Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

SEORANG PRIA 54 TAHUN


DENGAN OD ASTIGMATISMA MIOPIA SIMPLEK
DAN ODS PRESBIOPIA

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
Alif Adlan Zulizar
22010113210140

Penguji Kasus
: dr. Sri Inakawati, Sp.M (K)
Pembimbing
: dr. Dera Tresna Utami
Dibacakan tanggal: 31 Desember 2013

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

HALAMAN PENGESAHAN

Nama

: Alif Adlan Zulizar

NIM

: 22010113210140

Judul Laporan

: Seorang Pria 54 tahun dengan OD Astigmatisma Miopia


Simplek dan ODS Presbiopia

Penguji

: dr. Sri Inakawati, Sp.M (K)

Pembimbing

: dr. Dera Tresna Utami

Semarang, 28 Desember 2013


Penguji,

Pembimbing,

dr. Sri Inakawati, Sp.M (K)

dr. Dera Tresna Utami

LAPORAN KASUS
SEORANG PRIA 54 TAHUN
DENGAN OD ASTIGMATISMA MIOPIA SIMPLEK
DAN ODS PRESBIOPIA
Kepada Yth.
Dibacakan oleh
Pembimbing
Dibacakan tanggal

: dr. Sri Inakawati, Sp.M (K)


: Alif Adlan Zulizar
: dr. Dera Tresna Utami
: 31 Desember 2013

I. PENDAHULUAN
Tajam penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media refrakta dan saraf. Bila
terdapat kelainan/gangguan pada komponen tersebut, akan dapat mengakibatkan penurunan
tajam penglihatan. Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri dari kornea, humor aquos, lensa, dan corpus vitreous. Pada orang normal pembiasan
oleh media refrakta dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
emetropia dan mata yang tidak bisa membiaskan cahaya tepat sampai makula lutea disebut
ametropia.1
Astigmatisma adalah salah satu bentuk ametropia di mana berkas sinar tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang
saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. 2 Sedangkan
presbiopia, merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut, yang dapat terjadi akibat
kelemahan otot akomodasi maupun kondisi lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sklerosis lensa.1
Laporan ini menyajikan tentang seorang pria berusia 54 tahun dengan OD
astigmatisma miopia simplek dan ODS presbiopia.

II. IDENTITAS PENDERITA


Nama
: Tn.Y M
Umur
: 54 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Bulu Lor, Semarang Utara
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nomor CM
: C189682
3

III. ANAMNESIS
(autoanamnesis tanggal 23 Desember 2013)
Keluhan Utama : Mata kanan kabur untuk melihat jauh.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 2 minggu yang lalu pasien mengeluh mata kanan terasa kabur saat melihat jauh.
Keluhan dirasakan sepanjang hari dan mengganggu aktivitas. Pasien mengeluh pada saat
melihat garis yang berdekatan dan melihat lantai terkadang seperti bergelombang. Pasien
merasa pandangannya kabur dan tidak nyaman serta pusing saat membaca. Pasien merasa
lebih nyaman membaca dalam keadaan terang atau siang hari. Keluhan pandangan kabur
seperti tertutup kabut (-), mata merah (-), silau (-), lodok(-). Keluhan dirasakan memberat,
lalu pasien memeriksakan diri ke Poli Mata RSUP Dr. Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya (+) ukuran ODS: S+1.50 D
Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal.
Riwayat trauma pada mata disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien menggunakan kacamata disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai wiraswata, istri sebagai ibu rumah tangga, dan memiliki tiga
orang anak.
Biaya pengobatan ditanggung pribadi
Kesan: sosial ekonomi cukup
IV. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK (23 Desember 2013)
Status Praesens
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda vital

: baik
: composmentis
: tekanan darah
suhu badan
nadi
respirasi
Pemeriksaan Fisik : kepala
thoraks
abdomen
ekstremitas

: 120/80 mmHg
: afebris
: 82 /menit
: 20 /menit
: mesosefal
: cor : dalam batas normal
paru : dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal

Status Ophthalmologi

Oculus Dexter
6/8,5
6/8,5 C-0.75x120O 6/6 Add
S+3,00 J 2
Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
Kripte (+)
Bulat, central, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N
Jernih
(+) cemerlang
T(digital) normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Binokularitas :

VISUS
KOREKSI
SENSUS COLORIS
PARASE/PARALYSE
SUPERCILIA
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
CONJUNGTIVA FORNICES
CONJUNGTIVA BULBI
SCLERA
CORNEA
CAMERA OCULI
ANTERIOR
IRIS
PUPIL
LENSA
FUNDUS REFLEKS
TENSIO OCULI
SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
TEST FLUORESCEIN
- Alternating Cover Test
- Duke Elder test
- Distorsi

Oculus Sinister
6/6 E
Add S+3,00 J 2
Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
Kripte (+)
Bulat, central, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N
Jernih
(+) cemerlang
T(digital) normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(+) N
(-)
(-)

V. RESUME
ANAMNESIS
Seorang pria usia 54 tahun datang dengan penurunan visus OD saat melihat jauh dan

dekat sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu, dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Penderita merasa pusing bila membaca. Keluhan mata seperti tertutup kabut (-), mata
hiperemis (-), nyeri/ nyeri berdenyut pada mata (-), gatal(-), lakrimasi(-), ngganjel (-),
fotofobia (-), sekret(-).
Riwayat pemakaian kacamata sebelumnya (+) ukuran ODS: S+1.50 D

PEMERIKSAAN FISIK
Status praesens

Status oftalmologi

- Dalam Batas Normal

Oculus Dexter
6/8,5
6/8,5 C-0.75x1200 6/6
Add S+3,00 J 2
Pemeriksaan Binokularitas :

VISUS
KOREKSI
- Alternating Cover Test
- Duke Elder test
- Distorsi

Oculus Sinister
6/6 E
Add S+3,00 J 2
(+) N
(-)
(-)

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
OD Astigmatisma Miopia Simplek
Diagnosis Tambahan
ODS Presbiopia
VII. PENATALAKSANAAN
Resep kacamata sesuai dengan koreksi
OD C-0.75x1200 6/6 Add S+3,00 J 2
OS Add S+3,00 J 2

VIII. PROGNOSIS
Quo ad visam
Quo ad sanam
Quo ad vitam
Quo ad cosmeticam

OD
OS
ad bonam
ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
ad bonam
ad bonam

IX. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien tentang penyakitnya bahwa penyakit ini merupakan kelainan
refraksi berupa gangguan akomodasi pada usia lanjut, yang dapat terjadi akibat
kelemahan otot akomodasi maupun kondisi lensa mata yang tidak kenyal atau
berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa, selain itu perlu dijelaskan mengenai
penyakit astigmatisma yaitu suatu keadaan di mana sinar yang masuk ke mata tidak
difokuskan pada satu titik, penyakit tersebut dapat ditolong dengan kacamata.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien memerlukan kacamata untuk melihat jauh
dan dekat, serta pasien mungkin dapat mengalami pertambahan ukuran kacamata.
3. Menjelaskan apabila membaca atau melakukan pekerjaan yang memerlukan
penglihatan jarak dekat dalam waktu lama, sebaiknya beristirahat setiap 30 menit.
4. Menjelaskan untuk tidak membaca terlalu dekat, membaca sambil tiduran, membaca
ditempat remang-remang/cahaya kurang.
5. Menjelaskan untuk tidak terlalu lama saat menonton televisi atau berada di depan
computer/laptop.
6. Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan menjelaskan tentang
komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai kacamata.
X. USUL-USUL
Kontrol pemeriksaan visus setiap 6 bulan
XI. DISKUSI
Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa akan
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan
susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjang bola mata. Pada kelainan refraksi ,
sinar dibiaskan di depan atau di belakang macula lutea.4
Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :7
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)

3. Kekuatan lensa kristalina (rata-rata 21 D)


4. Panjang aksial (rata-rata 24 mm)
Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang bola mata yang
tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak
normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di dalam mata (ametropia indeks).
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia, hipermetropia, dan astigmatisme.
Bentuk-bentuk ametropia :
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih pendek
sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada miopia
aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada
hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang retina.1
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias kuat,
maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias kurang
maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia refraktif).1
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak
normal.Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti pada
keratokonus. Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan kornea lebih kecil
dari kondisi normal.7
Kelainan refraksi bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan tajam penglihatan atau
visus.

Pemeriksaan visus dengan optotipe Snellen.


Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan refraksi secara subyektif. Pemeriksaan
refraksi secara subyektif adalah suatu tindakan untuk memperbaiki penglihatan seseorang
dengan bantuan lensa yang ditempatkan didepan bola mata.
Alat-alat yang digunakan:
- Optotipe Snellen
- Trial lens set
Prosedur pemeriksaan terdiri dari dua langkah :
Langkah pertama : Pemeriksaan Visus
Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari optotipe Snellen, salah satu mata pasien ditutup

kemudian disuruh membaca huruf terbesar sampai huruf terkecil.


Bila huruf terbesar tidak terbaca maka pasien diperiksa dengan hitung jari. Contoh : visus
= 1/60 (artinya pasien bisa membaca pada jarak 1 meter sedangkan orang normal bisa
membaca pada jarak 60 meter)
8

Bila hitung jari tidak bisa, maka pasien diperiksa dengan lambaian tangan pada jarak 1 m.

Pasien disuruh menyebutkan arah lambaian tangan. Hasilnya visus = 1/300


Bila lambaian tangan tidak bisa maka pasien diperiksa dengan menggunakan sinar, untuk

membedakan gelap-terang. Hasilnya visus = 1/~


Bila tidak bisa membedakan gelap dan terang, maka visus = 0. Pastikan dengan reflek

pupil direk dan indirek.


Langkah kedua : Koreksi Visus
Koreksi visus dilakukan jika pasien dapat membaca huruf Snellen. Pemeriksaan dilakukan

dengan tehnik trial and error.


Pasang trial frame. Koreksi dilakukan bergantian, dengan cara menutup salah satu mata.
Pasang lensa sferis +0,5D. Setelah diberi lensa sferis +0,5D visus membaik, berarti

hipermetrop.
Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa sferis sampai

didapatkan visus 6/6.


Koreksi yang diberikan pada hipermetrop adalah koreksi lensa sferis positif terbesar yang

memberikan visus sebaik-baiknya.


Jika diberi lensa sferis positif bertambah kabur, berarti miopia. Maka lensa diganti dengan

lensa sferis negatif.


Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa sferis sampai

didapatkan visus 6/6


Koreksi yang diberikan pada miopia adalah koreksi lensa sferis negatif terkecil yang

memberikan visus sebaik-baiknya.


Jika visus tidak bisa mencapai 6/6, maka dicoba dengan memakai pinhole
Bila visus membaik setelah diberi pinhole, berarti terdapat astigmatisma maka dilanjutkan

dengan koreksi astigmatisma.


Setelah visus menjadi 6/6, kemudian dilakukan pemeriksaan binokularitas, yaitu:
- Duke elder test
Pasien disuruh melihat optotipe snellen dengan menggunakan lensa koreksi, kemudian
ditaruh lensa sferis +0,25D pada kedua mata. Jika pasien merasa kabur berarti lensa
-

koreksi sudah tepat, apabila menjadi jelas berarti pasien masih berakomondasi.
Alternating cover test
Dilakukan dengan cara menutup kedua mata secara bergantian. Pasien membandingkan
kedua mata mana yang paling jelas. Pada mata miopia, mata yang paling jelas
koreksinya dikurangi. Pada mata hipermetrop, mata yang paling jelas koreksinya

ditambah.
Distortion test
Pasien disuruh berjalan sambil memakai lensa koreksi. Jika saat berjalan lantai tidak
goyang-goyang dan tidak merasa pusing maka koreksi sudah tepat.
Reading test

Untuk pasien yang berusia 40 tahun atau lebih, perlu dilakukan test penglihatan dekat.
Diberi lensa sferis positif sesuai umur kemudian membaca kartu jaeger. Lensa addisi

untuk penglihatan dekat biasanya diberikan berdasarkan patokan umur :


- 40 tahun : 1,00D
- 50 tahun : 2,00D
- > 60 tahun : 3,00D
Setelah semua pemeriksaan selesai maka dibuatkan resep kaca mata dimana sebelumnya
telah diukur PD (pupil distance) dengan penggaris.

Gambar 1. Optotipe Snellen

Gambar 2. Pinhole

Gambar 3. Trial frame


ASTIGMATISMA
Astigmatisma adalah suatu keadaan di mana sinar yang masuk ke mata tidak difokuskan
pada satu titik. Keadaan ini dapat disebabkan oleh8
a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatisma,sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola
mata.Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,

10

kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea sertaakibat pembedahan


kornea.

b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin jugasemakin berkurang dan
lama kelamaan lensa kristalin akan mengalamikekeruhan yang dapat menyebabkan
astigmatisma.

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisma dibagi sebagai berikut:
1) Astigmatisma Reguler
Didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidangyang saling tegak
lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih
kuat dari pada bidang yang lain.Astigmatisma jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris
yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai
dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisma regular ini dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu:
1

Astigmatisma with the rule, yakni bila meridian vertikal lebih curam, koreksi silinder plus

pada axis 90o (vertical) atau koreksi silinder minus pada axis 180o.
Astigmatisma against the rule, yakni bila meridian horisontal lebih curam, koreksi

silinder plus pada axis 180o atau koreksi silinder minus pada axis 90o.
Astigmatisma oblique, yakni astigmatisma reguler yang meridian utamanya tidak pada
90o atau 180o.
Berdasarkan letak titik vertikal atau horizontal pada retina astigmatisma regular

diklasifikasikan menjadi :

1. Astigmatisma Miopia Simplek


Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B
adalah titik fokus dari daya bias terlemah).

11

Gambar 1. Astigmatisma miopia simpleks


2. Astigmatisma Hipemetropia Simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B di belakang
retina.

Gambar 2. Astigmatisma hipemetropia simpleks


3. Astigmatisma Miopia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di antara titik A dan retina.

Gambar 3. Astigmatisma miopia kompositus

4. Astigmatisma Hipemetropia Kompositus


Astigmatisma jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina.

12

Gambar 4. Astigmatisma hiperopa kompositus

5. Astigmatisma Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.

Gambar 5. Astigmatisma mixtus


2) Astigmatisma ireguler
Terjadi akibat adanya iregularitas pada bidang median curvatura sehingga tidak ada
satupun bentuk geometri yang dianut. Sebagai contoh, terjadi akibat sikatrik kornea.
PRESBIOPIA
Presbiopia merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut, yang dapat terjadi akibat
kelemahan otot akomodasi maupun kondisi lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka orang berusia di
atas 40 tahun biasanya akan memberikan keluhan setelah membaca, berupa mata lelah, berair
dan sering terasa pedas. 1
Pada pasien presbiopia, kaca mata baca atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu, biasanya:
+ 1,0 D untuk usia 40 tahun
+ 1,5 D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untuk usia 60 tahun.1
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,00 D adalah lensa positif terkuat
yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadan ini mata tidak melakukan akomodasi bila
membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +3,00 D
sehingga sinar yang keluar akan sejajar.1
Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja

13

pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subyektif sehingga angka-angka di atas
tidak merupakan angka yang tetap.1
DIAGNOSIS
Diagnosis Astigmatisma dan presbiopia dapat diperoleh dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama penglihatan kabur saat melihat
jauh maupun saat membaca.
Salah satu pemeriksaan mata yang dilakukan adalah pemeriksaan visus dan koreksi.
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kaca mata. Setiap
mata diperiksa terpisah.
Pemeriksaan menggunakan kartu Snellen dan dilakukan pada jarak 6 meter.1 Jika
masih belum dapat terkoreksi penuh maka dilanjutkan dengan pemeriksaan pin hole (uji
lubang kecil). Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan,
atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin
hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan
ataupun retina yang mengganggu penglihatan.4
Pemeriksaan refraksi subjektif secara teliti dilakukan untuk mendapatkan kekuatan
lensa yang terendah yang dapat dipakai. Pemeriksaan dilanjutkan Duke Elder test, alternating
cover test, distortion test, dan reading test.
PENANGANAN
Tujuan penanganan adalah penglihatan binocular yang jelas, nyaman, efisien, dan
kesehatan mata yang baik bagi pasien.11 Pilihan cara yang dapat mengatasi kelainan
refraksi meliputi :
1. Kacamata koreksi
Pemilihan kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki
refraksi.2 Keuntungan penggunaan kacamata meliputi: lebih murah, lebih aman bagi
mata, dan membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada lensa kontak. 11
Kerugian penggunaan kacamata meliputi: menghalangi penglihatan perifer,
membatasi kegiatan tertentu, dan mengurangi kosmetik.4 Kacamata yang diperlukan
untuk mengoreksi kelainan Astigmatisma adalah kacamata Cylindris sedangkan untuk
mengoreksi kelainan presbiopia adalah kacamata sferis positif.
2. Lensa kontak

14

Keuntungan pemakaian lensa kontak adalah: memberikan penglihatan yang lebih luas,
tidak membatasi kegiatan, kosmetik lebih baik. Kerugian penggunaan lensa kontak:
sukar dalam perawatan, mata dapat merah dan infeksi, tidak semua orang dapat
memakainya (mata alergi dan mata kering).4
3. Bedah refraktif
Pembedahan ini dilakukan untuk memperbaiki penglihatan akibat gangguan
pembiasan. Jenis pembedahan meliputi pembedahan di kornea (radial keratotomi,
keratektomi fotorefraktif/photorefractive keratectomy/PRK, automated lamellar
keratoplasti/ALK, LASIK) dan lensa (implantasi lensa intra ocular, clear lens
extraction).4
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini didapatkan diagnosis OD astigmatisma myopikus simplek dan ODS
presbiopia berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis
tersebut.
Pada anamnesis didapatkan seorang pria 54 tahun dengan keluhan mata terasa lelah
terutama saat membaca disertai penglihatan kedua mata kabur pada saat melihat jauh.
Gejala-gejala yang dikeluhkan oleh pasien menandakan adanya penurunan visus
sebagai akibat adanya kelainan refraksi. Penyebab kekeruhan media refrakta, seperti katarak,
inflamasi atau infeksi pada media refrakta, dapat disingkirkan karena berdasarkan anamnesis
pasien tidak mengeluhkan adanya mata merah; nyeri; berair; pandangan kabur seperti
berkabut yang semakin lama semakin kabur dan pada pemeriksaan status oftalmologis tidak
didapatkan adanya tanda-tanda kekeruhan media refrakta.
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus OD 6/8,5 OS 6/6. Setelah dilakukan
koreksi visus OD 6/8,5 C-0.75 x120O 6/6 Add S+3,00 J 2 visus OS 6/6 Add S+3,00 J 2.
Pemberian terapi kacamata sesuai koreksi dilakukan mengingat berbagai pertimbangan dan
sesuai keinginan pasien. Pemeriksaan visus setiap 6 bulan juga disarankan untuk pasien untuk
memantau progresi dari keluhan yang dideritanya. Pemeriksaan funduskopi disarankan
dilakukan untuk melihat keadaan fundus oculi dan melihat apakah fungsi saraf masih baik.
Edukasi yang diberikan kepada pasien bertujuan untuk mencegah progresivitas miopia secara
cepat dan mempertahankan keadaan penglihatan sebaik mungkin.

15

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Dalam : Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,2004.
2. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi Umum. Trans Suyono J (editor). 14th ed.
Jakarta : Widya Medika,2000.
3. Kadir, Abdul. Hubungan Faktor Pekerjaan, Perilaku, Keturunan, Pencahayaan, dan
Umur terhadap Kejadian Miopi di Jawa Tengah. [Universitas Indonesia Eprints],1996.
[cited 9 Desember 2011]. Available from : http://eprints.ui.ac.id/32826/
4. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,1997.
5. Hartanto W, Inakawati S. Kelainan refraksi tak terkoreksi penuh di RSUP Dr.Kariadi
Semarang periode 1 Januari 2002-31 Desember 2003.Media Medika Muda 4: 25-30,
2010.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar

Nasional,2007.

[cited

Desember

2011].

Available

from

http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-Riset-Kesehatan-Dasar(RISKESDAS)-Nasional-2007
7. Siregar, NH. Kelainan Refraksi yang Menyebabkan Glaukoma. [referat Repository
USU].

2008.

[cited

Desember

2011].

Available

from :http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf
8. Whitcher J P and Eva PR, Low Vision. In Whitcher J P and Eva PR,Vaughan &
Asburys General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill,2007
9. American Optometric Association. Myopia (Nearsightedness). 2010. [cited 9
Desember 2011]. Available from : http://www.aoa.org/myopia.xml
10. American Academy of Ophthalmology. The Human Eye as an Optical System. In :
Optics, Refraction, and Contact Lenses. USA:LEO. 2003
11. Goss, DA, et al. Care of the Patient with Myopia. [American Optometric Association].
2010. [cited 9 Desember 2011]. Available from : http://www.aoa.org/documents/CPG15.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai