Anda di halaman 1dari 19

I.

TINJAUAN TEORI

1.1Definisi
2. Kehamilan Berisiko tinggi
Kehamilan adalah sejak dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin
lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari).

Kehamilan

terjadi

waktu menstruasi terakhir

selama

40

minggu

dan kelahiran (38

antara
minggu

dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida,


sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu
awal) dan kemudian janin (sampai kelahiran). Seorang wanita yang
hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravida .
Seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida.
Dalam masyarakat definisi medis dan legal kehamilan manusia
dibagi menjadi tiga periodetriwulan, sebagai cara memudahkan
tahap berbeda dari perkembangan janin.

Triwulan pertama membawa risiko tertinggi keguguran (kematian


alami embrio atau janin), sedangkan pada masa triwulan ke-2

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 1

perkembangan janin dapat dimonitor dan didiagnosa. Triwulan ke3 menandakan awal viabilitas, yang berarti janin dapat tetap
hidup bila terjadi kelahiran awal alami atau kelahiran dipaksakan
Kehamilan

risiko

tinggi

adalah

kehamilan

atau

janinnya

mempunyai outcome yang buruk apabila di lakukan tata laksana


secara umum seperti yang dilakukan pada kasus normal.
Kehamilan

resiko

tinggi

adalah

kehamilan

yang

dapat

mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan


yang di hadapi. (Manuaba,dkk; 2007)
Untuk menentukan suatu kehamilan resiko inggi, dilakukan
penilaian terhadap wanita hamil untuk menentukan apakah dia
memiliki keadaan atau ciri-ciri yang menyebabkan dia atau janinya
lebih rentan terhadap penyakit atau kematian (keadaan atau cirri
tersebut disebut factor resiko) (Mochtar, 2011)

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 2

3. Persalinan
Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran bayi yang
cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran
plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Mitayani, 2009)

I.2 Etiologi dan Klasifikasi


Berbagai faktor yang menyebabkan ada perempuan yang tergolong
sebagai calon ibu berisiko tinggi atau menghadapi bahaya yang
lebih besar pada waktu kehamilan maupun persalinan. Kondisi ini
yang bisa menyebabkan janin tidak dapat tumbuh dengan sehat
bahkan dapat menimbulkan kematian pada ibu dan janin. Adapun
kehamilan yang memiliki risiko atau bahaya yang lebih besar pada
waktu kehamilan maupun persalinan bila dibandingkan dengan Ibu
hamil yang normal yang disebut dengan kehamilan resiko tinggi.
a.

Faktor Ibu :

1. Kehamilan pada usia di atas 35 tahun atau di bawah 18


tahun.
Usia ibu merupakan salah satu faktor risiko yang
berhubungan dengan kualitas kehamilan. Usia yang paling

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 3

aman atau bisa dikatakan waktu reproduksi sehat adalah


antara umur 20 tahun sampai umur 30 tahun. Penyulit pada
kehamilan remaja salah satunya pre eklamsi lebih tinggi
dibandingkan

waktu

reproduksi

sehat.

Keadaan

ini

disebabkab belum matangnya alat reproduksi untuk hamil,


sehingga

dapat

merugikan

kesehatan

ibu

maupun

perkembangan dan pertumbuhan janin (Manuaba, 1998).


2. Kehamilan dengan jarak antara di atas 5 tahun atau kurang
dari 2 tahun.
Pada kehamilan dengan

jarak < 3 tahun keadaan

endometrium mengalami perubahan, perubahan ini berkaitan


dengan persalinan sebelumnya yaitu timbulnya trombosis,
degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta.
Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi
pada daerah endometrium pada bagian korpus uteri
mengakibatkan daerah tersebut kurang subur sehingga
kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat menimbulkan
kelainan yang berhubungan dengan letak dan keadaan
plasenta.

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 4

3. Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm dan ibu belum pernah
melahirkan bayi cukup bulan dan berat normal.
Wanita hamil yang mempunyai tinggi badan kurang dari 145
cm, memiliki resiko tinggi mengalami persalinan secara
premature, karena lebih mungkin memiliki panggul yang
sempit.
4. Kehamilan dengan penyakit (hipertensi, Diabetes, Tiroid,
Jantung, Paru, Ginjal, dan penyakit sistemik lainnya)
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes,
penyakit ginjal atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena
preeklamsia. Kehamilan dengan hipertensi esensial atau
hipertensi

yag

telah

ada

sebelum

kehamilan

dapat

berlangsung sampai aterm tanpa gejala mejadi pre eklamsi


tidak murni. Penyakit gula atau diabetes mellitus dapat
menimbulkan pre eklamsi dan eklamsi begitu pula penyakit
ginjal karena dapat meingkatkan tekanan darah sehingga
dapat menyebabkan pre eklamsi.

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 5

5. Kehamilan dengan keadaan tertentu ( Mioma uteri, kista


ovarium)
Mioma uteri dapat mengganggu kehamilan dengan dampak
berupa

kelainan

letak bayi

dan plasenta,

terhalangnya

jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan


yang banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan
plasenta, bahkan bisa menyebabkan keguguran.
Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah
Mioma Uteri. Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar,
dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang
menyebabkan

perdarahan

dalam

tumor

sehingga

menimbulkan nyeri. Selain itu, selama kehamilan, tangkai


tumor bisa terputar.
6. Kehamilan dengan anemia ( Hb kurang dari 10,5 gr %)
Wanita hamil biasanya sering mengeluh sering letih, kepala
pusing, sesak nafas, wajah pucat dan berbagai macam
keluhan lainnya. Semua keluhan tersebut merupakan
indikasi

bahwa

wanita

hamil

tersebut

sedang

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 6

menderita anemia pada masa kehamilan. Penyakit terjadi


akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam tubuh
semasa mengandung.Faktor yang mempengaruhi terjadinya
anemia pada ibu hamil adalah kekurangan zat besi, infeksi,
kekurangan asam folat dan kelainan haemoglobin. Anemia
dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar nilai
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga,
atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr%
pada trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan
dengan kejadian hemodilusi.
9.
b.

Kehamilan dengan riwayat bedah sesar sebelumnya.


Faktor Janin :

1. Kelainan letak janin (sungsang, lintang, oblique/diagonal,


presentasi muka)
2. Janin besar (tapsiran lebih dari 4000 gram)
3. Janin ganda (kembar)
4. Janin dengan pertumbuhan janin terhambat
5. Janin kurang bulan (prematur)
6. Janin dengan cacat bawaan/kelainan kongenital

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 7

7. Janin meninggal dalam rahim. (Prita,2011):

I.3 Pemeriksaan diagnostik


1.

Tes Darah

Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah Anda dinyatakan


positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk diperiksa apakah
terinfeksi virus tertentu atau resus antibodi. Contoh darah calon ibu
juga digunakan untuk pemeriksaan hCG. Dunia kedokteran
menemukan, kadar hCG yang tinggi pada darah ibu hamil berarti
ia memiliki risiko yang tinggi memiliki bayi dengan Down
Syndrom.
2.

Alfa Fetoprotein (AFP)

Tes ini hanya pada ibu hamil dengan cara mengambil contoh darah
untuk diperiksa. Tes dilaksanakan pada minggu ke-16 hingga 18
kehamilan. Kadar Maternal-serum alfa-fetoprotein (MSAFP) yang
tinggi menunjukkan adanya cacat pada batang saraf seperti spina
bifida (perubahan bentuk atau terbelahnya ujung batang saraf) atau
anencephali (tidak terdapatnya semua atau sebagian batang otak).

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 8

Kecuali itu, kadar MSAFP yang tinggi berisiko terhadap kelahiran


prematur atau memiliki bayi dengan berat lahir rendah.
3.

Sampel Chorion Villus (CVS)

Tes ini jarang dilakukan oleh para dokter karena dikhawatirkan


berisiko menyebabkan abortus spontan. Tes ini dilakukan untuk
memeriksa kemungkinan kerusakan pada kromosom. Serta untuk
mendiagnosa penyakit keturunan. Tes CVS ini mampu mendeteksi
adanya kelainan pada janin seperti Tay-Sachs, anemia sel sikel,
fibrosis berkista, thalasemia, dan sindroma Down.
4.

Ultrasonografi (USG)

Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan strukturapada janin,


seperti; bibir sumbing atau anggota tubuh yang tidak berkembang.
Sayangnya USG tidak bisa mendeteksi kecacatan yang disebabkan
oleh faktor genetik. Biasanya USG dilakukan pada minggu ke-12
kehamilan. Pada pemeriksaan lebih lanjut USG digunakan untuk
melihat posisi plasenta dan jumlah cairan amnion, sehingga bisa
diketahui lebih jauh cacat yang diderita janin.

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 9

Kelainan jantung, paru-paru, otak, kepala, tulang belakang, ginjal


dan kandung kemih, sistem pencernaan, adalah hal-hal yang bisa
diketahui lewat USG.
5.

Amiosentesis

Pemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu berusia di atas


35 tahun. Karena hamil di usia ini memiliki risiko cukup tinggi.
Terutama untuk menentukan apakah janin menderita sindroma
Down atau tidak. Amniosentesis dilakukan dengan cara mengambil
cairan amnion melalui dinding perut ibu. Cairan amnion yang
mengandung

sel-sel

janin,

bahan-bahan

kimia,

dan

mikroorganisme, mampu memberikan informasi tentang susunan


genetik, kondisi janin, serta tingkat kematangannya. Tes ini
dilakukan pada minggu ke-16 dan 18 kehamilan. Sel-sel dari cairan
amnion ini kemudian dibiakkan di laboratorium. Umumnya
memerlukan waktu sekitar 24 sampai 35 hari untuk mengetahui
dengan jelas dan tuntas hasil biakan tersebut.
6.

Sampel darah janin atau cordosentesis

Sampel darah janin yang diambil dari tali pusar. Langkah ini
diambil jika cacat yang disebabkan kromosom telah terdeteksi oleh
Kehamilan Berisiko Tinggi
RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 10

pemeriksaan

USG.

Biasanya

dilakukan

setelah

kehamilan

memasuki usia 20 minggu. Tes ini bisa mendeteksi kelainan


kromosom, kelainan metabolis, kelainan gen tunggal, infeksi
seperti toksoplasmosis atau rubela, juga kelainan pada darah
(rhesus), serta problem plasenta semisal kekurangan oksigen.
7.

Fetoskopi

Meski keuntungan tes ini bisa menemukan kemungkinan


mengobati atau memperbaiki kelainan yang terdapat pada janin.
Namun tes ini jarang digunakan karena risiko tindakan fetoskopi
cukup tinggi. Sekitar 3 persen sampai 5 persen kemungkinan
kehilangan janin. Dilakukan dengan menggunakan alat mirip
teleskop kecil, lengkap dengan lampu dan lensa-lensa.
Dimasukkan melalui irisan kecil pada perut dan rahim ke dalam
kantung amnion. Alat-alat ini mampu memotret janin. Tentu saja
sebelumnya perut si ibu hamil diolesi antiseptik dan diberi anestesi
lokal.

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 11

8.

Biopsi Kulit Janin

Pemeriksaan ini jarang dilakukan di Indonesia. Biopsi kulit janin


(FSB) dilakukan untuk mendeteksi kecacatan serius pada genetika
kulit yang berasal dari keluarga, seperti epidermolysis bullosa
lethalis (EBL). Kondisi ini menunjukkan lapisan kulit yang tidak
merekat dengan pas satu sama lainnya sehingga menyebabkan
panas yang sangat parah. Biasanya tes ini dilakukan setelah
melewati usia kehamilan 15-22 minggu.
I.4 Komplikasi
Bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh kehamilan risiko tinggi bisa
terjadi pada janin maupun pada ibu. Antara lain :
1. Bayi
a. Bayi lahir belum cukup bulan.
b. Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR)
c. Janin mati dalam kandungan.
2.

Ibu

a.

Keguguran (abortus).

b.

Persalinan tidak lancar / macet.

c.

Perdarahan sebelum dan sesudah persalinan.

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 12

d.

Ibu hamil / bersalin meninggal dunia.

e.

Keracunan kehamilan/kejang-kejang.

Pengobatan atau perawatan yang dilakukan pada ibu hamil dengan


resiko tinggi dilakukan dengan cara yang berbeda-beda sesuai
dengan penyakit dan efek yang diakibatkan oleh penyakit yang
diderita oleh ibu hamil tersebut selama kehamilannya. Jika perlu
dilakukan pemeriksaan tambahan agar dapat lebih membantu
dalam menunjang pengobatan atau perawatan yang sebaiknya
dilakukan selama kehamilan.
1.4Penanganan Kehamilan Risiko Tinggi
Penanganan terhadap pasien dengan kehamilan risiko tinggi
berbeda-beda tergantung dari penyakit apa yang sudah di derita
sebelumnya dan efek samping penyakit yang dijumpai nanti pada
saat kehamilan.tes penunjang sangat diharapkan dapat membantu
perbaikan dari pengobatan atau dari pemeriksaan tambahan.
Kehamilan dengan risiko tinggi harus ditangani oleh ahli
kebidanan yang harus melakukan pengawasan yng intensif,
misalnya dengan mengatur frekuensi pemeriksaan prenatal.

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 13

Konsultasi diperlukan dengan ahli kedokteran lainnya terutama


ahli penyakit dalam dan ahli kesehatan anak. Pengelolaan kasus
merupakan hasil kerja tim antara berbagai ahli. Keputusan untuk
melakukan pengakhiran kehamilan perlu dipertimbngkan oleh tim
tersebut dan juga dipilih apakah perlu di lakukan induksi
persalinan atau tidak.
1.5Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi
Pendekatan risiko pada ibu hamil merupakan strategi operasional
dalam upaya pencegahan terhadap kemungkinan kesakitan atau
kematian melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi dengan
memberikan pelayanan yang lebih intensif kepada risiko ibu hamil
dengan cepat serta tepat, agar keadaan gawat ibu maupun gawat
janin dapat dicegah. Untuk itu diperlukan skrining sebagai
komponen penting dalam perawatan kehamilan untuk mengetahui
ada tidaknya faktor risiko pada ibu hamil tersebut.
Pengenalan adanya Resiko Tinggi Ibu Hamil dilakukan melalui
skrining/deteksi dini adanya faktor resiko secara pro/aktif pada
semua ibu hamil, sedini mungkin pada awal kehamilan oleh
petugas kesehatan atau nonkesehatan yang terlatih di masyarakat,

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 14

misalnya ibu-ibu PKK, Kader Karang Taruna, ibu hamil sendiri,


suami atau keluarga.
Setiap kontak pada saat melakukan skrining dibicarakan dengan
ibu hamil, suami, keluarga tentang tempat dan penolong untuk
persalinan aman. Pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam
keluarga untuk persiapan mental dan perencanaan untuk biaya,
transportasi telah mulai dolakukan jauh sebelum persalinan menuju
kepatuhan untuk Rujukan Dini Berencana/ Rujukan In Utero dan
Rujukan Tepat Waktu.
Mengingat sebagian besar kematian ibu sesungguhnya dapat
dicegah, maka diupayakan untuk mencegah 4 terlambat yang
meyebabkan kematian ibu, yaitu :
1. Mencegah terlambat mengenali tanda bahaya resiko tinggi
2. Mencegah terlambat mengambil keputusan dalam keluarga
3. Mencegah terlambat memperoleh transportasi dalam rujukan
4. Mencegah terlambat memperoleh penanganan gawat darurat secara
memadai

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 15

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 16

DATAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan,


Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2. Depkes.(2008). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal.
Jakarta: USAID
3. FKUI. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
4. Gary dkk. (2006). Obstetri Williams, Edisi 21. Jakarta, EGC.
5. Hafifah. (2011). Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan
Persalinan

Normal. Dimuatdalam http:///D:/MATERNITY

%20NURSING/LP%20PERSALINAN/laporan-pendahuluanpada-pasien-dengan.html (Diakses tanggal 18 Maret 2012)


6. Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas,
edisi 6, EGC, Jakarta
7. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I.
Media Aesculapius. Jakarta

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 17

8. Mc

Closky

&

Bulechek.

(2000). Nursing

Intervention

Classification (NIC). United States of America: Mosby.


9. Meidian, JM. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC).
United States of America: Mosby.
10.Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
11.Wiknjosostro. (2002). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan
Bima pustaka Sarwana Prawirohardj

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 18

Kehamilan Berisiko Tinggi


RANI FEBRIANI DAN SARTIKA
Page 19

Anda mungkin juga menyukai