Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi yang pesat, secara tidak langsung
mempengaruhi perilaku individu, baik itu pria maupun wanita. Pada dasarnya, perubahan adalah satu hal
yang bersifat pasti dan tak terelakkan. Termasuk perubahan teknologi komunikasi dan cara individu
menginterpretasikannya.

Pada

zaman

dahulu

manusia

memiliki

banyak

keterbatasan

dalam

berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.


Kini, hambatan tersebut tidak lagi menjadi masalah lagi setelah ditemukannya telepon dan
internet sebagai media komunikasi yang mudah, murah, dan dapat diakses siapa saja. Bahkan kini, setelah
dikembangkannya ponsel pintar atau smartphone, jarak dan waktu bagaikan sebuah ilusi semata karena
setiap orang, dimanapun ia berada, tetap dapat berkomunikasi dengan rekan sejawatnya menggunakan
teknologi tersebut.
Kegunaan ponsel pintar pun bergeser dari yang semula hanya digunakan sebagai alat komunikasi,
menjadi alat untuk mengekspresikan diri dan menunjukkan eksistensi diri di dunia sosial. Salah satu trend
yang sedang berkembang di kalangan remaja masa sekarang terkait dengan penggunaan gadget dan
eksistensi diri di dunia sosial adalah perilaku selfie. Bahkan, The PEW Research Center melaporkan
bahwa 91% remaja Amerika Serikat pernah melakukan selfie (Sturt & Nordstrom, 2014).
Di Indonesia sendiri, dari 65 juta pengguna internet, 95% diantaranya menggunakan internet
untuk mengakses media sosial. Situs media sosial yang paling banyak diakses penduduk Indonesia adalah
Facebook dan Twitter. (Kemenkominfo, 2013).
Selfie sendiri merupakan kegiatan mempotret diri sendiri (atau dengan orang lain), diambil dengan
kamera

atau

kamera

ponsel

yang

diletakkan

di

lengan

atau

menunjuk

cermin,

yang

biasanya dibagikan melalui media sosial (Sorokowski, Sorokowska, Frackowiak, Karwowski, Rusicka, &
Oleszkiewicz, 2016). Istilah ini seringkali diartikan sebagai aktivitas memotret diri sendiri atau perilaku
narsisme.
Sebenarnya, perilaku selfie itu sendiri bukanlah hal yang salah atau menyimpang dari perilaku
individu pada umumnya. Hanya saja, lambat laun perilaku selfie yang semula digunakan sebagai salah
satu cara mengabadikan momen pribadi mulai melenceng dari fungsi utamanya. Selfie kini banyak
dijadikan sebagai ajang pamer dan berujung pada sikap narsisis. Gangguan kepribadian narsisistik sendiri
adalah pola kebesaran, kebutuhan untuk dikagumi, dan kurangnya empati (American Psychiatric
Association, 2013). Individu dengan gangguan ini cenderung bersikap sombong, memiliki rasa megah
dan diri penting, eksploitatif secara interpersonal, serta membutuhkan kekaguman yang berlebihan.

Menyikapi perilaku yang tengah menjadi fenomena dalam dunia psikologi tersebut, peneliti
menjadi tertarik untuk mengkaji lebih dalam soal kecenderungan perilaku narsistik pada orang dewasa
yang menggunakan media sosial untuk mengunggah hasil potret dirinya sebagai ajang pamer diri.
Bagaimana suatu perilaku sederhana untuk mengekspresikan diri seiring perkembangan teknologi
kemudian berkembang secara kompleks. Terlebih masalah tersebut kerap peneliti temui dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga cenderung lebih mudah dipahami.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti
menjadi: Bagaimana Gambaran Kecenderungan Narsistik Pada Orang Dewasa Pengguna Media Sosial?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menjelaskan gambaran kecenderungan perilaku narsisitik pada orang dewasa pengguna media sosial
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang akan peneliti lakukan adalah :

Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkuat teori gangguan kepribadian
narsistik yang tertuang dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-fifth edition
(DSM-V), terutama pada orang dewasa pengguna media sosial.

Kegunaan Praktis
Sebagai salah satu tolak ukur bagi akademi dalam mengajar dan mendidik mahasiswa psikologi,
mengenai apakah ilmu-ilmu yang diberikan kepada mahasiswa relevan dengan isu-isu psikologi yang
berkembang saat ini.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah penelitian ini adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini ditentukan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan dilaksanakannya
penelitian, serta menjelaskan manfaat praktis dan teoritis dari penelitian yang dilakukan.

BAB II KAJIAN TEORI


Bab ini berisi teori-teori pendukung penelitian, termasuk didalamnya teori gangguan kepribadian narsistik
dan teori eksistensialis Rollo May yang menjadi inti dari penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan kriteria subjek penelitian yang diteliti, desain penelitian, teknik pengumpulan
data, prosedur penelitan yang mencakup persiapan dan pelaksanaan penelitian, teknik analisis data yang
digunakan, serta pengecekan keabsahan instrumen penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk laporan hasil wawancara dan observasi,
serta analisis data dari hasil penelitian yang dikaitkan dengan teori pendukung.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dari makalah penelitian yang berisi kesimpulan penelitian dan saran
untuk penelitian yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manusia dikatakan sebagai makhkuk yang sempurna, melebihi jin ataupun malaikat, namun pada
realitanya manusia bisa dikatakan juga sebagai makhluk yang lemah, bahkan mungkin lemah dari
binatang.Mengapa begitu? Hal ini didasari pada ketidakberdayaan manusia pada saat di dalam kandungan
hingga terlahir ke dunia yang membutuhkan bantuan penuh, bahkan untuk sekedar merangkak
membutuhkan waktu yang cukup lama bila dibandingkan dengan binatang yang hanya membutuhkan
waktu singkat. Namun manusia diberi akal pikiran yang tidak dimiliki makhluk lainnya sehingga mereka
bisa terus berkembang dan mempertahankan keberadaannya.
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan dukungan dari berbagai komponen untuk memenuhi
kebutuhannya yang beraneka macam, termasuk di sini adanya kebutuhan untuk diakui atau dihargai.
Imbalan, pujian, hal-hal seperti itulah yang mereka inginkan.Dalam hal ini adalah adanya rasa puas,

manusia puas jika mereka diakui keberadaannya terlebih lagi bila disertai dengan pujian dan hal positif
lainnya. Tapi apakah semudah itu mengartikan kepuasan itu manakala pada realitanya di dunia nyata itu
seringkali mengabaikan keberadaan orang-orang biasa. Makna puas menjadi teralihkan ke dunia maya
di mana seringkali hal yang tidak bisa/mampu dilakukan di dunia nyata mereka lampiaskan di dunia
nyata.Terlebih lagi dengan semakin maraknya media sosial belakangan ini memudahkan mereka untuk
memamerkan diri agar diakui keberadaanya. Mengapa hal ini bisa terjadi ? untuk mengetahui lebih
lanjut fenomena tersebut akan kita kaitkan dengan teori psikologi eksistensial yang membahas mengenai
manusia dan keterkaitannya dalam memakna makna kehidupan mereka di muka bumi ini.

2.1.TEORI PSIKOLOGI EKSISTENSIAL ROLLO MAY

Pengertian Psikologi Eksistensial


Psikologi Eksistensial yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha perilaku manusia untuk
memahami manusia dengan mengatasi jurang pemisah antara subjek dan objek. Psikologi Eksistensial
sangat menekankan implikasi-implikasi falsafah hidup dalam menghayati makna kehidupan manusia di
dunia ini.

2.1.KONSEP DASAR
Konsep dasar yang digunakan May merupakan konsep dasar eksistensialisme yaitu:

A.Mengada-dalam-Dunia (Being in the-World) Dasein

Perasaan terisolasi dan keterasingan-diri dari dunia diderita tidak hanya oleh individu yang terganggu
secara patologis, tetapi juga oleh banyak idividu di masyarakat wilayah modern. Alienasi adalah penyakit
zaman ini, dan dia termanifestasikan di ketiga ini: (1) keterpisahan dari alam, (2) kekurangan hubungan
antarpribadi yang bermakna, dan (3) ketersaingan dari diri yang autentik. Kalau begitu, munusia
sebenarnya mengalami tiga mode mengada-dalam-dunia sekaligus, yaitu: Umwelt atau lingkungan di
sekitar kita, Minwelt atau hubungan kita dengan orang lain, dan Eigenwelt atau hubungan kita dengan diri
sendiri.

B. Ketidak mengadaan (Nonbeing)

kesadaran pada gilirannya juga dapat membawa manusia pada kesadaran akan sesuatu yang
menakutkan: yaitu ketidakmengadaan (non-being) atau ketiadaan (nothingness). Rasa takut pada
kematian atau ketidak mengadaan sering kali mendorong kita untuk hidup secara defensif dan menerima
sedikit dari kehidupan ketimbang jika kita mengonfrontasikan diri dengan masalah ketidak mengadaan
kita.

2.2.Konsep Psikologi Eksistensial Rollo May


2.2.1.Konsep dasar kepribadian

Konsep Kepribadian Psikologi Eksistensial Rollow May terdiri dari tiga bagian yaitu:

Umwelt atau lingkungan disekitar kita adalah dunia objek dan benda, dan akan tetap eksis sekalipun
manusia tidak menyadarinya. Maksudnya adalah dunia alamiah dengan hukum-hukum alamiahnya,
mencakup didalamnya dorongan-dorongan biologis dan fenomena alamiah.
Minwelt atau hubungan kita dengan orang lain. Maksudnya kita sebagai manusia yang bersosial
hendaknya harus berhubungan dengan orang lain sebagai manusia, bukan sebagai benda.

Eigenwelt mengacu kepada hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Ini adalah sebuah dunia yang
jarang di eksplorasi para teoretisi kepribadian. Hidup dalam Eigenwelt berarti menjadi sadarakan dirinya
sebagai makhluk manusia dan memeluk siapa diri kita saat berhubungan dengan dunia benda dan dunia
manusia.
Kecemasan
Kecemasan normal diidentifikasikan sebagai sebagai sesuatu yang proporsional bagi ancaman, tidak
melibatkan represi, dan bisa ditentang secara konstruktif di tingkatan sadar.
Kecemasan neurotik diidentifikasikan sebagai reaksi tidak proporsional terhadap ancaman, melibatkan
represi, dan bentuk-bentuk konflik intrapsikis lainnya, dan diatur oleh beragam jenis pemblokiran
aktivitas dan kesadaran.
Rasa Bersalah
Rasa bersalah muncul ketika manusia menyangkal potensinya gagal memahami secara akurat kebutuhan
sesamanya atau masih tetap bersikukuh dengan ketergantungan mereka kepada dunia alamiah. Rasa
bersalah ontologis memiliki efek positif maupun negatif terhadap kepribadian. Rasa bersalah bisa untuk
mengembangkan kerendahan hati yang sehar, membenahi dengan orang lain, menggunakan secara kreatif
potensi-potensi kita.

Intensionalitas
Struktur yang memberikan makna bagi pengalaman dan mengizinkan manusia untuk melakukan pilihan
terhadap masa depan disebut intensionalitas. Tanpa intensionalitas manusia tidak bisa memilih atau
bertindak berdasarkan pilihan tersebut. Tindakan mensyaratkan intensionalitas sama seperti
intensionalitas mensyaratkan tindakan, keduanya tidak terpisahkan.

Kepedulian, cinta, dan keinginan


May mendefinisikan cinta sebagai kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan penegasan terhadap
nilai dan perkembangan mereka sama seperti dirinya sendiri. Tanpa perhatian cinta pun tidak akan ada
selain hanya perasaan sentimentil kosong atau nafsu seksual tak terkendali.

Seks adalah fungsi biologis yang dapat dipuaskan lewat hubungan kelamin atau peredaan seksual
lainnya.
Eros adalah hasrat psikologis yang mencari prokresi atau kreasi melalui sebuah penyatuan kekal
dengan pribadi yang dicintai.
Filia yaitu persahabatan intim nonseksual di antara dua pribadi.
Agape adalah cinta yang aluistik. Sejenis cinta spiritual yang mengandung resiko bermain sebagai tuhan.

May mengakui dua bentuk kebebasan yang pertama kebebasan eksistensial, yang kedua kebebasan
esensial. Dua bentuk kebebasan, yaitu:

Kebebasan Esistensial adalah kebebasan bertindak yaitu kebebasan untuk melakukan sesuatu
berdasarkan pilihan-pilihan yang dibuatnya.
Kebebasan esensial yaitu kebebasan mengada. Takdir bukan berarti sesuatu yang sudah diatur atau
ditetapkan. Takdir adalah destinasi manusia, terfokus, dan bertujuan. Takdir tidak bias dihapus, namum
kita dapat memilih bagaimana cara kita merespons bagaimana kita akan hidup dari talenta-talenta dalam
diri sendiri yang tidak menentang kita.

2.3 NARCISSISTIC
Biasanya berusaha menjadi tampil agung, menamakan dirinya dengan gambaran besar. Mereka tenggelam
dalam keasyikan (preocupation) menerima atensi, salah dalam menerima reaksi orang-orang sekitarnya,
self-promotiondan lack of emphathy (kurang mampu memahami dan merasakan perasaan orang lain)
Karakteristika Narcissistic Personality Disorder mirip dengan karakteristika Histrionic personality
disorder.Dalam kedua gangguan ini, individu bertindak secara dramatis dan cara yang sangat besar atau
berlebihan (grandiose manner) , mencari ketakjuban dari orang lain, tetapi memiliki kedangkalan dalam
ekspresi emosinya serta dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Bagaimanapun, kalau orang-orang
dengan Histrionic personality disorder mencari persetujuan (approval) orang lain, Orang-orang dengan
NPD bersandar pada evaluasi diri (self-evaluation) dan melihat ketergantungan pada orang lain sebagai
sesuatu yang menunjukkan kelemahan dan berbahaya. Mereka terpaku pada pikiran-pikiran mengenai

pentingnya diri mereka (self-importance) dan dengan fantasi-fantasi mengenai kekuatan (power) dan
keberhasilan (success) dan memandang diri mereka sendiri sebgai orangyang lebih superior atas banyak
orang>dalam menjalani hubungan interpersonal, mereka membuat permintaan-permintaan yang tidak
dapat diterima sebagai rasional atau tidak beralasan kepada orang lain untuk mengikuti keinginankeinginan mereka, mengabaikan kebutuhan dan keinginan-keinginan orang lain, memanfaatkan orang lain
untuk mendapatkan kekuatan , dan merupakan orang-orang yang arogan dan merendahkan.
Sigmund Freud (1914) memandang narcisisme sebagai fase yang dilalui semua anak sebelum
menyalurkan cinta mereka kepada diri mereka sendiri dan orang-oranf yang ebrarti. Anak-anak dapat
terfiksasi pada fase narsisistik ini, bagaimanapun, jika mereka mengalami bahwa orang-orang yang
menagsuhnya tidak dapat dipercaya dan memutuskan bahwa mereka hanya dapat bersandar pada diri
mereka sendiri atau jika mereka memiliki orang tua yang selalu menuruti mereka dan menanamkan pada
diri mereka suatu perasaan bangga atas kemampuan dan harga diri mereka.Kemudian ahli psikodinamika
(Kernberg, 1989 & Kohut, 1971) berpendapat bahwa orang-orang yang narsisistik secara aktual menderita
self-esteem rendah, dan merasakan kekosongan dan nyeri sebagai hasil dari rejection dai orang tua, dan
bahwa perilaku-perilaku narsisisstik merupakan reaksi formasi untuk menghadapi masalh-masalah
tersebut melalui self-worth.
Dari sudut pandang teori belajar sosial, Millon (1969) menemukan bahwa asal dari gaya narcisistik adalah
evaluasi berlebihan yang tidak realistik mengenai nilai anak-anak oleh orangtua. Anak tidak mampu
untuk menggapai pada evaluasi-evaluasi orangtuanya mengenai dirinya, tetapi dia secara berkelanjutan
bertindak seolah-olah dia merupakan orang yang superior dan menuntut orang lain melihat mereka
sebagai orang yang superior. Demikian pula, Beck & Freeman (1990) berpendapat bahwa beberapa orang
narcissistic membangun asumsi-asumsi mengenai keberhargaan diri mereka yang tidak realistik (dalam
hal-hal yang positif) sebagai hasil dari penurutan (indulgence) dan evaluasi yang berlebihan dari orangorang signifikan selama masa anak-anak. Orang-orang narcissistic lainnya mengembangkan keyakinan
bahwa mereka merupakan unik dan luar biasa dalam bereaksi untuk menjadi satu-satunya orang yang
berbeda dari orang lain secara etnis, rasial, dan status ekonomi, atau sebagai upaya bertahan menghadapi
penolakan oleh orang-orang signifikan dalam kehidupan mereka.
2.4 Gangguan Kepribadian Narsistik.
Kita semua mengenal orang-oang yang menilai tinggi dirinya sendiri, mungkin bahkan melebihlebihkan kemampuan riil mereka. Mereka menganggap dirinya berbeda dengan orang lain dan pantas
menerima perlakuan khusus.

2.4.1.Kriteria Gangguan Kepribadian Narsistik


Pola pervasive dari grandiositas dan kebutuhan untuk dipuji dan empati, yang bermula pada masa dewasa
awal yang hadir diberbagai macam situasi, ditandai dengan lima (atau lebih) kriteria di bawah ini:
1.

Perasaan grandiose bahwa dirinya orang penting (misalnya, merasa memiliki talenta yang luar

biasa).
2.

Terokupasi dengan fantasi-fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan, atau

cinta ideal yang tanpa batas.


3.

Keyakinan bahwa dirinya istimewa dan hanya dapat dipahami oleh, atau seharusnya hanya

berhubungan dengan, orang-orang istimewa lain atau orang-orang yang berstatus tinggi.
4.

Minta dipuji secara eksesif

5.

Mengeksploitasi orang lain untuk mencapai tujuannya

6.

Kurang memiliki empati

7.

Sering iri terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain iri padanya.

8.

Bersikap arogan

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian


Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang diteliti adalah lima orang dewasa yang dipilih
berdasarkan kriteria tertentu yang penyusun tentukan berdasarkan beberapa kriteria gangguan
kepribadian narsistik sebagai berikut:

Perasaan grandiose bahwa dirinya orang penting (misalnya, merasa memiliki talenta yang luar

biasa).
Terokupasi dengan fantasi-fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan, atau

cinta ideal yang tanpa batas.


Keyakinan bahwa dirinya istimewa dan hanya dapat dipahami oleh, atau seharusnya hanya
berhubungan dengan, orang-orang istimewa lain atau orang-orang yang berstatus tinggi.

Minta dipuji secara eksesif


Mengeksploitasi orang lain untuk mencapai tujuannya
Kurang memiliki empati
Sering iri terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain iri padanya.
Bersikap arogan.

3.2 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
mendifinisikan berbagai kriteria serta nilai-nilai variabel yang diteliti. Metode penelitian yang
digunakan adalah analisis kelima narasumber yang diteliti menggunakan metode wawancara,
observasi, dan dokumentasi pribadi (dalam hal ini jejaring sosial masing-masing narasumber), serta
membandingkan perilaku narsistik masing-masing narasumber dengan teori yang relevan dengan
penelitian ini, yakni teori yang dibahas dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder-fifth edition (DSM-V).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam sebuah penelitian kualitatif adalah kata-kata yang diucapkan/ditulis dan perilaku.
Penelitian harus mengetahui jenis data apa saja yang diperlukan dan bagaimana mengidentifikasi,
mengumpulkan, serta mengolah data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder.
3.3.1 Data primer
Data primer adalah data yang berasal langsung dari responden. Data responden dalam
penelitian ini sangat diperlukan untuk mengetahui kecenderungan perilaku narsistik pada orang
dewasa yang menjadi fokus penelitian. Data primer yang diperoleh berasal dari In-depth
interview dengan tiap narasumber, observasi langsung terhadap masing-masing narasumber,
serta dokumentasi pribadi narasumber, yang dalam hal ini jejaring sosial masing-masing
narasumber.
3.3.2 Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, baik berupa keterangan
maupun literatur yang ada hubungannya dalam penelitian yang sifatnya melengkapi atau
mendukung data primer. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku yang

berhubungan dengan judul skripsi, jurnal dan berita yang relevan, serta kitab Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder-fifth edition (DSM-V).
3.4 Prosedur Penelitian

Persiapan

Persiapan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini pertama, penentuan topik yang
melatarbelakangi penelitian. Penentuan topik didasarkan atas fenomena sosial terkini yang penyusun
amati dan kaitannya dengan salah satu gangguan kepribadian narsistik dalam DSM-V. Kedua,
penentuan tujuan dan manfaat penelitian. Penentuan tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk
menjawab rumusan masalah yang menjadi inti dari penelitian, sedangkan penentuan manfaat atas
penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan kegunaan praktis dan teoritis dari penelitian. Ketiga,
mengumpulkan teori yang mendukung. Keempat, membuat desain penelitian, apakah penelitian yang
dilakukan adalah penelitian kualitatif atau kuantitatif. Kelima, membuat panduan observasi dan
wawancara yang menjadi pedoman dalam melakukan penelitian, menentukan subjek penelitian
beserta waktu dan tempat penelitiannya.

Pelaksanaan

Dalam pelaksanaannya, setiap anggota tim penelitian menangani satu subjek, dengan masing-masing
dari anggota tim melakukan observasi dan penelitian terhadap subjek berdasarkan pedoman observasi
dan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun untuk waktu dan tempat penelitian
disesuaikan dengan kesediaan masing-masing subjek, dan data yang didapat dari subjek telah
mendapat persetujuan sebelumnya dari subjek dengan ditandatanganinya informed consent.
3.5 Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, maka langkah berikutnya adalah pengolahan dan analisis data. Apa
yang dimaksud dengan analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara mendalam, catatan observasi lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan metode induktif. Penelitian ini tidak menguji
hipotesis, tetapi lebih merupakan penyusunan abstraksi berdasarkan data yang dikumpulkan. Analisis
dilakukan lebih intensif setelah semua data yang diperoleh di lapangan sudah memadai dan dianggap

cukup untuk diolah dan disusun menjadi hasil penelitian sampai dengan tahap akhir, yakni
kesimpulan penelitian.

3.6 Pengecekan Keabsahan Instrumen


Di dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama dalam penelitian adalah peneliti itu
sendiri. Oleh sebab itu, peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi. Validasi terhadap peneliti
sebagai instrumen meliputi validasi terhadap metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan
terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian. Untuk menghindari
atau menghilangkan unsur subjektivitas, dapat dilakukan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan
pengamatan, triangulasi, pemeriksaan sejawat melalui diskusi.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Hasil Observasi dan Wawancara Subjek A
Nama Subjek

: EC

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 24 tahun

Metode Pencatatan

: Anecdotal record

Waktu Wawancara

: 31 Mei 2016

Lokasi

: Di kantor tempat subjek bekerja, di daerah Jakarta Selatan

Hasil Wawancara

: Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan interviewer dengan subjek,

dapat diketahui bahwa subjek adalah pengguna media sosial yang aktif. Subjek memiliki
beberapa media sosial, diantaranya

Facebook, Instagram, Path, Twitter dan Skype. Subjek

mengatakan bahwa media sosial tersebut untuk berkomunikasi dengan teman-temannya yang
berada jauh dan tidak memungkinkan untuk bertemu setiap hari. Selain untuk berkomunikasi
subjek mengatakan bahwa media sosial untuk pamer, dimana subjek sedang hangout bersama
teman-temannya atau setelah subjek membeli sesuatu barang atau makanan dan subjek mengupload foto barang atau makanan tersebut. Subjek mengatakan media sosial adalah penting
baginya karena subjek merasa hampa apabila subjek tidak membuka media sosial tersebut. Satu
situasi yang harus orang lain tahu adalah ketika subjek sedang hangout di tempat-tempat yang
high class dan membeli barang-barang baru, atau bahkan ketika subjek sedang makan di caf
yang sedang ramai dikunjungi anak-anak muda atau sedang ngehits. Subjek merasa bangga
karena subjek sudah bisa makan atau hangout di tempat tersebut karena orang lain belum semua
yang merasakan tempat hangout tersebut. Subjek merasa isi komentar temannya adalah penting
dan subjek semakin merasa bangga ketika sesuatu yang di-uploadnya banyak yang komentar.
Biasanya isi komentar tersebut adalah: Woww keren banget tempatnya, Ihhh lucu banget sih
bajunya, Ini dimana sih, kok tempatnya keren banget, Woww mewah banget say, dll.
Ketika subjek ingin memposting sesuatu adalah saat subjek berada di tempat baru dan subjek
foto selfie atau memfoto tempatnya saja lalu subjek mempostingnya. Banyak teman-teman
subjek yang senang melihat postingan subjek karena teman-teman subjek merasa bahwa subjek
adalah sumber informasi yang bagus untuk tempat-tempat hangout bagus. Subjek mengaku
bahwa apabila ada orang lain yang memposting lebih bagus dari pada subjek atau lebih banyak,
subjek merasa tersaingi dan iri. Subjek merasa tidak suka apabila ada yang lebih bagus dari dia.
Subjek mengaku untuk posting-postinganya adalah penting. Subjek menyukai tipe teman yang

tidak ribet, gaul, loyal, jujur dan asik diajak pergi. Subjek tidak menyukai tipe teman seperti
teman yang ingat hanya saat butuhnya saja, egois.

4.1.2 Hasil Observasi dan Wawancara Subjek B


Nama Subjek

: FIR

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 29 tahun

Metode Pencatatan

: Anecdotal record

Waktu Wawancara

: 27 Mei 2016

Lokasi

: Di salah satu BUMN di daerah Jakarta Pusat, kantor tempat subjek

bekerja
Hasil Wawancara

: Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek, diketahui subjek memiliki

beberapa akun media sosial, diantaranya Facebook, Twitter, Instagram, Path, Google+, Yahoo,
dan Youtube. Akun-akun yang dimilikinya tersebut umumnya digunakan untuk kepentingan
pribadi dan pekerjaan. Untuk kepentingan pribadi misalnya untuk memposting moment liburan
atau jalan-jalan, sehingga keluarga dan orang lain bisa mengetahui tentang moment subjek.
Sedangkan untuk urusan pekerjaan, subjek menggunakannya untuk mengirim email dan urusan
pekerjaan lainnya. Untuk urusan pribadi, misalnya saat pergi menonton film ke bioskop, makan
di restoran, atau jalan-jalan, subjek menganggap hal tersebut membanggakan dan penting untuk
diketahui orang lain agar orang lain tahu dan bisa memberikan like untuk setiap hasil
postingannya. Dalam setiap hasil postingan subjek, subjek mengatakan ada saja yang iri dan
ingin ikut-ikutan di setiap moment yang subjek posting. Tidak jarang, subjek meminta bantuan
orang lain untuk memfoto dirinya saat moment-moment tertentu dan bila foto tersebut difoto
menggunakan kamera/ponsel orang lain, subjek akan meminta orang tersebut untuk segera
mengirim foto tersebut kepada dirinya agar subjek bisa segera mempostingnya ke media sosial,
atau sekadar menyimpannya sendiri. Meski subjek merasa orang yang dimintai bantuannya itu

mungkin merasa kesal atas ulah subjek, namun subjek beranggapan bahwa dibalik kekesalan
orang lain itu pasti ada sisi baiknya. Bila ada teman atau orang lain yang memiliki postingan di
media sosial yang lebih bagus atau banyak dari subjek, subjek sendiri mengaku merasa senang
akan hal tersebut, namun subjek merasa ingin memiliki postingan yang lebih banyak dan bagus
dari orang lain tsb. Maka dari itu, subjek akan menunggu dan bersabar untuk moment yang
didapat dan begitu moment tersebut datang, maka subjek akan cepat-cepat memposting moment
tersebut ke media sosial. Apa yang subjek harapkan dari postingannya tersebut adalah sanjungan
dari orang lain. Diluar itu semua, subjek menyadari bahwa terkadang postingannya tersebut tidak
penting, tidak perlu, dan lebih banyak unsur pamer. Oleh sebab itu, terkadang ada saja orang lain
yang mennyindir dirinya, namun subjek menanggapi sindiran tersebut dengan balas
menyindirnya. Soal tipe teman yang paling disenangi, subjek menyukai teman yang suka dan
mau mendengarkan apa yang ia bicarakan, bisa menjaga rahasia satu sama lain, mempunyai satu
hati, intinya adalah teman yang baik. Sedangkan tipe teman yang tidak subjek sukai adalah orang
yang suka sok-sokan, sombong, dan suka omong kosong yang jauh dari kenyataan.

4.1.3 Hasil Observasi dan Wawancara Subjek C


Nama Subjek

: ML

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 27 tahun

Metode Pencatatan

: Anecdotal record

Waktu Wawancara

: 29 Mei 2016

Lokasi

: Event Comicfest 2016

Hasil Wawancara

: Subjek aktif sebagai anggota kaskus atau lebih terkenal dengan nama

kaskuser. Dia seringkali berkeliling di acara-acara yang sering diadakan oleh kaskus.
Pewawancara mengenal subjek saat bergabung dengan grup di media sosial dimana para
kaskuser yang memiliki minat dengan budaya jepang saling berkumpul dan berdiskusi. Subjek

dalam hal ini tidak begitu tergila-gila akan budaya jepang, namun perlahan-lahan dia mulai
antusias dengan budaya jepang. Hal ini dibuktikan dengan seringnya dia, bahkan mungkin setiap
minggu menghadiri event-event tersebut dan memposting foto-fotonya selama event yang
acapkali membuat kesal para pengguna media sosial. Ketika wawancara dilakukan, dia
meminjam perlengkapan pewawancara untuk bergaya dan menarik perhatian pengunjung di sana.
Bahkan, beberapa hari belakangan ini subjek semakin menggebu-gebu untuk mengikuti proyekproyek cosplay dan sudah merencanakan untuk tampil dalam beberapa event di sisa tahun ini.
Wawancara dilakukan dalam bentuk wawancara terstruktur, dimana sudah ada pedoman untuk
wawancara agar mendapatkan hasil yang diinginkan tanpa keluar dari jalur terlalu jauh.
Observasi dilakukan secara partisipasional, dimana pewawancara ikut terlibat dalam kegiatan
subjek selama waktu pelaksanaan. Subjek saat diwawancara menjawab pertanyaan dengan
santai, tapi serius. Wawancara diawali dengan perkenalan singkat dan menyepakati beberapa hal
mengenai persetujuan subjek agar bersedia diwawancara. Ada catatan kecil dimana subjek sangat
tertutup mengenai data-data menyangkut keluarganya. Di awal wawancara subjek menyatakan
bahwa dia aktif di media sosial seperti path, instagram, whatsapp, twitter, facebook, dan kaskus.
Sebagian besar postingannya berupa foto-foto selfie dia atau foto bareng cewek-cewek kimut dari
acara-acara yang dia kunjungi. Subjek merasa senang apabila banyak yang komentar atas
postingan-postingannya, terutama komentar yang bernada iri karena sedari awal niat subjek
adalah untuk pamer diri. Secara garis besar, subjek

sangat senang memamerkan diri.

Kepercayaan dirinya sangat tinggi walau tidak didukung penampilan yang mengesankan. Namun
disitulah dia merasa puas, melihat orang-orang bereaksi atas postingannya. Dalam keadaan
normal, subjek biasanya memposting sekitar 3-4 kali dalam sehari, namun apabila ada acaraacara seperti Comicfest ID beberapa waktu lalu, subjek bisa memposting hingga lebih dari 20
kali. Selama wawancara berlangsung, tidak ada gerak-gerik dari subjek yang menjadi perhatian
khusus. Subjek terlihat natural dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Subjek juga ingin
semakin memperkuat eksistensinya di dunia perjepangan. Beberapa hari terakhir ini, subjek
bergabung dengan perkumpulan cosplayer-cosplayer untuk bisa tampil di acara-acara berikutnya.
Subjek menyukai orang-orang yang bisa diajak bercanda hancur-hancuran dan tidak suka
orang yang sensitif atau susah untuk diajak bercanda. Diakhir wawancara, subjek tidak keberatan
jika postingan-postingannya dijadikan bukti dokumentasi tanpa perlu disensor dan sejenisnya.

4.1.4 Hasil Observasi dan Wawancara Subjek D


Nama Subjek

: RA

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 29 tahun

Metode Pencatatan

: Anecdotal record

Waktu Wawancara

: 28 Mei 2016

Lokasi

: Di salah satu restoran di daerah Setiabudi, Jakarta Selatan

Hasil Wawancara

: Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan interviewer dengan subjek,

diketahui bahwa subjek adalah seorang pengguna media sosial yang aktif. Subjek memiliki
beberapa media sosial di antaranya yaitu Facebook, Instagram, Path, Twitter, Line, dan Wechat.
Subjek mengatakan bahwa media sosial tersebut digunakannya untuk membangun komunikasi
dengan teman-temannya yang sudah lama tidak bertemu karena jarak yang sangat jauh.
Terkadang media sosial juga digunakannya untuk memasarkan produk. Selain itu, subjek
mengatakan bahwa media sosial kerap kali digunakan untuk memamerkan setiap kegiatan yang
sedang dilakukan subjek, saat subjek sedang hangout bersama teman-temannya atau setelah
subjek membeli sesuatu barang atau makanan dan subjek mengupload barang atau makanan
tersebut ke media sosial dengan tujan agar teman-temannya mengetahui kegiatan apa saja yang
dilakukan, sehingga diharapkan teman-temannya memuji apa saja yang subjek lakukan. Dengan
kata lain, media sosial digunakan sebagai wadah pamer. Subjek mengatakan media sosial adalah
penting baginya karena dengan adanya media sosial, selain untuk menjalin komunikasi dengan
teman yang berada jauh, media sosial berguna untuk mengeluarkan segala keluh kesah yang
dialami subjek seperti dikala sedang sedih, marah, ataupun sedang kecewa dengan seseorang.
Dikala senang pun subjek sangat memerlukan media sosial untuk mengungkapkan segala
perasaan yang sedang dialaminya. Terkadang subjek merasa hampa apabila subjek tidak
membuka media sosial tersebut. Satu situasi yang harus orang lain tahu adalah ketika subjek
sedang bersenang- senang dengan teman-teman ditempat dianggap mewah serta saat subjek
membeli barang-barang mewah dan saat subjek sedang makan di restoran yang sedang ramai

dibicarakan semua orang, sehingga subjek mampu mendapatkan pengakuan diri dari temantemannya. Selain itu, manakala ada makanan apapun yang dianggap sangat enak, orang lain
diharapkan juga harus tahu bahwa subjek sudah bisa makan di tempat yang orang lain juga
inginkan untuk memamerkan setiap aktifitasnya, dan subjek merasa bangga akan hal tersebut.
Subjek merasa isi komentar teman-temannya adalah penting dan subjek semakin merasa bangga
ketika sesuatu yang diunggaahnya banyak yang memberikan komentar dan menyukai apa saja
yang subjek posting. Biasanya isi komentar-komentar tersebut adalah: wah bikin ngiler nih
makanannya, Woww keren banget tempatnya, Ihhh lucu banget sih bajunya, Ini dimana
sih, kok tempatnya keren banget, suka banget lihat tempatnya, sist, dll. Ketika subjek ingin
memposting sesuatu adalah saat subjek berada di tempat baru dan subjek memfoto diri sendiri
atau memfoto tempatnya saja lalu subjek mempostingnya. Banyak teman-teman subjek yang
senang melihat postingan subjek karena teman-teman subjek merasa bahwa subjek adalah
sumber informasi yang bagus untuk tempat-tempat hangout ataupun tempat-tempat makanan
yang dapat direferensikan karena makanannya yang sangat enak. Subjek mengaku bahwa apabila
ada orang lain yang memposting lebih bagus dari pada subjek atau lebih banyak, subjek kadangkadang merasa tersaingi, dengan kata lain timbul perasaan iri. Subjek juga merasa suka apabila
ada postingan yang lebih bagus darinya namun setelah itu subjek juga tentunya harus
memperlihatkan hal yang lebih bagus lagi. Subjek mengaku untuk posting-postingannya selama
ini sangat menarik dan wajib untuk orang lain mengetahuinya karena terkadang ada hal postif
yang di unggsanya dalam media social sehingga orang lain dapat mengambil nilai positif dari apa
yang di unggahnya serta berharap apa yang diposting bisa membuat iri teman-temannya. Subjek
menyukai tipe teman yang gaul, loyal, jujur, dan asik diajak pergi, serta yang dapat
mendengarkan segala keluh kesah subjek. Subjek tidak menyukai tipe teman seperti teman yang
egois dan berkomunikasi saat ada perlunya saja seperti sudah lama tidak bertemu, namun tibatiba meminjam uang.

4.1.5 Hasil Observasi dan Wawancara Subjek E


Nama Subjek

: Restya Handayani

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 35 Tahun

Metode Pencatatan

: Anecdotal record

Waktu Wawancara

: 2 Juni 2016

Lokasi

: Di salah satu Cafe di wilayah Semanggi

Hasil Wawancara

: Subjek adalah seorang Karyawan Swasta, berjenis kelamin perempuan,

dan berusia 35 tahun. Ia adalah pengguna media sosial, diantaranya; Facebook, Instagram, Path,
Twitter, dsb. Menurut pengakuannya, media sosial tersebut digunakan sebagai media untuk
menginspirasi banyak orang yang mengalami kondisi bullying dan pengabaian seperti dirinya,
dan menurutnya dari media sosial tsb ia menjadi punya banyak koneksi dari orang-orang
terpandang, seperti; artis, pejabat, pengusaha, sosialita, dsb.
Subjek menganggap media sosial adalah suatu yang penting, dan tidak adapat dipisahkan dari
dirinya. Dalam setiap hari tidak mungkin ia tidak menggunakan salah satu media sosial tsb. Baik
untuk memposting hal tentang dirinya, ataupun mengetahui informasi orang-orang di sekitarnya.
Ketika ditanya untuk menceritakan 1 contoh situasi yang orang lain harus ketahui ia bercerita
sangat panjang. Ia menceritakan bahwa dirinya adalah korban abuse orang tuanya. Ia
berpendapat dengan menceritakan hal tsb di media sosial, maka orang-orang yang mengalami hal
buruk dalam hidupnya dapat bercermin bahwa masih ada orang yang mengalami hal lebih buruk
dari orang lain tsb.
Atau tentang bagaimana ia membuktikan ke orang-orang bahwa ia bekerja tidak pernah
menggunakan koneksi kerabatnya, meskipun ia berasal dari keluarga ningrat atau memiliki
teman-teman orang terpandang. Hal itu ia lakukan agar orang lain dapat melihat apa yang ia
capai adalah hasil usahanya sendiri.
Mengenai komentar orang-orang setelah membaca postingannya sangat beragam. Ada yang
menyukai nya, adapula isi postingan yang membuat ia berurusan dengan teman dekatnya hingga
dilaporkan ke kepolisian. Hal itu terjadi ketika ia memposting hal-hal tentang temannya tersebut
yang menurutnya adalah pembalasan bahwa temannya telah menyakiti hatinya.

Ketika menggunakan media sosial untuk memposting sesuatu, ia tidak hanya menggunakan akun
pribadinya saja. Menurutnya, tak jarang ia menggunakan akun lain, baik itu akun palsu yang ia
buat, atau akun lama mantan kekasihnya yang telah ia ubah kata kuncinya. Hal tsb dilakukan
untuk dapat melihat isi akun atau postingan orang atau temannya yang mungkin ia sudah tidak
dapat lihat karena akun milikinya telah diblokir.
Dari apa yang terlihat di media sosialnya, ia sering membeberkan siapa saja yang terkoneksi
dengan media sosialnya. Hal itu ia lakukan, agar orang lain juga mengetahui bahwa ia mengenal
orang-orang yang terpandang.
Ia pernah mendapat teguran atas sebuah postingan dirinya dengan salah satu DJ. Teguran
tersebut ia dapat dari salah satu anak pejabat. Menurutnya, setelah ia menceritakan kejadian
sebenarnya, anak pejabat itu meminta maaf dan menjadi teman baiknya di media sosial.
Ia sangat menyukai orang-orang yang mau menerimaia apa adanya atau mendukungnya. Ketika
ditanya, teman seperyi apa yang tidak ia suka? Ia bilang tidak terlalu peduli dengan orang-orang
yang iri kepada dirinya, asalkan orang itu tidak mencari masalah lebih serius dengannya.
Sering pula ia melihat postingan orang-orang yang menunujkkan kehebatan dirinya, hingga
banyak orang memujinya. Menurutnya hal itu biasa saja. Menurutnya ia tidak terlalu
mementingkan hal tsb.
Ketika ditanya bagaimana tanggapan ia jika ia melihat kembali postingannya, ia berpendapat
bahwa hal-hal tsb ternya seperti sebuah novel atau biography tentang dirinya yang ia harap dapat
menginspirasi banyak orang dan berharap orang-orang yang sering mengabaikan atau tidak
menyukai dirinya tahu bahwa ia bukan orang yang biasa-biasa saja yang dapat diperlakukan
semaunya oleh orang-orang.

4.2 Analisis Data

secara garis besar:

pamer, unjuk diri, pengen bikin orang lain iri

merasa diri penting/istimewa

minta dipuji secara eksesif

kurang memiliki empati

sering iri thd orang lain, trutama soal kualitas dan kuantitas postingan (tidak ingin
disaingi)

Sedangkan gangguan kepribadian narsisstik secara teori merupakan perilaku membesar-besarkan


tentang betapa penting dirinya, butuh untuk dikagumi, dan kurang empati. Berdasarkan hasil
penelitian pada jurnal yang kedua, ada beberapa penyebab mengapa media sosial bisa memicu
kepribadian narsisstik. Pertama, media sosial merupakan tempat di mana hubungan sosial
memiliki ikatan emosi yang lemah, namun dapat memuaskan individu dalam memenuhi
kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian. Kedua, jumlah kontak yang ada pada media sosial
dapat dihitung dan terpampang dengan jelas, sehingga bisa dijadikan indikator popularitas.
Bahkan, fakta penelitian menunjukkan korelasi positif antara jumlah kontak dalam media sosial
dengan level narsissme seorang individu. Ketiga, media sosial menunjukkan beberapa
keuntungan untuk strategi presentasi diri. (Halpern, Valenzuela, & Katz, 2016).

Kebanyakan remaja narsistik memperbarui status Facebook lebih sering dibanding dengan yang
dilakukan mereka dengan level narsistiknya rendah.

more narcissistic adolescents updated their Facebook status more frequently than their less
narcissistic peers did.

Minwelt atau hubungan kita dengan orang lain. Maksudnya kita sebagai manusia yang bersosial
hendaknya harus berhubungan dengan orang lain sebagai manusia, bukan sebagai benda.

Anda mungkin juga menyukai