Abstract
This research describes about conflict of South China Sea and role
of Indonesia. Conflict is unpleasentness or dispute which happen in a
group or more groups. In this world, many conflitcs are found such as
conflict of South China Sea. This conflict is started since 1974, when
China published a map which claims most of the South China Sea region.
South China Sea is the strategic area because it has many
resources and the are claims of Spratly Island and Paracel Island by many
countries they are China, Brunei, Malaysia, the Philippines, Taiwan, and
Vietnam. Indonesia as a country that located in the South China Sea
threatened the stability of the country, although not included in the state to
the dispute. This conflict involves not only the state directly adjacent to the
South China Sea, but also involve the United States.
The role of Indonesia in conflict of South China Sea is diplomacy to
dispute countries. It is encouraging agreement DoC Guidelines of the
South China Sea, although in 6 years no progress due to its unresolved
problems. However, Indonesia still strengthen its diplomacy both in military
diplomacy, in order war is not created.
Key note : Diplomacy, Military, War
PENDAHULUAN
Laut Cina Selatan adalah bagian dari Samudra Pasifik,
membentang dari Selat Malaka dan Singapura di barat daya hingga ke
Selat Taiwan di timur laut. Luas perairan nya mencakup Teluk Siam yang
dibatasi Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia serta Teluk Tonkin
yang dibatasi Vietnam dan China. Bila dilihat dalam tata lautan
internasional, kawasan laut Cina Selatan merupakan kawasan bernilai
ekonomis, politis dan strategis. Kawasan ini menjadi sangat penting
karena kondisi potensi geografisnya maupun potensi sumber daya alam
yang dimilikinya. Wilayah ini meliputi lebih dari 200 pulau kecil, karang,
dan terumbu karang yang sebagian besar berada di Paracel dan Spratly.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=114794&val=5263)
Kawasan Laut Cina Selatan merupakan kawasan strategis yang
bernilai ekonomi karena potensi geografis dan sumber daya alam yang
dimilikinya merupakan jalur pelayaran dan komunikasi internasional serta
jalur lintas laut perdagangan internasional sehingga berpeluang
dieksplorasi dan berpotensi memunculkan persaingan yang ketat dan
konflik terbuka (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, hlm 9).
Setidaknya empat hal yang berkaitan dengan konflik Laut Cina Selatan
yaitu pertama melibatkan Malaysia, Filipina, Vietnam, Brunei, Tiongkok
dan termasuk Indonesia. Kedua, menggunakan instrumen militer untuk
memperkuat klaim masing-masing negara. Ketiga, keterlibatan negaranegara major dalam hal ini Cina dan Amerika. Dan keempat, belum ada
institusi/instrumen sosial yang kredibel dalam menyelesaikan konflik LCS.
Konflik yang terjadi di Laut Cina Selatan melibatkan beberapa
negara di kawasan Asia Tenggara yaitu Vietnam dan Filipina. Sehingga
konflik ini pun mempengaruhi beberapa negara diluar kawasan Asia
Tenggara yaitu Cina dan Amerika Serikat. Kawasan Laut Cina Selatan
yang cukup luas dan berbatasan langsung dengan beberapa negara
membuat Laut Cina Selatan memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan
oleh negara-negara seperti Amerika Serikat dan Cina. Selain karena
ketegangan tumpang tindih klaim antar negara bersengketa yang belum
bisa dihentikan hingga saat ini, ada juga perkembangan mengenai
hubungan antara dua negara anggota ASEAN yaitu Vietnam dan Filipina
dengan Cina.
Gambar : Peta Sumber Energi dan Konflik Laut Cina Selatan (Sumber :
Google)
Ada enam negara pantai yang terlibat dalam konflik ini yaitu China,
Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brune Darussalam. Jika dilihat
dari letak geografisnya Laut Cina Selatan menunjukkan adanya tumpang
laut yang sulit hingga perebutan sumber daya yang terdapat di kawasan
tersebut membuat Indonesia harus berhati-hati jika suatu saat pecah
perang di kawasan tersebut karena Indonesia juga berbatasan dengan
Laut Cina Selatan karena akan mengganggu stabilitas negara.
Bukan hanya harus berhati-hati terhadap konflik Laut Cina Selatan
saja yang menunggu waktu untuk perang, tetapi Indonesia juga di hadapi
dengan arogansi Cina yang bahkan mulai ditakuti oleh Amerika Serikat.
Indonesia memang tidak terlibat di dalam konflik tersebut namun,
beberapa waktu yang lalu Indonesia harus mengambil tindakan atas Cina
yang mengatakan bahwa Natuna yang berada di Kepulauan Riau
merupakan bagian dari Cina berdasarkan nine dashed lines. Hal ini tentu
membuat Indonesia harus bertindak tegas karena jika berdasarkan letak
geografis letak Natuna sangat jauh dari Cina sehingga tidak mungkin
merupakan bagian dari Cina.
Amerika Serikat juga merasa terancam akan Cina yang sudah
mulai memperlihatkan arogansi nya di kawasan Asia, hegemoni Amerika
Serikat bisa saja terganggu dengan kebangkitan Cina yang sudah
memperlihatkan kekuatannya baik di bidang ekonomi, politik dan militer.
Untuk itu lah kebijakan rebalancing Amerika Serikat di Asia Pasifik dibuat.
Dominasi Cina di sekitar Laut Cina Selatan membuat negaranegara yang bersengketa harus waspada, karena bisa saja suatu saat
Cina siap perang demi menguasai Laut Cina Selatan. Indonesia tentunya
juga harus waspada karena tidak ingin stabilitas negara terganggu.
Untuk itu Indonesia harus dapat menggunakan diplomasi nya demi
menjaga keutuhan wilayah dan mempertahankan kedaulatan NKRI, jika
memang diplomasi tidak dapat digunakan maka cara kedua adalah
menggunakan diplomasi militer. Diplomasi militer sendiri buka berarti
penggunaan senjata atau penggunaan militer yang nyata, tetapi hanya
sebagai alat untuk mempengaruhi negara lain seperti melakukan pameran
senjata militer, sehingga negara-negara lain dapat melihat kekuatan militer
sebuah negara itu seperti apa. Agar negara-negara lain juga berpikir
beberapa kali untuk menyerang jika terjadi konflik diantara mereka karena
sudah mengetahui kekuatan militer lawan lebih kuat.
Perang bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, namun untuk saat
ini negara-negara akan berusaha menghindari perang total karena akan
mengakibatkan kerugian yang sangat besar untuk negara. Bukan berarti
tidak ada perang, tetap ada perang namun dalam konteks yang berbeda
seperti perang asimetris, perang proxy dsb.
REFERENSI
Buku Putih Pertahanan Indonesia. 2014. Kementerian Pertahanan
Republik Indonesia
Harini, Setyasih. Kepentingan Nasional Cina dalam Konflik Laut Cina
Selatan. <http://download.portalgaruda.org/article.php?
Article=114794&val=5263>, diakses pada tanggal 30 Desember
2015
Sudira, I Nyoman. Konflik Laut Cina Selatan dan Politik Luar Negeri
Indonesia
ke
Amerika
dan
Eropa
<journal.unpar.ac.id/index.php/.../article/download/1313/1276>,diak
ses pada tanggal 30 Desember 2015
<http://www.setneg.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=3381>, diakses pada tanggal
30 Desember 2015