Anda di halaman 1dari 12

3

BAB II
BAUKSIT

2.1

Karakteristik Bauksit
Bauksit adalah bijih logam alumunium (Al). Nama bauksit berasal dari

nama sebuat tempat di Perancis Beaux. Bauksit adalah suatu koloid oksida Al dan
Si yang mengandung air. Istilah bauksit dipergunakan untuk bijih yang
mengandung oksida alumunium monohidrat atau anhidrat. Biasanya berasosiasi
dengan laterit, warnanya tergantung dari oksida besi yang terkandung dalam
batuan asal. Makin basa batuan asal biasanya makin tinggi kandungan unsur
besinya, sehingga warna dari bijih bauksit akan bertambah merah [Zelder, 2003].

Gambar 2.1 Mineral Bauxite


[Sumber : http://www.hs.wisd.org/ddaughenbau gh/Picture]
Bauksit merupakan bahan yang heterogen, yang mempunyai mineral
dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit
(Al2O3H2O) dan mineral gibsit (Al2O3.3H2O). Secara umum bauksit mengandung
Al2O3 sebanyak 45 65%, SiO2 1 12%, Fe2O3 2 25%, TiO2>3%, dan H2O 14
36% [Zelder, 2003]. Bijih bauksit dapat terbentuk di daerah tropika dan
subtropika dengan memungkinkan adanya pelapukan yang sangat kuat. Bauksit
terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar Al nisbi tinggi, kadar Fe
rendah dan kadar kuarsa (SiO2) bebasnya sedikit atau bahkan tidak mengandung

sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan
beku, batu lempung, lempung dan serpih). Batuan-batuan tersebut akan
mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan
mengeras menjadi bauksit. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar
tetapi kedudukannya di kedalaman tertentu [Zelder, 2003]
Sifat-sifat fisik dan mekanik dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik
Rumus Kimia

Al(OH)3

Komposisi

Alumunium Hidroksida

Warna

Abu-abu kekuningan, kuning, putih,


abu-abu, merah muda

Kekerasan

1-3 skala Mohs

Massa Jenis

2,0 2,6 gr/cm3

Ketahanan

Getas

Sisterm Kristal

Amorphous

Kilap

Buram
Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik

Kandungan alumunium yang tinggi di batuan asal bukan merupakan syarat


utama dalam pembentukan bauksit, tetapi yang lebih penting adalah intensitas dan
lamanya proses laterisasi. Kondisi-kondisi utama yang memungkinkan terjadinya
endapan bauksit secara optimum adalah [Navy, 2009]:

1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang
kaya alumunium.
2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan.
3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan
mudah.
4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering).
5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan.
6. Relief

(bentuk

permukaan)

yang

relatif

rata,

yang

mana

memungkinkan terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi


minimum.
7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan.
Alasan digunakan logam alumunium dalam kehidupan sehari-hari adalah
penggunaan aluminium yang luas disebabkan aluminium memiliki sifat-sifat yang
lebih baik dari logam lainnya seperti :
1. Ringan, yaitu alumunium memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi
dan baja, atau tembaga dan karenanya banyak digunakan dalam
industri transportasi seperti angkutan udara.
2. Kuat, terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk
pembuatan produk yang memerlukan kekuatan tinggi seperti : pesawat
terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.
3. Mudah dibentuk dengan semua proses pengerjaan logam. Mudah
dirakit karena dapat disambung dengan logam/material lainnya melalui
pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding, sambungan mekanis,
atau dengan teknik penyambungan lainnya.
4. Tahan korosi, sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan
yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsurunsur kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke
dasar laut.
5. Konduktor listrik, yaitu setiap satu kilogram aluminium dapat
menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika dibandingkan
dengan tembaga. Karena aluminium relatif tidak mahal dan ringan,

maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead


maupun bawah tanah.
6. Konduktor panas, yaitu sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada
mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan
penghematan energi.
7. Memantulkan sinar dan panas, yaitu dapat dibuat sedemikian rupa
sehingga memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95%
dibandingkan dengan kekuatan pantul sebuah cermin. Sifat pantul ini
menjadikan aluminium sangat baik untuk peralatan penahan radiasi
panas.
8. Non magnetik, sehingga sangat baik untuk penggunaan pada peralatan
listrik/elektronik, pemancar radio/TV. dan lain-lain, dimana diperlukan
faktor magnetisasi negatif.
9. Tak beracun, sehingga sangat baik untuk penggunaan pada industri
makanan, minuman, dan obat-obatan, yaitu untuik peti kemas dan
pembungkus.
2.2

Persebaran Bauksit
Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar alnisbi

tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa bebasnya sedikit atau bahkan tak
mengandung sama sekali. Potensi bijih bauksit di Indonesia cukup memadai
walaupun mutunya lebih rendah bila dibandingkan dengan endapan bauksit di
daratan Eropa dan Amerika Utara. Di Indonesia, bauksit ditemukan di Pulau
Bintan dan sekitarnya, Pulau Bangka dan Kalimantan Barat. Sampai saat ini
penambangan bauksit di Pulau

Bintan adalah satu-satunya yang terbesar di

Indonesia.
Bauksit merupakan material dasar untuk memproduksi alumina. Bauksit
pertama kali ditemukan pada tahun 1924 di Kijang, pulau Bintan, di provinsi
Kepulauan Riau. Bauksit yang berasal dari Bintan telah ditambang dan diekspor
sejak tahun 1935. Beberapa tempat penyebaran bauksit di Indonesia antara lain
[Davydson, 2009]:

1. Sumatera Utara
Lokasi : Kota Pinang (kandungan Al2O3 = 15,05 58,10%)
Cadangan: 27.647.399 ton
Hasil Analisa : Cadangan tereka SiO2 = 12,25-45,7%, Al2O3 = 15,0558,17%, Fe2O3 = 1,06-19,76%
2. Riau
Lokasi : P.Bulan, P.Bintan (kandungan SiO 2 = 4,9%, Fe2O3 = 10,2%,
TiO2 = 0,8%, Al2O3 = 54,4%), P.Lobang (kepulauan Riau), P.Kijang
(kandungan SiO2 = 2,5%, Fe2O3 = 2,5%, TiO2 = 0,25%, Al2O3 =
61,5%, H2O = 33%), merupakan akhir pelapukan lateritic setempat,
selain ditempat tersebut terdapat juga diwilayah lain yaitu, Galang,
Wacokek, Tanah Merah,dan daerah searang.
Jumlah Cadangan : Kab. Karimun = 3.832.500 m3, Kota Tanjung
Pinang = 1.150.000 m3
3. Kalimantan Barat
Produk : Bauksit ( Chemical Grade Alumina)
Lokasi : Kecamatan Toba dan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau
a. Kualitas : R-SiO2 = 3.5%
b. T-AI2O3 = 48.6%.
c. Luas Areal : 36.000 Ha
d. Jumlah : 414921,400 Ton (Washed)
Teknologi : Mekanis
Kap Produksi : 300.000 Ton / Tahun (CGA)
Perkiraan Investasi : USD 220.000.000
4. Bangka Belitung
Lokasi : Sigembir.
Cadangan di Pulau Bangka diperkirakan berjumlah 13,5 juta Ton,
namun belum dilakukan analisa secara terperinci.
Pada tahun 1968, pengelolaan tambang diserahkan kepada Antam. Hal ini
menjadikan Antam sebagai perusahaan produsen bauksit tertua di Indonesia.
Antam mengekspor bauksit ke produsen alumina di Jepang dan China.
Menyusul penutupan tambang Kijang di tahun 2009, Antam saat ini tengah
mengembangkan dua proyek alumina untuk meningkatkan nilai cadangan bauksit
yang dimiliki di Kalimantan. Informasi lebih lanjut mengenai proyek-proyek

alumina dapat diperoleh di bagian Proyek Pengembangan. Per 31 Desember 2011,


Antam 106,35 juta wmt cadangan dan 267,5 juta wmt sumber daya bauksit di
wilayah Tayan, Mempawah dan Munggu Pasir, yang semuanya berlokasi di
Kalimantan. Berikut adalah tabel data cadangan dan produksi bauksit pada tahun
2006 2010.
Tabel 2.3 Cadangan dan Produksi Bauksit Tahun 2006 2010

Sumber: Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral, Kementrian ESDM


Pada kurun waktu 2006-2010 cadangan akhir tahun bauksit mengalami
fluktuasi. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yakni sebesar 36,32 persen,
sedangkan penurunan terjadi pada tahun 2006 dan tahun 2008 masing turun
sebesar 1,74 persen dan 0,88 persen. Selama periode tersebut kenaikan cadangan
akhir bauksit rata-rata sebesar 17,45 persen pertahun. Tahun 2010 cadangan akhir
bauksit yang ada di Indonesia meningkat cukup tajam yaitu 23,03 persen atau
menjadi 179,5 juta Ton.
2.3

Proses Pengolahan
Pada umumnya, sebelum penambangan bauksit, terlebih dahulu dilakukan

pembersihan lokal (land clearing) dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di atas


endapan bijih bauksit. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam operasi
selanjutnya yaitu kegiatan pengupasan lapisan penutup yang umumnya memiliki
ketebalan 0,2 meter. Untuk melaksanakan kegiatan pengupasan lapisan penutup

digunakan bulldozer, sedangkan untuk penggalian endapan bauksit digunakan alat


gali muat excavator yang selanjutnya dituangkan/dimuatkan ke alat angkut dump
truck. Kemudian bauksit bauksit tersebut yang telah di tambang dihancurkan
dan dibersihkan. Untuk mengoptimalkan perolehan, bauksit kadar rendah
dicampur (mixing) dengan bijih bauksit kadar tinggi, hal ini dapat berfungsi juga
untuk memperpanjang umur tambang.
Bijih bauksit dari tambang dilakukan pencucian dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitasnya dengan cara mencuci dan memisahkan bijih bauksit
tersebut dari unsur lain yang tidak diinginkan, misal kuarsa, lempung dan
pengotor lainnya. Partikel yang halus ini dapat dibebaskan dari yang besar melalui
pancaran air (water jet) yang kemudian dibebaskan melalui penyaringan
(screening). Disamping itu sekaligus melakukan proses pemecahan (size
reduction) dengan menggunakan jaw crusher [Anonim, 2007].
Berbeda dengan bijih logam, bauksit tidak membutuhkan proses yang
lama atau proses yang lebih kompleks dalam pengolahannya, karena bijih bauksit
merupakan bijih yang dapat diolah dengan proses sederhana dengan
menghilangkan tanah liat yang melekat pada bijih tersebut. Proses ini kemudian
dilanjutkan dengan proses pencucian, penyaringan kering dan pemisahan, atau
dengan pemilihan dan penggolongan manual.
Hal yang perlu diperhatikan saat penambangan, untuk menghindari
pengotoran dari batuan dasar yang ikut tergali pada saat penambangan bauksit,
maka penggalian dilakukan dengan menyisakan bauksit setebal 40 50 cm di atas
batuan dasarnya. Selain menghindari tercampurnya bauksit dengan batuan dasar,
sisa tanah mengandung bauksit juga berfungsi untuk penanaman pohon reklamasi
atau penanaman pohon yang ditujukan untuk memperbaiki atau menata kegunaan
lahan yang terganggu sebagai akibat usaha pertambangan.
Untuk mengusahakan produksi bijih bauksit harus melalui tahapantahapan

sesuai

ketentuan

perundang-undangan

yang

berlaku

dan

diimplementasikan dengan kebijakankebijakan pemerintah setempat. Kebijakan


atau peraturan yang terkait dengan proses penambangan bijih bauksit tercantum
pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 34 Tahun 2009 tentang

10

Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Bijih
Bauksit.
2.3.1

Proses Isolasi Aluminium dari Bauksit


Secara umum untuk memperoleh aluminium murni dari bauksit

dilakukan 2 tahapan proses, yaitu proses bayer dan proses Hall-Heroult.


Pada proses Bayer, bauksit dimurnikan untuk mendapatkan aluminium
oksida. Proses selanjutnya, proses Hall-Heroult, meleburkan aluminium
dioksida untuk mendapatkan logam aluminium murni [Anonymous,2007].
Hall Heroult
Process

Proses Bayer
Bauxite

Alumina

Alumunium

Gambar 2.2 Diagram Alir Pengolahan Bauxite


2.3.2

Proses Bayer
Secara umum proses Bayer terdiri dari 3 tahapan yaitu ekstraksi,

presipitasi dan kalsinasi. Pada proses ekstraksi, bauksit dihancurkan secara


mekanik dan kemudian dilarutkan dalam larutan natrium hidroksida panas
pada susu 175oC, pelarutsn ini akan melarutkan aluminium oksida menjadi
aluminium hidroksida,Al(OH)3. Dengan OH- berlebih akan menghasilkan
[Al(OH)4] [Anonymous,2009].

Al2O3 + 2 OH + 3 H2O 2 [Al(OH)4] ..(2.1)


Komponen lain selain aluminium oksida (impuritis) tidak larut.
Sehingga aluminium oksida dari bauksit akan dapat dipisahkan dari
pengotornya seperti Fe2. Pemisahan dapat dilakukan dengan penyaringan
untuk pengotor padat yang tak larut yang disebut Red Mud. Setelah
dipisahkan dengan pengotornya yang tidak larut, masuk pada proses
presipitasi. Larutan filtrat yang berisi aluminium hidroksida didinginkan,
sehingga dihasilkan presipitat putih padat berbentuk seperti benang
benang. Tahapan selanjutnya yaitu kalsinasi, dimana padatan putih
aluminium hidroksida dipanaskan hingga suhu 1050oC, pada proses

11

pemanasan ini aluminium hidroksida akan mengalami dekomposisi


menjadi

alumina,

dan

menghasilkan

uap

air

pada

prosesnya

(Anonymous,2009) :
2 Al(OH)3 Al2O3 + 3 H2O ..(2.2)
Proses Bayer secara bertahap antara lain:
1. Bauksit dihancurkan secara mekanik, kemudian dicampur dengan soda
kaustik (NaOH), dihasilkan suspensi berair yang mengandung partikel
murni yang sangat beragam.
2. Suspense cair dipompa menuju digester (Tank yang berfungsi seperti
tabung pengontrol tekanan). Larutan tersebut dipanaskan hingga suhu
230-520F (110-270C) dibawah tekanan 50 lb/in 2 (340 kPa). Pada
kondisi ini, dilakukan selama sekitar setengah jam atau hingga
beberapa jam. Pada prosesnya penambahan soda kaustik dilakukan
untuk

memastikan

bahwa

seluruh

senyawa

aluminium

yang

terkandung terlarut.
3. Larutan panas, yang menjadi larutan natrium aluminat, dilewatkan
melalui beberapa tangki flash yang mereduksi tekanan dan merocovery
panas yang dapat digunakan kembali untuk proses pemurnian.
4. Selanjutnya larutan dipompakan menuju tangki pengendap. pada
tangki ini, pengotor yang tidak larut akan mengendap dibawah tangki.
Sehingga larutan hanya mengandung aluminium oksida yang terlarut
dalam kaustik soda. Residu yang ada dibawah tangki (yang dinamakan
Red Mud) mengandung pasir halus, besi oksida, oksida oksida dari
trace elemen misalnya titanium.
5. Setelah pengotor diendapkan, cairan yang tertinggal (dengan bentuk
fisik seperti kopi), dipompa menuju sederetan saringan. Beberpa
partikel halus dari pengotor yang tertinggal pada larutan akan
ditangkap oleh filter. Material ini akan dicuci untuk mendapatkan
alumina dan kaustik soda yang dapat digunakan kembali selama proses.
6. Cairan yang sudah disaring dipompa menuju tangki six-story-tall
precipitation. Bibit Kristal dari alumina hidrat (alumina yang mengikat

12

molekul air) ditambahkan di atas tangki. Bibit Kristal akan tumbuh


sejalan dengan pengendapan cairannya dan alumina yang terlarut akan
terikat pada kristal yang terjadi.
7. Endapan kristal yang terbentuk di bawah tangki kemudian dipindahkan.
Setelah

pencucian,

dialihkan

menuju

pengering

untuk

kalsinasi

(Pemanasan untuk menghilangkan molekul air yang terikat pada molekul


alumina). Temperaturnya berkisar 2000 F (1,100 C) yang akan
menghilangkan molekul air, sehingga hanya tinggal Kristal alumina
anhidrat. Selanjutnya cristal dialirkan menuju cooler untuk pendinginan
dan proses finishing.

Gambar 2.3 Flowchart Pengolahan Bayer


2.3.3

Proses Hall-Heroult
Secara umum pada proses ini, leburan alumina dielektrolisis,

dimana lelehan tersebut dicampur dengan lelehan elektrolit kriolit didalam


pot dimana pada pot tersebut terikat serangkain batang karbon dibagian
atas pot sebagai katoda. Karbon anoda berada dibagian bawah pot sebagai
lapisan pot, dengan aliran arus kuat 4 5 V antara anoda dan katodanya
proses elektrolisis terjadi. Alumina mengalami pemutusan ikatan akibat
elektrolisis, lelehan aluminium akan menuju kebawah pot, yang secara

13

berkala akan ditampung menuju cetakan berbentuk silinder atau


lempengan. Masing masing pot dapat menghasilkan 66,000-110,000 ton
aluminium per tahun. Secara umum, 4 ton bauksit akan menghasilkan 2
ton alumina, yang nantinya akan menghasilkan 1 ton aluminium
(Ulucak,2003). Reaksi kimia secara umum pada proses Hall-Heroult
[Anonymous,2009] :
2Al2O3(dissolved) + 3C(s) = 4Al(l) + 3CO2(g) ..............(2.3)

Gambar 2.4 Proses Hall Heroult


Prose Hall-Heroult secara bertahap antara lain [Ulucak, 2003]:
a. Lelehan alumina hingga menjadi logam aluminium terjadi pada baja
vat yang disebut pot reduksi. Bagian bawah dari pot terlapisi/dibatasi
dengan karbon yang bertindak sebagai salah satu elektroda (konduktor
arus listrik) dari system. Electrode lawannya terdiri dari serangkain
batang karbon yang tergantung diatas pot. Pot reduksi ini disusun
sedemikian rupa, berjajar yang terdiri dari 50 200 pot yang
terhubung satu sama lain membentuk sirkuit elektrik.
b. Dalam pot reduksi, Kristal alumina dilarutkan pada lelehan kriolit pada
temperature 1.760-1.780 F (960-970 C) sehingga dihasilkan larutan
elektrolit yang akan menghantarkan listrik dari batang karbon(Katoda)
menujuu Lapisan-Karbon (Anoda). Arus DC (4-6 volts and 100,000-

14

230,000 amperes) dialirkan melaului larutan. sehingga akan terjadi


reaksi yang akan memutuskan ikatan aluminium dengan oksigen pada
molekul alumina. Oksigen yang dibebaskan terikat pada batang karbon
(Katoda), sehingga membentuk karbon dioksida. Aluminium murni
terendapkan di bawah pot sebagai lelehan logam.
c. Proses peleburan dilanjutkan, dengan penambahan alumina pada
larutan kriolit untuk menggantikan senyawa yang terdekomposisi. Arus
listrik konstan tetap dialirkan. Panas yang berasal dari aliran listrik
menjaga agar isi pot tetap berada pada keadaan cair. Lelehan
aluminium murni terkumpul dibawah pot

d. Lelehan yang berada dibawah pot, dikumpulkan. Ditampung pada


cetakan (batang atau lempeng). Saat aliran tersebut dialirkan
kecetakan, bagian luar cetakan didinginkan dengan aliran air, yang
menyebabkan aliminium menjadi padat. Logam murni yang padat
dapat dibentuk dengan penggergajian sesuai dengan kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai