Anda di halaman 1dari 10

PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN ANTARA REPUBLIK

INDONESIA DENGAN PAPUA NUGINI (RI-PNG)SEBAGAI GARDA


TERDEPAN BAGI KEDAULATAN KEDUA NEGARA
Lizy M. Butarbutar, Irma Sri Rejeki, Yanuar Dwi Anggara
Abstrak
Kawasan perbatasan seringkali dijadikan sebagai garda depan bagi
kedaulatan suatu negara. Namun kurangnya kejelasan ruang atas kawasan
perbatasan, minimnya infrastruktur dasar,kurangnya koordinasi dan sinergi
yang membangun kerjasama antara kementrian/lembaga pemerintah baik
pusat maupun daerah serta kurangnya perhatian pembangunan kawasan
perbatasan, menjadi beberapa alasan yang menyebabkan terhambatnya
pembangunan kawasan perbatasan.
Untuk meninjau bagaimana dan sejauh apa efektifitas program
pemerintah dalam mengelola perbatasan, penulis melakukan penelitan yang
terfokus pada wilayah perbatasan Provinsi Papua (RI) dengan PNG.Data
magang merupakan pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara
mendalam yang dilakukan pada proses kegiatan magang mahasiswa (KMM)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan JanuariFebruari 2014 bertempat di BNPP-RI.
Dari data yang diperoleh penulis maka inti dari permasalahan yang
terjadi di wilayah perbatasan RI-PNG adalah ketidakjelasan Patok batas
wilayah Negara yang berimbas pada beberapa permasalahan lain, yaitu
masalah pelintas batas Negara dan pemanfaatan potensi alam. Dalam
menyikapi permasalahan ini pemerintah melalui bapan pengelola perbatasan
sudah melakukan beberapa program untuk menyelesain permasalahan
tersebut.
Kata Kunci:
Kedaulatan Negara

Kawasan

Perbatasan,

Pengelolaan

Perbatasan,

Abstract
Border areas often serve as the vanguard for the sovereignty of a
country . However, the lack of clarity over the border region of space , lack of
basic infrastructure , lack of coordination and synergies that build cooperation
between ministries / agencies , both central and local government as well as the
lack of attention the border area development , become some of the reasons that
impede the development of the border region .
To review how and to what extent the effectiveness of government
programs to manage the border , the authors conducted a research that focused
on the border region of Papua Province ( Indonesia ) with PNG . The data is a
collection of research data obtained through in-depth interviews were
conducted on the activities of student interns ( KMM ) Faculty of Law,
University of March Surakarta in January and February 2014 held at BNPP RI .
1

From the data obtained by the authors of the core problems in the
border region between Indonesia and PNG are unclear Stakes State border
impact on some other issues , namely the problem of cross border state and
utilization of natural potential . In addressing this issue the government
through border management bapan 've done several programs to menyelesain
these problems .
Keywords : Border Regions, Border Management, State Sovereignty

A. PENDAHULUAN
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara, secara geografis Indonesia memiliki batas wilayah darat,laut,
udara dan batas wilayah negara secara unilateral. Wilayah darat Indonesia
berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste. Wilayah laut
Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor
Leste. Wilayah udara Indonesia batasnya mengikuti batas kedaulatan negara
di

darat

dan

di

laut

dan

batasnya

dengan

angkasa

luar ditetapkan

berdasarkan perkembangan hukum internasional. (Subbagian Publikasi dan


DokumentasiArsip Nasional Republik Indonesia: 1).
Batas darat antara Indonesia dan Papua Nugini (PNG) didasarkan pada
perjanjian Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas Indonesia dan
Papua Nugini yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973 bertempat di
Jakarta(BNPP-RI, 2011: 34). Pemerintah selanjutnya meratifikasi perjanjian
tersebut dengan membentuk Undang-undang Nomor 6 tahun 1973.Namun sampai
saat ini perjanjian bilateral tersebut belum menjadi landasan legal bagi survey dan
demarkasi batas darat antara kedua Negara(BNPP-RI, 2011: 34).
Salah satu permasalahan yang muncul dari perbatasan kedua negara barubaru ini mencakup pemukiman kembali warga negara PNG yang berada di
wilayah RI. Sampai tahun 2008, tercatat 115 kepala keluarga PNG yang kini
bermukim di Provinsi Papua (Humphrey Wangke, 2008:13). Perpindahan tersebut
dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan tapal (patok) batas dari kedua negara
ditambah orang-orang tersebut merupakan warga PNG yang mempunyai tanah
adat (ulayat) di wilayah Provinsi Papua sehingga keinginan mereka untuk kembali

ke tanah leluhurnya yang berada di Papua. Banyaknya migrasi oleh pelintas batas
tradisional yang secara turun temurun telah terbiasa melakukan hal tersebut
dikarenakan adanya hubungan kekerabatan antara penduduk Papua dan Papua
Nugini.
Dalam menunjukkan perhatiannya terkait persoalan perbatasan IndonesiaPNG, pemerintah Indonesia melalui badan nasional pengelola perbatasan atau
yang sering disebut BNPP dalam agendanya telah menyelenggarakan sidang Joint
Border Committee (JBC) RI-PNG (BNPP-RI, 2011: 34). Disamping itu, ada juga
pertemuan

Border Liason Officer dan yang tertinggi adalah Joint Ministrial

Affairs. Kedua negara juga telah memilikikesepakatan

Common Border

Arrangement(Humphrey Wangke, 2008:13).


Salah satu persoalan perbatasan RI-PNG yang dibahas dalam sidang ini
adalah persoalan mengenai terdapatnya perbedaan metode pengukuran antara
masa lalu dengan masa sekarang (BNPP-RI 2011 :34).Sehingga dengan adanya
perbedaan kedua metode tersebut menyebabkan koordinat yang tidak sama
dengan kesepakatan sebelumnya sepertiyang digambarkan dalam perjanjian antara
Indonesia dan Australia mengenai Garis Garis Batas Tertentu antara Indonesia dan
PNG tanggal 12 Februari 1973, yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1973, serta deklarasi bersama Indonesia dan PNG tahun 1989-1994
(BNPP-RI, 2011: 34).
Dari paparan di atas, maka terdapat hal-hal penting-mendesak yang perlu
penulis kaji yaitu mengenai bagaimana program pemerintah dalam menuntaskan
masalah patok dan garis batas wilayah Negara antara kawasan perbatasan
Republik Indonesia dan Papua Nugini (RI-PNG) sebagai wujud keseriusan
pemerintah dalam mengelola perbatasan dalam menegakkan kedaulatan
Negara.Serta kebijakan apa saja yang berkaitan dengan perbatasan tersebut.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan dan meninjau sebarapa
jauh efektifitas program pemerintah dalam memperhatikan dan mengelola wilayah
perbatasan RI-PNG

C. METODE
Kegiatan Magang ini terfokus pada wilayah perbatasan Provinsi Papua
(RI) dengan PNG karena wilayah ini merupakan salah satu kawasan terdepan di
Indonesia dan pasang surut hubungan kedua negara seringkali ditentukan, sebagai
pintu masuk dan keluar bagi pelintas batas tradisional maupun politik. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif karena menjelaskan tentang pengelolaan
perbatasan Provinsi Papua-PNG melalui analisis data primer dan sekunder. Data
primer merupakan hasil-hasil pengumpulan data yang diperoleh melalui
wawancara mendalam terhadap beberapa informan yang dipilih secara sengaja
yang dilakukan pada proses kegiatan magang mahasiswa (KMM) Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Januari-Februari 2014
bertempat di BNPP-RI. Data yang peneliti dapatkan kemudian kami kaji dengan
Undang-undang terkait. Sedangkan data sekunder adalah bahan-bahan tertulis
yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Isu dan Masalah Perbatasan
Bagi Indonesia sebagai negara yang masih berkembang, permasalahan
perbatasan merupakan permasalahan yang dilematis. Ketidakjelasan batas satu
negara dengan negara lainnya akan mengakibatkan dampak bagi kedaulatan kedua
negara; dikarenakan wilayah perbatasan merupakan wilayah strategis yang rentan
dimasuki oleh negara tertentu baik secara ekonomi, sosial, maupun
budayanya.Dari 17.504 pulau di Indonesia, terdapat 92 (sembilan puluh dua)
pulau-pulau kecil yang dijadikan sebagai titik dasar dan referensi untuk menarik
garis pangkal kepulauan yang berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh) negara
tetangga

di

wilayah

laut

yang

tersebar

(http://www.pu.go.id/isustrategis/view/28).Dan

pada

10

(sepuluh)

provinsi

dari

data

Strategi

Nasional

(Stranas) Pembangunan Daerah Tertinggal, terdapat 26 (dua puluh enam)


kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, termasuk perbatasan
antara Indonesia dan Papua Nugini (http://www.pu.go.id/isustrategis/view/28).
Secara Historis garis batas yang ada sebenarnya adalah garis pemisah buatan
yang dibuat oleh para penjajah terdahulu.Yaitu Belanda sebagai Penjajah

Indonesia dan Inggris sebagai penjajah PNG.Pada saat penentuan batas wilayah
tersebut pihak Belanda dan Inggris pada saat itu tidak mempertimbangkan adanya
hak-hak tradisional seperti tanah adat dan hak ulayat masyarakat Indonesia dan
PNG. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya permasalahan
mengenai ketidak jelasan terhadap batas Negara..(Wawancara bersama Bapak
Rusli Ramli, di BNPP-RI,Tanggal 21 Januari 2014).
Dalam menunjukkan perhatiannya terkait persoalan perbatasan IndonesiaPNG, pemerintah Indonesia dalam agendanya telah menyelenggarakan sidang
Joint Border Committee (JBC) RI-PNG yang sudah diadakan sebanyak 28 kali.
Yang terakhir diadakan di Batam, Provinsi Kepulauan Riau tanggal 21-25 Juni
2011 (BNPP-RI, 2011: 34) yang bertujuan untuk mendiskusikan permasalahan
yang muncul dari kawasan perbatasan kedua negara; termasuk mengenai pelintas
batas tradisional. Disamping itu, ada juga pertemuan

Border Liason

Officerdanyang tertinggi adalah Joint Ministrial Affairs. Kedua negara juga telah
memiliki

kesepakatanCommon

Border

Arrangement(Humphrey

Wangke,

2008:13).BNPP atau Badan Nasional Pengelola Perbatasan merupakan salah satu


badan yang turut serta aktif dalam kegiatan tersebut. Beberapa hasil kesepakatan
dari pertemuan ini adalah disepakatinya pembangunan 2 pos lintas batas yang
akan dibangun di wilayah Distrik Elikobel tepatnya di Kampung Kweel dan
Kampung Baidup, Distrik Ulilin; dibangunnya jalan dari Pund ke pos lintas batas
Waris sepanjang 3.800 meter dan pembangunan jembatan dan jalan 360 meter
yang juga dilaksanakan di kawasan perbatasan Papua Nugini; dilakukannya
pemekaran di kawasan perbatasan seperti di Kabupaten Jayapura; serta
pembangunan pilar batas kedua negara yang telah disepakati beberapa jumlah
pilar tersebut oleh masing-masing kedua negara untuk menjadi tanggung jawab
bagi Pemerintah RI dan Pemerintah Papua Nugini.
Dalam agendanya tersendiri, BNPP-RI bersama dengan kementrian/lembaga
terkait telah menyusun dan mempersiapkan pelaksanaan pembangunan sarana dan
prasarana dasar yang mendesak di Pos Lintas Batas (PLB); termasuk di PLBN
Skouw di Jayapura Papua. Selain itu, BNPP juga sedang membahas dan
menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah terkait kewenangan pemerintah

kabupaten/kota dalam mengelola program dan kebijakan pengelolaan batas


wilayah negara dan kawasan perbatasan sebagaimana yang telah diamanatkan
dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
(BNPP, 2012: 27). Sedangkan dalam menyikapi permasalahan infrastruktur di
kawasan perbatasan, BNPP juga menggencarkan gerakan pembangunan terpadu
perbatasan (GERBANG DUTAS) (BNPP, 2012: 54). Empat provinsi perbatasan
akan menjadi fokus BNPP yaitu di Kalbar difokuskan di Kecamatan Paloh,
Kabupaten Sambas. Sementara, di Kaltm difokuskan di Kecamatan Sebatik
Kabupaten Nunukan.Sedangkan di Provinsi Papua difokuskan di Kabupaten
Keerom; dan di NTT di Kabupaten Belu. Dengan alokasi anggaran bagi BNPP
mengenai pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan berasal dari
APBN, sesuai dengan Peraturan BNPP Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Kebijakan seputar Kawasan
Perbatasan
Pengelolaan dan pembangunan kawasan perbatasan yang dilakukan oleh
kementrian/lembaga

terkait

tidak

terlepas

dari

amanat

undang-undang

terkait.Beberapa kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan pengelolaan


kawasan perbatasan akan dijelaskan dalam sub-bab ini.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintah
Daerah menyebutkan bahwa pengaturan mengenai pengembangan wilayah
perbatasan di kabupaten/kota secara hukum berada dibawah tanggung jawab
pemerintah daerah tersebut (Zulkifli Rangkuti, 2010: 4). Kewenangan pemerintah
pusat hanya ada pada pintu-pintu perbatasan (border gate) yang meliputi aspek
kepabeanan, keimigrasian, karantina, keamanan dan pertahanan (CIQS).Meskipun
demikian, pemerintah daerah masih menghadapi beberapa hambatan dalam
mengembangkan aspek sosial-ekonomi kawasan perbatasan. Beberapa hambatan
tersebut diantaranya, masih adanya paradigma yang menyebutkan bahwa
pembangunanwilayah yang terpusat, sehingga kawasan
dianggap sebagai halaman belakang,

perbatasan hanya

sosialisasi peraturan perundang-

undangan mengenai pengembangan wilayahperbatasan yang belum sempurna,


belum optimalnya pembangunan kawasan perbatasan, keterbatasan anggaran,

tarik-menarik kepentingan pusat-daerah serta perbedaan kultur birokrasi antara


pusat-daerah.
Penetapan PKSN di kawasan perbatasan darat dan laut yang tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan salah satu kebijakan yang menjadi fokus
perhatian dalam pembangunan kawasan perbatasan, termasuk yang dilakukan
BNPP-RI. Pembangunan kawasan perbatasan guna menjadikan kota Pusat
Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) lebih atraktif dan berdaya saing. PKSN
sendiri

adalah

kawasan

perkotaan

yang

ditetapkan

untuk

mendorong

pengembangan kawasan perbatasan negara dengan maksud untuk terwujudnya


pusat-pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas
dengan negara tetangga, yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga, dan berfungsi sebagai simpul utama
transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya dan juga merupakan pusat
pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di
sekitarnya (BNPP, 2012: 17).
Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang Wilayah Negara dan
Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola
Perbatasan merupakan amanat dibentuknya Badan Nasional Pengelola Perbatasan
(BNPP) dalam upaya mengatasi permasalahan yang terjadi kawasan perbatasan
Negara demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan dan
kemajuan bagi kedaulatan NKRI.
E. KESIMPULAN
Secara umum, berbagai upaya dalam pengelolaan perbatasan sudah dikatakan
telah sangat baik. Namun terdapat beberapa kesimpulan mengenai permasalahan
perbatasan dan pengelolaannya yang dapat peneliti rangkum dalam penulisan ini,
sebagai berikut:
Daerah di daerah perbatasan RI merupakan daerah yang memiliki peran
penting dan sebagai potret bangsa Indonesia di kawasan perbatasan. Potret
tersebut juga merupakan tingkat kemakmuran bangsa Indonesia khususnya dan

juga menggambarkan kondisi yang sebenarnya tentang; keterisolasian daerah,


sulitnya mendapat akses keluar, tingkat ekonomi masyarakat yang miskin, kualitas
SDM yang rendah dan banyaknya pelanggaran hukum sampai menjadi suatu
ancaman terhadap kedaulatan NKRI.
Permasalahan kawasan perbatasan, harus diperlukan penciptaan iklim yang
terpadu dan terencana (holistic) guna menciptakan suatu system yang terintegrasi
dengan didukung oleh para pemangku kepentingan (stakeholder).
Pola penanganan mengenai permasalan perbatasan telah terlihat dari berbagai
penyusunan kebijakan. Disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik antar
pemerintah pusat maupun pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
F. UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam penulisan karya tulis ini, ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada:
1

Bapak Pranoto, S.H.,M.H. selaku ketua Gugus Kegiatan Magang Mahasisa


Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ibu Sasmini, S.H.,LL.M selaku dosen pembimbing Kegiatan Magang Mahasisa


Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Badan Nasional Pengelola Perbatasan selaku mitra Kegiatan Magang


Mahasiswa Periode XVI Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Semua Pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu demi satu.

G. DAFTAR PUSTAKA
Bappenas. 2004. Kebijakan dan Strategi NasionalPengelolaan Kawasan
Perbatasan
Antarnegara
di
Indonesia.
www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/11630/3866/ diakses
tanggal 16 Maret 2014
BNPP RI. 2011. Semangat Baru Mengubah Wajah Perbatasan Negara: Refleksi
dan Proyeksi. Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia
BNPP RI. 2012. Revitalisasi Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan
Perbatasan.. Badan Nasional Pengelola Perbatasan Republik Indonesia
Humphrey Wangke. Pengelolaan Perbatasan RI-PNG: Perspektif Keamanan
Ekonomi. Jurnal Kajian Kawasan Perbatasan Vol 13 No.3 September 2008
Subbagian Publikasi dan DokumentasiArsip Nasional Republik Indonesia. Tanpa
Tahun. Arsip, Rumus Batas Wilayah Negara

Zukkifli Rangkuti (2010). Pengelolaan Perbatasan Ditinjau dari Sisi


Sosial,Ekonomi
dan
Ekologi.
http://works.bepress.
com/drzulkifli_rangkuti/3 diakses tanggal 10 Maret 2014
Narasumber Wawancara : Rusli Ramli, Spd,MM. BNPP-RI
http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=201548 diakses pada 16
Maret 2014 pukul 14.00 WIB
http://dianheri.alami-group.net/pos-lintas-batas-negara-di-skouw-gerbang-timurnegara-indonesia-di-papua/ diakses pada 16 Maret 2014 pukul 10.00 WIB
http://www.pu.go.id/isustrategis/view/28 diakses pada 16 Maret 2014 pukul 12.30
WIB

Surat Pernyataan Sumber Tulisan PKM-AI


Saya yang menandatangani Surat Pernyataan ini:
Nama

: Lizy M. Butarbutar

NIM

: E0010212

1) Menyatakan bahwa PKM-AI yang saya tuliskan bersama anggota tim lainnya
benar bersumber dari kegiatan yang telah dilakukan:
Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) yang telah dilakukan sendiri oleh
penulis bukan oleh pihak lain
Adapun Topik Kegiatan yaitu, MODEL PENGELOLAAN WILAYAH
PERBATASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN PAPUA
NUGINI
(RI-PNG)SEBAGAI
GARDA
TERDEPAN
BAGI
KEDAULATAN KEDUA NEGARA
Tanggal Magang yaitu 7 Januari- 6 Februari 2014.
Tempat Pelaksanaan Magang yaitu di Sekretariat BadanNasional
Pengelola Perbatasana Negara Republik Indonesia di Jalan Ampera Raya
( Kampus IPDN ) Cilandak, Jakarta Selatan
2) Naskah ini belum pernah diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk prosiding
maupun jurnal sebelumnya.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan
pihak manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 13 Februari 2014
Yang Membuat Pernyataan
Ketua Pelaksana Kegiatan,

Mengetahui/Menyetujui
Ketua Gugus KMM
Fakultas Hukum UNS,

(Lizy M. Butarbutar )
NIM. E0010212

(Pranoto, S.H.,M.H.)
NIP. 19641219 1989031002

10

Anda mungkin juga menyukai