BAB II
BAUKSIT
2.1
Karakteristik Bauksit
Bauksit adalah bijih logam alumunium (Al). Nama bauksit berasal dari
nama sebuat tempat di Perancis Beaux. Bauksit adalah suatu koloid oksida Al dan
Si yang mengandung air. Istilah bauksit dipergunakan untuk bijih yang
mengandung oksida alumunium monohidrat atau anhidrat. Biasanya berasosiasi
dengan laterit, warnanya tergantung dari oksida besi yang terkandung dalam
batuan asal. Makin basa batuan asal biasanya makin tinggi kandungan unsur
besinya, sehingga warna dari bijih bauksit akan bertambah merah [Zelder, 2003].
sama sekali. Batuan tersebut (misalnya sienit dan nefelin yang berasal dari batuan
beku, batu lempung, lempung dan serpih). Batuan-batuan tersebut akan
mengalami proses lateritisasi, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan
mengeras menjadi bauksit. Bauksit dapat ditemukan dalam lapisan mendatar
tetapi kedudukannya di kedalaman tertentu [Zelder, 2003]
Sifat-sifat fisik dan mekanik dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Sifat-sifat Fisik
Rumus Kimia
Al(OH)3
Komposisi
Alumunium Hidroksida
Warna
Kekerasan
Massa Jenis
Ketahanan
Getas
Sisterm Kristal
Amorphous
Kilap
Buram
Tabel 2.2 Sifat-sifat Mekanik
1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang
kaya alumunium.
2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan.
3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan
mudah.
4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering).
5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan.
6. Relief
(bentuk
permukaan)
yang
relatif
rata,
yang
mana
Persebaran Bauksit
Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar alnisbi
tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa bebasnya sedikit atau bahkan tak
mengandung sama sekali. Potensi bijih bauksit di Indonesia cukup memadai
walaupun mutunya lebih rendah bila dibandingkan dengan endapan bauksit di
daratan Eropa dan Amerika Utara. Di Indonesia, bauksit ditemukan di Pulau
Bintan dan sekitarnya, Pulau Bangka dan Kalimantan Barat. Sampai saat ini
penambangan bauksit di Pulau
Indonesia.
Bauksit merupakan material dasar untuk memproduksi alumina. Bauksit
pertama kali ditemukan pada tahun 1924 di Kijang, pulau Bintan, di provinsi
Kepulauan Riau. Bauksit yang berasal dari Bintan telah ditambang dan diekspor
sejak tahun 1935. Beberapa tempat penyebaran bauksit di Indonesia antara lain
[Davydson, 2009]:
1. Sumatera Utara
Lokasi : Kota Pinang (kandungan Al2O3 = 15,05 58,10%)
Cadangan: 27.647.399 ton
Hasil Analisa : Cadangan tereka SiO2 = 12,25-45,7%, Al2O3 = 15,0558,17%, Fe2O3 = 1,06-19,76%
2. Riau
Lokasi : P.Bulan, P.Bintan (kandungan SiO 2 = 4,9%, Fe2O3 = 10,2%,
TiO2 = 0,8%, Al2O3 = 54,4%), P.Lobang (kepulauan Riau), P.Kijang
(kandungan SiO2 = 2,5%, Fe2O3 = 2,5%, TiO2 = 0,25%, Al2O3 =
61,5%, H2O = 33%), merupakan akhir pelapukan lateritic setempat,
selain ditempat tersebut terdapat juga diwilayah lain yaitu, Galang,
Wacokek, Tanah Merah,dan daerah searang.
Jumlah Cadangan : Kab. Karimun = 3.832.500 m3, Kota Tanjung
Pinang = 1.150.000 m3
3. Kalimantan Barat
Produk : Bauksit ( Chemical Grade Alumina)
Lokasi : Kecamatan Toba dan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau
a. Kualitas : R-SiO2 = 3.5%
b. T-AI2O3 = 48.6%.
c. Luas Areal : 36.000 Ha
d. Jumlah : 414921,400 Ton (Washed)
Teknologi : Mekanis
Kap Produksi : 300.000 Ton / Tahun (CGA)
Perkiraan Investasi : USD 220.000.000
4. Bangka Belitung
Lokasi : Sigembir.
Cadangan di Pulau Bangka diperkirakan berjumlah 13,5 juta Ton,
namun belum dilakukan analisa secara terperinci.
Pada tahun 1968, pengelolaan tambang diserahkan kepada Antam. Hal ini
menjadikan Antam sebagai perusahaan produsen bauksit tertua di Indonesia.
Antam mengekspor bauksit ke produsen alumina di Jepang dan China.
Menyusul penutupan tambang Kijang di tahun 2009, Antam saat ini tengah
mengembangkan dua proyek alumina untuk meningkatkan nilai cadangan bauksit
yang dimiliki di Kalimantan. Informasi lebih lanjut mengenai proyek-proyek
Proses Pengolahan
Pada umumnya, sebelum penambangan bauksit, terlebih dahulu dilakukan
sesuai
ketentuan
perundang-undangan
yang
berlaku
dan
10
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Bijih
Bauksit.
2.3.1
Proses Bayer
Bauxite
Alumina
Alumunium
Proses Bayer
Secara umum proses Bayer terdiri dari 3 tahapan yaitu ekstraksi,
11
alumina,
dan
menghasilkan
uap
air
pada
prosesnya
(Anonymous,2009) :
2 Al(OH)3 Al2O3 + 3 H2O ..(2.2)
Proses Bayer secara bertahap antara lain:
1. Bauksit dihancurkan secara mekanik, kemudian dicampur dengan soda
kaustik (NaOH), dihasilkan suspensi berair yang mengandung partikel
murni yang sangat beragam.
2. Suspense cair dipompa menuju digester (Tank yang berfungsi seperti
tabung pengontrol tekanan). Larutan tersebut dipanaskan hingga suhu
230-520F (110-270C) dibawah tekanan 50 lb/in 2 (340 kPa). Pada
kondisi ini, dilakukan selama sekitar setengah jam atau hingga
beberapa jam. Pada prosesnya penambahan soda kaustik dilakukan
untuk
memastikan
bahwa
seluruh
senyawa
aluminium
yang
terkandung terlarut.
3. Larutan panas, yang menjadi larutan natrium aluminat, dilewatkan
melalui beberapa tangki flash yang mereduksi tekanan dan merocovery
panas yang dapat digunakan kembali untuk proses pemurnian.
4. Selanjutnya larutan dipompakan menuju tangki pengendap. pada
tangki ini, pengotor yang tidak larut akan mengendap dibawah tangki.
Sehingga larutan hanya mengandung aluminium oksida yang terlarut
dalam kaustik soda. Residu yang ada dibawah tangki (yang dinamakan
Red Mud) mengandung pasir halus, besi oksida, oksida oksida dari
trace elemen misalnya titanium.
5. Setelah pengotor diendapkan, cairan yang tertinggal (dengan bentuk
fisik seperti kopi), dipompa menuju sederetan saringan. Beberpa
partikel halus dari pengotor yang tertinggal pada larutan akan
ditangkap oleh filter. Material ini akan dicuci untuk mendapatkan
alumina dan kaustik soda yang dapat digunakan kembali selama proses.
6. Cairan yang sudah disaring dipompa menuju tangki six-story-tall
precipitation. Bibit Kristal dari alumina hidrat (alumina yang mengikat
12
pencucian,
dialihkan
menuju
pengering
untuk
kalsinasi
Proses Hall-Heroult
Secara umum pada proses ini, leburan alumina dielektrolisis,
13
14