Psikologi
Abnormal
Penuaan dan gangguan
psikologis
Fakultas
Psikologi
Program
Studi
Psikologi
Tatap
Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
MK61073
Abstract
Kompetensi
Delirium
Gangguan yang dikenal sebagai delirium ditandai oleh kesadaran dan kognisi yang
terhendaya selama beberapa jam atau beberapa hari. Delirium adalah salah satu gangguan
mental yang paling awal ditangani.
Deskripsi klinis dan statistik
Penderita delirium tampak bingung, terdisorientasi, dan tampak tidak memiliki kontak
dengan sekitarnya. Mereka tidak dapat memusatkan dan mempertahankan perhatian
bahkan pada tugas-tugas paling mudah sekalipun. Ada kerusak yang jelas dalam ingatan
dan bahasa. Seperti kita ketahui bahwa gejala-gejala delirium tidak datang secara gradual
tetapi berkembang dalam hitungan jam atau beberapa hari, dan dapat bervariasi sepanjang
hari.
Gangguan Delirium tampak paling menonjol di kalangan orang-orang dewasa yang
sudah lebih tua, orang-orang yang menjalani prosedur medis, pasien kanker, dan
penyandang AIDS. Delirium mereda dengan relative cepat, dan di kebanyakan kasus
kesembuhan total yang diharapkan dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu. Sebagian
kecil individu tetap memiliki masalah ini secara pasang surut, sebagian bahkan sampai
mengalami koma dan mungkin meninggal.
Delirium dapat disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak semestinya dapat
menjadi masalah tersendiri bagi orang-orang lanjut usia, karena merekalah yang cenderung
lebih banyak memakai obat di banding kelompok-kelompok umur lainnya. Risiko ini semakin
tinggi karena para lansia cenderung mengeliminasi obat-obatan dari sistem mereka secara
kurang efisiensi dibanding orang-orang yang lebih muda. Jadi, tidak mengherankan bila
frekuensi reaksi adversif obat yang memaksa para lansia di rawat di rumah sakit enam kali
lebih tinggi dibanding kelompok-kelompok umur lainnya. Ada kepercayaan bahwa delirium
201
5
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
yang disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak semestinya memberikan kontribusi
terhadap 32.000 patah tulang pinggul yang terjadi para lansia setiap tahunnya akibat
terjatuh dan 16.000 kecelakaan mobil serius dialami oleh para lansia di AS setiap tahunnya.
Delirium dapat dialami oleh anak-anak yang mengalami demam tinggi atau memakai
obat tertentu dan sering kali disalah artikan sebagai ketidakpatuhan dalam pemakaian obat.
Gangguan ini sering terjadi selama perkembangan demensia; 44% penyandang demensia
mengalami paling tidak satu fase delirium. Karena kondisi-kondisi medis primernya banyak
yang bisa ditangani, delirium sering kali bisa sembuh dalam waktu relative pendek. Tetapi,
disekitar seperepat kasus, delirium danpat merupakan tanda akhir kehidupan.
Penanganan
Delirium disebabkan oleh penghentian pemakaian alkohol atau obat-obatan lain
biasanya ditangani dengan haloperiodol atau obat-obat anti psikotik lain, yang membantu
menenangkan individu yang bersangkutan. Intervensi medis yang tepat perlu diberikan bila
ada infeksi, cedera otak, dan tumor. Obat anti psikotik haloperidol sering diresepkan untuk
individu-individu yang mengalami delirium akut.
Intervensi psikososial juga bisa bermanfaat. Tujuan penanganan non-medis adalah
untuk memberikan ketenangnan kepada orang yang membantu penderita dalam mengatasi
agitasi, kecemasan, dan halusinasi akibat deliriumnya. Orang yang dirawat di rumah sakit
dapat ditenangkan dengan barang-barang pribadinya seperti foto keluarga (Fearing &
201
5
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
Inouye, 2009). Selain itu, pasien yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan tentang
semua penanganan yang akan dilakukan terhadapnya karena memiliki sense of control.
Tipe penanganan psikososial ini dapat membantu orang itu dalam menjalani periode
disruptifnya sampai penyebab-penyebab medisnya berhasil diidentifikasi dan diatasi.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa dukungan semacam ini juga dapat menunda
institusinalisasi pasien-pasien usia lanjut.
Preventif
Usaha preventif yang paling berhasil adalah membantu orang-orang yang terindikasi
delirium. Penanganan medis yang tepat dan terapi obat-obatan cukup efektif dalam
mencegah delirium (Breitbart & Alici, 2012). Sebagai contoh: meningkatnya jumlah orang tua
yang terlibat dalam menangani perawatan dan konseling penggunaan obat-obatan
membantu orang tua lebih bijak dalam menggunakan resep obat-obatan (U.S. General
Accounting Office, 1995)
dalam DSM-5 dirancang untuk memfokuskan pada tahap awal dimana fungsi kognisi yang
mulai menurun. Disini orang dengan gangguan ini mengalami kemampuan kognitif akan
tetapi masih bisa mandiri dengan beberapa pertolongan (seperti: membuat list perencanaan
kegiatan yang ingin dilakukan atau membuat jadwal yang terperinci).
Gangguan
neurokognisi
disebabkan
oleh
beberapa
kondisi
medis
dan
201
5
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
201
5
http://www.mercubuana.ac.id
Deskripsi Klinis
Tergantung pada individu yang mengalami dan penyebab gangguannya, progresi
gradual gangguan neurokognitif dapat memiliki gejala-gejala yang agak berbeda-beda,
meskipun semua aspek fungsi kognitif pada akhirnya akan terpengaruh. Pada tahap-tahap
awal, kerusakan ingatan biasanya terlihat dalam bentuk ketidakmampuan untuk mencatat
kejadian-kejadian yang sedang berlangsung. Dengan kata lain, seseorang ingat cara
berbicara dan mungkin juga mampu mengingat berbagai kejadian yang terjadi bertahuntahun silam, tetapi mengalami kesulitan dalam mengingat sesuatu yang terjadi beberapa
jam yang lalu.
Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengenali nama objek, adalah salah satu
gejala yang paling umum. Facial agnosia, ketidakmampuan mengenali wajah-wajah orang
bahkan yang sudah sangat dikenal sekalipun, bisa membuat anggota keluarga penderita
merasa sangat tertekan. Kemunduran menyeluruh pada fungsi otak mengakibatkan
kerusakan dalam ingatan, perencanaan, dan penalaran abstrak.
Hal ini mungkin dikarena para penyandang demensia mungkin menyadari bahwa
mereka mengalami kemunduran secara mental, maka berbagai perubahan emosional juga
sering terjadi. Efek samping yang umum dialami adalah delusi (keyakinan yang irasional),
depresi, agitasi, agresi, dan apati. Sekali lagi, sulit untuk menetapkan hubungan sebabakibat. Kita tidak tahu seberapa banyak perubahan perilaku yang terjadi disebabkan secara
langsung oleh kemunduran otak progresif dan seberapa banyak perubahan itu merupakan
akibat frustasi dan kehilangan semangat yang, secara tidak terhindarkan, menyertai
kehilangan fungsi dan perasaan terasing karena kehilangan orang-orang tercinta. Fungsi
201
5
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
kognitif terus mundur sampai orang itu membutuhkan dukungan nyaris total untuk
menjalankan aktivitas sehari-hari. Akhirnya, kematian akan terjadi akibat inaktivitas ditambah
onset penyakit-penyakit lainnya, seperti pneumonia.
201
5
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
terbaru dengan penggunaan mesin scan otak menunjukkan bahwa deteksi awal terhadap
penyakit ini bisa dilakukan sebelum penurunan fungsi kognisi yang signifikan ataupun
meninggal (Douaud, dkk, 2013; Weiner, dkk, 2012). Selain itu, untuk menegakkan diagnosa
tentang status kesehatan bisa menggunakan pengukuran yang menilai permasalahan
memori dan bahasa (Lihat Barlow 2014, Tabel 15.1 hal 549).
Kerusakan fungsi kognisi pada penyakit Alzheimer sangat perlahan di tahap awal
dan akan semakin cepat pada tahap tengah (Richards & Sweet, 2009). Survival time ratarata diperkirakan sekitar 8 tahun, meskipun banyak individu hidup secara mandiri selama
lebih dari 10 tahun. Sebagian bentuk penyakit ini dapat timbul relative lebih awal, yaitu pada
usia 40-an dan 50-an, tetapi biasanya muncul pada usia 60-an atau 70-an. Kira-kira 50%
kasus demensia ditemukan sebagai akibat Penyakit Alzheimer, yang diyakini menimpa lebih
dari 4 juta orang Amerika dan banyak orang lainnya di seluruh dunia.
Beberapa penelitian tentang prevalensinya menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer
muncul paling banyak pada orang-orang berpendidikan rendah. Gangguan yang lebih berat
di kalangan orang-orang yang kurang berpendidikan mengindikasikan bahwa onset- nya
terjadi jauh lebih dini, yang menunjukkan bahwa Penyakit Alzheimer menyebabkan disfungsi
intelektual yang kemudian menghambat berbagai upaya pendidikan. Atau, mungkin ada
sesuatu tentang pencapaian intelektual yang mencegah atau menunda gejalanya onset.
Pencapaian pendidikan bisa membuat cadangan, sekelompok keterampilan yang bisa
membantu seseorang untuk cope dengan fungsi kognisi yang menurun sebagai pertanda
dari bermulanya gangguan neurokognisi. Dari perspektif biologis mengenai hipotesa dimana
kognisi membuat cadangan, hal tersebut menunjukkan bahwa semakin berkembang sinaps
seseorang selama kehidupan, semakin banyak neuron yang mati sebelum tanda demensia
cukup jelas (Farias dkk, 2012). Kegiatan mental yang terjadi selama proses pendidikan
membangun cadangan sinaps dan syaraf yang berpotensi sebagai faktor pencegah dari
berkembangnya gangguan ini. Hal ini membuat kedua hal tersebut (berkembangnya
kemampuan dan perubahan di otak karena pendidikan) menjadikan pendidikan sebagai
faktor yang berkontribusi terhadap seberapa cepat perkembangan gangguan ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer ini lebih besar angka
kejadiannya pada wanita (Craig & Murphy, 2009), meskipun faktor survival menjadi faktor
statistiknya. Dengan kata lain, bahwa karena wanita hidup lebih lama daripada pria, hal
tersebut membuat angka statistik Alzheimer lebih banyak terjadi pada wanita, akan tetapi
umur yang panjang itu sendiri tidak membuat prevalensi penyakit ini menjadi lebih tinggi
pada wanita. Penjelasan terhadap hal ini adalah adanya hormone estrogen sebagai protektif
faktor terhadap terjadinya gangguan ini. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Womens
Health Initiative Memory, dalam studi awal ini mereka bereksperimen dengan wanita di atas
usia 65 tahun menggunakan kombinasi estrogen dan progestin atau Prempro, bertentangan
201
5
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
asumsi sebelumnya dimana wanita yang diberikan hormon estrogen akan berkurang
kesempatan untuk memiliki gangguan neurokognisi, akan tetapi hal tersebut malah
meningkatkan resiko penyakit Alzheimer (Coker dkk, 2010). Riset lanjutan masih
berlangsung untuk melihat perbedaan efek dari kedua jenis hormone
ini terhadap
demensia.
panjang
Tidak ada bukti etiologi yang tercampur (contoh: tidak adanya neurodegenerative atau
penyakit cerebrovascular, atau penyakit mental neurologis lainnya, atau penyakit yang
sistemik, atau kondisi lainnya yang berkontribusi terhadap penurunan kognisi)
Gangguan-gangguan psikologis
neurologis.
9
10
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
diketahui secara pasti (Michelakos dkk, 2013). Hasil temuan ini menyarankan bahwa
keamanan selama bekerja (melindungi karyawan dari kecelakaan pada bagian kepala) dan
kondisi ekonomi yang mempengaruhi diet yang pada akhirnya mempengaruhi prevalensi
berkembangnya gangguan neurokognisi tertentu. Tampak jelas bahwa faktor-faktor
psikososial turut mempengaruhi siapa yang mengembangkan dan tidak mengembangkan
demensia dalam bentuk-bentuk tertentu. Kemunduran fungsi otak adalah sebuah proses
biologis yang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor psikososial.
Faktor-faktor psikososial juga mempengaruhi perjalanan demensia. Anda mungkin
masih ingat bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi onset demensia. Memiliki
keterampilan-keterampilan tertentu dapat membantu sebagian orang dalam mengatasi
tahap-tahap awal demensianya secara lebih baik di bandingkan orang lain. Dalam budayabudaya tertentu, termasuk China, orang-orang yang lebih muda dituntut untuk bekerja dan
merawat para lansia setelah mencapi usia tertentu. Demensia mungkin tak terdeteksi
selama bertahun-tahun dalam budaya-budaya semacam ini.
Banyak yang masih harus dipelajari tentang penyebab dan perjalanan sebagian
besar tipe demensia. Seperti Penyakit Alzheimer dan Hutington, faktor-faktor genetik
tertentu membuat sebagian individu rentan terhadap kemunduran kognitif progresif. Di
samping itu, trauma otak, beberapa macam penyakit, dan paparan obat-obatan tertentu
seperti
alkohol,
inhalan,
dan
obat-obat
sedative,
hipnotik,
dan
ansiolitik
dapat
mengakibatkan penurunan yang khas pada berbagai kemampuan kognitif. Kita juga tahu
bahwa faktor-faktor psikososial dapat turut menentukan siapa yang rentan terhadap
penyebab-penyebab ini dan bagaimana mereka mengatasi kondisinya. Melihat demensia
dari perspektif integrative ini mestinya membantu kita agar dapat melihat berbagai macam
pendekatan penanganan secara lebih optimistik. Barang kali ada kemungkinan untuk
melindungi orang-orang dari berbagai kondisi yang dapat menyebabkan demensia dan
memberikan dukungan kepada mereka dalam mengahadapi berbagai konsekuensi merusak
yang ditimbulkannya.
Penanganan Psikososial
Penanganan psikososial di fokuskan pada usaha mempertinggi kualitas hidup
penyandang demensia dan keluarganya. Para penyandang demensia dapat diajari berbagai
keterampilan untuk mengkompensasi kemampuan mereka yang hilang. Beberapa peneliti
telah mengevaluasi berbagai adaptasi formal untuk membantu orang-orang yang berada
pada tahap awal demensia. Michelle Bourgeois (2007) menciptakan memory wallets
(dompet-dompet ingatan) untuk membantu penyandang demensia dalam melakukan
berbagai percakapan. Pertanyaan-pertanyaan deklaratif dicetak di atas kartu-kartu idenks
201
5
11
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
yang diselipkan ke dalam sebuah dompet , misalnya aku dan suamiku John memiliki 3
anak, atau aku lahir pada 3 Januari 1921 di Pittsburgh.
Dalam satu studi yang dilakukan oleh Bourgeois (1992) menemukan bahwa,orang
dengan gangguan neurokognisi terkait dengan gangguan Alzheimer, dengan traning yang
minimal, mereka dapat menggunakan bantuan memori untuk meningkatkan percakapan
dengan orang lain. Dengan kemajuan teknologi seperti tab yang bisa di program untuk
berbicara untuk seseorang, adaptasi seperti ini bisa menolong orang lain berkomunikasi
dengan yang lainnya, membantu mereka untuk sadar dengan sekelilingnya, dan bisa
mengurangi frustasi yang muncul saat mereka sadar bahwa mereka mengalami penurunan
fungsi kognisi (Fried-Oken dkk, 2012).
Simulasi
kognitif-
memberikan
dorongan
kepada
orang
dengan
gangguan
Garis
merah
mengilustrasikan
hal
ini,
yang
menghasilkan 3 sampai 5
tahun
kerusakan
yang
gangguan
ini
12
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
Individu dengan gangguan neurokognitif stadium lanjut, mereka tidak dapat makan,
mandi, atau memakai baju mereka sendiri. Mereka tidak dapat berkomunikasi atau
mengenali anggota keluarganya sendiri. Mereka mungkin akan berkeliaran di luar rumah
dan mungkin juga meghilang (kesasar). Karena mereka tidak sadar akan stigma sosial,
mereka melakukan perilakku seksual di depan publik, seperti masturbasi. Mereka sangat
gampang marah dan terkadang melakukan kekerasan fisik. Dalam rangka menolong orang
dengan demensia dan perawatnya, maka peneliti melakukan intervensi untuk mengatasi
konsekuensi dari gangguan ini (Lovestone, 2012). Sebagai contoh, beberapa riset
mengindikasikan bahwa kombinasi antara latihan pada pasien dan instruksi pada perawat
tentang bagaimana cara menghandle perilaku bermasalah dapat meningkatkan kesehatan
secara umum dan mengurangi depresi pada orang dengan penyakit Alzheimer (Longsdon,
McCurry, Pike, & Teri, 2009; Teri dkk, 2003).
Seorang penyandang demensia dapat teragitasi dan kadang-kadang menjadi agresif
secara verbal maupun fisik. Dapat dimengerti bila perilaku ini dapat membuat perawatnya
merasa stress. Dalam situasi semacam ini, intervensi medis sering kali digunakan, meskipun
hasilnya tidak terlalu signifikan. Para perawat sering kali diberi latihan asertif untuk
membantu mereka mengahdapi perilaku bermusuhan penderita. Bila tidak, perawat mungkin
menerima secara pasif semua kecaman yang dicecarkan oleh penderita, yang dapat
meningkatkan stresnya atau membalas perlakuan penderita dengan sikap marah dan
agresif. Respon terakhir in sangat memperihatinkan karena berpotensi kekerasan pada
orangtua. Penting untuk mengajari perawat mereka tentang cara menangani berbagai
keaadaan yang menimbulkan stress agar mereka tidak terjebak dalam situasi abusive.
Beberapa bukti objektif mendukung kegunaan latihan asertif untuk mengurangi
stress
perawat, dan kita menunggu hasil penelitian-penelitian lain yang dapat dijadikan pedoman
bagi upaya-upaya di masa yang akan datang.
Orang dengan penyakit Alzheimer kebanyakan berkeliaran di tempat-tempat yang
kadang membahayakan diri mereka sendiri (seperti: berada di tengah jalan), sebagai
penanganannya kebanyakan penanganan dengan mengurung atau mengikat orang tua
tersebut di tempat tidur malah menyebabkan hal yang tidak baik. Treatmen psikologis
menawarkan pendekatan yang lebih manusiawi dengan cara menyediakan klue untuk
membantu orang dengan gangguan ini untuk bisa tinggal di dalam rumah mereka sendiri.
Inovasi terbaru dari teknologi- dengan cara membuat aplikasi smart home yang dapat
memonitor lokasi pasien dan mengingatkan perawat (care giver). Namun di waktu yang
bersamaan, ada pertanyaan etika terkait teknologi tersebut bisa mengganggu privasi
seseorang (Bharucha dkk, 2009; Mahoney, dkk, 2007).
Terkadang orang yang mengalami gangguan ini bisa sangat gelisah dan terkadang
agresif secara verbal ataupun fisik. Hal ini tentu saja membuat orang yang menjaganya
201
5
13
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
cukup stress. Dalam situasi ini, pendekatan medis tentu harus dilakukan, meskipun hasilnya
cukup sedikit (Testad, Ballard, Bronnick, & Aarsland, 2010). Hasil penelitian menunjukkan
mengajarkan cara berkomunikasi seperti mengajarkan pada anak dengan gangguan
spectrum autis (Durand, 2012) bisa ckup membantu mengurangi perilaku agresif pada orang
dengan gangguan neurokognisi (Baker & LeBlanc 2011). Sebagai tambahannya, caregiver
mendapat training dalam menghadapi perilaku bermusuhan dari orang dengan gangguan
ini.
Secara umum, keluarga dan orang-orang yang mengalami gangguan neurokognisi
yang ringan ataupun berat dapat mendapatkan manfaat dari supportive counseling untuk
membantu mereka mengatasi perasaan frustasi, depresi, bersalah, dan kehilangan yang
bisa menguras emosi yang cukup banyak. Klinisi juga harus mengakui bahwa kemampuan
menghadapi stressor antara satu orang dengna orang lain berbeda. Seperti dalam sebuah
studi ditemukan perbedaan coping strategies pada perawat. Di sebuah daerah pedesaan
Alabama, perawat dari kulit putih menggunakan acceptance dan humor sebagai strategi
dalma menghadapi masalah, dan perawat kulit hitam menggunakan agama dan
mengingkari (denial).
Perilaku Pasien
tenang
dan
Respon Asertif
tegas
mengatakan:
Pasien menolak untuk makan, kita setuju melakukan ini pada saat ini sehingga kita bisa
mandi, dan mengganti pakaian
Pasien ingin pulang ke rumah
Pasien
kepuasan/kegembiraan
langsung
Pasien
secara
menuduh
spesifik
tindakan
dan
tugas),
kita
bisa
201
5
14
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
Daftar Pustaka
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. Arlington (Fifth edit, p. 991). VA: American Psychiatric Publishing.
doi:10.1176/appi.books.9780890425596.744053
201
5
15
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
Angst, J., Hengartner, M. P., Gamma, A., Von Zerssen, D., & Angst, F. (2013). Mortality of
403 patients with mood disorders 48 to 52 years after their psychiatric hospitalisation.
European Archives of Psychiatry and Clinical Neuroscience, 263, 425434.
doi:10.1007/s00406-012-0380-1
Blint, S., Czobor, P., Komlsi, S., Mszros, a, Simon, V., & Bitter, I. (2009). Attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD): gender- and age-related differences in neurocognition.
Psychological Medicine, 39, 13371345. doi:10.1017/S0033291708004236
Barlow, D. H., & Durand, V. M. (2015). Abnormal psychology: an integrative approach
(sevent). Stamford, CT: Cengange Publisher.
Benjamin, J., Silk, K. R., Lohr, N. E., & Westen, D. (1989). The relationship between
borderline personality disorder and anxiety disorders. The American Journal of
Orthopsychiatry, 59(6), 461467.
Brodsky, B. S., Groves, S. a, Oquendo, M. a, Mann, J. J., & Stanley, B. (2006). Interpersonal
precipitants and suicide attempts in borderline personality disorder. Suicide & LifeThreatening Behavior, 36, 313322. doi:10.1521/suli.2006.36.3.313
Fink, P., Steen Hansen, M., & Sndergaard, L. (2005). Somatoform disorders among firsttime referrals to a neurology service. Psychosomatics, 46, 540548.
doi:10.1176/appi.psy.46.6.540
Hammerness, P., Geller, D., Petty, C., Lamb, A., Bristol, E., & Biederman, J. (2010). Does
ADHD moderate the manifestation of anxiety disorders in children? European Child and
Adolescent Psychiatry, 19, 107112. doi:10.1007/s00787-009-0041-8
Neikrug, A. B., & Ancoli-Israel, S. (2010). Sleep disorders in the older adult - A mini-review.
Gerontology, 56, 181189. doi:10.1159/000236900
Oltmanns, T. F. . R. E. E. (2007). Abnormal psychology. Psychological Science. Retrieved
from http://ctiwebct.york.ac.uk/docs/pdf/p20030206_Davison.pdf
Oltmans, F. T., Martin, M., Neale, J., & Davidson, C. G. (2011). Case Studies in Abnormal
Psychology. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Peat, C. M., Peyerl, N. L., & Muehlenkamp, J. J. (2008). Body image and eating disorders in
older adults: a review. The Journal of General Psychology, 135(4), 343358.
doi:10.3200/GENP.135.4.343-358
Potvin, S., Sepehry, A. A., & Stip, E. (2006). A meta-analysis of negative symptoms in dual
diagnosis schizophrenia. Psychological Medicine, 36(August 2005), 431440.
doi:10.1017/S003329170500574X
Roca, V., Hart, J., Kimbrell, T., & Freeman, T. (2006). Cognitive Function and Dissociative
Disorder Status Among Veteran Subjects With Chronic Posttraumatic Stress Disorder: A
201
5
16
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc
201
5
17
Gangguan-gangguan psikologis
Ainul Mardiah, S.Psi, M.Sc