Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
SAR adalah lesi mukosa rongga mulut yang merupakan keadaan patologik,
ditandai dengan ulser yang berulang, sakit, kecil, ulser bulat atau oval, dikelilingi
oleh pinggiran yang eritematus dengan dasar kuning keabu-abuan.
Penyakit ini relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak
menular. Tetapi bagi orang orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang
sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa
SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan
gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama (Haikal,
2009).
SAR dapat membuat frustasi pasien dan dokter gigi dalam merawatnya
karena kadang-kadang sebelum ulser yang lama sembuh ulser baru dapat timbul
dalam jumlah yang lebih banyak. Prevalensi SAR bervariasi tergantung pada
daerah populasi yang di teliti. Angka prevalensi SAR berkisar 15-25% dari
populasi penduduk di seluruh dunia. Penelitian telah menemukan terjadinya SAR
pada dewasa sekitar 2% di Swedia (1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di
Malaysia (2000). SAR tampaknya jarang terjadi di Bedouins Kuwaiti yaitu sekitar
5% dan ditemukan 0,1% pada masyarakat India di Malaysia. Namun, SAR sangat
sering terjadi di Amerika Utara. Di Indonesia belum diketahui berapa prevalensi
SAR di masyarakat, tetapi dari data klinik penyakit mulut di rumah sakit
Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR
sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien
terdapat kasus SAR 17,3%. SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria,
pada orang dibawah 40 tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anakanak. Menurut Smith dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok
umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda.2 SAR paling sering
dimulai selama dekade kedua dari kehidupan seseorang. Pada sebagian besar
keadaan, ulser akan makin jarang terjadi pada pasien yang memasuki dekade
keempat dan tidak pernah terjadi pada pasien yang memasuki dekade kelima dan
keenam (Haikal, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari lesi ?
2. Apa saja jenis dari lesi ?
3. Apa pengertian dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) ?
4. Bagaimana teknik terapi dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui pengertian dari lesi
2. Mengetahui jenis dari lesi
3. Mengetahui pengertian dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren)
4. Mengetahui teknik terapi dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Lesi
Lesi adalah suatu kelainan patologis pada jaringan yangmenimbulkan
gejala/simtom. Lesi terbagi atas 2 macam, yaitu lesi primer (lesi pertama kali
timbul) dan lesi sekunder (timbul setelah lesi primer) (Langlais and Miller, 1994).
2.1.1 Lesi Primer
a) Makula
-

Titik sampai bercak

Diameter dari beberapa mm hingga cm

Berasal dari vaskularisasi, Merah kecoklatan Bila ditekan bewarna


pucat. Misalnya : Hiperemia

Berasal dari Pigmen darah, Merah Kebiruan


Misalnya : Petechiae, purpura, ecymosis (hematom)

Berasal dari Pigmen Melanin, BiruKecoklatan


Misalnya : Hiperpigmentas.

b) Papula
-

Lesi yang membenjol padat

Kurang dari 1cm diameternya

Permukaan papula : Erosi atau deskuamasi

Makula dan papula terasa gatal, rasa terbakar dan nyeri


Misalnya : Lichen Planus (pada mukosa) adalah papula keputihan

c) Plak
-

Ukuran diameternya lebih besar dari 1 cm


Misalnya : Leukoplakia (Lesi pra-ganas, lesi ini bisa menjadi ganas)

d) Nodula
-

Suatu massa yang padat

Membenjol yang tebal dan kurang dari 1 cm diameternya

Tumor jinak dari jaringan ikat yang terjadi karena iritasi kronis (iritasi
ringan yang terus menerus)

Dapat hilang sendiri atau tidak, setelah iritasi kronis

dihilangkan

(misal eksisi)
Misalnya : Iritasi fibroma
e) Vesikula
-

Suatu benjolan kulit berisi cairan dan berbatas jelas

Diameternya kurang dari 1cm


Misalnya : Cacar Air

f) Bula
-

Suatu benjolan kulit berisi cairan yang lebih besar dari 1 cm


diameternya

Dapat terbentuk karena adanya trauma mekanis atau gesekan


Misalnya : Pemphigus Vulgaris

g) Postula
-

Suatu vesikel yang berisi eksudat purulen


Misalnya : Penyakit Impetigo, pada kulit berupa bisul-bisul kecil

h) Keratosis
-

Penebalan yang abnormal dari lapisan terluar epitel (stratum korneum)

Bewarna putih keabuan


Misalnya : Linea Alba bukalis, Leukoplakia, dan Lichen Planus

i) Wheals
-

Suatu papula atau plak yang bewarna merah muda ,edema, dan berisi
serum

Edema kulit yang menjadi gelembung yang hanya

muncul

singkat dan menimbulkan rasa gatal


Misalnya : Gigitan nyamuk dan urtikaria
j) Tumor
-

Massa padat, besar, meninggi dan berukuran lebihdari 1 sampai 2 cm

Tumor bisa ganas atau jinak


Misalnya : Kanker payudara versus limfoma (tumor jinak yang
sebagian terbentuk sebagian besar dari jaringan adipose (Langlais and
Miller, 1994).

2.1.2

Lesi Sekunder

a) Erosi
-

Hilangnya epitel di atas lapisan sel basal

Dapat sembuh tanpa jaringan parut Misalnya : Kulit setelah mengalami


suatu lepuhan atau vesikel yang pecah

b) Ulseri
-

Hilangnya epidermis dan lapisan kulit yang lebih dalam (Hilangnya


epitel yang meluas dibawah lapisan sel basal)
Misalnya : Reccurent Apthous Stomatitis

c) Fisura
-

Retak linier pada kulit yang melua smelalui epidermis dan


memaparkan dermis

Dapat terjadi pada kulit kering daninflamasi kronis

Suatu celah dalam epidermis


Misalnya : Fissure tongue dan Geographic tongue

d) Sikatriks
-

Pembentukan

jaringan

baru

yang

berlebihan

dalam

proses

penyembuhan luka Misalnya : Keloid


e) Deskuamasi
-

Pengelupasan lapisan epitel (stratum korneum)


Bisa secara fisiologis

Pelepasan epitel sehingga kulit mengalami

regenerasi
f) Sinus
Suatu saluran yang memanjang dan rongga supuratif , kista atau abses
Misalnya: Abses Periapikal (Langlais and Miller, 1994).
2.1.3

Macam Penyakit Mulut yang disebabkan oleh Virus

a) Herpes Zooster
Manifestasi oral terdiri dari sekelompok vesikel yang timbul secara
unilateral dikelilingi oleh daerah eritematosa yang nyata dan mengenai
bagian manapun pada mukosa mulut. Bagian mukosa mulut yang sering
terkena adalah bibir,lidah, palatum dan mukosa pipi.

b) Gingivostomatitis hepertika
Ditandai

dengan

munculnya

panas

secara

tiba-tiba,

malaise,

limfadenopati regional dan lesi-lesi oral berupa gejala gingivitis akut dan
vesikel-vesikel kecil yang timbul pada mukosa oral.
c) Campak
Manifestasi oral pada campak:
-

Stomatitis yang non-spesifik ditandai dengan difus yang terutama


mengenai palatum dan faring.

Bercak koplik pada mukosa pipi. Lesi ini tidak teratur, berupa bercak
putih kebiruan pada dasar yang kemerah-merahan. Bercak-bercak
tersebut dapat timbul pada bagian bibir dengan jumlah yang berubahubah.

d) Herpangina
Timbul vesikel pada pilaranterior fasia tonsil, palatum molle, uvula
dan tonsil. Vesikel berukuran seperti jarum pentul yang dikelilingi halo
sedikit demi sedikit dan menjadi tukak yang lebih besardan tertutup oleh
fibrin.
e)

Stomatitis vesiculardengan eksantema


Pada penyakit ini terdapat vesikula yang kadang-kadang didahului
dengan timbulnya macula yang bewarna merah yang paling sering berada
pada mukosa pipi atau juga dapat timbul pada mukosa palatum, lidah dan
gusi. Vesikula ini akan pecah dan bewarna kuning kelabu dan diikuti
dengan eritem (Langlais and Miller, 1994).

2.2

SAR (Stomatitis Aptosa Rekuren)


Adalah lesi mukosa rongga mulut yang merupakan keadaan patologik,
ditandai dengan ulser yang berulang, sakit, kecil, ulser bulat atau oval,
dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus dengan dasar kuning keabuabuan
Berdasarkan manifestasi klinis terdapat tiga kategori SAR
1) SAR Minor, terjadi lebih dari 80% dari semua kasus Sar yang ditandai
oleh ulser bulat atau oval, dangkal dengan diameter < 10 mm dan

dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus. MiSAR biasanya mengenai


daerah-daerah non-keratin seperti mukosa labial, mukosa bukal dan
dasar mulut, tetapi tidak mengenai daerah keratin seperti gingiva,
palatum atau dorsum lidah. Sebagian besar terjadi padamasa anakanak. Lesi berulang dengan frekuensi yang bermacam-macam,
dalambeberapa waktu 1-5 ulser bisa muncul dan sembuh dalam waktu
10-14 hari tanpa meninggalkan bekas
2) SAR Major biasa juga disebut periadenitis mucosa necrotica recurrens
yang diderita oleh kira-kira 10% penderita SAR. Bentuk lesi serupa
dengan minorSAR, tetapi ulser berdiameter > 10 mm, tunggal atau
jamak dengan menimbulkanrasa sakit. Demam, disfagia dan malaise
terkadang muncul pada awal munculnyapenyakit. Sering terdapat pada
bibir, palatum molle dan dapat terjadi pada bagianmana saja dari
mukosa mulut. Ulser berlangsung selama 6 minggu atau lebih
dansembuh dengan meninggalkan jaringan parut

Gambaran Klinis SAR MAJOR


3) Herpetiform SAR (HeSAR), terdapat hanya 5-10% dari semua kasus
RAS. Namaini digunakan karena mirip dengan lesi intraoral pada
infeksi virus herpes simplexprimer (HSV), tetapi HSV tidak
mempunyai peran etiologi pada HeSAR atau dalamsetiap bentuk ulser
SAR

lainnya.

Bentuk

lesi

ini

ditandai

dengan

ulser-ulser

kecil,berbentuk bulat, sakit, penyebarannya luas dan dapat menyebar di


rongga mulut.100 ulser kecil bisa muncul pada satu waktu, dengan
diameter 1-3 mm, bila pecah bersatu ukuran lesi menjadi lebih besar.
Ulser akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan
bekas .
7

Gambaran Klinis SAR Herpetiform


2.2.1

Etiologi SAR
Etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser pada SAR
bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang memungkinkannya
berkembang menjadi ulser .
Faktor Predisposisi :
1) Faktor genetik
Faktor genetik dianggap memainkan peranan yang sangat besar
padapasien yang menderita SAR. Insiden SAR dipercaya meningkat
pada pasien yangmemiliki riwayat keluarga positif terkena SAR.
Kurang lebih 50% keturunanderajat pertama dari penderita SAR juga
akan mengidap SAR. Pasien denganriwayat keluarga SAR akan
menderita SAR sejak usia muda dan lebih beratdibandingkan pasien
tanpa riwayat keluarga SAR.
Faktor genetic SAR diduga berhubungan dengan peningkatan
jumlahhuman leucocyte antigen (HLA) Antigen inimenyerang sel-sel
melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkanterlepasnya sel
mononuclear

ke

epithelium

khususnya

lapisan

prickle

sel

sehinggaterjadi kontak dengan apoptosis prickle sel yeng kemudian di


fagosit olehneutrofil
2) Faktor Hormon
Pada wanita, sekelompok aphthous stomatitis sering terlihat di
masa pra-menstruasi bahkan banyak yang menggalaminya berulang
kali. Keadaan inididuga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon
yang dianggap berperanpenting adalah estrogen dan progesterone. Pada

masa

pra-menstruasi

(phaselhuteal

menstruasi)

korpus

luteum

menyekresi sejumlah besar progesterone danestrogen. Hormon ini


memberi umpan balik negatif terhadap kelenjar hipopisisanterior dan
hypothalamus kira- kira 3-4 hari sebelum menstruasi sehinggamenekan
produksi

hormon

pada

kelenjar

tersebut

seperti

FSH,

LH,

maupunhormon pertumbuhan. Menurunnya kerja hormon hipoposis


akan mempengaruhiseluruh/hampir seluruh jaringan tubuh termasuk
rongga mulut. Dimanakemampuan sintesis protein sel akan menurun
sehingga metabolisme sel-sel jugaakan menurun Dua hari sebelum
menstruasi

akan

terjadi

penurunan

estrogen

danprogesterone

secara

mendadak.

Penurunan estrogen mengakibatkan terjadipenurunan aliran darah


sehingga suplai darah utamanya daerah perifer menurunsehingga
terjadinya

gangguan

keseimbangan

sel-sel

termasuk

rongga

mulut,memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi


yang berlebihanterhadap jaringan lunak mulut sehingga rentan terhadap
iritasi lokal sehinggamudah terjadi SAR. Beberapa ahli berpendapat
bahwa progesterone jugamemegang peranan dalam terjadinya SAR.
Progesteron dianggap berperan dalammengatur pergantian ephitel
mukosa rongga mulut. Meskipun belum ada literature yang menjelaskan
hal ini secara lebih terperinci namun ada kemungkinanbeberapa
penderita SAR mengalami progesterone dermatitis autoimun.
3) Faktor Defisiensi Nutrisi
Defisiensi hematinic (besi, asam folat, vitamin B1, B2,B6,
B12)kemungkinan 2x lebih besar terkena SAR dibandingkan orang
yang. Defisiensi vitamin tersebut menyebabkan menurunnya kualitas
mukosa sehingga bakteri mudah melekat pada mukosa, dan
menurunnya sintesis protein sehingga menghambat metabolisme sel
4) Faktor Imnunologi
Respon imun yang berlebihan pada pasien menyebabkan ulserasi
lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari
limfosit dan monosit padamukosa mulut dimana pemicunya tidak
diketahui.
9

5) Faktor Mikroorganisme
Streptococcus diduga sangat berpengaruh dalam patogenesis SAR,
baik itu secara langsung maupun melalui stimulus antigen yang
mungkin

melakukan

reaksi

silang

dengan

mukosa

mulut.

Streptococcus L-form ditemukan padapenderita SAR yang merupakan


tipe dari S.sanguis, meski pada penelitianselanjutnya di golongkan
sebagai tipe dari S.mitis.Reaksi silang antara streptococcus dengan
mukosa mulut telah ditemukan dan memperlihatkan jumlahserum
antibodi yang signifikan.
6) Faktor Stres
Kejadian stress dapat memberikanrespon terhadap tubuh baik itu
respon fisiologis, respon psikologis, responhormonal, maupun respon
hemostatik.

Aktifnya

mengalami

stress

hormon

glukokortikoid

menyebabkan

padaorang

meningkatnya

yang

katabolisme

proteinsehingga sintesis protein menurun. Akibatnya metabolisme sel


terganggusehingga rentan terhadap rangsangan (mudah terjadi ulcer)
7) Faktor Penyakit Sistemik
SAR ditemukan pada penderita penyakit sistemik seperti
inflammatorybowl disease, chorn disease, HIV dan AIDS, dan celiac
sprue. Penyakit ini berhubungandengan kekurangan folat dan
malabsorbsi vitamin B12, lemak, dan nutrientlainnya.Dengan adanya
kelainan malaabsorbsi tersebut maka akan semakinmemicu terjadinya
defisiensi nutrisi yang merupakan factor predisposisitimbulnya SAR
2.3

Terapi SAR dan Angular Cheilitis


2.3.1 Terapi SAR (Stomatitis Aptosa Rekuren)
Pencegahan SAR diantaranya menjaga kebersihan rongga mulut,
serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama makanan yang
mengandung vit B12 dan zat besi. Ada beberapa usaha lain yang dilakukan
untuk mencegah munculnya sariawan. Misalnya menjaga kesehatan pada
mulut, menghindari luka pada mulut, menghindari kondisi stress, sering
mengkonsumsi buah dan sayur, terutama vit B, vit C, dan zat besi. Untuk

10

ulserasi yang parah diberikan kortikosteroid sistemik. Obat-obat sistemik


seperti levamisole, inhibitor monoamine oksidase, thalidomide atau
dapsone, digunakan untuk penderita yang sering mengalami ulserasi
rongga mulut yang serius (Lewis, 1998). .
Untuk pasien dengan gangguan hematologi, terapi yang diberikan
kepada anemia karena kekurangan zat besi adalah tablet zat besi yang
berisi ferrous sulfat, ferrous gluconate, dan ferrous fumarate yang
diberikan peroral (Lewis, 1998).
2.3.2 Terapi Angular Cheilitis
Peradangan pada salah satu atau kedua sudut bibir yang dapat
disertai oleh erosi, hiperemi, atau ulserasi dan mudah berdarah ditutupi
eksudat putih kekuningan, atau ditutupi krusta mempunyai diameter lesi 110 mm. Penyebab sistemik dikarenakan defisiensi gizi diantaranya protein,
Vit. B2, Vit. B12, FE, dan Asam Folat. Infeksi oleh karena jamur Candida
albicans, S. Aureus, dan S. Hemoliticus. Terapi dengan mengatasi faktor
predisposisi, atibiotika dan antimikotik topikal dengan prognosa cukup
baik (Lewis, 1998).
Jika angular cheilitis disebabkan oleh staphylococcus aureus,
dilakukan dengan terapi Fucidin acid dan Mupirocin. Jika di sebabkan
oleh candida albicans, penderita di beri salep anti fungal atau krem anti
fungal. Jika lesi akibat pemakaian gigi tiruan, daerah lesi dilapisi salep
yang mengandung nystatin,neomicin dan steroid yang dapat mengurangi
keradangan (Lewis, 1998).

11

BAB III
KONSEP MAPPING

Keluhan Pasien

Pemeriksaan
dokter gigi

Pemeriksaan
Subjektif

Pemeriksaan
Objektif

Diagnosa

SAR (Stomatitis
Aftosa Rekuren)

Perawatan (Pada
Gejala)

12

Pemeriksaan
Penunjang

BAB IV
PEMBAHASAN

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi


pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat
berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. Penyakit ini memiliki tingkat
keparahan yang rendah. Seorang dokter gigi melakukan pemeriksaan pada pasien
dengan SAR melewati tahap pemeriksaan obyektif (melalui anamnesa),
pemeriksaan obyektif ( memeriksa intra oral pada daerah lesi) dan pemeriksaan
penunjang jika perlu.
Berbeda dengan penyakit pada jaringan keras atau gigi dimana
pemeriksaan penunjang yang dilakukan biasanya adalah dengan radiografik, pada
kasus SAR pemeriksaan yang dibutuhkan adalah pemeriksaan patoanatomi
ataupun serologi. Pemeriksaan penunjang ini dibutuhkan apabila dicurigai lesi
berpotensi menuju kekeganasan.
Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser.
Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar pada
mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Harus ditanyakan
sejak dari umur berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap
hubungan dengan faktor. Predisposisi juga harus dicatat. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval
dengan lesi 1 cm yang jumlahnya sekitar 2-6. Pemeriksaan tambahan diperlukan
seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh
Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser
pada SAR bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang
memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri dari pasta
gigi dan obat kumur. Sodium lauryl sulphate (SLS), trauma, genetik, gangguan
immunologi, alergi dan sensitifitas, stres, defisiensi nutrisi, hormonal, merokok,
infeksi bakteri, penyakit sistemik, dan obat-obatan. Dokter gigi sebaiknya
mempertimbangkan bahwa faktor-faktor tersebut dapat memicu perkembangan
ulser SAR

13

Karena penyebab SAR sulit diketahui maka pengobatannya hanya untuk


mengobati keluhannya saja. Perawatan merupakan tindakan simtomatik dengan.
Tujuan untuk mengurangi gejala, mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan
meningkatkan periode bebas penyakit.

14

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1.Lesi adalah suatu kelainan patologis pada jaringan yangmenimbulkan
gejala/simtom
2.Lesi terbagi atas 2 macam, yaitu lesi primer (lesi pertama kali timbul) dan
lesi sekunder (timbul setelah lesi primer)
3.Adalah lesi mukosa rongga mulut yang merupakan keadaan patologik,
ditandai dengan ulser yang berulang, sakit, kecil, ulser bulat atau oval,
dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus dengan dasar kuning keabuabuan
4.Pencegahan SAR diantaranya menjaga kebersihan rongga mulut, serta
mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama makanan yang mengandung
vit B12 dan zat besi. Ada beberapa usaha lain yang dilakukan untuk
mencegah munculnya sariawan. Misalnya menjaga kesehatan pada mulut,
menghindari luka pada mulut, menghindari kondisi stress, sering
mengkonsumsi buah dan sayur, terutama vit B, vit C, dan zat besi.
5.2 Saran
Sebagai mahasiswa kedokteran gigi harus mengenal dan mengetahui
tentang SAR sehingga dapat menangani pasien- pasien dengan baik dan benar.

15

DAFTAR PUSTAKA
Haikal, Mohamad. 2009. Aspek Imunologi Stomatitis Aftosa Rekuren. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Lewis, MAO. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Jakarta : Widya Medika.
Langlais R.P and Miller C.S. 1994. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut.
Jakarta Hipokrates

16

Anda mungkin juga menyukai