Anda di halaman 1dari 29

BAB II

GAMBARAN UMUM APOTEK

A. Pengertian
Apotek

merupakan

suatu

tempat

tertentu,

tempat

dilakukanya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan


farmasi kepada masyarakat. Namun terdapat definisi lain dari
PP RI No. 51 tahun 2009 mengenai apotek, yaitu apotek
merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker (Syamsuni, 2006).
Apoteker menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan
telah

mengucapkan

sumpah

berdasarkan

peraturan

perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan


kefarmasian

di

Indonesia

kefarmasian

yang

sebagai

dilakukan

oleh

apoteker.
apoteker

Pelayanan
di

apotek

merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung


profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasiannya
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Tenaga Teknis Kefarmasian Menurut PP RI No. 51 Tahun
2009

adalah

tenaga

yang

membantu

apoteker

dalam

menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana


Farmasi,

Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga

Menengah Farmasi.
B. Struktur Organisasi
Struktur
organisasi

adalah

suatu

bagan

yang

menggambarkan tentang fungsi masing masing orang dalam


suatu organisasi. Struktur organisasi haruslah tersusun secara
sistematis, dimana apotek dipimpin oleh seorang apoteker dan

dibantu oleh karyawan karyawan yang lainnya, yang6


mempunyai tugas dan tanggung jawab masing masing yang
telah teroganisir
dengan baik, sehingga

dapat

memberikan

pelayanan

kesehatan yang optimal terhadap masyarakat. Struktur organisasi


didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan nama organisasi
dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan
pola tetap hubungan-hubungan diantara 5fungsi-fungsi bagian-bagian, maupun
orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, dan tanggung jawab yang
berbeda dalam suatu organisasi. Pelaksanaan proses pengorganisasian yang
sukses akan membuat suatu organisasi mencapai tujuanya. Proses ini akan
tercermin pada struktur organisasi, yang mencangkup aspek-aspek penting
organisasi dan proses pengorganisasian (Moh Anief, 2008).

Pemilik Sarana Apotek


(PSA)

Apoteker
Pengelola Apotek
(APA)

Apoteker
Pendamping
Juru
Resep
Tenaga Teknis
Kefarmasian

Administra
si

Tata
Usaha

Petugas
Gudang

Bendaha
ra

Karyawa
n
Pembant

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Apotek


Pelaksanaan pelayanan di Apotek sehari-hari menjadi
tanggung jawab oleh seluruh karyawan yang bekerja di apotek
dengan tugas dan tanggung jawab
Diantaranya :

yang berbeda-beda.

1. Pemilik Sarana Apotek (PSA ) , mempunyai tugas :


a. Bekerjasama dengan Apoteker dalam menentukan
7
anggaran biaya bagi
keperluan Apotek serta mengadakan kontrol terhadap
jalannya Apotek.
b. Memimpin dan mengatur kerja di apotek.
c. Memberi pengarahan kepada Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian.
d. Memberikan modal untuk membeli persediaan obat.
e. Mengontrol sistem keuangan di apotek secara rutin.
2. Apoteker Pengelola Apotek (APA), mempunyai tugas :
a. Memimpin seluruh kegiatan Apotek, termasuk mengelola
kegiatan pelayanan kefarmasian dan mengawasi jalannya
kerja karyawan serta pembagian tugas sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Menyusun dan meneliti rencana

kebutuhan

yang

diperlukan untuk menyediakan obat-obatan dan alat


kesehatan.
c. Melakukan pemesanan atau order obat.
3. Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK), mempunyai tugas:
a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai dengan yang
ditugaskan oleh Apoteker.
b. Membantu
apoteker
dalam

kegiatan

penyaluran

perbekalan farmasi.
c. Membantu apoteker untuk menyetok obat tiap bulan.
d. Memberikan pelayanan kefarmasian baik obat resep
maupun non resep.
e. Peracikan sediaan obat dalam resep.
4. Administrasi, mempunyai tugas :
a. Membuat laporan harian, bulanan

serta

tahunan

mengenai pengeluaran dan pemasukan barang.


b. Mengadministrasi keuangan yang masuk dan keluar.
c. Meneliti catatan pembelian, hasil penjualan serta tagihan.
5. Petugas Gudang, mempunyai tugas :
a. Melakukan pengontrolan barang setiap hari untuk
dilaporkan pada apoteker.
b. Membantu TTK dalam penyiapan pendistribusian barang.

c. Membantu TTK dalam penyimpanan barang yang baru


8

datang.

C. Tugas dan Fungsi Apotek


Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek
adalah:
1 Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
2 Sarana yang digunakan untuk melakukan

Pekerjaan

Kefarmasian.
3 Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi
sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
4 Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas

resep

dokter,

pelayanan

informasi

obat,

serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.


D. Persyaratan Pendirian Apotek
Berdasarkan KepMenKes No.1332/MenKes/SK/X/2002 syarat
yang harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan izin
apotek antara lain:
1. Salinan/Foto copy Surat Izin Kerja Apoteker.
2. Salinan/Foto copy Kartu Tanda Penduduk.
3. Salinan/Foto copy denah bangunan.
4. Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk akte
hak milik/sewa/kontrak.
5. Daftar Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama,
alamat, tanggal lulus dan SIK.
6. Asli dan salinan/Foto copy

daftar

terperinci

alat

perlengkapan apotek.
7. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotek bahwa
tidak bekerja tetap pada perusahaan Farmasi lain dan tidak
menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain.

8. Asli dan salinan/Foto copy Surat Izin atasan bagi PNS,


anggota ABRI dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya Akte
Perjanjian Kerjasama Apoteker Pengelola Apotek dengan
Pemilik Sarana Apotek.
9. Surat Pernyataan PSA tidak terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang obat.
10. NPWP (Nomor Pajak Wajib Pajak).
11. Rekomendasi IAI.
E. Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Menurut KepMenKes No. 1332 tahun 2002 pasal 4 ayat 2
bahwa wewenang pemberian izin apotek dilimpahkan oleh
Menteri kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Oleh
karena itu, tata cara permohonan izin apotek tidak lagi
didasarkan pada PerMenKes No. 922 tahun 1993, namun telah
disesuaikan menurut pasal 7 KepMenKes No. 922 tahun 1993,
yaitu sebagai berikut:
1. Permohonan izin apotek ditujukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh
formulir model APT-1.
2. Dengan menggunakan

formulir

APT-2,

Kepala

Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari kerja


setelah menerima permohonan, dapat meminta bantuan
teknis

kepada

Kepala

Balai

POM

untuk

melakukan

pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk


melakukan kegiatan.
3. Selambat-lambatnya 6 hari setelah permintaan bantuan
teknis

dari

Kesehatan
melaporkan

Kepala

Dinas

Kabupaten/Kota
hasil

Kabupaten/Kota,
atau

pemeriksaan

Kepala

Tim

Dinas

Balai

POM

setempat

dengan

menggunakan contoh formulir APT-3.


4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
2 dan 3 tidak dilaksanakan, Apoteker pemohon dapat
membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan


kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menggunakan
contoh formulir APT-4.
5. Dalam jangka waktu 12 hari setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 4, Kepala
10
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan
Surat Izin Apotek dengan menggunakan contoh formulir APT
-5.
6. Dalam

hal

pemeriksaan

tim

Kabupaten/Kota atau Kepala Balai

Dinas

Kesehatan

POM dimaksud ayat 3

masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota
mengeluarkan

setempat
Surat

dalam

Penundaan

waktu
dengan

12

hari

kerja

menggunakan

contoh formulir APT-6.


7. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 6, Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi
persyaratan

yang

belum

dipenuhi

selambat-lambatnya

dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal penundaan.


F. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
1. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali
oleh masyarakat.
2. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas
tertulis kata apotek.
3. Apotek harus dengan

mudah

diakses

oleh

anggota

masyarakat.
4. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk
lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan intregitas dan
kualitas

produk

serta

mengurangi

resiko

kesalahan

penyerahan.
5. Masyarakat diberi akses secara langsung dan mudah oleh
apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.

6. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, apotek


harus bebas dari hewan pengerat, serangga.
7. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk
lemari pendingin.
8. Apotek harus mempunyai :
a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b. Tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur/materi informasi.
c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang11
dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk
menyimpan catatan medikasi pasien.
d. Ruang racikan
e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun
pasien.
f. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rakrak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang
tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan
cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi
ruangan

dengan

temperatur

yang

telah

ditetapkan

(Anonim, 2004).
Sebaiknya lokasi apotek berada di :
1.
2.
3.
4.

Daerah
Daerah
Daerah
Daerah

yang
yang
yang
yang

ramai.
berdekatan dengan rumah sakit.
sekitarnya ada beberapa dokter yang praktek.
mudah dijangkau, dicapai oleh masyarakat dan

banyak kendaraan.
5. Daerah yang cukup padat penduduknya dan cukup mampu.
6. Perlu dipertimbangkan segi pemerataan dan pelayanan
kesehatan, jumlah dan kondisi ekonomi penduduk, jumlah
dokter, sarana pelayanan kesehatan, hygiene lingkungan,
keamanan dan kemudahan dijangkau.
7. Daerah yang mudah dijangkau, dicapai oleh masyarakat dan
banyak kendaraan.
8. Daerah yang cukup padat penduduknya dan cukup mampu.
G. Sarana dan prasarana

1 Berdasarkan KepMenKes No.1332/MenKes/SK/X2002 tentang


persyaratan Apotek antara lain:
a. Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
Penerangan yang cukup.
b. Alat pemadam kebakaran minimal 2 buah yang berfungsi
baik.
c. Papan nama dari papan/seng/bahan lain pada bagian
muka apotek (min. 60 cm x 40 cm dengan tinggi huruf 5
cm dan tebal 55 cm) dan harus memuat nama Apotek,
nama APA, nomor SIA, alamat apotek dengan nomor
12
telepon bila ada.
2 Perlengkapan
a. Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat, seperti:
timbangan, mortir, gelas piala dan sebagainya.
b. Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus,
seperti: etiket, wadah pengemas dan pembungkus untuk
penyerahan obat.
c. Perlengkapan dan

tempat

penyimpanan

perbekalan

farmasi seperti lemari dan rak untuk penyimpanan obat,


lemari pendingin, lemari untuk penyimpanan narkotika
dan psikotropika.
d. Alat administrasi seperti blanko Pembuatan , pengolahan,
peracikan,

pengubahan

bentuk,

pencampuran,

penyimpanan, penyerahan obat dan bahan obat.


e. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan
perbekalan farmasi lainnya.
f. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang
meliputi:
1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan
lainnya yang diberikan kepada Dokter dan tenaga
kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai
khasiat, keamanan, bahaya.

g. Pemesanan obat, kartu stok obat, faktur, nota penjualan,


salinan resep, alat tulis dan sebagainya.
h. Pustaka, seperti Farmakope edisi terbaru dan kumpulan
peraturan

perundang-undangan

serta

buku-buku

penunjang lain yang berhubungan dengan apotek


3 Bangunan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia

No.922/Menkes/Per/X/1993,

luas

apotek

tidak

diatur lagi, namun harus memenuhi persyaratan teknis,


sehingga pelaksanaan tugas dan fungsi serta kegiatan
pemeliharaan
Persyaratan

perbekalan
teknis

apotek

farmasi

dapat

berdasarkan

terjamin.

Permenkes

RI13

No.922/Menkes/Per/X/1993 adalah
a. Terdiri dari beberapa ruangan yaitu
1) Ruang administrasi/ruang Apoteker.
2) Ruang racikan dan penyerahan obat.
3) Ruang tunggu.
4) Ruang penyimpanan obat.
5) Ruang laboratorium pengujian sederhana.
6) Tempat pencucian alat.
7) Toilet.
b. Bangunan apotek harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Atap dari genting/bahan lain dan tidak boleh bocor.
2) Dinding harus kuat dan tahan air, permukaan dalam
harus

rata

tidak mudah mengelupas

dan mudah

dibersihkan.
3) Langit-langit terbuat dari bahan yang tidak mudah
rusak dan berwarna terang.
4) Lantai dari ubin dan tidak boleh lembab.
5) Harus berventilasi dan mempunyai sistem sirkulasi baik.
H. Penggolongan Obat
1 Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep
dokter yang dijual bebas dipasaran. Tanda khusus pada

kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau


dengan garis tepi berwarna hitam.

Gambar 2.2 Tanda khusus obat bebas


14
Pada umumnya obat-obat tersebut dapat diperoleh
dari PBF dan pengelolaannya dilakukan di Apotek sendiri.
Adanya obat yang kadaluarsa biasanya dapat diretur atau
dikembalikan bila sebelumnya ada perjanjian dengan PBF,
bila tidak ada perjanjian obat kadaluarsa dimusnahkan.
2 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya
termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli
bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat
bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam.

Gambar 2.3 Tanda khusus obat bebas terbatas


Tanda peringatan (P) tersebut berupa tanda segi
empat berukuran 5 cm x 2 cm warna hitam dengan tulisan
putih, yang memuat:
a. P1 : Awas! Obat Keras, baca aturan pakainya.
Contoh: - Benadryl tablet = Difenhidramin

tablet,

maximum 10 tablet @ 50mg.


b. P2 : Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur. Jangan Ditelan
!

Contoh: Gargarisma Kan, Garglin.


c. P3 : Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan.
Contoh: - Obat luka: Iodium tinctuur.
P4 : Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
Contoh: Asma sigaret
d. P5 : Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan.
Contoh: Sulfanilamid puyer steril 5 g
e. P6 : Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan.
Contoh: Suppositoria antihemoroid, Microlax.
Golongan obat ini biasanya digunakan untuk mengobati
15
penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita
sendiri.
3 Obat Wajib Apotek
Merupakan obat keras yang dapat diserahkan oleh
Apoteker kepada pasien di Apotek tanpa resep dokter. OWA
dibagi menjadi 3 :
a OWA

No.1,

contoh

salbutamol,

asam mefenamat,

mikonazol nitrat.
b OWA No.2, contoh : ibuprofen.
c OWA No.3, contoh : ranitidine, piroksikam.
4 Obat Keras
Obat

keras

disebut

dengan

obat

daftar

(Gevaarlijk=berbahaya) yaitu obat yang berkhasiat keras


yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter
(Haris, 2004). Pengecualian untuk

OWA yaitu obat-obatan

dari golongan obat keras dan berdasarkan pasal 18 ayat 1


PerMenKes No 922/Men.Kes/Per/X/1993 tentang ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Apoteker Pengelola
Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti
diizinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai
Obat Wajib Apotek tanpa resep.

Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K


dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.

Gambar 2.4 Tanda khusus obat keras


5 Psikotropika
Menurut UU No. 5 tahun 1997, Psikotropika adalah
zat

atau

obat,

baik

alamiah

maupun

sintetis

bukan

Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh


selektif pada susunan saraf pusat (SSP) yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pemesanan Psikotropika menurut UU No. 5 tahun
1997 menggunakan surat pesanan khusus oleh apotek
kepada PBF. Penyerahan Psikotropika dari Apotek hanya
dapat dilakukan kepada Apotek lain, rumah sakit, balai
pengobatan,

puskesmas

dokter,

dan

pelayanan

resep

dokter. Penyimpanan obat-obat ini diletakkan tersendiri


dalam rak atau lemari khusus seperti halnya obat golongan
Narkotika. Buku catatan pengelolaan Psikotropika dipisahkan
dengan buku pengelolaan obat lain. Buku tersebut berisi
nomor, tanggal, nama sediaan,

persediaan awal, jumlah

pemasukan, sisa akhir, bulan, nama dan alamat pasien,


dokter penulis resep dan keterangan.
Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997 Apotek wajib
membuat dan menyimpan cacatan mengenai kegiatan yang
dilakukan

berhubungan

dengan

Psikotropika

kemudian

dilaporkan kepada MENKES secara berkala satu tahun sekali.


Menurut

UU

pemusnahan

No.

tahun

Psikotropika

1997

menyebutkan

dilakukan

bila

bahwa

berhubungan

16

dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar


dan persyaratan yang berlaku, sudah kadaluarsa dan tidak
memenuhi syarat-syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan

atau

kepentingan

ilmu

pengetahuan.

Pemusnahan Psikotropika wajib dibuat berita acara dan


disaksikan oleh pejabat yang ditujukan dalam waktu tujuh
hari setelah mendapat kepastian.
Obat Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan.
Contoh : Meskalin.
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan

serta

mempunyai

potensi

kuat

mengakibatkan sindroma ketergantungan.


17
Contoh: Amfetamin, metakualon, fenobarbital.
c. Psikotropika Golongan III Psikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Siklobarbital, Flunitrazepam.
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan

serta

mempunyai

potensi

ringan

mengakibatkan sindroma ketergantungan.


Contoh : Nitrazepam, Bromazepam, Aprazolam.
6 Narkotika
Menurut UU No. 22 tahun 1997 Narkotika adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,


mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.

2.5 Tanda khusus obat narkotika.


Menurut UU No.22 tahun 1997, obat Narkotika dibedakan
menjadi 3 golongan yaitu:
a. Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat
digunakan

untuk

tujuan

pengembangan

ilmu

pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta


mempunyai

potensi

ketergantungan.
Contoh : tanaman

sangat
Papaver

tinggi

mengakibatkan

somniferum,

L;

Opium

mentah/masak; Tanaman Koka, Tanaman ganja; Kokain


mentah.
b. Narkotika

Golongan

II

Narkotika

yang

berkhasiat
18
pengobatan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan

serta

potensi

tinggi

mengakibatkan

ketergantungan. Contoh : Opium, Morfina.


c. Narkotika Golongan III : Narkotika yang

berkhasiat

pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau


tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Kodein, Doveri, Etil morfina, Dihidrokodeina, dll.
Pengelolaan

Narkotika

meliputi

pemesanan,

penyimpanan, pelaporan, pelayanan resep, pemusnahan


resep dan pemusnahan Narkotika. Pemesanan Narkotika

dilakukan melalui PBF yang ditunjuk DepKes yaitu Kimia


Farma, pemesanan menggunakan surat pesanan Narkotika
rangkap lima dan ditandatangani oleh APA dilengkapi
dengan nomor SIK serta stempel Apotek. Satu arsip untuk
Apotek

dan

sisanya

untuk

PBF.

Selanjutnya

PBF

mengirimkannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota,


Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah dan Balai Pengawasan
Obat dan Makanan Semarang.
Menurut PerMenKes No.28/MenKes/Per/1987 tentang
Tata

Cara

Penyimpanan

Narkotika

pasal

dan

menyebutkan bahwa Apotek harus memiliki tempat khusus


untuk menyimpan narkotika yang memenuhi persyaratan
yaitu:
a Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang
kuat.
b Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.
c Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan.
Bagian 1 digunakan untuk menyimpan morfin, petidin,
dan garam-garamnya serta persediaan Narkotika. Bagian
2 digunakan untuk menyimpan Narkotika yang digunakan
sehari-hari.
d Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran
lebih kurang 40 x 80 x 100 cm 3, lemari tersebut harus
dibuat pada tembok atau lantai.
e Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan
19
bahan lain selain Narkotika, kecuali ditentukan oleh
MENKES Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh
f

pegawai yang diberi kuasa.


Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan
yang tidak diketahui oleh umum.
Pelayanan resep yang mengandung narkotika (Menurut

UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika) :

a Narkotika

hanya

digunakan

untuk

kepentingan

pengobatan dan ilmu pengetahuan.


b Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk
pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.
c Apotek dilarang mengulangi menyerahkan Narkotika atas
dasar salinan resep dokter.
Pemusnahan Narkotika

yang

rusak

diatur

dalam

PerMenKes RI No. 28/MenKes/Per/I/1978, dimana APA dan


dokter dapat memusnahkan Narkotika yang rusak dan tidak
memenuhi syarat lagi. Pemusnahan Narkotika yang rusak
disaksikan oleh perwakilan dari petugas Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan untuk importir, pabrik
farmasi dan pergudangan obat. Petugas kantor Dinas
Kesehatan sebagai saksi untuk pedagang farmasi penyalur
Narkotika, lembaga dan unit perdagangan farmasi.
I. Peraturan Per UU di bidang Apotek
Dimulai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP)
No. 20 tahun 1995 tentang Pengelolaan Apotek dan Perizinan
Apotek, kemudian di sempurnakan dalam PP No. 25 tahun
1980, beserta petunjuk pelaksaannya dalam Peraturan Menteri
Kesehatan No. 26 tahun 1981 dan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan

No.

178

tentang

Ketentuan

dan

Tata

Cara

Pengelolaan Apotek. Peraturan yang terakhir berlaku sampai


sekarang

adalah

Keputusan

1332/MenKes/SK/X/2002

yang

Menteri

Kesehatan

memberikan

No.

beberapa

keleluasaan kepada apotek untuk dapat meningkatkan derajat


kesehatan

yang

optimal.

Mengenai

ketenagakerjaan

kefarmasian diatur pada Peraturan Pemerintah N0. 51 tahun


2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

20

Ketentuan-ketentuan
perapotekan

sesuai

umum

Keputusan

yang

berlaku

Menteri

tentang

Kesehatan

No.

1332/MenKes/SK/X/2002 adalah sebagai berikut:


1 Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, mereka yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia
sebagai Apoteker.
2 Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker/Apoteker bekerja sama dengan Pemilik
Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek di
suatu tempat tertentu.
3 Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang
sudah diberi Surat Izin Apotek.
4 Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di
Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan atau
menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka
apotek.
5 Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan
APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3
bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja
dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek lain.
6 Asisten Apoteker
adalah mereka yang berdasarkan
peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku

berhak

melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.


Dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek,
Apoteker

Pengelola

Apotek

dibantu

oleh

Tenaga

Teknis

Kefarmasian yang telah memiliki Surat Ijin Kerja, Keputusan


Menteri

Kesehatan

No.

679/MenKes/SK/X/2003,

registrasi dan ijin kerja Tenaga Kefarmasian :


Tenaga Teknis Kefarmasian adalah
membantu

Apoteker

dalam

tentang

tenaga

menjalankan

yang

pekerjaan

kefarmasian, yang terdiri sarjana farmasi, ahli madya farmasi,

21

analis farmasi dan tenaga menengah farmasi.

Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian


adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah diregistrasi.
Surat Ijin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian adalah surat
izin praktik yang diberikan kepada Tenaga Teknis Kefarmasian
untuk dapat melaksanakan

pekerjaan kefarmasian pada

fasilitas kefarmasian.
Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian antara lain industri farmasi
termasuk industri obat tradisional dan kosmetik, apotek dan
toko obat.
J. Pengelolaan
Pengelolaan apotek adalah segala upaya dan kegiatan
yang dilakukan oleh seorang apoteker pengelola apotek dalam
rangka tugas dan fungsi apotek yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian.
Sesuai

PERMENKES

RI

No.

pengelolaan apotek, meliputi


1 Bidang pelayanan kefarmasian.
Pengelolaan apotek di bidang

26/Per.Menkes/Per/I/1981

pelayanan

kefarmasian

meliputi :
a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran,

penyimpanan,

penyerahan

obat

dan

bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan
perbekalan farmasi lainnya.
c. Informasi mengenai perbekalan kesehatan di bidang
farmasi meliputi:
1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan
lainnya yang diberikan kepada Dokter dan tenaga
kesehatan lainya maupun kepada masyarakat.

2) Pengamatan

dan

pelaporan

informasi

mengenai

khasiat, keamanan, bahaya, mutu obat dan perbekalan


farmasi lainnya.
2 Bidang material.
Pengelolaan apotek di bidang material meliputi
a. Penyediaan,
penyimpanan,
penyerahan

22
perbekalan

farmasi yang bermutu baik, dan keabsahannya terjamin.


b. Penyediaan, penyimpanan, pemakaian barang non
perbekalan farmasi, misalnya rak obat, lemari, meja kursi
pengunjung apotek, mesin register, dan sebagainya.
3 Bidang administrasi dan keuangan.
Pengelolaan apotek di bidang administrasi dan
keuangan meliputi pengelolaan, pencatatan uang, barang
secara tertib, teratur, dab berorientasi bisnis. Tertib dalam
arti

disiplin,

mentaati

peraturan

pemerintah

termasuk

undang-undang farmasi. Teratur dalam arti arus masuk dan


keluarnya uang maupun barang dicatat dalam pembukuan
sesuai manajemen akuntasi maupun manajemen keuangan.
Berorientasi bisnis artinya tidak lepas dari usaha dagang
dan harus mendapatkan untung dalam batas-batas aturan
yang berlaku dan apotik bisa berkembang.
4 Bidang ketenagaan.
Pengelolaan apotek di bidang ketenagaan meliputi
pembinaan,

pengawasan,

pemberian

intensif,

maupun

pemberian sanksi terhadap karyawan apotek agar timbul


kegairahan,

ketenangan

kerja,

dan

kepastian

masa

depannya.
5 Bidang lainnya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi
apotek.
Pengelolaan apotek di bidang lainnya berkaitan dengan
tugas dan fungsi apotek meliputi pengelolaan dan penataan
bangunan

ruang

tunggu,

ruang

peracikan,

ruang

penyimpanan,ruang penyerahan obat, ruang administrasi

dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, dan toilet


(Syamsuni, 2006).
K. Resep
Merupakan permintaan tertulis dari seorang Dokter kepada
Apoteker untuk membuat atau menyerahkan obat kepada
23
pasien. Yang berhak menulis resep ialah
1.
2.
3.

Dokter .
Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.
Dokter hewan, terbatas pengobatan untuk hewan.
Resep harus ditulis jelas dan lengkap, apabila resep tidak
dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus
menanyakan kepada dokter penulis resep. Dalam resep harus
memuat:

1. Nama, alamat dan nomer izin praktek Dokter, Dokter gigi


dan Dokter hewan.
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama
setiap obat atau komposisi obat.
4. Aturan pemakaian obat yang tertulis.
5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
Copy resep merupakan salinan tertulis dari suatu resep (istilah
lainnya apograph, exemplum atau afschrift). Selain itu salinan
resep harus memuat
1.
2.
3.
4.

Nama
Nama
Tanda
Tanda

dan alamat apotek.


dan nomor S.I.K. apoteker pengelola apotek.
tangan atau paraf apoteker pengelola apotek.
det = detur untuk obat yang sudah diserahkan, atau

tanda ne det = ne detur untuk obat yang belum diserahkan.


5. Nomer resep dan tanggal pembuatan.
Pengelolaan resep yang telah dikerjakan :
1. Resep yang telah dibuat disimpan menurut urutan tanggal
dan nomer penerimaan/ pembuatan resep.

2. Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari


resep lainnya, tandai garis merah di bawah nama obatnya.
3. Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat
dimusnahkan dan cara pemusnahannya adalah dengan cara
dibakar atau dengan cara lain yang memadai.
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker pengelola
24
bersama dengan petugas apotek. Pemusnahan resep harus
dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang
telah ditentukan dalam rangkap empat dan ditandatangani
oleh apoteker pengelola apotek. Berita acara pemusnahan
ini harus disebutkan ( Syamsuni, 2006).
a. Hari dan tanggal pemusnahan.
b. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep.
c. Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram.
L. Pelayanan apotek
Pelayanan kefarmasian yang perlu dilakukan di apotek adalah
1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter
hewan. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab
apoteker pengelola apotek.
2. Apotek wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab
dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat
generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten.
Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis
di dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter
untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
3. Apoteker wajib memberikan informasi :
a. Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan
kepada pasien.
b. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas
permintaan masyarakat.
5. Apabila apoteker menganggap resep keliru, maka apoteker
harus memberitahukan kepada dokter penulisan resep. Bila

dokter tetep pada pendiriannya, dokter wajib membubuhkan


tanda tangan di atas resep.
6. Salinan resep ditandatangani oleh apoteker.
7. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotik dengan
jangka waktu 3 tahun.
8. Apotek dapat ditutup pada hari-hari libur libur resmi atau
libur

keagamaan

setelah

mendapat

persetujuan

dari
25
Kakanwil Depkes setempat atau Kadinkes setempat atau
pejabat lain yang berwenang.
M. Manajemen
Suatu proses yang dilakukan oleh mendapatkan pelayanan
optimal, meliputi (Anonim, 1990).
1 Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi
obat

dan

menentukan

jumlah

obat

dalam

rangka

pengadaan. Seleksi dan perencanaan meliputi kegiatan


pemilihan jenis dan penetapan atau perhitungan jumlah
obat dalam rangka pengadaan dengan metode perhitungan
yang telah ditetapkan.
Tujuan dari perencanaan adalah untuk mendapatkan :
a. Mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai
kebutuhan.
b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Kegiatan seleksi dan perencanaan meliputi :
a. Menentukan

atau

merencanakan

jenis

obat

yang

diperlukan untuk periode pengadaan yang akan datang.


b. Menentukan obat yang harus dibeli.
Cara untuk mengevaluasi perencanaan yaitu :
a. Analisis ABC (Prinsip pareto)
Mengukur permintaan tahunan setiap item persediaan
yang digunakan dengan setiap unit biaya.
1) Klasifikasi A

15% item dari total persediaan menunjukkan 70-80%


dari total biaya persediaan (menunjukkan volume
besaran tahunan yang tinggi).
2) Klasifikasi B
30% item dari total persediaan menunjukkan 15-25%
dari total biaya persediaan (menunjukkan volume
besaran tahunan yang medium).
3) Klasifikasi C
55% dari total persediaan menunjukkan 5% dari total
26
biaya persediaan (menunjukkan volume besaran
tahunan yang rendah).
b. Analisa VEN (Vital, Esensial, dan non Esensial)
Menunjukkan prioritas kebutuhan suatu jenis obat dan
apakah suatu jenis obat vital (harus tersedia), esensial
(perlu tersedia), atau non esensial (tidak ada juga tidak
apa-apa).
1) Obat vital
Untuk menyelamatkan kehidupan (life saving drugs),
bila tidak tersedia akan meningkatkan resiko kematian.
Contoh : adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung.
2) Obat esensial
Obat terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit
atau mengurangi penderitaan.
Contoh : antibiotik, obat gastrointestinal, NSAID
3) Obat non esensial
Obat yang digunakan untuk penyakit yang sembuh
sendiri

(self

limiting

diseases),

obat

diragukan

manfaatnya, obat yang mahal namun tidak mempunyai


kelebihan manfaat dibandingkan obat jenisnya.
Contoh : vitamin, suplemen.
c. TOR (Turn Over Ratio)
TOR

Cost

of

good

sold

(harga

pokok

penjualan)
Inventory value (nilai persediaan)

Bila TOR rendah maka berarti masih banyak stok


yang belum terjual yang akan

menghambat aliran kas

yang akan berpengaruh terhadap keuntungan.Bila TOR


semakin tinggi maka pengelolaan persediaan barang
semakin efisien.
2 Pengadaan
Pengadaan barang dilakukan untuk menyediakan obat
27
dengan jenis dan jumlah yang tepat, dengan mutu yang
tinggi serta waktu yang tepat.
Yang perlu diperhatikan dalam pengadaan barang yaitu:
a. Pemilihan PBF.
b. Penulisan surat pesanan barang atau kontrak hingga surat
tersebut diterima oleh PBF sampai item dan jumlah item
berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.
c. Harga barang.
d. Penyimpanan barang.
e. Stock obat.
Metode-metode yang digunakan dalam tahap pengadaan
adalah :
a. Metode morbiditas, dasar perhitungan adalah jumlah
kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan
(morbidity load) yang harus dilayani.
b. Metode
konsumsi
adalah
perhitungan

kebutuhan

didasarkan pada data riil konsumsi obat periode yang lalu.


Ada beberapa macam konsumsi yaitu :
1 One bin system, dimana pengadaan perbekalan farmasi
dilakukan jika persediaan benar-benar sudah habis.
2 Two bin system, dimana pengadaan perbekalan farmasi
dilakukan jika persediaan cadangan telah dikeluarkan
untuk mengganti barang yang telah keluar pada bagian
distribusi.
3 Fixed Order

Quantity

System,

yaitu

setiap

kali

pengadaan dilakukan dengan jumlah yang sama.


4 Fixed Order Periode System, pengadaan dilakukan pada
interval yang tetap.

5 Economic Order Quantity, pengadaan dilakukan dengan


jumlah pemesanan, harga barang per unit dan jumlah
yang dibutuhkan serta biaya penyimpanan.
6 Economic Order Interval, dimana pengadaan barang
dilakukan pada interval - interval waktu tertentu yang
dianggap paling ekonomis.

c. Metode gabungan (kombinasi)


Direncanakan berdasarkan

28

barang

yang

banyak

dikeluarkan dan epidemiologi penyakit pada periode saat


itu. Metode ini untuk menutupi kelemahan kedua metode
diatas. Metode kombinasi berupa perhitungan kebutuhan
obat atau alkes yang mana telah mempunyai data
konsumsi yang mantap namun kasus penyakit cenderung
berubah (naik atau turun). Metode kombinasi digunakan
untuk mengikuti perkembangan perubahan pola penyakit
dan perubahan- perubahan terkait dan secara terus
menerus melakukan analisis data. Gabungan perhitungan
metode konsumsi dengan koreksi

epidemiologi yang

sudah dihitung dengan suatu prediksi (boleh prosentase


kenaikan kasus atau analisa trend). Koreksi

tersebut

dapat berupa penambahan bila kasus epidemiologi naik,


berupa pengurangan bila kasus epidemiologi turun.
3 Penerimaan
Selang satu atau dua hari barang yang dipesan akan
datang dan disertai dengan faktur pembelian. Ketika barang
datang, Apoteker maupun Tenaga Teknis Kefarmasian harus
segera mengecek faktur dan surat pesanan serta memeriksa
kesesuaian

barang

yang

dipesan.

datang dilakukan dengan cara :

Pengecekan

barang

a.Mencocokan nama barang, nomor batch, jumlah barang,


harga barang, tanggal expired date dengan keterangan
yang tertera pada surat pesanan dan faktur.
b. Setelah semua barang sesuai dengan pesanan maka
faktur diparaf dan distempel. Namun apabila terjadi
ketidaksesuaian barang, maka pihak apotek meretur
barang tersebut disertai dengan bukti returnya.
c.Faktur asli diberikan kepada ke PBF, sedangkan copyannya
disimpan sebagai arsip apotek.
d. Apabila pembayaran obat sudah lunas faktur asli yang
29
berada di PBF diserahkan ke Apotek.

4 Distribusi
Proses

distribusi

dimulai

sejak

menerima

barang,

pengontrolan, persediaan, penyimpanan sisa barang dan


pengeluaran barang dari gudang.
Tujuan dari proses distribusi yaitu lain :
a. Mempertahankan kualitas obat.
b. Mengoptimalkan manajemen persediaan.
c. Memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang.
d. Mengurangi kerusakan dan kehilangan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Pemakaian yang boros.
b. Tidak ada pedoman pengobatan.
c. Pemberian etiket yang kurang jelas.
d. Pemberian Obat yang kurang rasional.
e. Ketidaktahuan pasien tentang cara penggunaan obat.
f. Informasi penggunaan tidak diberikan kepada pasien.
g. Kemasan tidak memenuhi syarat.
5 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat
dinilai aman. Obat atau bahan obat harus disimpan dalam
wadah asli dari pabrik, dalam hal pengecualian atau darurat
dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus

dicegah tejadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi


yang jelas pada wadah baru sekurang-kurangnya memuat
nomor batch dan tanggal kadaluarsa (Anonim, 2004).
Penyimpanan obat digolongkan menurut :
a.
Bahan baku disusun secara abjad

dan

dipisahkan antara serbuk, cairan, padat dan setengah


padat.
b.

Obat jadi disusun menurut abjad atau menurut


30
nama pabrik atau menurut bentuk sediaannya.
c.
Obat yang mudah rusak atau meleleh pada
suhu kamar disimpan dalam almari pendingin.
d.
Obat
dipisahkan
berdasarkaan
e.

penggolongannya.
Obat narkotika

dan

dalam almari khusus sesuai


28/MenKes/PER/1/1978

psikotropika

disimpan

peraturan MenKes No :
untuk

menghindari

penyalahgunaan obat narkotika.


Untuk menghindari terjadi obat yang sudah Expire
Date (ED) maka obat disusun sesuai metode FIFO (First In
First Out) yaitu barang yang pertama diterima harus
pertama digunakan atau metode FEFO (First Expired First
Out) yaitu barang yang berkadaluwarsa cepat harus keluar
terlebih dahulu.
Tujuan penyimpanan obat antara lain (Anonim, 1990) :
a. Memelihara mutu obat.
b. Menghindari penggunaan obat yang tidak bertanggung
jawab.
c. Menjaga kelangsungan persediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
Tata cara penyimpanan obat-obatan secara umum:
a. Obat disimpan di dalam rak yang telah disediakan.
b. Obat disimpan sesuai dengan urutan abjad, terpisah
untuk obat generik dan paten.
c. Obat disimpan sesuai dengan bentuk sediaan.
d. Obat disimpan sesuai dengan tanggal kadaluarsa

e. Obat narkotika dan obat keras tertentu, disimpan di lemari


khusus

sesuai

peraturan

No:28/MenKes/per/1/1978

MenKes
menghindari31

untuk

penyalahgunaan narkotika
f. Obat yang memerlukan perlakuan khusus, suppositoria,
injeksi, vaksin, disimpan di

lemari

pendingin untuk

memepertahankan kualitas obat.


N. Sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek
harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam
pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
31
baik,

mengambil

keputusan

yang

tepat,

mampu

berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai


pimpinan

dalam

situasi

multidisipliner,

kemampuan

mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier


dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang
untuk meningkatkan pengetahuan (Anonim 2004).
O. Konseling,Informasi dan Edukasi.
1. Konseling.
Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus memberikan
konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan
farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
2. Informasi Obat.
Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus memberikan
informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,
etis, bijaksana. Informasi pada pasien sekurang- kurangnya
meliputi :

pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka

waktu pengobatan,

aktivitas serta makanan dan minuman

yang harus dihindari selama terapi.


3. Edukasi.
Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus berpartisipasi
secara aktif dalam promosi dan edukasi , dengan melakukan
penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lainlainnya.
P. Pemusnahan Obat
Pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan di bidang
farmasi karena rusak, dilarang atau kadaluarsa dilakukan
dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang
ditetapkan Dirjen POM.
Pemusnahan dilakukan dengan cara apoteker pengelola apotik
32
melaporkan tertulis kepada Kakanwil dengan mencantumkan :
1. Nama dan alamat apotek.
2. Nama apoteker pengelola apotek.
3. Perincian obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi
yang akan dimusnahkan.
4. Rencana tanggal dan tempat pemusnahan.
5. Cara pemusnahan.
Pemusnahan
kurangnya

seorang

dilakukan
petugas

oleh
apotek

APA

dan

yang

sekurang-

bersangkutan

disaksikan oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Balai POM


setempat. Pada pemusnahan dibuat berita acara pemusnahan
sesuai petunjuk dalam rangkap lima dan ditandatangani oleh
APA dan petugas Balai POM (Syamsuni, 2006).

Anda mungkin juga menyukai