. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis
jaringan usus, gangguan gizi, dan kehilangan darah.
1. Nekrosis jaringan usus, yang lebih diakibatkan dinding jaringan usus yang terluka oleh
gigitan cacing dewasa.
66
2. Gangguan gizi, penderita banyak kehilangan karbohidrat, lemak dau terutama protein,
bahkan banyak unsur besi (Fe) yang hilang sehingga terjadi malnutrisi.
3. Kehilangan darah, darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa.
Di samping itu, bekas gigitan cacing dewasa dapat menimbulkan pendarahan terus menerus
karena sekresi zat anti koagulan oleh cacing dewasa/ tersebut. Setiap ekor
Necator
americanus dapat mengakibatkan hilangnya darah antara 0,05 cc sampai 0,1 cc per hari,
sedangkan setiap ekor Ancylostoma duodenale dapat mencapai 0,08 cc sampai 0,24 cc per
hari. Cacing dewasa berpindah-pindah tempat di daerah usushalus dan tempat lama yang
ditinggalkan mengalami perdarahan lokal jumlah darah yang hilang setiap hari tergantung
pada (1) jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa yang
berdekatan dengan kapiler arteri; (2) species cacing : seekor A duodenale yang lebih besar
daripada N. americanus mengisap 5 x lebih banyak darah; (3) lamanya infeksi. Gejala klinik
penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus
halus secara kronik. Terjadinya anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein
yang hilang dalam usus dan yang diserap dari ma-kanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan
daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang tergantung pada
beberapa faktor, antara lain umur, lamanya penyakit dan keadaan gizi penderita. Cacing
tambang merupakan salah satu cacing yang dapat menyebabkan kehilangan darah bagi
penderita sehingga sangat memungkinkan terjadinya anemia. Terjadinya anemia diduga
karena adanya bekas gigitan cacing tambang pada dinding usus yang relatif sulit menutup
akibat adanya enzim cacing yang memiliki sifat sebagai antikoagulan sehingga darah sukar
membeku.
Siklus Biologis Cacing Tambang
Cacing tambang jantan berukuran 8-11 mm sedangkan yang betina berukuran 10-13 mm.
Cacing betina menghasilkan telur yang keluar bersama feses pejamu (host) dan mengalami
pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah menjadi larva tingkat pertama (L1)
yang selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat kedua (L2) atau larva rhabditiform dan
akhirnya menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang bersifat infeksius. Larva tingkat ketiga
disebut sebagai larva filariform. Proses perubahan telur sampai menjadi larva filariform
terjadi dalam 24 jam. Larva filariform kemudian menembus kulit terutama kulit tangan dan
kaki, meskipun dikatakan dapat juga menembus kulit perioral dan transmamaria. Adanya
paparan berulang dengan larva filariform dapat berlanjut dengan menetapnya cacing di
bawah kulit (subdermal). Secara klinis hal ini menyebabkan rasa gatal serta timbulnya lesi
67
papulovesikular dan eritematus yang disebut sebagai ground itch. Dalam 10 hari setelah
penetrasi perkutan, terjadi migrasi larva filariform ke paru-paru setelah melewati sirkulasi
ventrikel kanan. Larva kemudian memasuki parenkim paruparu lalu naik ke saluran nafas
sampai di trakea, dibatukkan, dan tertelan sehingga masuk ke saluran cerna lalu bersarang
terutama pada daerah 1/3 proksimal usus halus. Pematangan larva menjadi cacing dewasa
terjadi disini. Proses dari mulai penetrasi kulit oleh larva sampai terjadinya cacing dewasa
memerlukan waktu 6-8 minggu. Cacing jantan dan betina berkopulasi di saluran cerna
selanjutnya cacing betina memproduksi telur yang akan dikeluarkan bersama dengan feses
manusia. Pematangan telur menjadi larva terutama terjadi pada lingkungan pedesaan dengan
tanah liat dan lembab dengan suhu antara 23-33oC. Penularan A. Duodenale selain terjadi
melalui penetrasi kulit juga melalui jalur orofekal, akibat kontaminasi feses pada makanan.
Didapatkan juga bentuk penularan melalui hewan vektor (zoonosis) seperti pada anjing yang
menularkan A. brazilienze dan A. caninum. Hewan kucing dan anjing juga menularkan A.
ceylanicum. Jenis cacing yang yang ditularkan melalui hewan vektor tersebut tidak
mengalami maturasi dalam usus manusia. Cacing
N. americanus
dewasa dapat
memproduksi 5.000 - 10.000 telur/hari dan masa hidup cacing ini mencapai 3-5 tahun,
sedangkan A. duodenale menghasilkan 10.000-30.000 telur/hari, dengan masa hidup sekitar 1
tahun. Manusia merupakan satu-satunya hospes definitive. Telur yang infektif
keluar
bersama tinja penderita. Di dalam tanah, dalam waktu 2 hari menetas menjadi larva filariform
yang infektif. Kemudian larva filaform menembus kulit lalu memasuki pembuluh darah dan
jantung kemudian akan mencapai paru-paru. Setelah melewati bronkus dan trakea, larva
masuk ke laring dan faring akhirnya masuk ke usus halus dan tumbuh menjadi dewasa dalam
waktu 4 minggu.
KESIMPULAN
Mrs. Mona menderita anemia defisiensi besi akibat infestasi Hookworm dan
excessive menstruation (perimenopouse menorrhagic).
68
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC
Berman, Audrey, dkk. 2003. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb, Ed
5. Jakarta: EGC.
Delp & Manning. 1986. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC.
Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine Seventeenth
Edition. United States: McGraw-Hill Companies, Inc.
69
Fischbach, Frances dan Marshall B. Dunning III. 2009. A Manual of Laboratory and
Diagnostic Test 8th ed. Wisconsin: Lippincott Williams & Wilkins
Gandahusada, S.; Illahude, H.D. dan Pribadi, W. (2004). Parasitologi Kedokteran.
Jakarta : Penerbit FKUI.Gercia, L.S. and Bruckner, D.A. (1998). Diagnostic Medical
Parasitology: Intestinal Nematode. Elsiever : Science Publishing Co. Inc.
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Jakarta : EGC.
Hadidjaja, P. et al (1996). The Effect of Ascariosisi Treatment and Health Education an
the Cognitive Function on Primary School Children. Medical Jurnal Indonesia. Vol. 5 (189194). Jakarta.
Katzung, Bertram G. 2004. Basic & Clinical Pharmacology, Ninth Edition. San
Francissco: McGraw-Hill Companies, Inc.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muray,Robert K. et all.2006. Biokimia Harper. Jakarta: EGC
Nelson, M. ; Bakaliou, F. and Trivedi, A. (2001). Iron-deficiency Anemia and Physical
Performance in Adolescent Girls from Different Ethnic Backgrouns. British Journal of
Nuttition, 72 (1-6).
Nugraha, 2004. Nematoda parasit ancaman serius yang sering diabaikan petani. Artikel
Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.Onggowaluyo, J. 2001.
Permono, Bambang, dkk. 2005. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.
Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC.
http://medicalsnote.blogspot.com/2012/07/anemia-defisiensi-besi.html
http://www.slideshare.net/GabriellaJermia/anemia-mikrositik-hipokrom
70