Anda di halaman 1dari 31

BAB I

STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. H.R
Umur
: 5 tahun 9 bulan
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 12 September 2009
Alamat
: Kp. Jembatan No 29
Rt 005/12 Kel. Penggilingan
Kec. Cakung Kota Jakarta Timur
Provinsi DKI Jakarta
Pendidikan
:-

Jenis Kelamin : Laki-laki


Suku Bangsa : Jawa
Agama
: Islam

Orang tua / Wali


Ayah :
Ibu
:
Nama
: Tn. S.A
Nama
: Ny. N
Umur
: 39 tahun
Umur
: 35 tahun
Alamat
: Kp. Jembatan
Alamat
: Kp. Jembatan
Pekerjaan
: Swasta
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: S1
Pendidikan
: SLTA
Suku bangsa : Jawa Tengah
Suku bangsa : Jawa Tengah
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara auto dan alloanamnesis dengan Ny. N (ibu kandung pasien)
Lokasi
: IGD RSI Pondok Kopi Jakarta
Tanggal / waktu
: 5 Juli 2015
Tanggal masuk
: 5 Juli 2015
Keluhan utama
: Tangan dan kaki terasa dingin.
Keluhan tambahan : Demamnaikturunsejak4hariSMRS,mualmuntah,nafsumakan
menurun,nyeriuluhati,pusing,rasapegalpegalpadatungkai
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
4 hari sebelum masuk rumah sakit (1 Juli 2015) pasien mengalami demam. Demam
dirasakan mendadak, tinggi dan terus menerus saat siang dan malam, namun suhu tidak
diukur oleh ibu pasien. Demam tidak disertai dengan keringat dingin dan menggigil. Pasien
juga mengeluh nyeri kepala dan nyeri sendi bersamaan dengan munculnya demam. Ibu
pasien menyangkal adanya batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau jika terkena
cahaya serta berpergian ke luar kota,
1 hari sebelum masuk rumah sakit (4 Juli 2015) demam sudah turun, namun menurut
ibu pasien, pasien mengeluh muntah sebanyak 4 kali, yang keluar adalah makanan (+) dan
BAB sebanyak 4 kali dengan tinja berwarna cokelat kehitaman, lender (-), darah (-).

4 jam sebelum masuk Rumah Sakit ibu pasien mengeluhkan anaknya terasa dingin
pada tangan dan kakinya. Pasien mengeluh pusing dan nyeri di perut sehingga orang tua
pasien membawa anaknya ke IGD RSI Pondok Kopi Jakarta.

B. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Penyakit
Alergi
Cacingan
DBD
Otitis
Parotitis

Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi

Umur
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)

Penyakit
Penyakit jantung
Penyakit ginjal
Radang paru
TBC
Lain-lain

Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum pernah menderita
keluhan seperti sekarang.
C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal

Tidak ada
Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan sekali dan

sudah mendapat imunisasi vaksin TT 2 kali


Tempat persalinan
Rumah Sakit
Penolong persalinan
Dokter
Sectio Caesarea
Cara persalinan
Penyulit : Plasenta Previa
Masa gestasi
9 bulan
Berat lahir : 2800 gr
KELAHIRAN
Panjang lahir : (lupa)
Lingkar kepala : (tidak tahu)
Keadaan bayi
Langsung menangis (+)
Kemerahan (+)
Nilai APGAR : (tidak tahu)
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Baik (Neonatus Cukup Bulan - Sesuai Masa
Kehamilan)
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I
: Umur 7 bulan
Gangguan perkembangan mental
: Tidak ada
Psikomotor

(Normal: 5-9 bulan)

Tengkurap

Umur 4 bulan

(Normal: 3-4 bulan)

Duduk

Umur 7 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

Umur 10 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

Umur 12 bulan

(Normal: 13 bulan)

Bicara

Umur 12 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)


E. RIWAYAT MAKANAN
Umur

ASI/PASI

Buah / Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

02

ASI

24

ASI

46

ASI

68

PASI

+ (Biskuit)

8 10

PASI

10 -12

PASI

(bulan)

Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu, anak tidak sulit makan.


Pasien mendapatkan ASI exclusive.
Kesimpulan riwayat makanan : Pasien tidak sulit makan.
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin
BCG
DPT / PT

Dasar ( umur )
1 bulan 2 bulan 4 bulan

Ulangan ( umur )
6bulan

Polio

0bulan

2bulan

4bulan

Campak
Hepatitis B

0 bulan

1bulan

6bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar sesuai jadwal kecuali imunisasi


Campak dikarenakan pasien sakit saat itu. Imunisasi ulangan belum dilakukan.
G. RIWAYAT KELUARGA
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa.
Kesimpulan Riwayat Keluarga : tidak ada yang mengalami hal serupa.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan adiknya di sebuah rumah tinggal. Keadaan
rumah termasuk kawasan padat. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga
disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas

kebersihan. Di daerah tersebut tidak pernah dilakukan fogging, kerja bakti biasa dilakukan 2
minggu sekali.
Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Kurang baik
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan di IGD (1 Maret 2015)
A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit
: tampak sakit berat
Kesadaran
: compos mentis
Kesan Gizi
: gizi lebih
Keadaan lain
: anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (+)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang
Berat Badan sebelum sakit
Tinggi Badan

: 30 kg
: tidak diketahui
: 120cm

Status Gizi
- BB / U = 30 / 18 x 100 % = 166,7% (Obese)
- TB / U = 120 / 109 x 100 % = 110,1 % (Perawakan Tinggi)
- BB / TB = 30 / 22 x 100 % = 136,3% (Gizi lebih)
Tanda Vital
Nadi
TekananDarah
Nafas
Suhu

:123x/menit,lemah,teratur,isicukup
:104/71mmHg
:34x/menit,tipeabdominotorakal
:35,7OC

KEPALA
: Normocephali
RAMBUT
: Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal
WAJAH
: Wajah simetris, tidak ada pembengkakan, ptekiae(-), luka atau jaringan parut
MATA:
Visus
: tidak dinilai
Ptosis
: -/Sklera ikterik
: -/Lagofthalmus : -/Konjunctiva anemis : -/Cekung
: -/Exophthalmus
: -/Kornea jernih : +/+
Strabismus
: -/Lensa jernih : +/+
Nistagmus
: -/Pupil
: bulat, isokor
Refleks cahaya
: langsung +/+ , tidak langsung +/+
TELINGA :
Bentuk
: normotia
Tuli
: -/Nyeri tarik aurikula : -/Nyeri tekan tragus
: -/Liang telinga
: lapang
Membran timpani
: sulit dinilai
Serumen
: -/Refleks cahaya
: sulit dinilai
Cairan
: -/HIDUNG :
Bentuk
: simetris
Napas cuping hidung
:-/4

Sekret
: -/Deviasi septum
:Mukosa hiperemis
: -/BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-)
MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda,
hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
TENGGOROKAN : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring
tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)
LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB,
tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di
tengah
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan
yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, pada sela iga tidak terlihat adanya
retraksi, pembesaran KGB aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding

dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-)
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea

midclavicularis kiri, denyut kuat


Perkusi : sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi jantung I-II
reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm linea midclavicularis kiri, murmur (-),

gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : perut datar, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun

benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)


Palpasi : datar, supel, NT (+) di region hipochondriaca sinistra, epigastrium, dan

umbilical, hepar:tidak membesar.


Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 4 x / menit
ANOGENITALIA : jenis kelamin laki-laki
KGB :
Preaurikuler
: tidak teraba membesar
Postaurikuler
: tidak teraba membesar
Submandibula
: tidak teraba membesar
Supraclavicula
: tidak teraba membesar
Axilla
: tidak teraba membesar
Inguinal
: tidak teraba membesar
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas
: akral hangat --/-Tangan
Kanan
Kiri
Tonus otot
normotonus
normotonus
Sendi
aktif
aktif
Refleks fisiologis
(+)
(+)
5

Refleks patologis
Lain-lain

(-)
ptekiae (-)

(-)
ptekiae (-)

Kaki
Tonus otot
Sendi
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Lain-lain

Kanan
normotonus
aktif
(+)
(-)
ptekiae (-)

Kiri
normotonus
aktif
(+)
(-)
ptekiae (-)

KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik,
lembab, pengisian kapiler > 2 detik, petechie (-) .
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi.
TANDA RANGSANG MENINGEAL :
Tidak diperiksa
Pemeriksaan lanjutan di IGD (5 Juli 2015)
Jam

TD

07.3

104/89

0
08.0

mmHg
104/71

mmHg

08.3
0

88/72mmHg

Pemeriksaan Fisik
Nadi
Pernapasan

Suhu

152x/menit

34x/menit

35,7oC

128x/menit

31x/menit

130x/menit

28xmenit

36oC

Tindakan

loading 300 cc

Urin: 300
cc
IVFD RL loading

90/70 mmHg

112x/menit

29x/menit

600 cc/1 jam


setelah 1 jam
loadinghubung
i Sp.A

09.3
0
10.0
0
10.3
0
11.00

cairan

IVFD Asering

Konsul Sp.A :
09.0

Total

92/70 mmHg

102x/menit

31x/menit

93/72 mmHg

100x/menit

28 x/menit

100x/menit

28x/menit

105x/menit

28x/menit

100/70
mmHg
94/73 mmHg

IVFD RL loading
600 cc/1 jam

11.30
12.0
0

94/64 mmHg

109x/menit

28x/menit

94/64 mmHg

109x/menit

28x/menit
Total cairan masuk =
Diuresis

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Laboratorium 05/07/2015 (pk.07.30)
DarahRutin
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

Hasil
16,9(H)
6,1
47(H)
57(L)

NilaiNormal
10,513,5
5,013,0
3644
150400

DiffCount
Basofil
Eosinofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit

Hasil
0,3
0,0(L)
34,7(L)
56,7(H)
8,3(H)

NilaiNormal
0,01,0
1,03,0
37,072,0
25,050,0
1,06,0

V. RESUME
Pasien anak laki-laki usia 5 tahun dengan keluhan tangan dan kaki terasa dingin sejak
4 jam SMRS selain itu pasien pusing (+), nyeri perut (+). Sebelumnya pasien demam
mendadak tinggi sejak 4 hari lalu. Nyeri sendi (+), nyeri ulu hati (+). 1 Hari SMRS demam
menurun, muntah (+) 4 kali, BAB cokelat kehitaman (+) 4 kali sehari, lendir (-) darah (-).Ibu
pasien menyangkal adanya batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau jika terkena
cahaya serta berpergian ke luar kota,Pada pemeriksaan di IGD didapatkan tekanan darah
104/71 mmHg, nadi 123x/menit lemah, akral dingin, CTR>2s sebelumnya mendapat terapi
loading asering 300cc pada jam 07.30. Keadaan setelah loading cairan sudah ada perbaikan
nadi menjadi teraba lebih kuat dan tidak terlalu cepat namun masih dalam keadaan syok dan
dikonsulkan Sp.A pada pukul 09.00 dan diberikan IVFD RL loading 600cc/1 jam. Hasil
laboratorium adalah trombositopenia dan hemokonsentrasi, dianjurkan rawat HCU namum
penuh sehingga setelah keadaaan stabil pasien di rujuk ke RS lain yang memiliki fasilitas
HCU. Namun, di RS lain juga ternyata penuh, akhirnya keluarga memutuskan untuk rawat
inap di ruang biasa.
VI. DIAGNOSIS BANDING

Demam Berdarah Dengue Derajat III dengan perbaikan sirkulasi


Demam Dengue
7

Demam Chikungunya
Demam Tifoid

V. DIAGNOSIS KERJA

Demam Berdarah derajat III dengan perbaikan sirkulasi (WHO 1997)

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


- Hematologi rutin ulang/4 jam
- Urinalisis
- Faal Hati
- Rontgen thorax
- USG Abdomen
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Bed rest total
2. Observasi tanda vital
3. Tampung urin/24 jam dan balance cairan
4. Cek H2TL / 8 jam
5. Banyak minum (2ltr /hari)
6. Rawat HCU
7. O2 2 ltr/mnt
Medikamentosa (Konsul Sp.A)
1. IVFD RL

2 line

2. Injeksi Ranitidin

3x1 ampul

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Sanationam
Ad Fungtionam

20 tpm
20 tpm

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

XI. FOLLOW UP
Tanggal/

Hari
Perawatan
8

06/07/2015

Badan lemas

TSS/CM

DSS dengan Medikamentosa

S: 36C

perbaikan

Status generalis: PF cor

sirkulasi H1

pulmo dalam batas

(Sp.A):

Ranitidin

normal, abdomenNT
Epigastrium (+)
Laboratorium(pk. 00.23):
-Trombosit : 52.000
-Anti Dengue IgG (+)
-Anti Dengue IgM (+)
Laboratorium(pk.13.19):
-Trombosit : 65.000

Tanggal/

RL 30 tpm
Injeksi

3x1 amp
Cek H2TL
2x sehari

Hari
Perawatan
07/07/2015

-Nyeri ulu

TSS/CM

DSS dengan

hati
-badan lemes

S: 36,2C

perbaikan

Status generalis: PF cor

sirkulasi H2

-makan
sedikitsedikit

Tanggal/

Terapi lanjut

pulmo dalam batas


normal, abdomenNT
Epigastrium (+)
Laboratorium(pk. 00.33):
-Trombosit : 70.000
Laboratorium(pk.16.31):
-Hb : 13,6
-Trombosit : 76.000

Hari
Perawatan
08/07/2015

-Badan

TSS/CM

DSS dengan

lemas

S: 36C

perbaikan

-makan

Status generalis: PF cor

sirkulasi H3

sedikit-

pulmo abdomen dalam

sedikit

batas normal.

Terapi lanjut
Cek H2TL /
24 jam

Laboratorium(pk. 00.26):
-Trombosit : 129.000

Tanggal/

Hari
Perawatan
09/07/2015

Keluhan (-),

TSS/CM

DSS dengan

ps minta

S: 36C

perbaikan

pulang

Status generalis: Status

sirkulasi H4

generalis: PF cor pulmo

Boleh

pulang
Kontrol hari
Sabtu

abdomen dalam batas


normal.
Laboratorium(pk. 00.29):
-Trombosit : 209.000

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Dengue adalah salah satu diagnosa banding demam yang sangat penting pada anakanak.(1) di Asia Tenggara. Infeksi virus dengue bisa asimtomatik, atau malah bisa demam
dengue(DD) hingga demam berdarah degue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD/DSS). Di
seluruh dunia, dari kasus-kasus viral hemoragik fever, 99% daripadanya adalah DBD. DBD
biasanya pada anak-anak yang berumur antara 5 hingga 15 tahun dan adalah penyebab utama
anak-anak di rawat di rumah sakit di Asia Tenggara. Case fatality rate pada DBD bisa
10

mencapai range antara 0.2-44% tergantung pada saat dideteksi, penatalaksanaan dan apakah
anak menunjukkan tanda-tanda DSS. (10) Dalam membedakan antara DD dan DBD, hal yang
patognomonik adalah peningkatan permeabilitas vaskular yang bisa di ketahui dari kebocoran
aliran plasma ( intravaskular) ke ekstravaskular. Pada DBD yang berat, kehilangan volume
plasma ini sangat kritis, pasien menjadi hipovolemik, mempamerkan tanda-tanda kegagalan
sirkulasi yang mungkin akan menuju kepada syok. Dalam penatalaksanaan DSS, hendaklah
dilakukan pemberian cairan resusitasi secara parenteral sesegera mungkin, untuk
mengembalikan dan mempertahankan sirkulasi yang adekuat sewaktu peningkatan
permeabilitas vaskular terjadi. Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menghindari
kelebihan cairan dan menghindari segala komplikasi-komplikasi yang bakal terjadi, terutama
dalam keadaan kekurangan fasilitas yang diperlukan. Jika penggantian cairan yang sesuai
dilakukan pada tahap-tahap awal , syok biasanya reversibel, dan apabila kebocoran kapiler
telah dapat diatasi, kebanyakan pasien sembuh dengan cepat. WHO merekomendasikan,
untuk penggantian plasma yang pertama sekali diberikan adalah cairan kristaloid, diikuti
dengan cairan plasma atau cairan koloid apabila cairan kristaloid tidak berhasil menggantikan
cairan plasma yang hilang pada pasien dengan syok yang lebih berat.(2)
Definisi
Dengue syok sindrom adalah demam berdarah dengue yang disertai dengan kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang lemah dan cepat, tekanan nadi turun ( 20 mmHg),
hipotensi (sesuai umur), kulit dingin dan lembap serta gelisah.

(6)

hipotensi sesuai umur di

definisikan sebagai tekanan sistolik < 80 mmHg pada anak-anak yang < 5 tahun, dan < 90
mmHg pada anak-anak 5 tahun. (1)
Sementara yang dimaksudkan dengan demam berdarah dengue adalah memenuhi
criteria WHO seperti yang di bawah ini:
1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut;
a. Uji bendung positif
b. Petekiae, ekimosis atau purpura

11

c. Perdarahan mukosa-epistaksis, perdarahan gusi, atau perdarahan dari tempat


lain
d. Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia ( jumlah trombosit 100.000/l)
4) Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage atau kebocoran plasma
a. Peningkatan hematokrit >20% sesuai umur dan jenis kelamin
b. Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia atau
hiponatremia. (6)
DBD juga oleh WHO di klasifikasikan kepada 4 derajat:
Derajat

Gejala

DBD I

Demam

+ gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet positif


DBD II

DBD I + perdarahan spontan

DBD III
DBD IV

DBD II + kegagalan sirkulasi


Syok berat + tekanan darah dan nadi tidak terukur

Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik yang berat.3

12

Gambar 1.1 Virus Dengue dengan TEM micrograph4


Vektor
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae.) dari
ssubgenus Stegomyia. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada sel-sel
targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah
putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia
virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit.
Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi
di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus
bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali
kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali
virus dapat masuk dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif).

13

Epidemiologi
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang dilaporkan
oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang juga
disebut sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam 5 hari disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian
disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat
penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di
daerah pedesaan. Penyebaran ini berlaku karena larva Ae. Aegypti terbawa melalui
transportasi yang mengangkut benda-benda berisi air hujan pengandung larva9.
DBD adalah penyebab terbesar kematian pada anak-anak di bawah 15 tahun. 50-100
million kasus demam dengue muncul setiap tahun di seluruh dunia, di mana ratusan ribu
daripadanya adalah DBD. Dengue adalah kasus endemik di Asia Tenggara, Amerika, Pasifik
Barat, Mediterranea Timur dan Afrika. (11)

14

Sejak awal tahun hingga pertengahan 2004, Indonesia menghadapi kejadian


luar biasa (KLB) demam berdarah yang sangat meresahkan masyarakat. Jumlah kasus
demam berdarah dengue (DBD) di indonesia sejak januari sampai dengan Mei 2004
mencapai 64.000 dengan kematian sebanyak 724 orang. (6)

Penyebaran infeksi virus dengue di dunia tahun 2006. Merah : epidemic dengue, Biru :
nyamuk Ae.aegypti
Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi
15

yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan
juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection
dapat dilihat pada gambar dibawah yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai
akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi
dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan
terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasisistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3
dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok
yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut
didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
16

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain


mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai
akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan
fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
17

kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang
terjadi.

Perjalanan penyakit
Perjalanan penyakit DD/DBD sulit diramalkan. Pada umumnya pasien mengalami
fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu ini
pasien sudah tidak demam akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi DBD/SSD yang dapat
berakibat fatal jika tidak mendapat pengobatan yang tepat. Dengan melakukan hal ini maka
angka kematian akan menurun. Perjalanan peyakit DD/DBD dapat digambarkan seperti pada
di bawah ini.

18

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dari DSS diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanemnesis yaitu menanyakan perihal sakit
anak kepada ibu atau keluarga pasien.

Demam: sejak kapan demam terjadi, apakah mendadak atau tidak, apakah naik
turun atau terus-terusan. Ditanyakan juga keluhan dan gejala sebelum dan

bersamaan timbulnya demam.


Manifestasi perdarahan: apakah penderita pernah keluar darah dari hidungnya,
muntah yang berwarna merah, atau timbul bintik-bintik merah seperti gigitan

nyamuk di kulitnya. Juga ditanyakan kotorab dari BAB nya berwarna apa.
Apakah anak menjadi gelisah?
Apakah ujung jari tangan dan kaki anak terasa dingin, tampak pucat kebiruan
dan sejak bilakah hal itu terjadi?
Selain itu, ditanyakan juga apakah penderita sebelum dirawat mendapat/tidak

mendapat pengobatan dari petugas kesehatan, atau mendapat pengobatan sendiri


dengan ditanyakan juga jenis dan nama obat. Ditanyakan juga apakah anak mau
makan dan minum, mengeluh nyeri perut, mual, sakit kepala yang sangat berat, dan
ingin tidur sepanjang hari. Perlu juga ditanyakan tentang BAK anak apakah banyak
atau menurun. Juga ditanyakan apakah di antara keluarga lain di rumah dan di antara
19

tetangga sekitar tempat tinggal terdapat juga penderita-penderita lain dengan penyakit
serupa.(14)
2) Pemeriksaan fisik

Keadaan umum: anak terlihat sakit berat dengan kesadaran yang tampak
menurun.
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah: menurun atau tudak terukur. Tekanan nadi 20 mmHg
Nadi: cepat dan lemah atau tidak teraba
Nafas: cepat dangkal atau lambat dalam
Suhu: dingin atau meningkat tinggi sampai 40oC.
Inspeksi:
o Muka tampak pucat, bibir dan kuku pucat dan kebiruan.
o Pernafasan cuping hidung
o Perdarahan gusi
o Tampak sesak, terdapat retraksi sela iga

Selain itu diperhatikan juga tanda-tanda perdarahan pada pasien. Perdarahan ini
terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa uji Tourniquet (Rumple Leede)
positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan sebagai berikut: Petekie,
Purpura, Ekimosis, Perdarahan konjungtiva, Epistaksis, Pendarahan gusi, Hematemesis,
Melena dan Hematuri. Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk
membedakannya regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji Tourniquet positif
sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras) oleh
karena uji Tourniquet positif pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian besar
penderita DBD. Namun uji Tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain
(campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan lain-lain. Uji
Tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi
(2,5 x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti). (15)

Palpasi: nyeri tekan di bagian perut kanan atas (hepatomegali), ekstremitas

teraba dingin
Perkusi: redup pada bagian paru kanan
Auskultasi: ronchi di kedua lapang paru

3) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium

H2TL ( hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit)


o Hb: meningkat
20

o Ht: peningkatan Ht 20% dari hematokrit awal.


o Trombosit: trombositopeni (< 100.000/l)
o leukosit: leukopenia
Hapusan darah tepi-limfosit plasma biru
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR
( reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena
teknik yang leih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun

IgG.
Protein / Albumin
SGOT/SGPT
Ureum Kreatinin
Imunoserologi IgM dan IgG dengue
Uji HI
Analisa Gas Darah
Elektrolit
Penentuan golongan darah dah cross match: sebelum tindakan transfusi

b) Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemithoraks kanan.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral decubitus
kanan(right lateral decubitus/RLD) yaitu pasien tidur pada sisi badan sebelah
kanan. Efusi pleura lebih tampak pada paru kanan karena pada paru kiri efusi
pleura tertutup oleh jantung. (6)
DIAGNOSIS MENURUT WHO
Kriteria Klinis
1.

Demam
Diawali dengan demam tinggi mendadak, kontinu, bifasik, berlangsung 2-7 hari,
naik-turun tidak mempan dengan antipiretik. Pada hari ke-3 mulai terjadi
penurunan suhu namun perlu hati-hati karena dapat sebagai tanda awal syok. Fase
kritis ialah hari ke 3-5.

21

Kurva Suhu DBD4


2.

Terdapat manifestasi perdarahan


Uji turniket positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Hal ini juga dapat

dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll. Dinyatakan positif bila
terdapat > 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi persegi) di lengan bawah bagian
volar termasuk fossa cubiti.
Petekie, Ekimosis, Epistaksis, Perdarahan gusi, Melena, Hematemesis
3.

Hepatomegali
Umumnya bervariasi, mulai dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm
dibawah lengkungan iga kanan. Proses hepatomegali dari yang sekedar dapat
diraba menjadi terba jelas dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat
pemebsaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan pada
daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.

4.

Kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan elmah serta penurunan
tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi (sitolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang), akral dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

Kriteria laboratoris
22

1.

Trombositopenia ( 100000/l)

2.

Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan Ht 20 %.

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan : 2 kriteria klinis pertama + trombositopenia +


hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.5

23

Gambar 1.6.3.2 Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan penyakit DBD4
Kriteria rawat inap dan memulangkan pasien
Kriteria rawat inap

Kriteria memulangkan pasien

Ada kedaruratan:
Syok

-Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Muntah terus menerus

-Nafsu makan membaik

Kejang

-Secara klinis tampak perbaikan

Kesadaran turun

-Hematokrit stabil

Muntah darah

-Tiga hari setelah syok teratasi

Berak hitam
Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali
pemeriksaan berturut-turut

-Trombosit > 50.000/uL


-Tidak dijumpai distres pernafasan7

Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)


Syok
Manifestasi syok pada anak terdiri atas17 :
1) Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung
sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien
yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara refleks.
2) Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lamban laut kesadarannya menurun
menjadi apatis, spoor dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi serebral.
3) Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan
lembut sampai tidak dapat diraba oleh karena kolaps sirkulasi.
4) Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
5) Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
6) Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis.
DIAGNOSA BANDING

24

1)

Demam dengue : pada demam dengue tidak terjadi peningkatan permeabilitas

kapiler yang menyebabkan terjadinya perembesan plasma, menyebabkan hemokonsentrasi


dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
2)

Demam chikungunya (DC) : Serangan demam mendadak, masa demam

lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva, lebih sering dijumpai nyeri sendi, biasanya menyerang seluruh anggota keluarga
dan penularannya mirip influenza. Tidak ditemukan adanya perdarahan gastrointestinal dan
syok.
3)

Campak : campak umumnya diawali dengan demam tinggi terus menerus

38.5 oC atau lebih, disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena
cahaya, seringkali diikuti diare. kemudian diikuti ruam makulopapular yang bisa dibedakan
dengan petekiae pada demam berdarah denggi.
4)

Pada ITP demam cepat menghilang (atau bisa tanpa demam), tidak ada

leukopenia, tidak ada hemokonsentrasi. Pada fase konvalesen DBD jumlah trombosit lebih
cepat kembali ke normal daripada ITP.
5)

Malaria : pada pasien ini malaria disingkirkan karena pasien tidak pernah

berpergian ke daerah-daerah endemik malaria.


**demam berdarah dengue harus diduga pada orang yang berpergian ke daerah endemik
DBD yang mempunyai simptom-simptom seperti infeksi viral yang sistemi
PENATALAKSANAAN
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang
utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat
mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam.
1) Penggantian volume plasma
Cairan intravena diperlukan apabila17 :

25

Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi


sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan

terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadi syok.


Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5-8%)


Berat waktu masuk (kg)
<7
7 11
12 18
>18

Jumlah cairan mlkgBB per hari


220
165
132
88

Kebutuhan cairan rumatan


Berat badan (kg)
10
10 20
>20

Jumlah cairan (ml)


100 per kgBB
1000 + 50 x kg (>10 kg)
1500 + 50 x kg (>20 kg)

Pada syok, pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat 10-20
ml/kgBB. Tetesan diberikan secepat mungkin. Apabila syok belum dapat teratasi
setelah 30 menit pemberian cairan awal, tetesan dinaikkan menjadi 20 ml/kgBB
disamping pemberian cairan koloid ( dekstran 40 atau plasma) 10-20 ml/kgBB/jam.
Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kgBB. Setelah pemberian
cairan resusitasi kristaloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit turun,
diduga telah terjadi perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar.
Apabila kadar hematokrit tetap 40 vol %, maka berikan darah dalam volume kecil
(10 ml/kgBB/jam). Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap
sesuai keadaan klinis dan kadar hematokrit. (7)
2) Pemeriksaan hematokrit untuk memantau penggantian volume plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah membaik
dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang
terjadi selama 24-48 jam.
Cairan intravena dapat dihentikan bila hematokrit telah turun, secara kasar
sekitar 40 vol %. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa
26

keadaan sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah
48 jam setelah syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah berlebihan
pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ( ditandai dengan penurunan
hematokrit setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan hipervolemia
dengan akibat edema paru dan gagal jantung. Penurunan hematokrit pada saat
reabsorpsi plasma ini jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan
oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, diuresis cukup, tanda vital
baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorpsi.
3) Koreksi gangguan metabolik dan elektrolit
Hiponatremi dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/DSS, maka
pemeriksaan analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD
berat dan DSS. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memicu terjadinya DIC
(disseminated intravascular coagulation) sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
komleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya,
maka perdarahan sebagai akibat DIC tidak akan terjadi sehingga heparin tidak
diperlukan.
4) Pemberian oksigen
Terapi oksigen harus selalu diberikan pada semua pasien syok. Dianjurkan
pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi harus diingat pada anak
seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.
5) Transfusi darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-matching harus dilakukan pada setiap
pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged syok). Pemberian
transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata.
Kadangkala

sulit

untuk

mengetahui

perdarahan

interna

apabila

disertai

hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit (misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa


perbaikan klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda
adanya perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk menaikkan
konsentrasi sel darah merah.
Plasma segar atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan DIC yang
menimbulkan perdarahan masif. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan
27

menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan


hematologi seperti waktu tromboplastin parsial (PTT), waktu protrombinn (PT), dan
fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi
terjadinya dan berat ringannya DIC. Pemeriksaan hematologis tersebut juga untuk
menentukan prognosis.
6) Pemantauan
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan di evaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemantauan adalah:
nadi, tekanan darah, respirasi dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit
atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien
stabil
Setiap pasien harus mempunyai formulie pemantauan, mengenai jenis cairan,
jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis.
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa penggantian volume
intravaskular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum
mencukupi 1 ml/kgBB/jam sedangkan jumlah cairan yang diberikan sudah sesuai
kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila
diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat terkoreksi
dengan baik, maka pemasangan CVP ( central venous preasure) perlu dilakukan untuk
pedoman pemberian cairan selanjutnya.(7)

28

Komplikasi
1) Ensefalopati
2) Kelainan ginjal
3) Edema paru5
Tindakan pencegahan
1) Perlindungan individu untuk mencegah terjadinya gigitan nyamuk Ae. aegypti

Memasang kawat kasa di atas lubang-lubang angin di atas jendela atau

pintu
Tidur siang dengan kelambu
Penyemprotan dinding rumah dengan insektisida
29

Penggunaan repellent pada saat berkebun

2) Mengubur benda-benda di perkarangan atau di kebun yang dapat menampung air


hujan seperti kaleng, botol, ban mobil yang menjadi tempat perindukan Ae. aegypti
(man made breeding palaces)
3) Menggati air atau membersihkan tempat-tempat air secara teratur seminggu sekali
4) Pemberian temefos ke dalam tempat penampungan air (abatisasi)
5) Melakukan fogging dengan malathion setidak-tidaknya 2 kali dengan jarak waktu
10 hari di daerah yang terkena wabah endemi DBD.
6) Pendidikan kesehatan masyarakat melalui ceramah agar rakyat dapat memelihara
kebersihan lingkungan dan secara perseorangan memusnahkan tempat-tempat
perindukan Ae. aegypti di rumah. 9

Prognosis
Tergantung dari:

Keadaan pasien waktu ke RS

Cepat atau tidak diagnosa

Cepat atau tidak tatalaksana

Keadaan umum pasien

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome in the Context of the
Integrated Management of Childhood Illness. WHO/FCH/CAH/05.13. 2005
2. Volume Replacement in Dengue Shock Syndrome.Bridget Wills.Dengue Bulletin Vol 25, 2001
page 50-55
3. Penatalaksanaan demam denggi berdarah di Indonesia
5. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, 2007
6.Depkes RI, IDAI, PAPDI, IDSAI, PDS PATKLIN, PERDIC, PPNI;Pedoman tatalaksana klinis
infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan;2005
7. Updates in pediatrics emergency, FKUI, 2002
8. William W. Hay, Jr,Nyson J. Leveu, Judith M Sondheimer; Current Diagnosisand Treatment in
Paediatrics; 18th edition, 1125-1128
9. Prof. dr. Srisasi Gandahusada, Drs. H. Henry D. Illahude DAP & E, Prof. dr. Wita Pribadi;
Parasitologi Kedokteran;2006;m/s 236-238
10.http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=46
11.What treatments are effective for the management of shock in severe dengue? Katharine Smart and
Ida Safitri. . International Child Health Review Collaboration
12. Summary Zoonotic Diseases: Dengue
13. DENGUE, DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER,DENGUE SHOCK SYNDROME. P Amin*,
Sweety Bhandare**, Ajay Srivastava***. Bombay hospital journal
14. sumarmo, Sunaryo, Poorwo, Soedarmo. Demam berdarah (dengue) pada anak. 2005. m/s 68
15. PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007
16. Comparison of Three Fluid Solutions for Resuscitation in Dengue Shock Syndrome
Bridget A. Wills, M.R.C.P., Nguyen M. Dung, M.D., Ha T. Loan, M.D., Dong T.H. Tam, M.D., Tran
T.N. Thuy, M.D.,Le T.T. Minh, M.D., Tran V. Diet, M.D., Nguyen T. Hao, M.D., Nguyen V. Chau,
M.D., Kasia Stepniewska, Ph.D.,Nicholas J. White, F.R.C.P., and Jeremy J. Farrar, F.R.C.P. The new
England Journal of medicine. September 1,2005 vol. 353 no. 9
17. Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SR, buku ajar infeksi dan pediatric tropis. Balai penerbit.
Edisi kedua. FK UI 2012. Hal 155-180
18. World Health Organiation-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorhagic Fever. India: WHO; 2011.p.1-67

31

Anda mungkin juga menyukai