Anda di halaman 1dari 155

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

ULKUS KORNEA
A. Pengertian
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya
destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)
B. Etiologi
Faktor penyebabnya antara lain:
- Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya
- Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka
- Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposurekeratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin
A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis virus.
- Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson,
sindrom defisiensi imun.
- Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD,
anestetik lokal dan golongan imunosupresif.
Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
- Bakteri
Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok
pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor
pencetus diatas.
- Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
- Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
- Reaksi hipersensifitas
Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten),
alergen tak diketahui (ulkus cincin)
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)
C. Tanda dan Gejala
- Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan
menimbulkan sikatrik kornea.
- Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala
obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya
infiltrat. Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
- Fotofobia
- Rasa sakit dan lakrimasi
(Darling,H Vera, 2000, hal 112)
D . MACAM-MACAM ULKUS KORNEA SECARA DETAIL
Ulkus kornea dibagi dalam bentuk :
1. Ulkus kornea sentral meliputi:
a. Ulkus kornea oleh bakteri

Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor
pencetusnya (kornea yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :
- Streptokokok pneumonia
- Streptokokok alfa hemolitik
- Pseudomonas aeroginosa
- Klebaiella Pneumonia
- Spesies Moraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen
opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus
konjungtiva, atau rongga hidung yang pada keadaan sistem barier kornea normal
tidak menimbulkan infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :
- Stafilokukkus epidermidis
- Streptokokok Beta Hemolitik
- Proteus
Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea
adalah :
- Streptokok pneumonia (pneumokok)
- Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik0
- Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)
- Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)
Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada
keratitis bakterial, akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus
dan pseudomonas.
Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan mungkin disebabkan karena
pneumokok adalah penghuni flora normal saluran pernafasan, sehingga terdapat
semacam kekebalan. Streptokok pyogenes walaupun seringkali merupakan bakteri
patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang menyebabkan infeksi
kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor
pencetusnya.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus
menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea,
karen aeksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia
Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan
intra vena
Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus
Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah yang
paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus
marginal, infeksi ulkus alergi (toksik).

Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor
penceus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa
kontak yang telah lama digunakan.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat
berbatas tegas tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat,
akan terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit.
Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi radangnya
minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus.
Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas
Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini
ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat
dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein. Keadaan ini
menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat hancur dan
mengalami kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan
fluoresein, cairan lensa kontak.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas
Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat
berwarna keabu-abuan disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan
cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus
mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.
Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal,
subkonjungtiva serta intra vena.
b. Ulkus kornea oleh virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral.
c.Ulkus kornea oleh jamur
Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :
- Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau
pemakaian kortikosteroid jangka panjang
- Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang
disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang
mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang yang
melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang berada di
lingkungan hidup.
- Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka
faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara dan sampah

organik. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada manusia
dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran kencing.
Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik ,
selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan endogen,
selulitis orbita, infeksi saluran lakrimal.
Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa
(filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor pencetus seperti exposure
keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis herpes simpleks dengan
pemakaian kortikosteroid.
Pengobatan : Pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila
memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk
dapat memilih obat anti jamur yang spesifik.
2. Ulkus marginal
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat
atau dapat juga rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat
daerah kornea yang sehat dengan limbus. Ulkus marginal dapat ditemukan pada
orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau debilitas. Dapat
juga terjadi ebrsama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh
Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat
dihubungkan dengan alergi terhadap makanan. Secara subyektif ; penglihatan
pasien dengan ulkus marginal dapat menurun disertai rasa sakit, lakrimasi dan
fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat
atau ulkus yang sejajar dengan limbus.
Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari,
tetapi dapat rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman
lainnya. Disensitisasi dengan toksoid stafilokkus dapat memberikan penyembuhan
yang efektif.
a. Ulkus cincin
Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea,
bersifat destruktif dan biasaya mengenai satu mata.
Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri
basile, influenza berat dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren.
Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah steroid saja.
b. Ulkus kataral simplek
Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjag
tukak sejajar dengan limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus
ditepiya terlihat bagian yang bening.
Terjadi ada pasien lanut usia.
Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.
c. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan
progresif ke arah sentral tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran
khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya

kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh permukaan
kornea terkenai.
Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun.
Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva,
keratektomi dan keratoplasti.
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)
E. Penatalaksanaan :
Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri
(kadang sampai tiap 30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala
oleh ahli opthalmologi. Cuci tangan secara seksama adalah wajib. Sarung tangan
harus dikenakan pada setiap intervensi keperawatan yang melibatkan mata.
Kelopak mata harus dijaga kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin.
Pasien dipantau adanya peningkatan tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen
untuk mengontrol nyeri. Siklopegik dan midriatik mungkin perlu diresep untuk
mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata (patch) dan lensa kontak lunak tipe
balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol, karena justru dapat
memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan defek epitel.
F. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan )
b. Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg
c. Pemeriksaan oftalmoskopi
d. Pemeriksaan Darah lengkap, LED
e. Pemeriksaan EKG
f. Tes toleransi glukosa
G. Pengkajian :
a. Aktifitas / istirahat : perubahan aktifitas
b. Neurosensori : penglihatan kabur, silau
c. Nyeri : ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/
tekanan pada & sekitar mata
d. Keamanan : takut, ansietas
(Doenges, 2000)

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan :


a. Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat
Intervensi :
- Kaji derajat dan durasi gangguan visual

Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru


Jelaskan rutinitas perioperatif
Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu
Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.

b. Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan


Intervensi :
- Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil
- Orientasikan pasien pada ruangan
- Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan
- Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
- Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata
c. Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi
bedah atau pemberian tetes mata dilator
Intervensi :
- Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
- Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
- Kurangi tingkat pencahayaan
- Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
d. Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan
Intervensi :
- Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala,
komplikasi yang harus segera dilaporkan pada dokter
- Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai
teknik yang benar dalam memberikan obat
- Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan
- Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan
e. Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan
Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
Kriteria hasil :
a. Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan
b. Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat
Intervensi:
- Perkenalkan pasien dengan lingkungannya
- Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami
gangguan
- Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan
ansietas
- Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas

- Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang


f. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan
proses penyakit
Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya
Kriteria hasil:
a.Pasien memahami instruksi pengobatan
b.Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan
Intervensi:
- Beritahu pasien tentang penyakitnya
- Ajarkan perawatan diri selama sakit
- Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada
pasien dan keluarga
- Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihatan
PATHWAYS
DAFTAR PUSTAKA
1.Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
1998.
2.Darling, Vera H & Thorpe Margaret R. Perawatan Mata. Yogyakarta : Penerbit Andi;
1995.
3.Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa.
Ed. 3. Jakarta, 2000

ULKUS KORNEA
PENGERTIAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea. (Ilyas, Sidarta. ILMU PENYAKIT MATA. 2004. Jakarta: FKUI)
Ulkus kornea merupakan nekrosa pada jaringan kornea akibat trauma (radang dapat dipermukaan
atau mmenyusup ke jaringan yang lebih dalam). (Long, Barbarac. PERAWATAN MEDIKAL
BEDAH. 1996. Bandung: IAPK Pajajaran)
Hipopion: akumulasi pus dalam COA. (kamus kedokteran, GITA MEDIKA PRESS)
ANATOMI FISIOLOGI

Bagian mata:

Meliputi bola mata(bulbus okuli). Nervus optikus saraf otak, merupakan saraf otak yang
menghubungkan bulbus okuli dengan otak dan merupakan bagian penting dari pada organ
Visus.

Turika okuli: kornea dan sclera

Tunika vaskulosa: korioid, korpus siliaris, iris dan pupil.

Tunika nervosa: merupakan bagian terdalam bola mata disebut retina. 3 bagian retina
adalah:

Pers optika retina, dimulai dari kutub belakang bola mata sampai didepan khatulistiwa bola mata.
Pars siliaris merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus siliaris.
Pars iridika melapisi bagian permukaan belakang iris.
ETIOLOGI

Bakteri

Jamur

Simplek

Proses peradangan dan inflasi

Acanthamoeba (biasanya berasal dari cairan pencuci lensa kontak)

Defisiensi vitamin A

Logostalmus akibat parese saraf ke VIII, lesi saraf ke III atau neurotrofik dan ulkus
mooren.

Dikenal 2 bentuk ulkus kornea yaitu sentral dan perifer (marginal). Etiologi ulkus perifer:
reaksi toksik, alergi, autoimun dan infeksi.

TANDA DAN GEJALA

Nyeri dan kejang kelopak mata, dapat dilihat dengan pemeriksaan fluorecein (zat warna
yang bisa menimbulkan pijaran) .

Mata merah

Foto fobia

Penglihatan menurun

Pada pemeriksaan terlihat kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel.

Dapat disertai penipisan kornea, hipopion, sinekia posterior, dll.

Bila disebabkan jamur, maka infiltrate akan berwarna abu abu dikelilingi infiltrate
halus di sekitar (fenomena satelit).

PATOFISIOLOGI
TRAUMA : Kerusakan epitel kornea
Cacat kornea, mudah terjadi invasi bakteri kedalam kornea
Nyeri mata dan kelopak, silau, lakrimasi, penglihatan menurun.
Kekeruhan kornea disentral (ulkus berbatasan pada sisi-sisi paling aktif disertai infiltrate
berwarna kekuning-kuningan yang mudah pecah)

Pembentukan ulkus

Menyebar dipermukaan kornea merambat lebih dalam

Perforasi kornea
Hipopion
(akibat rangsangan toksin)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan menggunakan snallen dan lapang penglihatan

Pengukuran tonografi / tonometer

Pemeriksaan oftalmoskopi

Vital sign

PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika dan
mengurangi radang dengan steroid. Penatalaksanaan ulkus kornea secara umum adalah sebagai
berikut:

Tidak boleh dibebat, karena akan menaikan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
incubator.

Secret yang terbentuk dibersihkan 4 x sehari.

Diperhatikan kemungkinan terjadinya gloukoma sekunder.

Debridement sangat membantu penyembuhan.Diberikan antibiotika yang sesuai dengan


kausa. Biasanya diberi local kecuali keadaan berat / gawat.

Pada ulkus kornea berat disertai hipopion dapat dilakukan penyedotan. Selain itu
dimungkinkantindakan pembedahan atau keratoplasty apabila;

Dengan pengobatan tidak sembuh

Terjadinya jaringan perut yang mengganggu penglihatan.

(Mansjoer, Arif dkk. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. 2001. Jakarta: MEDIA


AESCULAPLUS FKUI).
KOMPLIKASI
1. Glukoma sekunder
2. Kebutaan
3. Abses kornea
4. Ulkus Atero matosis (sikatrik pada kornea terinfeksi setelah pembedahan)
5. keratomikosis (efek samping antibiotik dan kortikosteroid yang tidak tepat)
PENGKAJIAN
1. Aktifitas istirahat
Gejala : perubahan aktifitas sehubungan dengan gangguan penglihatan
Gangguan istirahat karena nyeri dan ketidaknyamanan.
2. Intregitas ego
Kecemasan tentang status kesehatan dan tindakan pengobatan.
3. Neurosensor
Gejala: gangguan penglihatan, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap
tentang penglihatan perifer dan lakrimasi.
Tanda: kornea keruh, iris, dan pupil tidak kelihatan serta peningkatan air mata.
4. Keamanan
Terjadi trauma karena penurunan penglihatan.
5. Nyeri
Gejala;: ketidak nyamanan ringan, mata berair dan merak, myeri berat disertai tekanan pada
sekitar bola mata dan menyebabkan sakit kepala.
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga glukoma, DM, gangguan sustem vaskuler, riwayat stress, alergi,
ketidak seimbangan endokrin, terpajan pada radiasi,polusi, steroid.
7. Rencana pemulangan
Memerlukan bantuan tranportasi, penyediaan makanan, perawatan diri, pemeliharaan rumah.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan edema kornea (akumulasi pus).
2. Resti penyebaran infeksi kemata yamg sehat berhubungan kurang pengetahuan.
3. Kurang pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan salah interprestasi infofmasi.

4.
5.
6.
7.

Gangguan sensori berhubungan dengan dengan gangguan penerimaan sensori.


Ansietas berhubungan dengan tindakan pengobatan, pembedahan.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan sensori perceptual.
Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori.

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. ILMU PENYAKIT MATA. 2004. Jakarta: FKUI
Long, Barbarac. PERAWATAN MEDIKAL BEDAH. 1996. Bandung: IAPK Pajajaran) Mansjoer,
Arif dkk. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. 2001. Jakarta: MEDIA AESCULAPLUS FKUI
kamus kedokteran, GITA MEDIKA PRESS)

ULKUS KORNEA
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
Indera penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) terdiri dari organ okuli assesoria (alat
bantu mata) dan okulus (bola mata). Syaraf indera penglihatan, saraf optikus (urat saraf kranial
kedua), timbul dari sel-sel ganglion dalam retina, bergabung untuk membentuk saraf optikus.
ALIS
Dua potong kulit tebal yang melengkung ditumbuhi oleh bulu yang berfungsi sebagai pelindung
mata dari sinar matahari yang sangat terik dan sebagai alat kecantikan.
KELOPAK MATA
Terdiri dari 2 bagian kelopak mata atas dan kelopak mata bawah, fungsinya adalah pelindung
mata sewaktu-waktu kalau ada gangguan pada mata (menutup dan membuka mata).
ORGAN OKULI ASSESORIA
Adalah alat pembantu mata, terdapat disekitar bola mata yang sangat erat hubungannya dengan
mata, terdiri dari :
Kavum Orbita.
Merupakan rongga mata yang bentuknya seperti kerucut dengan puncaknya mengarah kedepan,
dan ke dalam.
Dinding rongga mata dibentuk oleh tulang :
1. Os Frontalis.
2. Os Zigomatikum.
3. Os Sfenoidal.
4. Os Etmoidal.
5. Os Palatum.
6. Os Lakrimal.
Rongga mata mempunyai beberapa celah yang menghubungkan ronggga mata dengan rongga
otak, rongga hidung, rongga etmoidalis dan sebagainya.
Rongga bola mata ini berisi jaringan lemak, otot, fasia, saraf, pembuluh darah dan apparatus

lakrimalis.
Supersilium (Alis Mata).
Merupakan batas orbita dan potong kulit tebal yang melengkung, ditumbuhi oleh bulu pendek
yang berfungsi sebagai kosmetik atau alat kecantikan.
Palpebra (Kelopak Mata).
Merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang terletak didepan bulbus okuli, kelopak mata
atas lebih lebar dari kelopak mata bawah.Kelopak mata atas lebih mudah digerakkan yang terdiri
dari muskulus levator palpebra superior.Pada ujung kelopak mat terdapat silia (bulu mata).
Tarsus merupakan bagian dari kelopak yang berlipat-lipat.

Pada kedua tarsus terdapat beberapa kelenjar :


1. Kelenjar Tarsalia.
2. Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Fungsi kelopak mata sebagai pelindung bola mata terhadap gangguan pada bola mata.
Aparatus Lakrimalis (Air Mata).
Air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis superior dan inferior, melalui duktus eksretorius
lakrimalis masuk ke dalam sakus konjungtiva, melalui bagian depan bola mata ke dalam kanalis
lakrimalis mengalir ke duktus nasolakrimalis terus ke meatus nasalis inferior.
Muskulus Okuli (Otot Mata).
Merupakan otot ekstrinsik mata terdiri dari 7 buah otot, 6 buah otot diantaranya melekat dengan
os kavum orbitalis, 1 buah mengangkat kelopak mata ke atas.
1. Muskulus Levator Palpebralis Superior Inferior, fungsinya mengangkat kelopak mata.
2. Muskulus Orbikularis Okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata.
3. Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata), fungsinya untuk menutup mata.
4. Muskulus Rektus Okuli Medial (otot disekitar mata), fungsinya menggerakkan mata dalam
(bola mata).
5. Muskulus Obliques Okuli Inferior, fungsinya menggerakkan bola mata ke bawah dan ke
dalam.
6. Muskulus Obliques Okuli Superior, fungsinya memutar mata ke atas, ke bawah da ke luar.
Muskulus rektus okuli berorigo pada anulus tendineus komunis, yang merupakan sarung
fibrosus yang menyelubungi nervus optikus.
Strabismus (juling) disebabkan tidak seimbangnya atau paralise kelumpuhan fungsi dari salah
satu otot mata.
Konjungtiva.
Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra merupakan lapisan mukosa, bagian
yang membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi, pada
konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar limfe dan pembuluh darah.
OKULUS (MATA)
Meliputi bola mata (bulbus okuli). Nervus : optikus saraf otak II, merupakan saraf otak yang

menghubungkan bulbus okuli dengan otak dan merupakan bagian penting dari pada organ visus.
Tunika okuli, terdiri dari :
1. Kornea.
Merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan
iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina
elastic anterior (bowmen), 3 subtansi propia, 4 lamina elastika posterior dan 5 endotelium.

Kornea tidak mengandung pembuluh darah. Peralihan antara kornea ke sklera disebut sclero
corneal junction.
2. Sklera.
Merupakan lapisan fibrous yang elastis yang merupakan bagian dinding luar bola mata dan
membentuk bagian putih mata, bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.
Tunika Vaskulosa Okuli.
Merupakan lapisan tengah dan sangat peka akan pembuluh darah. Lapisan ini menurut letaknya
terbagi atas 3 bagian, yaitu :
1. Koroid.
Merupakan selaput yang tipis dan lembab merupakan bagian belakang tunika vaskulosa.
Fungsinya memberikan nutrisi pada tunika.
2. Korpus silliaris.
Merupakan lapisan yang tebal terbentang mulai dari ora serata sampai ke iris. Bentuk
keseluruhan seperti cincin, korpus silliaris terdiri dari orbikularis silliaris, korona silliaris dan
muskulus silliaris terdapat pada bagian luar korpus silliaris antara sklera dan korona
silliaris.Fungsinya untuk terjadinya akomodasi, pada proses melihat muskulus silliaris harus
berkontraksi.
3. Iris.
Merupakan bagian terdepan tunika vaskulosa okuli, berwarna karena mengandung pigmen,
berbentuk bulat seperti piring dengan penampang 12 mm, tebal mm, di tengah terletak bagian
berlubang yang disebut pupil. Pupil berguna untuk mengatur cahaya yang masuk ke mata.
Bagian belakang dari ujung iris menempel pada lensa mata, sedangkan ujung pinggirnya
melanjut sampai ke korpus silliaris.
Pada irirs terdapat 2 buah otot; Muskulus spincter pupila pada pinggir iris, dan muskulus
dilatator pupila terdapat agak ke pangkal irirs dan banyak mengandung pembuluh darah dan
sangat mudah terkena radang bisa menjalar ke korpus silliaris.
Tunika Nervosa.
Merupakan lapisan terdalam bola mata, disebut retina.
Retina dibagi atas 3 bagian :
1. Pars Optika Retina.
Dimulai dari kuutb belakang bola mata sampai did epan khatulistiwa bola mata.
2. Pars Siliaris.
Merupakan lapisan yang dilapisi bagian dalam korpus siliar.
3. Pars Iridika.
Merupakan lapisan permukaan belakang iris.

Retina terdapat dibagian belakang melanjut sampai ke nervus optikus, secara histologis retina
terdiri dari 10 lapisan, pembagian lapisannya :

o Lapisan 1 lapisan berpigment.


o Lapisan 2,4 dan sebagian 5 lapisan fotoreseptika.
o Lapisan 5 (sisa), 6 , 7, 8, 9 merupakan lapisan neuron.
o Lapisan 3 dan 10 sebagai lapisan penunjang.
Pada daerah macula lutea retina mengalami penyederhanan sesuai dengan fungsinya untuk
melihat jelas.Semua akson dari neuron ganglion berkumpul pada bagian belakang daripada optik
disk (papilla), optik disk disebut juga titik buta oleh karena cahaya yang jatuh di daerah ini
memberikan kesan tidak dapat melihat.Bulbus okuli berisi tiga jenis cairan refracting media dan
masing-masing cairan mempunyai kekentalan yang berlainan.
1. Aques Humor.
Cairan seperti limfe yang mengisi bagian depan mata, cairan ini diperkirakan dihasilkan oleh
prosessus silliaris kemudian masuk ke dalam kamera okuli posterior, melalui cel;ah Fontana
(sudut irirs) masuk ke dalam kamera okuli anterior.
Setelah masuk melalui saluran schlem dan menghilang ke dalam pembuluh vena silliaris anterior.
2. Lensa Kristalina.
Merupakan masa yang tembus cahaya berbentuk bikonkaf terletak antara irirs dan korpus
vitreous yang sangat elastis. Kedua ujung lensa ini diikat oleh ligamentum suspensorium,lensa
ini terdiri dari 5 lapisan.
3. Korpus Vitreous.
Merupakan cairan bening kental seperti agar, terletak antara lensa dan retina, isinya merupakan
4/5 bagian daripada bulbus okuli, sehingga bola mata ini tidak kempis
FUNGSI MATA
Sebagai indera penglihatan yang menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina dengan
perantaraan serabut-serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan
pada otak untuk ditafsirkan.
FUNGSI REFRAKSI MATA
Bila cahaya yang jatuh di atas mata menimbulkan bayangan yang letaknya difokuskan pada
retina. Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea, lensa, badan eques dan vitreous,
lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada retina bersatu menangkap sebuah
titik bayangan yang difokuskan.
KELENJAR AIR MATA
Terdiri dari kelenjar majemuk yang terlihat pada sudut sebelah atas rongga orbita, kelenjar itu
mengeluarkan air mata dialirkan ke dalam kantong konjungtiva dari saluran kelenjar lakrimalis,
bila bola mata dikedipkan maka air mata akan menggenangi seluruh permukaan bola mata,
sebagian besatr cairan ini menguap sebagian lagi masuk ke hidung melalui saluran lakrimalis.

II. TINJAUAN TEORITIS ULKUS KORNEA


Ulkus Korne adalah suatu Infiltrat pada kornea dengan kerusakan permukaan diatas imfiltrat
pada koenea, Penderita mengeluh mata sakit dan merah , pada pemeriksaan didapati lakrimasi
dan infeksi siliar, kornea keruh dengan warna abu- abu putih dengan batas kekeruhan difus, pada
bagian infeltrat ini menjadi cekung dan terdapat ploresinsasi.
Berdasarkan letak, ulkus kornea dibagi menjadi :
1. Ulkus Kornea Marginalis.
a) Ulkus kataraluis simpleks
b) ring Ulcer
c) Ulkus Mooren / Ulkus rodent / Ulkus serpiginosa kronik
2. Ulkus Korne sentralis
ULKUS KATYARALUIS SIMPLEKS
Merupakan komplikasi konjungtivitis kataralis, infeltrat terdapat dibagian prefir kornea. Antara
infiltrat dan limbus terdapat daerah jernih, ulkusini bukan karena kuman sendiri, tetapi karena
reaksi hipersensitif tehadap toksin kuman.Pada kerokan ulkus tidak ditemukan kuman.Ulkus ini
tidak pernah mengalami perforasi.
Penatalaksanaan
Obati dulu konyungtivitis kataralisnya.Bila setelah tanda-tanda konyungtivitis hilang masih ada
injeksi siliar dan ulkus kornea,berikan kombinasi antibiotika dengan
kortikosteroid,misalnya:Kloramfenikiol+hidrokortison,oksitetrasiklin + hidrokortison.
RING ULCER
Tidak ada tanda-tanda konyungtivitis.Antara limbus dan ulkus terdapat daerah jernih.Diduga
disebabkan reaksi hipersentivitas,antara lain pada lupus eritematosus,periarteritis
nodosa,influenza berat,kolitis kronik dan onkoserkiasis.Sensibilitas kornea baik.Sukar sembuh
tapi jarang perforasi.
Penatalaksanaan :
Lakukan pemeriksaan bakteriologik.Bila tidak ada infeksi sekunder berikan antibiotika lokal
pada mata,dan sulfas atropin.Mata ditutup.Perlu diperhatikan bahwa tidak boleh diberikan
kortikosteroid pada kasus ini.

ULKUS MODERN
Penyakit ini umumnya menyerang orang tua.Mengenai satu atau dua mata.Ulkus ini bersifat
menjalar,kekeruhannya sampai di limbus.Pinggir ulkys bergerigi dan berwarna lebih putih
karena
dinding ulkus bergaung.Biasanya mulai di perifer dan menjalar ke tengah.Ulkus baru menjadi
tenang bila seluruh kornea telah terkena.
Sebabnya belum jelas,kemungkina karena faktor neurogen,infeksi virus,alergi atau prakanser
Penatalaksanaan :
Lakukan pemeriksaan bakteriologik.
Berikan antibiotika dan atrofin sulfat lokal pada mata.
Usaha-usaha lain yang dilakukan :
1. Keratomi dengan parasentesis (bagi penganut faktor neurogen).
Dengan dasar faktor neurogen,sehingga diusahakan memutuskan saraf kornea yang letaknya
superficial.Kemudian dilakukan parasentesis dengan keratom menembus limbus.Cairan
intraokuler yang baru dengan lebih banyak zat anti;
2. Flap konyungtival bagi penganut teori infeksi.
Konyungtival bulbi di insisi,dilepaskan dari dasarnya dan ditarik untuk menutupi ulkus;
3. Keratoplasti lameler bagi penganut teori prekanser.Daerah ulkus diangkat dan diganti dengan
kornea donor;
4. Bagi penganut teori imunologi,dilakukan insisi pada pinggir kornea,karena banyak terdapat sel
plasma di pinggir kornea.
ULKUS KORNEA SENTRALIS
Mungkin terlihat Descemeth fold,keratic praecipitatedan hipopion (ulkus kornea
kumhipopion).Ulkus kornea sentralis ini dapat disebabkan oleh :
1. Bakteri (Pseudomonas pyocyaneus,Pneumokok,Sterptococcus beta
hemoliticus,Staphylococcus aureus,Diplobasil petit,Basil friedlander dan Escherichia coli)
2. Jamur (Aspergilus,kandida).
Bila disebabkan oleh jamur disebut karatomikosis. Didapati jaringan nekrotik pada ulkus dengan
pinggir ulkus sedikit menimbul. Terdapat satelit atau penonjolan infiltrat seperti benang yang
merupakan hifa jamur.Pada kerokan ulkus dengan detiksi larutan KOH 10 % hifa itu akan
terlihat.
Penatalaksanaan :
Mata penderita ditutrup. Berikan antibiotika lokal tiap jam atau 6 kali sehari. Untukj
Pseudomonas pyocyaneus berikan preparat Gentamisin atau polimiksin B. Berikan Atropin
Sulfas untuk mengistirahatakan mata dan mencegah perlengketan iris di bagian sentral. Hati- hati
dengan pemberian Atropin Sulfas.

Bila tekanan intraokoler meninggi, berikan Asetazolamid. Bila sebabnya jamur lakukan kerokan
mekanis ( debredement ) dan berikan lokal Amfoterisin B, Mikostatin,
Dalam 5 7 hari kuman mungkin telah tidak ada lagi, tetapi penyembuhan ulkus paling cepat 3
minggu 1 bulan sehingga baha infeksi sekunder selalu ada.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A


DENGAN ULKUS KORNIA KOMPLIKASI HIPOPION
DI RUANG YAKUT RSUD.H.DAMAN HURI BARABAI
A. Pengkajian
I. Biodata
a. Identitas pasien
Nama : Ny. A.
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : S D
Pekerjaan : Ikut Suami ( Pensinan PNS )
Agama : Islam
Alamat : Desa Sei Rangat Kec. Batang Alai Utara.
Tanggal MRS : 16 Pebruari 2006.
Rujukan dari : Puskesmas Limpasu
Diagnosa Medis : Ulkus Kornea komp. Hipopion
Alasan Dirawat : Sakit yang tidak tertahan kan lagi
meskipun sudah diupayan pengobatan dirumah
II. Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama
Mata sebelah kanan sakit dan penglihatan kabur
B. Riwayat Penyakit sekarang
Kurang lebih 2 Bulan yang telah lalu, ketika kein bekerja disawah, untuk memberi pupuk pada
tanamanya, matanya terkena percikan pupuk Urea, dan kemudian pada saat itu langsung dicuci
matanya dengan air di dekatnya ( air sawah ), dan berselang 1 minggu kemudian klein
merasasakan sakit kepala yang hebat disusul dengan ber kurangnya tajam penglihatan, mata
merah dan sakit sekali dan diupayankan pengobatan dirumah namun tidak tidak membuahkan
kesembuhan bahkan bertambah parah, kemudian dibawa ke Puskesmas limpasu, oleh pihak
Puskesmas pada tanggal 16 Pebruari 2006, di rujuk ke RSUD.H.Daman Huri barabai.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang yang memerlukan tindakan
Perawatan di Rumah Sakit.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut klien tidak ada dari pihak keluarganya yang mengalami penyakit seperti yang klein
derita saat ini maupun kencing manis.
III. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum
Tampak sakit sedang, kesadarn composmentis, klien tampak cemas.
Tanda vital :
Tekanan darah : 140/70 mmHg
Denyut nadi : 88 x/mt
Suhu : 37 0C
Respirasi : 24 x/mt
B. Kulit
2 detik.Kebersihan kulit cukup, tidak ada ikterik, tidak terdapat lesi, turgor kulit cepat kembali
C. Kepala
Keadaan kulit kepala dan rambut tampak cukup bersih, struktur simetris, tidak mengeluh sakit
kepala.
D. Mata
Mata kanan Mata kiri
Kebersihan Cukup Cukup
Konjungtiva Hiperemia (-) Hiperemia (-)
Sklera Bening Bening
Pupil Reflek (+) Reflek (+)
Visus 0,5/60 0,5/60
Lensa Keruh Keruh
Palpebra Odema (-) Odema(-)
E. Hidung
Kebersihan cukup, membedakan bau (+), tidak ada pembesaran massa hidung, pengeluaran
sekret abnormal (-).
F. Telinga
Tidak ada kelainan anatomi, fungsi mendengar baik, tidak ada peradangan dan pengeluaran
sekret abnormal.
G. Mulut
Kebersihan mulut cukup, fungsi menelan baik, gigi tidak lengkap. Terdapat caries gigi, fungsi
bicara baik.

H. Leher
Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tyroid.
I. Dada
Bentuk simetris, frekuensi nafas 24 x/mt.

J. Abdomen
Struktur simetris, frekuensi bising usus : 10 x/mt, kembung tidak ada.
K. Sistem reproduksi
Klien sebagai seorang suami dan ayah 5 orang anak, klien mengatakan bahwa penyakit DM yang
dideritanya juga mempengaruhi fungsinya sebagai seorang suami.
L. Ekstremitas atas dan bawah
Rentang gerak penuh, keseimbangan dan cara berjalan tegap tapi penuh hati-hati dan sedikit
dibantu karena fungsi melihat klien terganggu.
IV. Kebutuhan Fisik, Psikososial, Sosial dan Spiritual
A. Aktivitas dan istirahat
Di rumah : Klien dalam beraktivitas kadang-kadang dibantu oleh keluarganya,
istirahat siang 7 jam.1-2 jam, tidur
6 jam, klien merasa segar setelah bangun tidur. 1 jam, tidur Di rumah sakit : Istirahat
B. Personal hygiene
Di rumah : Mandi 2 x sehari, gosok gigi 2 x sehari, kuku dipotong bila panjang.
Di rumah sakit : Mandi 2 x sehari.
C. Nutrisi
7 gelas sehari.Di rumah : Makan 3 x sehari, tidak ada pantangan dalam makanan, minum
Di rumah sakit : 6 gelas sehari, BB 56 kg.Makan 3 x sehari, diet NBTKTP, minum
D. Eliminasi
Di rumah : BAB 1 x sehari, BAK 4 x sehari, warna kuning muda, nyeri pada saat BAK tidak ada.
Di rumah sakit : BAB (-), BAK 3 x sehari, nyeri saat BAK tidak ada.
E. Psikososial
Klien cepat menyesuaikan diri dengan perawat dan klien lain, komunikasi lancar, selama dirawat
tidak ada yang datang berkunjung, klien ditunggui oleh anaknya, klien bertanya tentang operasi
yang akan dilaksanakan.

F. Spiritual
Klien seorang yang beragama islam, selama dirawat tampak klien tidak melaksanakan shalat 5
waktu.
V. Data Penunjang
Laboratorium
No Jenis pemeriksaan Kategori normal Hasil
1 Hb 13,5 17,5 gr % 15,0 gr %
2 Leukosit 4000 - 11.000 12,600
3 Waktu perdarahan 1 - 3 2'
4 Waktu pembekuan 4 - 9 5

5 Gula darah puasa 70 110 mg/dl 91 mg dl


6 Gula darah 2 jam pp < 125 mg/dl 185 mg/dl
Therapy :
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Tetes mata optixitrol 3 x 1 tts OD
Tetes mata Colme Tiap Jam x 1 tts OD
Amoxicilin tablet 3 x 500 m
B. ANALISA DATA
NO
DS / DO
PENYEBAB
MASALAH
1
DS : Klien mengatakan
- Penglihatannya kabur.
- Nyeri pada mata sebelah
kanan
DO:
- Klien terlihat meringis
saat bangun dari tempat tidur
- Skala nyeri.:Skala. 1
- Tanda- tanda Vital :
Tekanan darah:140/70 mmHg
Denyut nadi : 88 x/mt
Suhu : 37 0C
Respirasi : 24 x/mt
Gangguan penerimaan sensori akibat Ulkus kornea
Gangguan sensori persepsi ( nyeri )

2
DS :Klien menanyakan tentang operasiyang akan dilakukan.
DO:- Klien tampak Gelisah.
- Bertanya tentang
tindakan yang akan

dilakukan pada matanya


- Tanda- tanda Vital :
Tekanan darah:140/70 mmHg
Denyut nadi : 88 x/mt
Suhu : 37 0C
Respirasi : 24 x/mt
Kurang pengetahuan tentang prosedur invasif yang akan dilakukan.
Ansietas

C. DAFTAR MASALAH
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

2.
Nyeri pada kepala khususnya pada mata sebelah kanan
yang ditandai dengan :
DS : Klien mengatakan Nyeri pada kepala khususnya
pada mata sebelah kanan
DO : Klien terlihat meringis saat bangun dari tempat
Tidur dan saat diajak berkomonikasi
Ansietas / Cemas sehubungan dengan Kurang pengetahuan tentang prosedur invasif yang akan
dilakukan. Yang ditandai dengan :
DS : Klien menanyakan tentang Tindakan yang akan
dilakukan.
DO:- Klien tampak Gelisah. Dan menanyakan tentang
tindakan yang akan dilakukan pada matanya

1.

Jumat
17/02/06

Setelah diberikan intervensi. Nyeri dapat teratasi / berkurang, dengan kriteria :


- Klien mengatakan nyeri hilang / berkurang.
- Skala nyeri 0 (Skala 0-5).
- Klien tidak tampak meringis jika bangun dari tempat tidur atau diajak berkomonikasi
- Klien tampak tenang dan releks
- Kaji tipe, intensitas dan lokasi nyeri.
- Pertahankan istirahat di tempat tidur dalam ruangan yang tenang dan atau dalam posisi yang
nyaman.
- Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik
- Observasi vital sign. .
- Untuk menentukan derajat atau skala nyeri dan menentukan intervensi yang diberikan
- Mengurangi stressor dan memberikan pasien perasaan nyaman
- Pengalihan perhatian pasien terhadap nyeri yang dialaminya
- Analgetik mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang saraf simpatis.
- Nyeri akan meningkatkan frekuensi vital sign (TD, Nadi, Resp, Temp. ).
2.
Jumat
17/02/06

Setelah intervensi klien tidak lagi mengalami kecemasan dengan kriteria :


Klien mengerti tantang operasi yang akan dilakukan. 1. Kaji tingkat ansietas.
2. Beri penjelasan tentang prosedur tindakan yang akan dilaksanakan

3.Beri dukungan moril dan


motivasi untuk klien. 1. Mempengaruhi persepsi klien terhadap ancaman diri dan proses
pengobatan.
2. Menghilangkan ansietas sehingga meningkatkan kerjasama dengan klien.
3.Menumbuhkan keyakinan yang kuat dalam hal proses pengobatan dan perawatan.
VII. ASUHAN PERAWATAN.

VIII. CATATAN KEPERAWATAN.


HARI / TANGGAL DX KEP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat
17/02/06

- Mengkaji tipe, intensitas dan lokasi nyeri. Skala nyeri 1 (dari skala 0-5).
- Mempertahankan istirahat di tempat tidur dalam ruangan yang tenang dan dalam posisi yang
nyaman.
- Mengajarkan metode distraksi/relaksasi selama nyeri akut dengan cara mengajak klien bercerita
dan napas dalam.
- Mengobservasi vital sign.
Tekanan darah:140/70 mmHg
Denyut nadi : 88 x/mt
Suhu : 37 0C
Respirasi : 24 x/mt
- Mengorientasikan pasien terhadap lingkungan, mendekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke

tubuhnya.
- Mengatur lingkungan sekitar pasien, menjauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan
kecelakaan.
- Menganjurkan keluarga klien untuk
mengawasi / menemani pasien saat
melakukan aktivitas
- Kolaborasi dalam pemberian tetes mata
kolmet tiap jam
S : Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang.Skala nyeri 0
(dari skala 0-5).
O : - Klien tidak terlihat meringis saat
bangun dari tempat tidur dan jika
diajak berkomonikasi
- Tanda- tanda Vital :
Tekanan darah:120/70 mmHg
Denyut nadi : 80 x/mt
Suhu : 36 0C
Respirasi : 20 x/mt
A : Masalah teratasi
P: Intervinsi dihentikan.
Jumat
17/02/06
1 Mengkaji tingkat ansietas.
2 Memberi penjelasan tentang proses
Tindakan yang akan dilaksanakan.
3.Memberi dukungan moril dan motivasi
untuk klien.
S : Klien mengatakan Sudah mengerti tiundakan yang akan dilaksanakan padanya.
O :- Klien nampak tenang dan selalu
ditemani keluarganya
TD : 120/80 mmHg.
Nadi : 80 x/menit.
Resp : 20 x/menit.
Temp : 362 0C.
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi

ULKUS KORNEA

Oleh :

Aprianda Saputra 0810313247


Vyora Ulvyana 0810313249

Lucyana 0810313233

Preseptor :
Dr. Ardizal Rahman, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012

ULKUS KORNEA

I. PENDAHULUAN
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan
dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini
dan diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang
uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan
oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah
beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata
menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke
dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea
merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan
kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea. 2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus
kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia. 2

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata


sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.3

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbedabeda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera
dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan
kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab,
maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar
sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:


1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2.

Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3.

Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea
yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4.

Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea


dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
5.

Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden. 4

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk
ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin

ditemukan diantara. Daya

regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. 4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya. 1

III. DEFINISI

2,4

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian


jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma.

IV. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan
predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian
lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi
jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode
1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka

kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,


penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama
2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau
morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea,
kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA,
laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini
mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga
meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea. 3

V. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus
kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa
sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra

superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.


Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.

VI. ETIOLOGI

1,4

a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen
yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan
spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas

yang terdapat didalam air yang

tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh

acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa


kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah
yang tercemar.

b. Noninfeksi

Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih
lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU


(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c.

Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis

VII. KLASIFIKASI

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:


1. Ulkus kornea sentral
a.

Ulkus kornea bakterialis

b.

Ulkus kornea fungi

c.

Ulkus kornea virus

d.

Ulkus kornea acanthamoeba

kus kornea perifer


a.

Ulkus marginal

b.

Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)

c.

Ulkus cincin (ring ulcer)

VIII. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva

Sekret mukopurulen

Merasa ada benda asing di mata

Pandangan kabur

Mata berair

Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus

Silau

Nyeri

Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

Gejala Objektif

Injeksi siliar

Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat

Hipopion

IX. DIAGNOSIS

1,3

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang

bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Kornea ulcer dengan fluoresensi

X. ULKUS KORNEA SENTRAL


a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu
reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas

Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral

kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam.
gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan
berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik
mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis

Gambar 3.b Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang


dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran

ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya
sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis.

Diagnosis

ornea atau memakai lensa kontak


air dan penurunan visus
3. Edema Palpebra (biasanya pada ulkus korne gonococcus), secret purulen pada
4.

ulkus kornea gonococcus, secret hijau kebiruan pada ulkus korna Pseudomonas.
Bentuk ulkus bulat atau oval, terdapat pada daerah sentral atau parasentral dari
kornea. Hipopion dapat terbentuk atau tidak.

Pemeriksaan Penunjang

nalisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)


Pada dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa.
Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid
Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.

Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus kornea bakteri menggunakan antibiotik. Keputusan
pemberian antibiotik awal harus didasarkan pada :
1. gambaran klinik berat ringannya ulkus kornea bakteri pada pemeriksaan awal
2. enterpretasi dari hasil pulasan gram
3. efektivitas dan keamanan antibiotik
Pada kasus ulkus kornea bakteri terdapat 2 prinsip terapi antibiotik yaitu :
1. Kombinasi antibiotik berspektrum luas, fortified secara intensif tanpa
memperhatikan kasil pulasan (shoot gun therapy)
2. antibiotik tunggal spesifik berpedoman pada hasil pemeriksaan mikrobiologi.
Cara ini diindikasikan untuk ulkus kornea bakteri ringan dan pemeriksaan
pulasan gram hanya ditemukan satu jenis bakteri.
Pengobatan awal dinilai setelah 24-48 jam.
Tabel 1. Evaluasi klinis pengobatan ulkus kornea bakteri
Tanda

Perbaikan

Perburukan

Ukuran defek epitel

Tidak berubah/mengecil

Meluas

Menurun

Meningkat

Lebih jelas

Kurang jelas

Tidak berubah

Lebih dalam

Tidak berubah/mengecil

Lebih luas

Infiltrasi stroma

ukuran
Reaksi sel darah putih
pada stroma

Reaksi pada bilik mata


depan

Menurun/terlokalisasi

Meningkat

Menurun

Meningkat

Terapi awal dilanjutkan jika respon klinik terhadap pengobatan membaik


walaupun pada hasil uji resistensi menunjukkan bakteri resisten. Untuk merubah
pengobatan awal perlu dipertimbangkan respon klinik terhadap pengobatan awal,
hasil kultur, dan hasil uji resistensi. Jenis antibiotik dapat diubah jika secara klinis
terjadi perburukan dan hasil uji resistensi menunjukkan organisme resisten.
Obat-obatan penunjang :
1. Sikloplegi
2. Kortikosteroid
3. Inhibitor enzim
4. lensa kontak lunak
5. antioksidan
Tidak

terdapat

kesepakatan

waktu

dihentikannya

atau

dikuranginya

pemberian antibiotik pada ulkus kornea bakteri. Keberhasilan keberhasilan eradikasi


kuman tergantung pada jenis bakteri, lamanya infeksi, beratnya supurasi dan
faktor-faktor lain.
Tanda yang memperlihatkan perbaikan adalah
1.

reepitelisasi

2.

infiltrat seluler yang berkurang

3.

stroma supurasi menjadi kasar

4.

edema pada perbatasan antara ulkus dengan stroma berkurang

Jika perbaikan dengan mendikamentosa gagal,

b. Ulkus Kornea Fungi


Etiologi (AAO chap 7)
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi), bersifat multiseluler dengan cabang-cabang
hifa.
a.

Jamur bersepta : Fusarium sp, Acremonium sp, Aspergilus sp, Clodosporium sp,
Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.

b. Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.


2. Jamur ragi (yeast)
Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp,
Rodotolura sp.
3. Jamur dimorfik
Pada

jaringan

hidup

membentuk

ragi,

sedangkan

pada

media

perbiakan

membentuk misellium : Blastomices sp, Coccididies sp, Histoplasma sp, Sporothrix


sp.

Mekanisme infeksi (AAO chap 7)


1.

Trauma oleh bahan vegetatif. Penderita yang umum adalah para pekerja lapangan
khususnya di musim panen.

2.

Trauma karena pemakaian kontak lensa.

3.

Penggunaan kortikosteroid karena menurunkan resistensi kornea terhadap infeksi.

4.

Individu imunokompromis dan keratitis kronik

Antibiotik mengganggu simbiosis antara bakteri dan jamur, steroid membuat


jamur patogen fakultatif.

Patogenesis(fundamental)
Jamur berkembang dalam lingkungan yang panas & lembab. Jamur tidak
mudah menginfeksi kornea diperlukan trauma, status imunokompromis &
kerusakan jaringan. Virulensi jamur, berhubungan dengan kemampuan mereka
untuk berkembang biak dalam jaringan kornea, tahan pertahanan host & kerusakan
jaringan. Setelah penetrasi, jamur menyebabkan kerusakan langsung oleh invasi
dan pertumbuhan jamur & kerusakan akibat infiltrasi leukosit, toksin jamur & enzim.
Manifestasi klinis infeksi jamur kornea dapat terjadi dalam 24-48 jam atau mungkin
tertunda selama 10-20 hari. Jamur mengeluarkan berbagai zat toksin - protease,
haemolysin, eksotoksin , Tricothene - Fusariam, Acremonium, Gliotoxin, Penicillium
aspergillous, Candida albicans fosfolipase.
Toksin ini menimbulkan respon inflamasi dalam dosis rendah dan perusakan
sel pada konsentrasi yang lebih tinggi. Infeksi jamur kornea cenderung menyebar
jauh ke dalam stroma kornea.. Jamur bahkan bisa menembus membran Descement
utuh ke dalam bilik anterior.

Manifestasi Klinis (guideline WHO, AAO chap 7 p185-186)


1. Riwayat trauma tumbuh-tumbuhan.
2. Tersangka ulkus jamur jika pekerjaannya terkait dengan bidang agrikultur.
3. Mata merah dan nyeri seperti ulkus bakterial, tapi edema palpebra minimal.

4. Awalnya bentuk lesi tidak teratur, pinggirnya menonjol dan ireguler, lesi satelit,
cincin imun dan hipopion.
5. Permukaannya agak tinggi dengan infiltrat putih keabu-abuan, yang bisa dengan
munculan kering atau tidak kering.
6. Ulkus yang timbul karena jamur yang berpigmen akan tampak coklat atau gelap;
pinggir tinggi, kering, kasar dengan plak lunak di permukaan kornea.

(a)

(b)

Gambar 2 : (a) Early fungal ulcer (b)Late fungal ulcer

Diagnosis
1. Anamnesis
Tanyakan riwayat trauma terutama tumbuhan, tanah, dan pemakaian streoid topikal
lama.
2. Pemeriksaan Oftalmologi (fundamental)
Untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp atau kaca pembesar dan
pencahayaan terang. Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan
cahya di atas kornea, daerah yang kasar menandakan defek pada epitel.
Cara lain untuk melihat ulkus adalah dengan tes fluoresein. Pada tes fluoresein
defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna hijau.
Gambar 3 : Ulkus Kornea Jamur

3. Pemeriksaan Laboratorium (guideline, fundamental)


1. Melakukan pemeriksaan kerokan kornea
Pemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan spatula kimura yaitu
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH,
Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing
20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%.

Gambar 1. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

2. Kultur
-

Koloni Fusarium berwarna putih dalam tahap awal, ketika koloni dewasa
pigmentasi terjadi dari kuning sampai merah kemudian merah sampai ungu.

Koloni Aspergillus berwarna putih pada awalnya, tetapi produksi spora menjadikan
warna hijau beludru.

Koloni Candida berwarna putih sampai tan dan opak dengan kontur datar, mulus,
bulat. Konsistensi pucat lunak.
3. Biopsi Jaringan kornea

Diwarnai dengan Periodic acid schiff atau Methenamine Silver.

Penatalaksanaan (AAO chap 7 p186-7, fundamental, guideline)


Untuk penatalaksanaan jamur pada kornea pengobatan didasarkan pada jenis dari
jamur.
1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya : berikan topikal Amphotericin
B 0,25 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole.
2. Jenis jamur telah diidentifikasi
a.

Jamur berfilamen : obat pilihan adalah natamycin suspensi 5% 5 kali / hari.


Jika natamycin tidak tersedia, berikan Amfoterisin - B 0,15% setiap 5 menit selama
1 jam kemudian 1 jam untuk pertama 24 sampai 48 jam

b.

Ragi (yeast) : Amp-B 0,15% setiap 5 menit selama 1 jam dan kemudian 1 jam
untuk beberapa hari.

c.

Ketokonazol oral bisa digunakan untuk terapi ajuvan pada ulkus jamur berfilamen
yang berat. Flukonazol oral bisa digunakan pada ulkus et causa Candida yang berat.

d.

Jika terapi ini tidak efektif, stop terapi selama 24 jam. Ambil spesimen untuk kultur
ulang.

Klasifikasi obat anti-jamur :


Turunan polylene
Aksi : Berikatan dengan membran sel jamur menyebabkan kebocoran sel
inklusi dan kerusakan oksidatif pada sel-sel jamur.
1. Natamycin
Dosis : 5% suspensi 5 kali sehari selama 2 minggu.
Efek samping : iritasi, pembakaran, keratitis punctata dan chemosis.

Aktivitas : Fusarium, Aspergillus dan Candida


2. Amfoterisin-B.
Dosis : 0,15% sampai 0,25% solusi per jam, dosis IV 1,5 mg / kgBB dalam dextrose
5%, mulai dengan dosis rendah. Dosis sub-konjungtiva 0,5 hingga 2 mg dalam 0,5
ml.
Efek samping : nefrotoksisitas, penekanan sumsum tulang, anemia, sakit kepala,
muntah, toksisitas topikal diminimalkan dengan pengenceran.
Aktivitas : Aspergillus dan Candida
3.Nistatin .
Dosis : 100.000 IU salep mata 4-5 kali sehari sampai penyembuhan.
Efek samping : reaksi alergi hipersensitivitas
Aktivitas : Candida

b. Grup azole - Turunan imidazol


Aksi : Menghambat sintesis ergosterol menyebabkan disorganisasi membran sel
jamur.
1.Miconazole
Dosis : tetes mata 1% per jam, salep mata 2%, sub-konjungtiva 5-10 mg setiap 48
jam selama 2-3 hari
Efek samping : erosi epitel punctata, pruritus, iritasi dan eritema.
Aktivitas : jamur berfilamen, Candida.
2.Clotrimazole.
Dosis : tetes mata 1% per jam sampai penyembuhan terjadi kemudian tappering off
3-4 kali per hari
Efek samping : iritasi dan keratopati punctata, hepato-toksisitas, diare, mual

Aktivitas : Candida dan Aspergillus


3. Econazole.
Dosis : tetes mata 1% 4-6 kali sehari
Efek samping : iritasi lokal
Aktivitas : Aspergillus, Fusarium, Penicillium
4. Ketokonazol
Aksi : peningkatan permeabilitas membran dengan menghambat ambilan prekursor
sintesis RNA dan DNA.
Dosis : tetes mata 1% 4 kali sehari, 200-800 mg / hari selama 1 minggu
Efek samping : ginekomastia, impotensi, fungsi hati abnormal
Aktivitas : Candida, Aspergillus, Fusarium dan Curvularia

c. Triozole derivatif
1. Flukonazol
Aksi : peningkatan permeabilitas membran dengan menghambat ambilan prekursor
sintesis RNA dan DNA.
Dosis : tetes mata 0,3% setiap 4 jam , turunkan dosis sampai 4 kali sehari selama
14-21 hari. PO 200-600 mg / hari dalam 2 dosis selama 3 minggu untuk Candida
dan 10-12 minggu untuk Cryptococcus. Dosis intra-vitreal 100 mikrogram
Efek samping : Iritasi, sensasi terbakar
Aktivitas : Candida dan Cryptococcus
2. Itraconazole
Aksi : peningkatan permeabilitas membran dengan menghambat ambilan prekursor
sintesis RNA dan DNA.
Dosis : salep mata 1% setiap satu jam. PO 200 mg BD selama 1 minggu

Efek samping : pusing, sakit kepala, gatal, hipokalemia


Aktivitas : Candida dan Cryptococcus
3. Terconazole
Aksi : penghambatan selektif 14 alpha sintesis desmethyl sterol
Dosis : salep mata 1% setiap satu jam, PO 200 mg / hari dalam dosis terbagi
Aktivitas : Candida

d. Pyramidine derivatif : Flusitosin


Aksi : mengganggu sintesis asam nukleat
Dosis : 1% tetes mata selama satu jam, lalu 4 kali sehari selama 3 minggu. PO 50150 mg / kgBB / hari dalam dosis terbagi selama 1 minggu
Efek samping : Iritasi, gatal, sensasi terbakar, mual, muntah, diare
Aktivitas : Candida, kriptokokus, aspergillus, Penicillium

Terapi bedah dilakukan membantu medikamentosa yaitu :


1. Debridement (AAO chap 7 p187)
Indikasi : keratitis jamur superfisial. Debridement akan menigkatkan penetrasi
natamisin atau amfoterisin B secara signifikan.
2. Flap konjungtiva. (AAO chap 21 p436)
Indikasi :
-

Ulkus epitel dan stroma kronik steril.

Luka kornea tertutup tapi tidak stabil.

Kontraindikasi : ulkus infektif aktif atau perforasi kornea.


Komplikasi : retraksi flap.

3. Keratoplasti penetrasi.(Aao chap 23 p453)


Indikasi : penurunan visus.
Penyembuhan lama dan anti jamur topikal masih diperlukan paling kurang 3 minggu
setelah epitelisasi sempurna terjadi
Penanganan yang tidak akurat sering terjadi perforasi kornea dan diakhiri dengan
eviserasi

XI. Komplikasi
Pengobatan ulkus yang tidak adekuat dan terlambat dapat menimbulkan
komplikasi yaitu:3
1. Terbentuknya jaringan parut kornea sehingga dapat menurunan visus mata.
2. Perforasi kornea
3. Iritis dan ridosiklitis
4. Descematokel
5. Glaukoma sekunder
6. Endoftalmitis atau panoftalmitis
7. Katarak

XII. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul.Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu


penyembuhan yang lama karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi
tingkat

keparahan

dan

lambatnya

mendapat

pertolongan

serta

timbulnya

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.


Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan
obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada
penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus
membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang
tepat.Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel
yang

dilanjutkan

dengan

mitosis

sel

dan

pembentukan

pembuluh

darah

darikonjungtiva.Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui


metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah
agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian
sikatrik.

LAPORAN BED SITE TEACHING

Nama

: Tn. D

MR

: 80.23.78

Umur

: 40 thn.

Pekerjaan

: Pekerja di perkebunan sawit

Alamat

: Jalan Kasiak Putih, Pasaman Barat.

Anamnesis (tanggal 12 Oktober 2012)


Seorang laki-laki berusia 40 tahun rujukan dari RSUD Pasaman Barat dengan
diagnosa Ulkus Kornea ec. Suspect Infeksi Jamur dan dirawat di Bangsal Mata RS.
Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 08 Oktober 2012.

Keluhan Utama : Mata kiri merah dan kabur sejak 2 minggu yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang :

Mata kiri merah dan kabur sejak 2 minggu lalu. Sehari sebelumnya mata terkena
buah sawit yang jatuh ke mengenai mata ketika panen sawit. Penglihatan kabur

seperti ada benda yang menghalangi.


Pasien berobat ke bidan desa dan diberikan tetes mata namun tidak ada
perubahan dan mata kiri semakin merah dan kabur. Pasien mengatakan bengkak

pada sudut dalam mata kiri dan mata kiri yang berair.
Pasien merasakan mata kirinya nyeri dan silau pada saat melihat cahaya yang

terang sehari setelah berobat ke bidan desa.


Pasien mengatakan meneteskan air rebusan daun sirih ke mata kirinya karena

tidak mengalami perbaikan dengan obat tetes mata bidan.


Pasien mengatakan terdapat bintik putih pada bagian hitam matanya.
Riwayat mata kiri terasa gatal disangkal.
Riwayat pasien menggosok-gosok mata ada.
Pasien dirujuk dari RSUD Pasaman Barat dn telah diberikan obat tetes mata
sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada riwayat mata merah dan penglihatan kabur sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.

Pemeriksaan Fisik

Status Oftalmikus
Status Ophtalmikus

OD

OS

Visus tanpa koreksi

5/5

20/70

Refleks fundus

Silia/supersilia

Trikiasis (-),madarosis

Trikiasis (-),madarosis

(-)

(-)

Udem - , hiperemis -

Udem- , hiperemis -

Aparat lakrimalis

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Konjungtiva tarsalis

Hiperemis -

Hiperemis +, injeksi

Palpebra superior
Palpebra inferior

silier +, injeksi

Konjungtiva fornik

konjungtiva +

Konjungtiva bulbi
Sclera

Putih

Putih

Kornea

Bening

Ulkus + letak sentral


ukuran 2 x 3mm
dnegan infiltrat
bewarna putih
keabuan.

Kamera okuli anterior

Cukup dalam

Cukup
dalam,hipopion(+)
dengan permukaan

datar ukuran 2mm.


Iris

Coklat , rugae (+)

Coklat, rugae (+)

Pupil

Bulat, diameter 3mm,

Bulat, semimidriasis,

reflek (+/+)

diameter 3-4 mm,


reflek (+/+)

Lensa

Bening

Sulit dinilai

Korpus Vitreum

Bening

Sulit dinilai

Fundus:

Bulat, batas tegas

papil

aa:vv= 2:3

pembuluh darah

perdarahan

retina
macula

Tidak dilakukan

(-),eksudat (-)
fovea (+)

Tekanan bulbus okuli

N(palpasi)

N(Palpasi)

Posisi bulbus okuli

Orto

Orto

Gerakan bulbus okuli

Bebas

Bebas

Pemeriksaan lainnya
Gambar

Diagnosis Kerja: Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Jamur


Diagnosis Banding : Ulkus kornea sentralis OS ec. Susp Bakteri
Terapi : Asam Mefenamat 500 mg 3x1
Cyprofloxacin 500 mg 2x1
Itraconazol 100mg 1x1

Solnazole tetes setiap 1 jam


Floxa tetes setiap 1 jam

DAFTAR PUSTAKA

1.

Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000

2.

Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2007.

3.

Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito


Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.

4.

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004

5.

Douglas J Coster. Foundation of Keratology. Fundamental of Clinical Ophthalmology.


London : 2002

6.

Guidelines for the Management of at Corneal Ulcer in Primary, Secondary &


Tertiary Care health facilities in the South-East Asia Region. World Health
Organization Regional Office for South-East Asia .2004

7.

Infectious Diseases of External Eye : Clinical Aspects chapter 7, p185-7. American


Academy of Ophtalmology. San Fransisco : 2008.

8.

Surgical Procedures of the Ocular Surface chapter 21, p 436. American Academy of
Ophtalmology. San Fransisco : 2008.

9.

Clinical Approach to Corneal Transplantation chapter 23 p453. American Academy


of Ophtalmology. San Fransisco : 2008.

Laporan Kasus Mata


Standard

KASUS PANJANG
TRAUMA OKULI KHEMIS DAN TERMIS
ET CAUSA ALUMINIUM CAIR
O LE H:
Dewi Sri Wulandari0610710031
Hyastianingrum K.R 0610710059
Ima Maria 0610710063
PEMBIMBING :
dr. T. Budi Sulistya, Sp.M
LABORATORIUM ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola mata terletak
pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang tulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup
dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi

tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walau demikian, trauma dapat merusak mata, terkadang sangat
parah dimana terjadi kehilangan penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus di keluarkan.1
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan mata.
Kebanyakan trauma mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling
struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya. Secara garis besar trauma ocular dibagi
dalam 3 kategori : trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia.2
Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda,
kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Kecelakaan di rumah,
kekerasan, ledakan, cedera akibat olah raga, dan kecelakaan lalulintas merupakan keadaan yang
paling sering menyebabkan trauma mata.1
Terdapat sekitar 2,4 juta trauma okuler dan orbita di Amerika serikat setiap tahunnya, dimana
20.000 sampai 68.000 dengan trauma yang mengancam penglihatan dan 40.000 orang menderita
kehilangan penglihatan yang signitifikan setiap tahunnya. Hal ini hanya di dahului oleh katarak
sebagai penyebab kerusakan penglihatan Di AS dan trauma merupakan penyebab paling banyak
dari kebutaan unilateral.3
Trauma okuli khemis meliputi 26,5% dari seluruh trauma okuli. Lebih dari 23% pasien
mengalami kecacatan penglihatan bilateral permanen. Kelompok yang beresiko tertinggi adalah
laki-laki usia muda. Sebagian besar kecelakaan ini terjadi di tempat kerja atau rumah tangga.
Trauma okuli akibat basa lebih sering terjadi daripada asam dan memerlukan terapi jangka
panjang. Walaupun telah dilakukan penanganan medis yang maksimal sulit untuk mencapai
rehabilitasi.4
Trauma okuli khemis dan thermis merupakan kedaruratan yang memerlukan pengenalan dan
penanganan segera. Pengenceran agen kimia secara cepat merupakan penanganan yang
diperlukan untuk mengurangi kerusakan jaringan dan mempertahankan penglihatan. Luasnya
kerusakan mata sebanding dengan perbedaan pH bahan kimia dengan pH netral 7,4, lama waktu
kontak, dan jumlah bahan kimia.5
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma okuli khemis dan termis ?
2. Bagaimana mendiagnosa trauma okuli khemis dan termis ?
3. Bagaimana penatalaksanaan trauma okuli khemis dan termis ?
1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi trauma okuli t khemis dan termis.


2. Untuk mengetahui bagaimana mendiagnosa trauma okuli khemis dan termis.
3. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma okuli khemis dan termis.
1.4. Manfaat
Menambah wacana keilmuan tentang trauma okuli khemis dan termis sehingga dokter umum
dapat melakukan pengenalan dini trauma okuli khemis dan termis sehingga bisa segera merujuk
kepada dokter spesialis untuk mendapatkan penanganan selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma Okuli
Trauma okuli adalahtindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata.6
Menurut BETT klasifikasi trauma okuli dapat digambarkan menurut bagan berikut :6
Gambar 1. Klasifikasi Trauma Okuli Menurut BETT6
Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed globe dan open globe. Closed
globe adalah trauma yang hanya menembus sebagian kornea, sedangkan open globe adalah
trauma yang menembus seluruh kornea hingga masuk lebih dalam lagi. Selanjutnya closed globe
injury dibedakan menjadi contusio dan lamellar laceration. Sedangkan open globe injury
dibedakan menjadi rupture dan laceration yang dibedakan lagi menjadi penetrating, IOFB, dan
perforating.6
Sumber lain menyatakan klasifikasi trauma okuli sebagai berikut:
Gambar 2. Skema diagram alur mengenai trauma okuli
Menurut skema diatas, secara garis besar trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli non
perforans dan perforans, yang keduanya memiliki potensi menimbulkan ruptur pada perlukaan
kornea, iris dan pupil. Trauma tumpul mampu menimbulkan trauma okuli non perforans yang
dapat menimbulkan komplikasi sepanjang bagian mata yang terkena (bisa meliputi mulai dari
bagian kornea hingga retina).

Selain berdasarkan efek perforasi yang ditimbulkan trauma okuli juga bisa diklasifikasikan
berdasarkan penyebabnya yaitu :
1. Trauma tumpul (contusio okuli) (non perforans)
2. Trauma tajam (perforans)
3. Trauma Radiasi
a. Trauma radiasi sinar infra merah
b. Trauma radiasi sinar ultraviolet
c. Trauma radiasi sinar X dan sinar terionisasi
4. Trauma Kimia
a. Trauma asam
b. Trauma basa7
2.2 Trauma Kimia
Mata terbakar (ocular burns) mewakili hingga 18% trauma okuli yang ada di departemen
emergensi. Dari 18% mata terbakar, 84% adalah trauma kimia.8 Trauma kimia paling sering
terjadi di lingkungan kerja perindustrian.9 Sekitar 7% kasus trauma okuli yang ada di
departemen emergensi Amerika Serikat adalah paparan kimia yang berhubungan dengan
pekerjaan. Kecelakaan kerja berkontribusi 63% pada trauma kimia okuli, sedangkan 33%
disebabkan oleh kecelakaan dalam rumah. Sepuluh persen kasus merupakan kasus
penyalahgunaan, yang sering terjadi pada sosioekonomi rendah.9,10
Pria tiga kali lebih besar predileksi terhadap trauma kimia okuli daripada wanita. Walaupun
trauma kimia okuli terjadi di berbagai distribusi usia, akan tetapi yang lebih sering pada rentang
usia 16-45 tahun. Tidak ada ras spesifik yang berkecenderungan untuk mengalami trauma kimia.
Agen penyebab yang lebih sering dijumpai pada kasus-kasus yang ada ialah kimia basa.9,11
Walaupun kalsium hidroksida merupakan penyebab yang paling sering dijumpai pada trauma
kimia basa, amonia menyebabkan kondisi terbakar yang lebih serius. Pada kimia asam, asam
hidrifluorat menyebabkan trauma paling membahayakan, sedangkan asam sulfat merupakan agen
kimia asam yang sering dijumpai.12

Komplikasi trauma kimia antara lain adalah kehilangan penglihatan, glaukoma, katarak,
ulkus/perforasi kornea, sikatrik kornea, retinal detachment, serta konjungtiva dan palpebra
defek.13
Gambar 3. Beberapa agen kimia penyebab dan sumbernya yang sering dijumpai pada
trauma kimia okuli10
2.3 Klasifikasi Trauma Kimia Okuli
Ada beberapa skema klasifikasi untuk mengevaluasi derajat kerusakan pada trauma kimia okuli,
akan tetapi system klasifikasi Hughes, yang kemudian dimodifikasi oleh Ballen dan Roper Hall,
merupakan klasifikasi yang sering digunakan pada stadium akut, karena kemudahan yang
dimilikinya.6,9 Sistem klasifikasi ini didasarkan pada korelasi antara hilangnya kejernihan
kornea dan derajat iskemia limbus dengan prognosisnya.
Gambar 4. Grading Hughes yang dimodifikasi untuk derajat trauma kimia okuli11,14
2.4 Patofisiologi Trauma Kimia Okuli
Trauma kimia okuli pada umumnya menyebabkan kerusakan pada palpebra, konjungtiva kornea,
dan segmen anterior mata. Pada lokasi ini lah, kerusakan yang ditimbulkan mempunyai potensi
untuk menyebabkan gangguan penglihatan, tergantung dari volume, pH, durasi terpapar, dan
derajat penetrasi dari bahan kimia tersebut. Mekanisme trauma kimia berbeda antara yang asam
dan yang basa, oleh karena itu penting untuk mengetahui tipe agen kimia penyebab trauma.11
Kimia asam merupakan zat dengan pH rendah dan sangat mudah diurai menjadi ion hidrogen
dan anion dalam permukaan depan mata. Ion hidrogen yang dihasilkan dari penguraian senyawa
kimia asam, menyebabkan perubahan pH dalam mata. Sedangkan anion yang dihasilkan
menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi (nekrosis koagulasi) protein, sehingga
permukaan kornea tampak berkabut. Koagulasi protein ini lah yang menjadikan trauma kimia
asam lebih tidak membahayakan daripada trauma kimia basa, karena lebih banyak terbatas pada
bagian anterior mata saja. Proses koagulasi ini memang menyebabkan kerusakan pada mata,
akan tetapi merupakan suatu mekanisme perlindungan dari penetrasi yang lebih dalam.10,15
Kimia basa merupakan zat dengan pH tinggi dan sangat mudah diurai menjadi ion hidroksil dan
kation dalam permukaan depan mata. Kimia basa dapat menyebabkan kerusakan mata yang
serius. Ion hidroksil yang dihasilkan mengakibatkan terjadinya proses saponifikasi, ion ini
berikatan dengan asam lemak dan protein, menyebabkan nekrosis likuefaktif yang berlawanan
dengan nekrosis koagulatif pada kimia asam. Kation yang terurai juga dengan aktif berinteraksi
dengan kolagen dan glikosaminoglikan dari stroma menjadikan fogging pada stroma. Kerusakan
jaringan yang luas di dalam kornea sangat berbahaya, karena akan hal ini memudahkan penetrasi

yang lebih dalam dari senyawa kimia tersebut dan infiltrasi segmen anterior. Penetrasi senyawa
kimia ke bagian segmen anterior, bersama dengan hidrasi kolagen, perubahan fibril malignan,
dan perubahan trabekular dapat menyebabkan perubahan tekanan intraokular secara cepat (dalam
beberapa detik hingga beberapa menit) dan signifikan. Hal tersebut dapat menimbulkan iritis,
glaukoma, dan penurunan ketajaman penglihatan.11,16
2.4 Manifestasi klinis Trauma Kimia Okuli
Tanda dan gejala awal dari trauma kimia mata dapat berupa:
a. Nyeri
b. Mata merah
c. Tanda-tanda iritasi
d. Keluarnya air mata yang berlebihan
e. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata
f. Merasa ada sesuatu pada mata
g. Pembengkakan kelopak mata
h. Penglihatan kabur.17
2.5 Diagnosis Trauma Kimia Okuli
Diagnosis trauma kimia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
Anamnesis
Umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan atau gas yang mengenai mata.
Pada anamnesa perlu diketahui:
a. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya zat kimia penyebab berkontak dengan mata.
b. Jenis zat kimia penyebab, nama dagang atau tipe produknya.
c. Tindakan awal membersihkan mata, dengan apa dibersihkan.

d. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian.


e. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata).18
Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik yang teliti dan lengkap harus ditunda sampai mata yang terkena bahan
kimia di irigasi dan pH nya sudah kembali netral. Setelah mata di irigasi dilakukan pemeriksaan
mata yang teliti yang di titik beratkan pada kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemia
limbus, dan tekanan intra okuler. Supaya pasien lebih nyaman dan lebih kooperatif sewaktu
pemeriksaan, dapat diberikan anastesi topikal terlebih dahulu.17
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah:
a. Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata yang ringan sampai
defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai adanya defek epitel namun tidak di temukan
pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang setelah beberapa menit.
b. Stroma yang kabur
Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai opasifikasi menyeluruh sehingga
tidak bisa melihat KOA
c. Perforasi kornea
Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari minggu setelah trauma kimia yang berat
d. Reaksi Inflamasi KOA
Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi pada trauma
alkali
e. Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi segmen anterior, dan tingkat
deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan outflow
uveoscleral dan peningkatan TIO.
f. Kerusakan kelopak mata

Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan mudah iritasi
g. Inflamasi konjungtiva
Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis
i. Iskemia peri limbal
Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis penyembuhan kornea
j. Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau
ketidaknyamanan pasien.
Mc Culey membagi trauma kimia mata menjadi 4 fase yaitu:11
1. Fase Immediate
Pada pemeriksaan awal harus dinilai 3 hal yaitu :
a) Tingkat keparahan trauma
b) Prognosis
c) Terapi yang diberikan
Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis adalah:
Klasifikasi Hughes
a) Ringan : Erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada nekrosis iskemik konjungtiva atau
sclera.
b) Sedang : Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik yang minimal di
konjungtiva dan sclera.
c) Berat : Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera yang signifikan.
Klasifikasi Thoft
a) Grade 1 : Kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik

b) Grade 2 : Kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil dari 1/3 limbus
c) Grade 3 : Epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga terlihat kabur, iskemik
sepertiga sampai setengah limbus
d) Grade 4 : Kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus
2. Fase Akut

Selama minggu pertama setelah trauma, hal hal yang harus diperhatikan adalah :
a) Ada atau tidaknya re-epitelisasi
b) Kejernihan kornea dan lensa
c) Tekanan intra okuler
d) Inflamasi di bilik mata depan
Proses inflamasi yang progresif menyebabkan mulainya re-epitelisasi, proliferasi, dan migrasi
keratosit menjadi terlambat sehingga inflamasi harus di kontrol.
3. Fase Pemulihan dini

Pada fase ini yang di monitor adalah sama pada fase akut di tambah dengan perubahan dalam
kejernihan dan ketebalan kornea. Selama fase ini epitel dan keratosit di kornea dan konjungtiva
terus berproliferasi untuk memperbaiki stroma dan permukaan okuler, sehingga struktur dan
fungsinya kembali normal.
Pada kasus trauma kimia yang tidak terlalu parah, biasanya pada fase ini re-epitelisasi telah
selesai, dengan tanda opasifikasi tidak ada lagi. Sedangkan pada kasus yang lebih parah, pada
fase ini re-epitelisasi terhenti atau tertunda, sehingga proses perbaikan epitel terganggu akibatnya
terjadi :
a) Debridement proteolitik matrik stroma berlebihan
b) Stroma menipis dan mungkin terjadi perforasi
4. Fase Pemulihan Akhir

Pada fase ini mata mengalami perkembangan re-epitelisasi yang bisa di kelompokkan menjadi :
a) Re-epitelisasi komplit atau hampir komplit

Gejala klinis abnormal yang masih ada yaitu :


1. Anestesi kornea
2. Abnormalitas musin dan sel goblet
3. Regenerasi membrane desement epitel baru yang lambat
4. Pada kasus yang lebih parah mungkin terdapat fibrovaskuler pannus pada kornea
Walaupun re-epitelisasi telah selesai, kita tetap harus waspada dan kornea harus di periksa
dengan cermat untuk menilai :
1. Apakah sensasi kornea telah kembali atau sembuh
2. Ada atau tidaknya keratitis pungtata superficial
3. Perlengketan epitel yang abnormal
4. Vaskularisasi stroma
b) Trauma yang luas dan berat menyebabkan re-epitelisasi kornea dan epitel konjungtiva.
Kejadian trauma ini harus diketahui karena kalau tidak terjadi re-epitelisasi setelah beberapa
minggu ini akan mengakibatkan terjadinya sequele. Kalau sudah timbul sequel walupun telah
dilakukan adhesi jaringan tapi permukaan mata akan sembuh dengan adanya :
1. Jaringan parut dan vaskularisasi
2. Defisiensi musin dan sel goblet
3. Erosi epitel persisten atau rekuren
4. Fibrovaskular pannus
Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan pH permukaan mata
Hal ini penting dilakukan dan irigasi harus tetap dilakukan sampai pH kembali netral
b) Tes Flouresein

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea.19


2.6 Penatalaksanaan
Tergantung pada 4 fase traumanya yaitu:19
1. Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin.
Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya
pasien langsung mencuci matanya di rumah sesaat setelah kejadian.
Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan yang dilakukan segera
dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH
air mata kembali normal. Jika ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus
dibuang. Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka
dilakukan irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.
Teknik irigasi :
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
2. Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
3. Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata
4. Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata
5. Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps
6. Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata.
2. Fase akut (sampai hari ke 7)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai
berikut :
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga diperlukan
pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga
berpengaruh pada epitelisasi.

b. Mengontrol tingkat peradangan


1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang
2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase
Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat menghambat reepitelisasi
sehingga perlu diberikan topical steroid. Tapi pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada
fase pemulihan dini.
c. Mencegah infeksi sekuder
Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal.
d. Mencegah peningkatan TIO
e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan
3. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase akut. Yang menjadi
masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea
4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)
Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya) untuk penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat penting untuk
dilakukan operasi.

2.7 Komplikasi (7,20)


1. Jaringan parut pada kornea
2. Ulkus kornea
3. Jaringan parut pada konjungtiva
4. Dry eyes
5. Simblefaron
6. Sikatrik yang menyebabkan enteropion/ekstropion
7. Trikiasis
8. Stenosis/oklusi punctum
9. Pembentukanpannus
10. Katarak
11. Glaucoma
2.8 Prognosis
Prognosis trauma kimia tergantug pada keparahan bagian yang terkena, khususnya terkait defek
epitel kornea dan derajat iskemik limbus. Kebanyakan kasus bisa sembuh sempurna meskipun
ada juga yang disertai komplikasi seperti glaucoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan
beberapa kasus menimbulkan kebutaaan.20
Berdasarkan klasifikasi Hughes dan Thoft yang telah diuraikan pada gejala klinis maka
prognosisnya adalah sebagai berikut:
1. Hughes
a. derajat ringan : prognosis baik
b. derajat sedang : prognosis sedang
c. derajat berat : prognosis buruk
2. Thoft

a. Grade 1 dan 2 : prognosis baik


b. Grade 3 : prognosis dubia
c. Grade 4 : prognosis buruk
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama : Tn. W
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai bengkel
Alamat : Kedungkandang, Malang.
MRS : 26 November 2011
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Mata kanan panas dan nyeri
Riwayat penyakit :
Pasien mengeluh mata kanan panas dan nyeri setelah terkena percikan logam alumunium panas
sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Nrocoh (+), darah (-), silau (+), mata merah (+),
pandangan kabur (+), kelopak mata bengkak (+). Pasien tidak memakai kacamata sebelumnya.
Riwayat terapi:
Pasien dibawa ke RS Panti Nirmala dan diberi obat tetes mata (pasien tidak tahu nama obatnya),
kemudian dirujuk ke IRD RSSA.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Oftalmologi

Tanggal Pemeriksaan : 26 November 2011


Oculi Dextra

Oculi Sinistra

(Orthophoria)

Posisi
(Orthophoria)
Bola Mata

Gerak Bola Mata


1/60

Visus

5/5

spasme (+), edema (+),


entropion (+)

Palpebra

spasme (-), edema (+), corpus alienum


margo palpebra superior dan inferior

CI (-), PCI (-), SCH (-), burn


wound (+), iskemik limbus
360o

Conjungti CI (-), PCI (+),SCH (-)


va

Erosi epitel seluruh kornea

Cornea

Erosi di jam 7 paracentral sedalam


epitel

Dalam, flare sde, sel sde

COA

Dalam, flare (-), sel (-)

rad. line (+)

Iris

rad. line (+)

Not round, RP (-), midmidriasis Pupil

round, RP (+), 3mm

Kesan jernih

Lensa

Jernih

n+1/p

TIO

n/p

Diagnosis
- OD trauma oculi termis dan khemis grade IV dengan komplikasi keratopathy
- OS trauma oculi termis dan khemis grade I dengan komplikasi edema palpebra
Planning diagnosis
- Slit lamp, visus, TIO
Rencana Terapi
- Pro ekstraksi corpus alienum + eksplorasi LA
- Irigasi RL 2L ODS

- Tobro ed 61 ODS
- SA 1% 31 ODS
- Timolol 0,5% 21 ODS
- Doksisiklin 2100 mg
- Vit C 2000 mg
- Oculotect eg 41 ODS
- Repithel eo 41 ODS
Rencana Monitoring
- Visus
- Slit lamp
- TIO
KIE
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita pasien beserta
pengobatan, komplikasi dan prognosis
- Menjelaskan pada pasien agar menjaga higienitas mata untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder
- Menjelaskan pasien agar melakukan pengobatan dengan rutin, karena penyembuhannya yang
membutuhkan waktu yang cukup lama
- Menjelaskan kepada pasien untuk berhati-hati agar tidak terjadi trauma berulang
Prognosis
- Visam : dubia et malam
- Sanam : dubia et malam
- Vitam : bonam

- Kosmetik : dubia et malam


3.4. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Leukosit : 9.300 /mm3
Hemoglobin : 14,0 gr/dL
PCV : 41,3 %
Trombosit : 354.000 /mm3
Faal Hemostasis
PPT : 11,8 (K: 12,0)
APTT : 30,1 (K: 26,3)
Liver function test
SGOT : 26 U/L
SGPT : 37 U/L
Renal function test
Ureum : 35,8 mg/dl
Kreatinin : 1,16 mg/dl
Serum elektrolit
Natrium : 141 mmol/ L
Kalium : 3,38 mmol/ L
Klorida : 106 mmol/ L
Gula Darah : Acak : 131 mg/dL
Follow up 27 November 2011

Oculi Dextra

Oculi Sinistra

(Orthophoria)

Posisi Bola
Mata

(Orthophoria)

1/300

Visus

5/5

spasme (+), edema (+)

Palpebra

spasme (-), edema (+)

Gerak Bola Mata

Iskemik limbal 360o, iskemik konjungtiva Conjungtiva

CI (-), PCI (+), SCH (-)

Hazy

Cornea

Erosi jam 7 paracentral

Sde

COA

Dalam, flare (-), sel (-)

Sde

Iris

rad. line (+)

Sde

Pupil

round, RP (+), 3mm

Sde

Lensa

Jernih

n+1/p

TIO

n/p

Terapi:
- Irigasi RL 2L ODS
- Tobro ed 61 ODS
- SA 1% 31 ODS
- Timolol 0,5% 21 ODS
- Doksisiklin 2100 mg
- Vit C 2000 mg
- Oculotect eg 41 ODS
- Repithel eo 41 ODS
- EDTA ed 31 OD
Follow-Up 28 November 2011

Oculi Dextra

Oculi Sinistra

(Orthophoria)

Posisi Bola (Orthophoria)


Mata

Gerak Bola Mata


1/60

Visus

5/5

spasme (+), edema (+), krustae (+),


ekskoriasi (+), entropion (+)

Palpebra

spasme (-), edema (+),


krustae (+)

CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal

Conjungtiv CI (-), PCI (-), SCH (-)


a

Iskemik limbus (+), hazy (+)

Cornea

Iskemik limbus (-),


sikatrik (+)

Sde

COA

Dalam

Sde

Iris

rad. line (+)

Sde

Pupil

round, RP (+), 3mm

Sde

Lensa

Jernih

n+1/p

TIO

n/p

Terapi:
- Irigasi RL 2L ODS
- Tobro ed 61 ODS
- SA 1% 31 ODS
- Timolol 0,5% 21 ODS
- Doksisiklin 2100 mg
- Vit C 2000 mg
- Oculotect eg 41 ODS
- Repithel eo 41 ODS

- EDTA ed 31 OD
- Glaukon 2250 mg
Follow-Up 29 November 2011
Oculi Dextra

Oculi Sinistra

(Orthophoria)

Posisi Bola (Orthophoria)


Mata

Gerak Bola Mata


1/60

Visus

5/5

spasme (+), edema (+), krustae (+),


ekskoriasi (+), entropion (+)

Palpebra

spasme (-), edema (+),


krustae (+)

CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal

Conjungtiv CI (-), PCI (-), SCH (-)


a

Iskemik limbus (+), hazy (+)

Cornea

Iskemik limbus (-),


sikatrik (+)

Sde

COA

Dalam

Sde

Iris

rad. line (+)

Sde

Pupil

round, RP (+), 3mm

Sde

Lensa

Jernih

n+1/p

TIO

n/p

Terapi:
- Irigasi RL 2L ODS
- Tobro ed 61 ODS
- SA 1% 31 ODS
- Timolol 0,5% 21 ODS
- Doksisiklin 2100 mg

- Vit C 2000 mg
- Oculotect eg 41 ODS
- Repithel eo 41 ODS
- EDTA ed 31 OD
- Glaukon 2250 mg
- KSR 11
- Epilasi
Follow-Up 30 November 2011
Oculi Dextra

Oculi Sinistra

(Orthophoria)

Posisi Bola (Orthophoria)


Mata

Gerak Bola Mata


1/60

Visus

5/5

spasme (+), edema (+), krustae (+),


ekskoriasi (+), entropion (+)

Palpebra

spasme (-), edema (+),


krustae (+)

CI (+), PCI (-), SCH (-), simblefaron di nasal

Conjungtiv CI (-), PCI (-), SCH (-)


a

Iskemik limbus (+), hazy (+)

Cornea

Iskemik limbus (-),


sikatrik (+)

Sde

COA

Dalam

Sde

Iris

rad. line (+)

Sde

Pupil

round, RP (+), 3mm

Sde

Lensa

Jernih

n+1/p

TIO

n/p

Terapi:

- Tobro ed 61 ODS
- SA 1% 31 ODS
- Timolol 0,5% 21 ODS
- Doksisiklin 2100 mg
- Vit C 2000 mg
- Oculotect eg 41 ODS
- Repithel eo 41 ODS
- EDTA ed 31 OD
- Glaukon 2250 mg
- KRS
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki 42 tahun datang dengan keluhan mata kanan panas dan nyeri setelah terkena
percikan logam alumunium panas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Mata pasien merah,
nrocoh, silau, dan pandangannya kabur. Kelopak mata pasien bengkak. Tidak ada riwayat
keluarnya darah dari mata pasien.
Dari literatur didapatkan manifestasi yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain:
a. Nyeri
b. Mata merah
c. Tanda-tanda iritasi
d. Keluarnya air mata yang berlebihan
e. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata
f. Merasa ada sesuatu pada mata

g. Pembengkakan kelopak mata


h. Penglihatan kabur
Dari status oftalmologi mata kanan pasien:
posisi bola mata ortophoria
gerakan bola mata orthoforia
penurunan visus: 1/60
palpebra spasme, edema, dan entropion
konjungtiva didapatkan CI (+), PCI (+), iskemik limbus, luka bakar
kornea, didapatkan erosi epitel seluruh kornea
COA dalam
Pupil not round, RP (-), midmidriasis
Lensa kesan tampak jernih
TIO dengan pemeriksaan digital: peningkatan tekanan intraokuler pada mata kanan
Sedangkan status oftalmologi mata kiri pasien:
posisi bola mata ortophoria
gerakan bola mata orthoforia
visus: 5/5
palpebra edema dan didapatkan corpus alienum margo palpebra superior dan inferior
konjungtiva didapatkan PCI (+)
kornea, didapatkan erosi di jam 7 paracentral sedalam epitel
COA dalam
Pupil round, RP (+), 3mm

Lensa jernih
TIO dengan pemeriksaan digital: normal
Penurunan visus pada pasien disebabkan adanya kerusakan pada kornea yang merupakan media
refraksi. Kerusakan kornea dapat disebabkan karena panas maupun derajat keasaman logam
aluminium. Panas dan nyeri pada mata pasien disebabkan oleh rangsangan logam alumunium
panas pada ujung-ujung saraf kornea dan konjungtiva. Rangsangan ini juga meningkatkan
sekresi kelenjar lakrimal sehingga terjadi epifora. Jaringan orbita yang terkena rangsangan
mengalami inflamasi. Inflamasi pada palpebra menyebabkan edema palbebra serta entropion dan
blefarospasme akibat nyeri. Inflamasi pada konjungtiva menyebabkan pelebaran pembuluh darah
konjungtiva yang tampak sebagai conjunctival injection dan pericorneal injection. Akibat
rangsangan panas juga terjadi iskemik pada limbus 360 dan luka bakar pada konjungtiva.
Kornea mata pasien mengalami kerusakan jaringan berupa erosi pada seluruh permukaannya.
Inflamasi pada iris dan rangsangan ujung saraf kornea menyebabkan dilatasi pembuluh darah iris
dan kontraksi iris sehingga pupil pasien tampak midmidriasis, reflek pupil negatif, dan pasien
mengalami fotofobia. Peningkatan TIO pada mata kanan pasien dapat disebabkan inflamasi iris
yang menyebabkan iris menempel pada lensa sehingga terjadi blok pupil, dapat juga disebabkan
adanya sel-sel inflamasi yang menyumbat trabekula meshwork sehingga mengganggu aliran
humor aqueous.
Terapi yang diberikan pada pasien ini sebagai berikut.

Ekstraksi corpus alienum dan eksplorasi untuk mengeksplorasi luka dan


mencegah perlukaan mata lebih lanjut akibat corpus alienum.

Irigasi RL 2L ODS untuk menetralisir efek bahan kimia dan panas pada mata.

Tobro ed 61 ODS merupakan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi


sekunder.

SA 1% 31 ODS sebagai sikloplegik untuk merelaksasikan iris sehingga


mengurangi nyeri dan mencegah sinekia posterior.

Timolol 0,5% 21 ODS sebagai agen penghambat beta adrenergik yang


mengurangi efek saraf simpatis dalam mendilatasi pupil.

Doksisiklin 2100 mg merupakan antibiotik sistemik untuk memperkuat efek


antibiotik topikal.

Vit C 2000 mg untuk membantu reepitelialisasi kornea dan mempercapat


penyembuhan.

Oculotect eg 41 ODS untuk mencegah kekeringan mata dan mempercepat


reepitelialisasi kornea.

Repithel eo 41 ODS merupakan air mata buatan dengan kandungan vitamin


A untuk mempercepat reepitelialisasi kornea.

EDTA ed 31 OD sebagai buffer untuk mengikat ion-ion logam berat yang


masih tertinggal di mata.

Glaukon 2250 mg merupakan agen antiglaukoma yang bekerja sebagai


inhibitor karbonik anhidrase sehingga dapat mengurangi produksi humor
aqueous.

Walaupun trauma mata ini tidak mengancam nyawa, prognosis pada pasien ini dubia et malam
karena adanya kerusakan kornea secara menyeluruh sehingga visus mata yang mengalami
trauma sulit untuk dikembalikan. Di samping itu, adanya luka bakar dan iskemik limbus 360
pada konjungtiva menyebabkan proses penyembuhannya lebih sulit. Secara kosmetik, hasilnya
juga kurang baik karena adanya luka bakar pada bagian wajah.
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien Tn. W usia 42 tahun dengan OD trauma oculi termis dan khemis grade
IV dengan komplikasi keratopathy + OS trauma oculi termis dan khemis grade I dengan
komplikasi edema palpebra. Diagnosis ditegakkan dari anamnesa mata kanan panas dan nyeri
setelah terkena percikan logam alumunium panas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Mata
pasien merah, nrocoh, silau, dan pandangannya kabur. Kelopak mata pasien bengkak. Tidak ada
riwayat keluarnya darah dari mata pasien. Pemeriksaan fisik didapatkan penurunan visus: 1/60;
palpebra spasme, edema, dan entropion; konjungtiva didapatkan CI (+), PCI (+); iskemik limbus;
luka bakar; kornea, didapatkan erosi epitel seluruh kornea; pupil not round, RP (-), midmidriasis;
lensa kesan tampak jernih; TIO dengan pemeriksaan digital: peningkatan tekanan intraokuler
pada mata kanan. Sedangkan pada mata kiri didapatkan visus: 5/5; palpebra edema dan
didapatkan corpus alienum margo palpebra superior dan inferior; konjungtiva didapatkan PCI
(+); kornea serta didapatkan erosi di jam 7 paracentral sedalam epitel.
Pasien diterapi dengan Ekstraksi corpus alienum dan eksplorasi untuk mengeksplorasi luka dan
mencegah perlukaan mata lebih lanjut akibat corpus alienum, Irigasi RL 2L ODS untuk
menetralisir efek bahan kimia dan panas pada mata, Tobro ed 61 ODS merupakan antibiotik
topikal untuk mencegah infeksi sekunder, SA 1% 31 ODS sebagai sikloplegik untuk
merelaksasikan iris sehingga mengurangi nyeri dan mencegah sinekia posterior, Timolol 0,5%
21 ODS sebagai agen penghambat beta adrenergik yang mengurangi efek saraf simpatis dalam
mendilatasi pupil, Doksisiklin 2100 mg merupakan antibiotik sistemik untuk memperkuat efek

antibiotik topikal, Vit C 2000 mg untuk membantu reepitelialisasi kornea dan mempercapat
penyembuhan, Oculotect eg 41 ODS untuk mencegah kekeringan mata dan mempercepat
reepitelialisasi kornea, Repithel eo 41 ODS merupakan air mata buatan dengan kandungan
vitamin A untuk mempercepat reepitelialisasi kornea, EDTA ed 31 OD sebagai buffer untuk
mengikat ion-ion logam berat yang masih tertinggal di mata, serta Glaukon 2250 mg
merupakan agen antiglaukoma yang bekerja sebagai inhibitor karbonik anhidrase sehingga dapat
mengurangi produksi humor aqueous.
Prognosis pada pasien ini dubia et malam karena adanya kerusakan kornea secara menyeluruh
sehingga visus mata yang mengalami trauma sulit untuk dikembalikan. Di samping itu, adanya
luka bakar dan iskemik limbus 360 pada konjungtiva menyebabkan proses penyembuhannya
lebih sulit. Secara kosmetik, hasilnya juga kurang baik karena adanya luka bakar pada bagian
wajah.
DAFTAR PUSTAKA
1. James B, Chew C dan Bron A, 2010. Eye Injury. http://www.losangeleyeinjury.com. Diakses
tanggal 2 Desember 2011
2. McGwin G, Xie A, Owsley C, 2005. Occular Trauma. http://www.emedicine.com. Diakses
tanggal 2 Desember 2011
3. Rhobson, Joe. 2008. Occular Trauma Management. http://.opt.pacificu.edu. Diakses tanggal 2
Desember 2011
5. Rihawi, S., Frentz, M., Schrage, NF. 2006. Emergency Treatment of Eye Burns: which
rinsing solution should we choose?. Graefes Arch Clin Exp Ophtalmology 244: 845-854.
6. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. 1995. BETT: The Terminology of Ocular Trauma
7. Ilyas, Sidharta. 2011. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Keempat. Hal 259-276. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI
8. Melsaether, CN, Rosenm, CL. Burns, Ocular. EMedicine: The Continually Updated Clinical
Reference. 1 Nov. 2007. 07 May 2009 http://emedicine.medscape.com/article/7986966. Diakses
pada tanggal 4 Desember 2011.
9. Burns FR, Paterson CA. 1989. Prompt irrigation of chemical eye injuries may avert severe
damage. Occup Health Safety.; 58: 3336
10. Socransky SJ. 2003. Ocular burn management and eye irrigation. In: Reichman, Eric, and
Robert R. Simon. Emergency Medicine Procedures. New York : McGraw-Hill

11. Wagoner MD. 1997. Chemical injuries of the eye: current concepts in pathophysiology and
therapy. Surv Ophthalmol.; 41(4):275313
12. Trudo, EW, Rimm, W. 2003. Chemical injuries of the eye. In: Ophthalmic care of the combat
casualty. Falls Church, Va: Office of the Surgeon General, United States Army; Washington,
D.C., Borden Institute, Walter Reed Army Medical Center, United States Army Medical Dept.
Center and School, Uniformed Services University of the Health Sciences
13. Kuckelkorn R, Kottek A, Schrage N & Reim M. 1995. Poor prognosis of severe chemical
and thermal burns. The need for adequate emergency care and primary prevention. Int Arch
Occup Environ Health; 67:281284
14. Macdonald EC, Cauchi P, Azuara Blanco A, Foot BG. 2009. Surveillance of severe chemical
corneal injuries in the UK. Br J Ophthalmol
15. Kimi, T, Khosla-Gupta, BA. 2002. Chemical and thermal injuries to the ocular surface. In:
Holland, EJ, Mannis. Ocular Surface Disease Medical and Surgical Management. New York:
Springer
16. Sharma, A, Smilkstein, MJ, Fraufelder, FW. 2006. Ophthalmic principles. In: Goldfranks
toxicologic emergencies. New York : McGraw-Hill
17. Randleman, JB. 2010. Chemial eye burn overview. http://www.emedicine.com Dikses pada
tanggal 4 Desember 2011.
18. Kenneth, C. 2002. Emergency Ophthalmology, a Rapid Treatment Guide. Boston Medical
Publishing Division
19. Randleman, JB. 2006. Burnm chemical. Department of Ophthalmology.
http://www/emedicine.com. Diakses pada tanggal 4 Desember 2011.
20. Vaughan, D.G., Asbury, A., Riordan-Eva, P. 2002. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika.

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


TRAUMA MATA PADA KORNEA
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA MATA

I.

N KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA


Pengertian
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea.
Sedang Laserasi kornea adalah ulkus yang dalam (Mansjoer, A. et all, 1999).

II. Patofisiologi
Trauma Mata Pada Kornea

Edema Kornea
Erosi Kornea
Laserasi Kornea + Perforasi Kornea

Edema Kornea
(Cairan Terkumpul di
bawah epitel)
Kekeruhan yang menetap

Jaringan Intraokular
Sukar dilihat

Menjadi Vesikel
Rasa sakit
o/k tarikan
serat saraf
Pecah

Ulkus Kornea
Rasa nyeri bertambah

Tekanan intraokular meningkat

Erosi Kornea
(Terlepasnya epitel kornea)

Menimbulkan infiltrat
(Keratitis)

Resiko Infeksi Sekunder

Kerusakan epitel

Ulkus Kornea

Rasa sakit pada matanya


(Setiap pergerakan)
L
Lakrimasi dan fotofobia
L
Kelopak mata menjadi kaku
pada pembukaan
L
Blefarospasme
L
Tajam penglihatan menurun
L
Kornea iregular
Laserasi + Perforasi Kornea
(Ulkus yang dalam)

Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar


Iris prolap (menyumbat fistel)
Timbul jaringan parut (leukoma adherens)

Penyempitan sudut COA


(o/k adanya sinekhia anterior)

Aliran cairan bilik mata di sudut COA terganggu

Resiko infeksi sekunder ke dalam


jaringan intraokuler
* Endoftalmitis
* Panoftalmintis
* Ptisis bulbi

Tekanan intraokular meningkat.

III. Fokus Pengkajian


Hal yang fokus dikaji adalah : (Ilyas, S., 2000)
1. Riwayat pekerjaan penderita.
Perlu diketahui untuk memberikan perawatan pada matanya yang tidak akan
mendapatkan hal-hal yang buruk karena lingkungan pekerjaan. Juga untuk mewasdai
trauma kembali. Penderita yang menderita erosi kornea tentu sangat berbahaya bila
berada di lingkungan yang kotor tanpa menutup bola mata.
2. Penyakit lain yang sedang diderita.
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk maka infeksi yang
terjadi di mata akan sukar disembuhkan. Misal penyakit DM, sepsis atau kelainan
darah.Riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejalagejala penyakit yamng dikeluhkan
3. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan.
Trauma tumpul dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola
mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum
meminta pertolongan.
4. Pemeriksaan khusus Mata :
L
Sakit untuk mengedip/pergerakan
L
Lakrimasi
L
Fotofobia
L
Kelopak menjadi kaku (blefarospasme)
L
Tajam penglihatan menurun
L
Ada bagian kornea yang jernih (dangkal/tipis)
L
Warna iris seakan-akan berwarna lebih hitam.
Bila telah terjadi perforasi :
L
Pupil akan terlihat lonjong.
L
Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar
L
Cairan COA mengandung fibrin
L
Bisa terbentuk jaringan parut di kornea
L
Iris prolap.
IV.

Data Penunjang :
Pemeriksaan Laboratorium, seperti :.
SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
3. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi,
maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)
1.

V.

Pengobatan :
Pengobatan pada tukak kornea bertujuan :
Menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.
Mengurangi reaksi radang, dengan steroid.
Secara umum tukak diobati sebagai berikut :
Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
inkubator.
b. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
c. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
d. Debridement sangat membantu penyembuhan.
e. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.
3. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelialisasi dan mata terlihat tenang.
4. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
a. Dengan pengobatan tidak sembuh.
b. Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.
1.
a.
b.
2.
a.

VI. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
3. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
4. Ansietas berhubungan dnegan kehilangan penglihatan aktual/potensial dan dampak yang
dirasakan dari penyakit kronik pada gaya hidup.
5. Risiko terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan efek-efek keterbatasan
penglihatan.

1.
a.
b.
c.

V. Intervensi
Diagnosa No. 1
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Klien akan :
Melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
L
Klien tidak gelisah.
Intervensi :
Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan non farmakologi, seperti
berikut :
Posisi : Tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah-ubah antara berbaring pada
punggung dan pada sisi yang tidak sakit.
Distraksi
Latihan relaksasi

R/ Tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan nonfarmakologi memungkinkan klien
untuk memperoleh rasa kontrol terhadap nyeri.
2. Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
R/ Klien kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang nyerinya dan
tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
3. Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
R/ Untuk beberapa klien terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan penghilangan
nyeri yang efektif.
4. Beritahu dokter jika nyeri tidak hilang setelah 1/2 jam pemberian obat, jika nyeri
bertambah.
R/ Tanda ini menunjukkan peningkatan tekanan intraokular atau komplikasi lain.

L
L

1.
a.
b.

2.
a.
b.
c.
d.
3.
a.
b.
c.

Diagnosa No.2
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Klien akan :
Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
Nilai Labotratorium : SDP normal, kultur negatif.
Intervensi :
Tingkatkan penyembuhan luka :
Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat.
Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai diberitahukan untuk dilepas.
R/ Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang
meningkatkan penyembuhan luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan
penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.
Gunakan tehnik aseptik untuk meneteskan tetes mata :
Cuci tangan sebelum memulai.
Pegang alat penetes agak jauh dari mata.
Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan tehnik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
R/ Tehnik aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko
infeksi.
Kaji tanda dan gejala infeksi .
Kemerahan, edema pada kelopak mata.
Injeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol).
Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.

d. Materi purulen pada bilik anterior (antara kornea dan iris).


e. Peningkatan suhu.
f. Nilai laboratorium abnormal (misal : peningkatan SDP, hasil kultur ).

R/ Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan


keseriusan infeksi.
4. Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
R/ Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai
penanganan farmakologi.
5. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotika dan steroid..
R/ Mengurangi reaksi radang, dengan steroid dan menghalangi hidupnya bakteri, dengan
antibiotika.

A.
1.

Menurut sebabnya, trauma mata terbagi atas:


Trauma tumpul atau kontusio yang dapat di sebabkan oleh benda tumpul, benturan atau ledakan
di mana terjadi pemadatan udara.

2.

Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan
adanya korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun
ekstraokuler.

3.

Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.

4.

Trauma khemis karena kontak dengan benda yang bersifat asam atau basa.

5.

Trauma listrik oleh karena listrik yang bertegangan rendah maupun yang bertegangan tinggi.

6.

Trauma barometrik, misalnya pada pesawat terbang atau menyelam.

7.

Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom (proton dan neutron).

B.
1.

Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:


Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua
mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres dingin 3 kali sehari.

2.

Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu
keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.

3.

Ruptura membran descement


Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya
adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih
kembali.
Penanganan:
Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol.

4.

Hifema

Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus
siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu
keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
a.

Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.

b.

Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.


Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus
karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma
maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada
kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi hifema:

a.

Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli
anterior.

b.

Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga
kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea:
Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.

5.

Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka
telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.

6.

Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut
dengan pseudopupil.
Penanganan:

Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi
untuk memfixasi iris yang lepas.
7.

Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.

8.

Subluksasio lentis- luksasio lentis


Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan
glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu
operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.

9.

Hemoragia pada korpus vitreum


Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus
siliare, visus akan sangat menurun.

10. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut
traumatic angle yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.
11. Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12. Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan
operasi.

Pengkajian dasar
1.

Aktivitas dan istirahat


Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/
kemampuan penglihatan.

2.

Makan dan minum


Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.

3.

Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari
terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.

4.

Nyeri dan kenyamanan


Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.

5.

Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.

6.

Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan
akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral
yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal
12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:

1.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan)


Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak
ada eritema, tidak panas.
Rencana:

a.

Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh
mata.

b.

Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang
steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.

c.

Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.

d.

Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).

e.

Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.

2.

Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan


alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:

a.

Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.

b.

Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.

c.

Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur,
iritasi mata).

d.

Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio,
berbincang-bincang).

e.

Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

f.

Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.

3.

Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.


Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:

a.

Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan
di lakukan.

b.

Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.

c.

Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, mengedan, buang ingus, bersin
atau merokok.

d.

Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu
tidur.

e.

Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC.
Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


TRAUMA MATA PADA KORNEA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA MATA

I.

N KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA


Pengertian
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea.
Sedang Laserasi kornea adalah ulkus yang dalam (Mansjoer, A. et all, 1999).

II. Patofisiologi
Trauma Mata Pada Kornea

Edema Kornea
Erosi Kornea

Laserasi Kornea + Perforasi Kornea

Edema Kornea
(Cairan Terkumpul di
bawah epitel)
Kekeruhan yang menetap

Jaringan Intraokular
Sukar dilihat

Menjadi Vesikel
Rasa sakit
o/k tarikan
serat saraf
Pecah

Ulkus Kornea
Rasa nyeri bertambah

Tekanan intraokular meningkat

Erosi Kornea
(Terlepasnya epitel kornea)

Menimbulkan infiltrat
(Keratitis)

Resiko Infeksi Sekunder

Kerusakan epitel

Ulkus Kornea

Rasa sakit pada matanya


(Setiap pergerakan)
L
Lakrimasi dan fotofobia
L
Kelopak mata menjadi kaku
pada pembukaan
L
Blefarospasme
L
Tajam penglihatan menurun
L
Kornea iregular
Laserasi + Perforasi Kornea
(Ulkus yang dalam)

Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar


Iris prolap (menyumbat fistel)
Timbul jaringan parut (leukoma adherens)

Penyempitan sudut COA


(o/k adanya sinekhia anterior)

Aliran cairan bilik mata di sudut COA terganggu

Resiko infeksi sekunder ke dalam


jaringan intraokuler
* Endoftalmitis
* Panoftalmintis
* Ptisis bulbi

Tekanan intraokular meningkat.

III. Fokus Pengkajian


Hal yang fokus dikaji adalah : (Ilyas, S., 2000)
1. Riwayat pekerjaan penderita.
Perlu diketahui untuk memberikan perawatan pada matanya yang tidak akan
mendapatkan hal-hal yang buruk karena lingkungan pekerjaan. Juga untuk mewasdai
trauma kembali. Penderita yang menderita erosi kornea tentu sangat berbahaya bila
berada di lingkungan yang kotor tanpa menutup bola mata.
2. Penyakit lain yang sedang diderita.
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk maka infeksi yang
terjadi di mata akan sukar disembuhkan. Misal penyakit DM, sepsis atau kelainan
darah.Riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejalagejala penyakit yamng dikeluhkan
3. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan.
Trauma tumpul dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola
mata. Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum
meminta pertolongan.
4. Pemeriksaan khusus Mata :
L
Sakit untuk mengedip/pergerakan
L
Lakrimasi
L
Fotofobia
L
Kelopak menjadi kaku (blefarospasme)
L
Tajam penglihatan menurun
L
Ada bagian kornea yang jernih (dangkal/tipis)
L
Warna iris seakan-akan berwarna lebih hitam.
Bila telah terjadi perforasi :
L
Pupil akan terlihat lonjong.
L
Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar
L
Cairan COA mengandung fibrin
L
Bisa terbentuk jaringan parut di kornea
L
Iris prolap.
IV.

Data Penunjang :
Pemeriksaan Laboratorium, seperti :.
SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
3. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi,
maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)
1.

V.

Pengobatan :
Pengobatan pada tukak kornea bertujuan :
Menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.
Mengurangi reaksi radang, dengan steroid.
Secara umum tukak diobati sebagai berikut :
Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
inkubator.
b. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
c. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
d. Debridement sangat membantu penyembuhan.
e. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.
3. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelialisasi dan mata terlihat tenang.
4. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
a. Dengan pengobatan tidak sembuh.
b. Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.
1.
a.
b.
2.
a.

VI. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
3. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
4. Ansietas berhubungan dnegan kehilangan penglihatan aktual/potensial dan dampak yang
dirasakan dari penyakit kronik pada gaya hidup.
5. Risiko terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan efek-efek keterbatasan
penglihatan.

1.
a.
b.
c.

V. Intervensi
Diagnosa No. 1
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Klien akan :
Melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
L
Klien tidak gelisah.
Intervensi :
Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan non farmakologi, seperti
berikut :
Posisi : Tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah-ubah antara berbaring pada
punggung dan pada sisi yang tidak sakit.
Distraksi
Latihan relaksasi

R/ Tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan nonfarmakologi memungkinkan klien
untuk memperoleh rasa kontrol terhadap nyeri.
2. Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
R/ Klien kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang nyerinya dan
tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
3. Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
R/ Untuk beberapa klien terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan penghilangan
nyeri yang efektif.
4. Beritahu dokter jika nyeri tidak hilang setelah 1/2 jam pemberian obat, jika nyeri
bertambah.
R/ Tanda ini menunjukkan peningkatan tekanan intraokular atau komplikasi lain.

L
L

1.
a.
b.

2.
a.
b.
c.
d.
3.
a.
b.
c.

Diagnosa No.2
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Klien akan :
Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
Nilai Labotratorium : SDP normal, kultur negatif.
Intervensi :
Tingkatkan penyembuhan luka :
Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat.
Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai diberitahukan untuk dilepas.
R/ Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang
meningkatkan penyembuhan luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan
penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.
Gunakan tehnik aseptik untuk meneteskan tetes mata :
Cuci tangan sebelum memulai.
Pegang alat penetes agak jauh dari mata.
Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat penetes.
Ajarkan tehnik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
R/ Tehnik aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko
infeksi.
Kaji tanda dan gejala infeksi .
Kemerahan, edema pada kelopak mata.
Injeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol).
Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.

d. Materi purulen pada bilik anterior (antara kornea dan iris).


e. Peningkatan suhu.
f. Nilai laboratorium abnormal (misal : peningkatan SDP, hasil kultur ).

R/ Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan


keseriusan infeksi.
4. Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
R/ Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai
penanganan farmakologi.
5. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotika dan steroid..
R/ Mengurangi reaksi radang, dengan steroid dan menghalangi hidupnya bakteri, dengan
antibiotika.

A.
1.

Menurut sebabnya, trauma mata terbagi atas:


Trauma tumpul atau kontusio yang dapat di sebabkan oleh benda tumpul, benturan atau ledakan
di mana terjadi pemadatan udara.

2.

Trauma tajam, yang mungkin perforatif mungkin juga non perforatif, dapat juga di sertai dengan
adanya korpus alienum atau tidak. Korpus alienum dapat terjadi di intraokuler maupun
ekstraokuler.

3.

Trauma termis oleh jilatan api atau kontak dengan benda membara.

4.

Trauma khemis karena kontak dengan benda yang bersifat asam atau basa.

5.

Trauma listrik oleh karena listrik yang bertegangan rendah maupun yang bertegangan tinggi.

6.

Trauma barometrik, misalnya pada pesawat terbang atau menyelam.

7.

Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom (proton dan neutron).

B.
1.

Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:


Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua
mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.
Penanganan:
Kompres dingin 3 kali sehari.

2.

Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu
keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.

3.

Ruptura membran descement


Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya
adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih
kembali.
Penanganan:
Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol.

4.

Hifema

Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus
siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu
keadaan yang serius.
Pembagian hifema:
a.

Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.

b.

Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.


Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus
karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Penanganan:
Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma
maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada
kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Komplikasi hifema:

a.

Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut kamera okuli
anterior.

b.

Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea, sehingga
kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.
Penanganan terhadap imhibisi kornea:
Tindakan pembedahan yaitu keratoplastik.

5.

Iridoparese-iridoplegia
Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.
Penanganan:
Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka
telah terjadi iridoplegia yang iriversibel.

6.

Iridodialisis
Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut
dengan pseudopupil.
Penanganan:

Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi
untuk memfixasi iris yang lepas.
7.

Irideremia
Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan.
Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau.

8.

Subluksasio lentis- luksasio lentis


Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan
glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu
operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pengobatan di lakukan secara konservatif.

9.

Hemoragia pada korpus vitreum


Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus
siliare, visus akan sangat menurun.

10. Glaukoma
Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut
traumatic angle yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.
Penanganan di lakukan secara operatif.
11. Ruptura sklera
Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera.
12. Ruptura retina
Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan
operasi.

Pengkajian dasar
1.

Aktivitas dan istirahat


Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/
kemampuan penglihatan.

2.

Makan dan minum


Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.

3.

Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari
terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.

4.

Nyeri dan kenyamanan


Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.

5.

Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.

6.

Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan
akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral
yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.
Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal
12-25 mmHg).
Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:

1.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (tindakan pembedahan)


Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria: luka sembuh dengan cepat dan baik, tidak ada nanah, tidak
ada eritema, tidak panas.
Rencana:

a.

Diskusikan dan ajarkan pada pasien pentingnya cuci tangan ysng bersih sebelum menyentuh
mata.

b.

Gunakan dan demonstrasikan tehnik yang benar tentang cara perawatan dengan kapas yang
steril serta dari arah yang dalam memutar kemudian keluar.

c.

Jelaskan pentingnya untuk tidak menyentuh mata/ menggosok mata.

d.

Diskusikan dan observasi tanda-tanda dari infeksi (merah, darinase yang purulen).

e.

Kolaborasi dalam pemberian obat-obat antibiotik sesuai indikasi.

2.

Penurunan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan adanya trauma, penggunaan


alat bantu terapi.
Tujuan:
Dengan penurunan penglihatan tidak mengalami perubahan/ injuri.
Rencana:

a.

Kaji keadaan penglihatan dari kedua mata.

b.

Observasi tanda-tanda dari adanya disorientasi.

c.

Gunakan alat yang menggunkan sedikit cahaya (mencegah terjadinya pandangan yang kabur,
iritasi mata).

d.

Anjurkan pada pasien untuk melakukan aktivitas yang bervariasi (mendengarkan radio,
berbincang-bincang).

e.

Bantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

f.

Anjurkan pasien untuk mencoba melakukan kegiatan secara mandiri.

3.

Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.


Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
Rencana:

a.

Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan
di lakukan.

b.

Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.

c.

Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, mengedan, buang ingus, bersin
atau merokok.

d.

Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu
tidur.

e.

Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC.
Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA


KORNEA
I. Pengertian
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.
Sedang Laserasi kornea adalah ulkus yang dalam (Mansjoer, A. et all, 1999).
III. Fokus Pengkajian
Hal yang fokus dikaji adalah : (Ilyas, S., 2000)
1. Riwayat pekerjaan penderita.
Perlu diketahui untuk memberikan perawatan pada matanya yang tidak akan mendapatkan
hal-hal yang buruk karena lingkungan pekerjaan. Juga untuk mewasdai trauma kembali.
Penderita yang menderita erosi kornea tentu sangat berbahaya bila berada di lingkungan yang
kotor tanpa menutup bola mata.
2. Penyakit lain yang sedang diderita.
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk maka infeksi yang terjadi di
mata akan sukar disembuhkan. Misal penyakit DM, sepsis atau kelainan darah.Riwayat
penyakit mata sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yamng
dikeluhkan
3. Riwayat trauma sebelum atau sesudah ada keluhan.

Trauma tumpul dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis kelopak ataupun bola mata.
Trauma sebelumnya dapat juga memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta
pertolongan.
4. Pemeriksaan khusus Mata :
L Sakit untuk mengedip/pergerakan
L Lakrimasi
L Fotofobia
L Kelopak menjadi kaku (blefarospasme)
L Tajam penglihatan menurun
L Ada bagian kornea yang jernih (dangkal/tipis)
L Warna iris seakan-akan berwarna lebih hitam.
Bila telah terjadi perforasi :
L Pupil akan terlihat lonjong.
L Cairan bilik mata depan dapat mengalir keluar
L Cairan COA mengandung fibrin
L Bisa terbentuk jaringan parut di kornea
L Iris prolap.
IV. Data Penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :.
SDP, leukosit , kemungkinan adanya infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
3. Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun
funduskopi (Ilyas, S., 2000)
V. Pengobatan :
1. Pengobatan pada tukak kornea bertujuan :

a. Menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.


b. Mengurangi reaksi radang, dengan steroid.
2. Secara umum tukak diobati sebagai berikut :
a. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
inkubator.
b. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari.
c. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder.
d. Debridement sangat membantu penyembuhan.
e. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat.
3. Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelialisasi dan mata terlihat tenang.
4. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila :
a. Dengan pengobatan tidak sembuh.
b. Terjadinya jaringan parut yang mengganggu penglihatan.
VI. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap
interupsi permukaan tubuh.
3. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
4. Ansietas berhubungan dnegan kehilangan penglihatan aktual/potensial dan dampak yang
dirasakan dari penyakit kronik pada gaya hidup.
5. Risiko terhadap gangguan konsep diri berhubungan dengan efek-efek keterbatasan
penglihatan.
V. Intervensi
Diagnosa No. 1
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil : Klien akan :


L Melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
L Klien tidak gelisah.
Intervensi :
1. Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan non farmakologi, seperti
berikut :
a. Posisi : Tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah-ubah antara berbaring pada
punggung dan pada sisi yang tidak sakit.
b. Distraksi
c. Latihan relaksasi
R/ Tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan nonfarmakologi memungkinkan klien
untuk memperoleh rasa kontrol terhadap nyeri.
2. Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
R/ Klien kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang nyerinya dan
tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
3. Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
R/ Untuk beberapa klien terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan penghilangan
nyeri yang efektif.
4. Beritahu dokter jika nyeri tidak hilang setelah 1/2 jam pemberian obat, jika nyeri
bertambah.
R/ Tanda ini menunjukkan peningkatan tekanan intraokular atau komplikasi lain.
Diagnosa No.2
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Klien akan :
L Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
L Nilai Labotratorium : SDP normal, kultur negatif.

Intervensi :
1. Tingkatkan penyembuhan luka :
a. Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat.
b. Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai diberitahukan untuk dilepas.
R/ Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang
meningkatkan penyembuhan luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan
penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.
2. Gunakan tehnik aseptik untuk meneteskan tetes mata :
a. Cuci tangan sebelum memulai.
b. Pegang alat penetes agak jauh dari mata.
c. Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat penetes.
d. Ajarkan tehnik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
R/ Tehnik aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko infeksi.
3. Kaji tanda dan gejala infeksi .
a. Kemerahan, edema pada kelopak mata.
b. Injeksi konjungtiva (pembuluh darah menonjol).
c. Drainase pada kelopak mata dan bulu mata.
d. Materi purulen pada bilik anterior (antara kornea dan iris).
e. Peningkatan suhu.
f. Nilai laboratorium abnormal (misal : peningkatan SDP, hasil kultur ).
R/ Deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan
keseriusan infeksi.
4. Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
R/ Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan
farmakologi.

5. Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotika dan steroid..


R/ Mengurangi reaksi radang, dengan steroid dan menghalangi hidupnya bakteri, dengan
antibiotika.
Daftar Pustaka
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta :
EGC
(2000). Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed. 8. Jakarta : EGC
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
Mansjoer, A. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
Publish By ekmal yusuf on Kategory : KMB

Ulkus Kornea et causa Koloboba Palpebra


the inspiration comes from notes
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Ulkus bisa dalam keadaan steril (tidak terinfeksi mikroorganisme) ataupun
terinfeksi. Ulkus terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses respon imun yang
menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea. Terbentuknya ulkus pada
kornea mungkin banyak ditentukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel
baru dan sel radang. 1,2,5
Beratnya ulkus kornea ini juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar dan
virulensi inokulum. Selain radang dan infeksi penyebab lain ulkus kornea adalah defisiensi
vitamin A, lagoftalmus akibat paresa N. VII dan N. III atau neurotropik dan ulkus Mooren.1
Leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak jauh,
yang merupakan jaringan sikatrik setelah penyembuhan proses radang pada kornea yang
lebih dalam.

Koloboma adalah kelainan kongenital akibat defek genetik, di mana palpebra


tidak terbentuk dengan sempurna. Kelainan kongenital ini termasuk salah satu dari beberapa
penyebab terjadinya ulkus kornea.
Etiologi2
Faktor-faktor pencetus terjadinya ulkus kornea:
1.

Adanya kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan adanya insufisiensi sistem lakrimal,
sumbatan saluran lakrimal.

2. Faktor eksternal; luka pada kornea (erosio kornea) karena trauma, penggunaan lensa kontak,
luka bakar pada daerah muka.
3.

Kelainan-kelainan kornea yang di sebabkan oleh: edema kornea kronik, exposure keratitis
(lagoftalmus, anastesi umum, koma, dan kelainan palpebra seperti koloboma).4

4.

Kelainan-kelainan sistemik: malnutrisi, alkoholisme, sindroma Steven Johnson, sindroma


defisiensi imun.

5. Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun misalnya kortikosteroid IDU (Idoryuridine),


anastetik lokal dan golongan imunosupresif lainnya.
Etiologi atau penyebab ulkus kornea adalah;
1.

Bakteri. Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah streptokokkus -hemolitik,
stafilokokkus aureus, moraxella likuefasiens, pseudomonas aeruginosa, nocardia asteroids,
alcaligenes sp., streptokokkus anaerobic, streptokokkus -hemolitik, enterobakter hafnia,
proteus sp., stafilokokkus epidermidis, dan moraxella sp.

2. Virus
3. Jamur
4. Reaksi hipersensitivitas.
Gejala Klinik
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang
merusak epitel kornea. Gejala-gejala yang ditimbulkan olehnya bervariasi tergantung dari
jenis ulkus apakah steril atau infektif, keadaan fisik pasien, besarnya ulkus dan virulensi
inokulum. Ulkus akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat,
fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.1,2,3

Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea


dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau di tengahnya.
Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea.
Gejala yang dapat menyertai adalah penipisan kornea, lipatan Descemet, reaksi jaringan uvea
(akibat gangguan vaskularisasi irirs), berupa suar, hipopion, hifema dan sinekhia posterior.
Biasanya kokus gram positif, stafilokokus aureus dan streptokokus pneumoni akan
memberikan gambaran ulkus yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih
abu-abu pada anak ulkus yang supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena tetap berwarna
jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang.
Bila ulkus disebabkan oleh pseudomonas, maka ulkus akan terlihat melebar
dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning kehijauan terlihat melekat pada permukaan
ulkus. Bila ulkus disebabkan oleh jamur, maka infiltrat akan berwarna abu-abu di keliling
infiltrat halus di sekitarnya (fenomena satelit).
Bila ulkus berbentuk dendrit akan terdapat hipestesi pada kornea. Ulkus yang
berjalan cepat dapat membentuk Decemetocele atau terjadi perforasi kornea yang berakhir
dengan suatu leukoma adherens. Bila proses ulkus berkurang maka akan terlihat
berkurangnya rasa sakit, fotofobia, berkurangnya infiltrat pada tukak dan defek epitel kornea
menjadi bertambah kecil.2
Penatalaksanaan
Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai dengan topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat,
dan perlunya obat sistemik.
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat terang,
kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu.
Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan
pengobatan tidak sembuh dan terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan.2,5,6

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki umur 1 tahun 2 bulan, suku Minahasa, berkebangsaan


Indonesia, agama Kristen Protestan, datang berobat di poliklinik mata Rumah Sakit
Prof.R.D.Kandou pada tanggal 4 Agustus 2008 dengan keluhan utama ada putih di kedua
mata.

ANAMNESIS
Putih di kedua mata dialami pasien sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu.
Putih di mata kiri lebih besar dari mata kanan. Mata kiri terlihat keruh sampai hampir
menutupi semua warna hitam mata. Sebelumnya pasien sering mengalami mata merah yang
hilang timbul meskipun dengan pengobatan. Setiap pagi kelopak mata penderita selalu
terbalik. Sejak usia 3 bulan mata pasien sering ada kotoran, berair dan takut cahaya. Sejak
lahir

kelopak

mata

bagian

atas

pasien

tidak

terbentuk

sempurna.

Riwayat trauma disangkal


Riwayat alergi disangkal
Riwayat keluarga : hanya pasien yang mengalami sakit seperti ini.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis:
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Nadi = 98x/menit
Respirasi = 28x/menit
Suhu badan = 36,70
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus
Thoraks : jantung dan paru tidak ada kelainan
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba

Ekstremitas : akral hangat, deformitas tidak ada.


Status neurologi : motorik dan sensibilitas baik, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)

PEMERIKSAAN KHUSUS/STATUS OFTALMOLOGIS


Untuk pemeriksaan khusus mata (oftalmologi) pasien, hanya dilakukan
pemeriksaan objektif sebab untuk pemeriksaan subjektif, yaitu pemeriksaan visus belum
dapat dievaluasi. Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi ditemukan; pada mata kanan di
temukan koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal, kornea jernih dengan
bercak leukoma di kuadran kiri bawah, pupil bulat, refleks cahaya positif, fotofobia positif.
Pada mata kiri ditemukan koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal, ulkus
kornea positif, permukaan kasar dan datar, pupil susah dievaluasi karena keruhnya kornea,
fotofobia positif.

RESUME
Seorang anak laki-laki umur 1 tahun 2 bulan, datang berobat di poliklinik mata
Rumah Sakit Prof.R.D.Kandou pada tanggal 4 Agustus 2008 dengan keluhan utama ada putih
di kedua mata sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Mata kiri terlihat keruh sampai hampir
menutupi semua warna hitam mata. Mata merah yang hilang timbul (+). Kotoran pada mata
(+), mata berair (+) dan takut cahaya (+). Setiap pagi kelopak mata penderita selalu terbalik.
VODS; t.d.e,
OD: koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal, kornea jernih dengan bercak
leukoma di kuadran kiri bawah, pupil bulat isokor, refleks cahaya (+), fotofobia (+).
OS: koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal, ulkus kornea (+), permukaan
kasar dan datar, pupil susah dievaluasi karena keruhnya kornea, fotofobia (+).

DIAGNOSIS
Ulkus kornea OS
Leukoma OD
Koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal ODS

PENANGANAN
Pasien MRS
Ulcori ED 6 dd gtt I OS
Gentamycin EO 3 dd app OS
Lyteers ED 1 gtt/2jam
Cefadroxyl syrup 3dd cth
Tutup palpebra ODS
Direncanakan untuk operasi plastik untuk menutup koloboma palpebra superior.

PROGNOSA
Dubia ad bonam

BAB III
DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


oftalmologi.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama terdapat putih di kedua mata pasien
kurang lebih 2 minggu, mata kiri pasien terlihat keruh sampai hampir menutupi seluruh
warna hitam mata. Sebelumnya pasien sering mengalami mata merah, mata ada kotoran,
berair dan takut cahaya. Hal ini sesuai dengan gejala dari ulkus kornea, yaitu: mata merah,
sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.
Pada pemeriksaan objektif ditemukan adanya koloboma palpebra superior
bilateral (ODS). Koloboma palpebra superior bilateral ini merupakan faktor pencetus
terjadinya ulkus kornea pada pasien. Koloboma palpebra superior bilateral adalah kelainan
kongenital akibat defek genetik, di mana palpebra tidak terbentuk dengan sempurna. Defek
pada kedua palpebra superior ini mengakibatkan suatu exposure atau pemaparan pada
permukaan kornea dan konjungtiva sehingga terjadi kekeringan kornea. Dengan kekeringan

ini memudahkan terjadi trauma pada kornea dan konjungtiva serta terjadi infeksi.
Kelanjutannya adalah ulserasi kornea.
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang
merusak epitel kornea. Gejala-gejala yang ditimbulkan olehnya bervariasi tergantung dari
jenis ulkus apakah steril atau infektif, keadaan fisik pasien, besarnya ulkus dan virulensi
inokulum. Ulkus akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat,
fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.1,2,3
Pada mata kanan pasien ditemukan leukoma. Leukoma adalah suatu bercak
putih porselen yang tampak dari jarak jauh. Leukoma ini merupakan jaringan parut yang
dihasilkan dari proses penyembuhan peradangan pada bagian kornea yang lebih dalam.
Pada mata kiri pasien ditemukan ulkus kornea. Ulkus ini menyebabkan
terjadinya kekeruhan pada kornea; permukaan kornea tampak tidak licin. Kekeruhan pada
kornea pasien berwarna putih kelabu, keruh dengan batas tidak jelas dan permukaan tidak
licin. Kornea yang normal berwarna jernih dan transparan, tidak ada vaskularisasi.
Permukaan kornea yang tidak licin menandakan adanya defek pada permukaan kornea akibat
hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan. Tejadinya kematian jaringan
permukaan kornea pada pasien ini disebabkan oleh exposure sehingga permukaan kornea
menjadi kering. Karena kekeringan, permukaan kornea mudah mengalami trauma dan iritasi
kronis, sebab jaringan lapisan epitel kornea tidak mendapatkan suplai nutrisi dari air mata
yang seharusnya terus-menerus membasahi permukaan kornea. Dengan demikian kematian
jaringan sangat mudah terjadi. Setelah ada kematian jaringan, maka terjadi proses inflamasi
yang ditandai dengan adanya infiltrat yang membuat kornea menjadi keruh.1,2,3,5
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan pada
waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang mengan dung
banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada kornea, maka badan kornea,
wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma kornea segera bekerja sebagai
makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan
tampak sebagai injeksi di perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat
yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan
tidak licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah
ulkus kornea.1,3

Ulkus kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma.


Kalau terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin dari
peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui membrana
Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke chamber oculi anterior (COA). Dengan demikian
iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan COA disusul dengan
terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini steril, tidak mengandung kuman.1
Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra okuler dapat menonjol ke luar
dan disebut keratektasi. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membrana
Descemet dapat timbul tonjolan pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau
mata lalat.1
Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat
sembuh dengan tidak meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam penyembuhan
berakhir dengan terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti
awan yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak
putih yang tampak jelas di kamar terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen
yang tampak dari jarak jauh.1,4
Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan terjadinya perforasi. Adanya
perforasi membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung dari bagian dalam
mata dengan dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan
timbulnya

endoftalmitis,

panoftalmi

dan

berakhir

dengan

ptisis

bulbi.

Dengan terjadinya perforasi cairan COA dapat mengalir ke luar dan iris mengikuti gerakan
ini ke depan sehingga iris melekat pada luka kornea yang perforasi dan disebut sinekhia
anterior atau iris dapat menonjol ke luar melalui lubang perforasi tersebut dan disebut iris
prolaps yang menyumbat fistel.
Pada waktu adanya perforasi tekanan intraokuler menurun. Oleh karena timbul
peradangan iris dan badan siliar maka cairan COA mengandung fibrin dan fibrin ini menutup
fistel sehingga tekanan intraokuler meningkat lagi. Dengan naiknya tekanan intraokuler,
fibrin yang menutup fistel terlepas kembali dan fistelpun terbuka lagi. Jadi fistel hilang
timbul berganti-ganti sampai terbentuk sikatrik di kornea. Karena itulah maka pada
pemerikasaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian fluoresin bola mata harus
ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinya dari fistel sehingga cairan COA dapat mengalir
keluar melalui fistel seperti air mancur pada tempat ulkus dengan fistel tersebut.
Bila pada tempat perforasi kornea dan iris prolaps kemudian terjadi jaringan parut, maka

disebut leukoma adherens di mana pada tempat tersebut terjadi penyempitan sudut COA oleh
adanya sinekia anterior, menyebabkan aliran balik cairan di sudut COA menjadi terganggu,
yang dapat menyebabkan timbulnya peninggian tekanan intraokuler dan menjadi glaukoma
sekunder. Berhubung jaringan parut pada leukoma adherens tidak kuat, adanya glaukoma
sekunder dapat menyebabkan menonjolnya leukoma tersebut yang disebut stafiloma kornea
yang tampak seperti anggur.1,2
Ulkus kornea sembuh dengan dua cara: migrasi sel-sel epitel sekeliling ulkus
disertai dengan mitosis dan masuknya vaskularisasi dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang
kecil akan sembuh dengan cara yang pertama, ulkus yang lebih besar dan dalam biasanya
akan mengakibatkan munculnya pembuluh darah untuk mensuplai sel-sel radang. Leukosit
dan fibroblas menghasilkan jaringan granulasi dan sikatrik sebagai hasil penyembuhan.
Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai dengan sediaan topikal, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi,
pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat, dan perlunya obat
sistemik. Pengobatan atau terapi pada ulkus kornea bertujuan untuk menghalangi hidupnya
bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid.
Secara umum ulkus diobati sebagai berikut:
1. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator.
2. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
3. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder,
4. Debridemen sangat membantu penyembuhan.
5. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali bila keadaan berat.
Pada pasien ini disarankan agar mata selalu dibersihkan bila ada sekret.
Diberikan tetes air mata artifisial yang harus diteteskan pada kedua mata setiap 2 jam untuk
mencegah terjadinya kekeringan pada mata sehingga dapat memperparah proses radang pada
ulkus kornea.
Pada mata kiri, ulkus diterapi dengan antibiotika topikal yaitu gentamicyn
ointment dengan tujuan membunuh bakteri penyebab infeksi sehingga proses inflamasi akan
berkurang.

Koreksi pembedahan pada kelainan palpebra merupakan solusi bagi pasien ini
agar matanya

bisa terhindar dari

exposure yang mencetuskan ulserasi kornea.

Pengobatan dihentikan apabila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat terang.
Prognosis pada pasien ulkus kornea pada umumnya baik, tergantung pada
ukuran

dan

dalamnya

ulkus,

pengobatan

dan

faktor-faktor

pencetus.

Orang tua pasien dianjurkan untuk selalu memperhatikan keadaan mata pasien, khususnya
selama belum dilakukan koreksi koloboma palpebranya.5

Ulkus Kornea et causa Koloboba Palpebra


the inspiration comes from notes
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Ulkus bisa dalam keadaan steril (tidak terinfeksi mikroorganisme) ataupun
terinfeksi. Ulkus terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses respon imun yang
menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea. Terbentuknya ulkus pada
kornea mungkin banyak ditentukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel
baru dan sel radang. 1,2,5
Beratnya ulkus kornea ini juga ditentukan oleh keadaan fisik pasien, besar dan
virulensi inokulum. Selain radang dan infeksi penyebab lain ulkus kornea adalah defisiensi
vitamin A, lagoftalmus akibat paresa N. VII dan N. III atau neurotropik dan ulkus Mooren.1
Leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak jauh,
yang merupakan jaringan sikatrik setelah penyembuhan proses radang pada kornea yang
lebih dalam.
Koloboma adalah kelainan kongenital akibat defek genetik, di mana palpebra
tidak terbentuk dengan sempurna. Kelainan kongenital ini termasuk salah satu dari beberapa
penyebab terjadinya ulkus kornea.
Etiologi2
Faktor-faktor pencetus terjadinya ulkus kornea:
1.

Adanya kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan adanya insufisiensi sistem lakrimal,
sumbatan saluran lakrimal.

2. Faktor eksternal; luka pada kornea (erosio kornea) karena trauma, penggunaan lensa kontak,
luka bakar pada daerah muka.

3.

Kelainan-kelainan kornea yang di sebabkan oleh: edema kornea kronik, exposure keratitis
(lagoftalmus, anastesi umum, koma, dan kelainan palpebra seperti koloboma).4

4.

Kelainan-kelainan sistemik: malnutrisi, alkoholisme, sindroma Steven Johnson, sindroma


defisiensi imun.

5. Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun misalnya kortikosteroid IDU (Idoryuridine),


anastetik lokal dan golongan imunosupresif lainnya.
Etiologi atau penyebab ulkus kornea adalah;
1.

Bakteri. Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah streptokokkus -hemolitik,
stafilokokkus aureus, moraxella likuefasiens, pseudomonas aeruginosa, nocardia asteroids,
alcaligenes sp., streptokokkus anaerobic, streptokokkus -hemolitik, enterobakter hafnia,
proteus sp., stafilokokkus epidermidis, dan moraxella sp.

2. Virus
3. Jamur
4. Reaksi hipersensitivitas.
Gejala Klinik
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang
merusak epitel kornea. Gejala-gejala yang ditimbulkan olehnya bervariasi tergantung dari
jenis ulkus apakah steril atau infektif, keadaan fisik pasien, besarnya ulkus dan virulensi
inokulum. Ulkus akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat,
fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.1,2,3
Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada kornea
dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau di tengahnya.
Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea.
Gejala yang dapat menyertai adalah penipisan kornea, lipatan Descemet, reaksi jaringan uvea
(akibat gangguan vaskularisasi irirs), berupa suar, hipopion, hifema dan sinekhia posterior.
Biasanya kokus gram positif, stafilokokus aureus dan streptokokus pneumoni akan
memberikan gambaran ulkus yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih
abu-abu pada anak ulkus yang supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena tetap berwarna
jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang.
Bila ulkus disebabkan oleh pseudomonas, maka ulkus akan terlihat melebar
dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning kehijauan terlihat melekat pada permukaan

ulkus. Bila ulkus disebabkan oleh jamur, maka infiltrat akan berwarna abu-abu di keliling
infiltrat halus di sekitarnya (fenomena satelit).
Bila ulkus berbentuk dendrit akan terdapat hipestesi pada kornea. Ulkus yang
berjalan cepat dapat membentuk Decemetocele atau terjadi perforasi kornea yang berakhir
dengan suatu leukoma adherens. Bila proses ulkus berkurang maka akan terlihat
berkurangnya rasa sakit, fotofobia, berkurangnya infiltrat pada tukak dan defek epitel kornea
menjadi bertambah kecil.2
Penatalaksanaan
Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai dengan topikal dan subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat,
dan perlunya obat sistemik.
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid.
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat terang,
kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1-2 minggu.
Pada ulkus kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan
pengobatan tidak sembuh dan terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan.2,5,6

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki umur 1 tahun 2 bulan, suku Minahasa, berkebangsaan


Indonesia, agama Kristen Protestan, datang berobat di poliklinik mata Rumah Sakit
Prof.R.D.Kandou pada tanggal 4 Agustus 2008 dengan keluhan utama ada putih di kedua
mata.

ANAMNESIS

Putih di kedua mata dialami pasien sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu.
Putih di mata kiri lebih besar dari mata kanan. Mata kiri terlihat keruh sampai hampir
menutupi semua warna hitam mata. Sebelumnya pasien sering mengalami mata merah yang
hilang timbul meskipun dengan pengobatan. Setiap pagi kelopak mata penderita selalu
terbalik. Sejak usia 3 bulan mata pasien sering ada kotoran, berair dan takut cahaya. Sejak
lahir

kelopak

mata

bagian

atas

pasien

tidak

terbentuk

sempurna.

Riwayat trauma disangkal


Riwayat alergi disangkal
Riwayat keluarga : hanya pasien yang mengalami sakit seperti ini.

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis:
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Nadi = 98x/menit
Respirasi = 28x/menit
Suhu badan = 36,70
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus
Thoraks : jantung dan paru tidak ada kelainan
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas : akral hangat, deformitas tidak ada.
Status neurologi : motorik dan sensibilitas baik, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)

PEMERIKSAAN KHUSUS/STATUS OFTALMOLOGIS


Untuk pemeriksaan khusus mata (oftalmologi) pasien, hanya dilakukan
pemeriksaan objektif sebab untuk pemeriksaan subjektif, yaitu pemeriksaan visus belum
dapat dievaluasi. Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi ditemukan; pada mata kanan di
temukan koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal, kornea jernih dengan
bercak leukoma di kuadran kiri bawah, pupil bulat, refleks cahaya positif, fotofobia positif.
Pada mata kiri ditemukan koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal, ulkus

kornea positif, permukaan kasar dan datar, pupil susah dievaluasi karena keruhnya kornea,
fotofobia positif.

RESUME
Seorang anak laki-laki umur 1 tahun 2 bulan, datang berobat di poliklinik mata
Rumah Sakit Prof.R.D.Kandou pada tanggal 4 Agustus 2008 dengan keluhan utama ada putih
di kedua mata sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Mata kiri terlihat keruh sampai hampir
menutupi semua warna hitam mata. Mata merah yang hilang timbul (+). Kotoran pada mata
(+), mata berair (+) dan takut cahaya (+). Setiap pagi kelopak mata penderita selalu terbalik.
VODS; t.d.e,
OD: koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal, kornea jernih dengan bercak
leukoma di kuadran kiri bawah, pupil bulat isokor, refleks cahaya (+), fotofobia (+).
OS: koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal, ulkus kornea (+), permukaan
kasar dan datar, pupil susah dievaluasi karena keruhnya kornea, fotofobia (+).

DIAGNOSIS
Ulkus kornea OS
Leukoma OD
Koloboma palpebra superior pada sepertiga daerah nasal ODS

PENANGANAN
Pasien MRS
Ulcori ED 6 dd gtt I OS
Gentamycin EO 3 dd app OS
Lyteers ED 1 gtt/2jam
Cefadroxyl syrup 3dd cth
Tutup palpebra ODS
Direncanakan untuk operasi plastik untuk menutup koloboma palpebra superior.

PROGNOSA
Dubia ad bonam

BAB III
DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


oftalmologi.
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama terdapat putih di kedua mata pasien
kurang lebih 2 minggu, mata kiri pasien terlihat keruh sampai hampir menutupi seluruh
warna hitam mata. Sebelumnya pasien sering mengalami mata merah, mata ada kotoran,
berair dan takut cahaya. Hal ini sesuai dengan gejala dari ulkus kornea, yaitu: mata merah,
sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.
Pada pemeriksaan objektif ditemukan adanya koloboma palpebra superior
bilateral (ODS). Koloboma palpebra superior bilateral ini merupakan faktor pencetus
terjadinya ulkus kornea pada pasien. Koloboma palpebra superior bilateral adalah kelainan
kongenital akibat defek genetik, di mana palpebra tidak terbentuk dengan sempurna. Defek
pada kedua palpebra superior ini mengakibatkan suatu exposure atau pemaparan pada
permukaan kornea dan konjungtiva sehingga terjadi kekeringan kornea. Dengan kekeringan
ini memudahkan terjadi trauma pada kornea dan konjungtiva serta terjadi infeksi.
Kelanjutannya adalah ulserasi kornea.
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma ringan yang
merusak epitel kornea. Gejala-gejala yang ditimbulkan olehnya bervariasi tergantung dari
jenis ulkus apakah steril atau infektif, keadaan fisik pasien, besarnya ulkus dan virulensi
inokulum. Ulkus akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat,
fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor.1,2,3
Pada mata kanan pasien ditemukan leukoma. Leukoma adalah suatu bercak
putih porselen yang tampak dari jarak jauh. Leukoma ini merupakan jaringan parut yang
dihasilkan dari proses penyembuhan peradangan pada bagian kornea yang lebih dalam.
Pada mata kiri pasien ditemukan ulkus kornea. Ulkus ini menyebabkan
terjadinya kekeruhan pada kornea; permukaan kornea tampak tidak licin. Kekeruhan pada

kornea pasien berwarna putih kelabu, keruh dengan batas tidak jelas dan permukaan tidak
licin. Kornea yang normal berwarna jernih dan transparan, tidak ada vaskularisasi.
Permukaan kornea yang tidak licin menandakan adanya defek pada permukaan kornea akibat
hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan. Tejadinya kematian jaringan
permukaan kornea pada pasien ini disebabkan oleh exposure sehingga permukaan kornea
menjadi kering. Karena kekeringan, permukaan kornea mudah mengalami trauma dan iritasi
kronis, sebab jaringan lapisan epitel kornea tidak mendapatkan suplai nutrisi dari air mata
yang seharusnya terus-menerus membasahi permukaan kornea. Dengan demikian kematian
jaringan sangat mudah terjadi. Setelah ada kematian jaringan, maka terjadi proses inflamasi
yang ditandai dengan adanya infiltrat yang membuat kornea menjadi keruh.1,2,3,5
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan pada
waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang mengan dung
banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada kornea, maka badan kornea,
wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma kornea segera bekerja sebagai
makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan
tampak sebagai injeksi di perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat
yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan
tidak licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah
ulkus kornea.1,3
Ulkus kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma.
Kalau terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin dari
peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui membrana
Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke chamber oculi anterior (COA). Dengan demikian
iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan COA disusul dengan
terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini steril, tidak mengandung kuman.1
Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra okuler dapat menonjol ke luar
dan disebut keratektasi. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membrana
Descemet dapat timbul tonjolan pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau
mata lalat.1
Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat
sembuh dengan tidak meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam penyembuhan
berakhir dengan terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti

awan yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak
putih yang tampak jelas di kamar terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen
yang tampak dari jarak jauh.1,4
Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan terjadinya perforasi. Adanya
perforasi membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung dari bagian dalam
mata dengan dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan
timbulnya

endoftalmitis,

panoftalmi

dan

berakhir

dengan

ptisis

bulbi.

Dengan terjadinya perforasi cairan COA dapat mengalir ke luar dan iris mengikuti gerakan
ini ke depan sehingga iris melekat pada luka kornea yang perforasi dan disebut sinekhia
anterior atau iris dapat menonjol ke luar melalui lubang perforasi tersebut dan disebut iris
prolaps yang menyumbat fistel.
Pada waktu adanya perforasi tekanan intraokuler menurun. Oleh karena timbul
peradangan iris dan badan siliar maka cairan COA mengandung fibrin dan fibrin ini menutup
fistel sehingga tekanan intraokuler meningkat lagi. Dengan naiknya tekanan intraokuler,
fibrin yang menutup fistel terlepas kembali dan fistelpun terbuka lagi. Jadi fistel hilang
timbul berganti-ganti sampai terbentuk sikatrik di kornea. Karena itulah maka pada
pemerikasaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian fluoresin bola mata harus
ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinya dari fistel sehingga cairan COA dapat mengalir
keluar melalui fistel seperti air mancur pada tempat ulkus dengan fistel tersebut.
Bila pada tempat perforasi kornea dan iris prolaps kemudian terjadi jaringan parut, maka
disebut leukoma adherens di mana pada tempat tersebut terjadi penyempitan sudut COA oleh
adanya sinekia anterior, menyebabkan aliran balik cairan di sudut COA menjadi terganggu,
yang dapat menyebabkan timbulnya peninggian tekanan intraokuler dan menjadi glaukoma
sekunder. Berhubung jaringan parut pada leukoma adherens tidak kuat, adanya glaukoma
sekunder dapat menyebabkan menonjolnya leukoma tersebut yang disebut stafiloma kornea
yang tampak seperti anggur.1,2
Ulkus kornea sembuh dengan dua cara: migrasi sel-sel epitel sekeliling ulkus
disertai dengan mitosis dan masuknya vaskularisasi dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang
kecil akan sembuh dengan cara yang pertama, ulkus yang lebih besar dan dalam biasanya
akan mengakibatkan munculnya pembuluh darah untuk mensuplai sel-sel radang. Leukosit
dan fibroblas menghasilkan jaringan granulasi dan sikatrik sebagai hasil penyembuhan.
Pengobatan umumnya untuk ulkus kornea adalah dengan sikloplegik,
antibiotika yang sesuai dengan sediaan topikal, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi,

pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat, dan perlunya obat
sistemik. Pengobatan atau terapi pada ulkus kornea bertujuan untuk menghalangi hidupnya
bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid.
Secara umum ulkus diobati sebagai berikut:
1. Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai inkubator.
2. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
3. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder,
4. Debridemen sangat membantu penyembuhan.
5. Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali bila keadaan berat.
Pada pasien ini disarankan agar mata selalu dibersihkan bila ada sekret.
Diberikan tetes air mata artifisial yang harus diteteskan pada kedua mata setiap 2 jam untuk
mencegah terjadinya kekeringan pada mata sehingga dapat memperparah proses radang pada
ulkus kornea.
Pada mata kiri, ulkus diterapi dengan antibiotika topikal yaitu gentamicyn
ointment dengan tujuan membunuh bakteri penyebab infeksi sehingga proses inflamasi akan
berkurang.
Koreksi pembedahan pada kelainan palpebra merupakan solusi bagi pasien ini
agar matanya

bisa terhindar dari

exposure yang mencetuskan ulserasi kornea.

Pengobatan dihentikan apabila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat terang.
Prognosis pada pasien ulkus kornea pada umumnya baik, tergantung pada
ukuran

dan

dalamnya

ulkus,

pengobatan

dan

faktor-faktor

pencetus.

Orang tua pasien dianjurkan untuk selalu memperhatikan keadaan mata pasien, khususnya
selama belum dilakukan koreksi koloboma palpebranya.5

Contoh kasus Mata

CONTOH KASUS
1. Kasus :Pasien laki-laki 42 tahun datang dengan keluhan mata kanan panas dan nyeri setelah
terkena percikan logam alumunium panas sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Mata

pasien merah, nrocoh, silau, dan pandangannya kabur. Kelopak mata pasien bengkak. Tidak
-

ada riwayat keluarnya darah dari mata pasien.


Dari status oftalmologi mata kanan pasien:
Posisi bola mata ortophoria, gerakan bola mata orthoforia, penurunan visus: 1/60, palpebra
spasme, edema, dan entropion, konjungtiva didapatkan CI (+), PCI (+), iskemik limbus, luka
bakar, kornea, didapatkan erosi epitel seluruh kornea, COA dalam, Pupil notround, RP (-),
midmidriasis, Lensa kesan tampak jernih, TIO dengan pemeriksaan digital: peningkatan

tekanan intraokuler pada mata kanan.


Sedangkan status oftalmologi mata kiri pasien:
Posisi bola mata ortophoria, gerakan bola mata orthoforia, visus: 5/5, palpebra edema dan
didapatkan corpus alienum margo palpebra superior dan inferior, konjungtiva didapatkan PCI
(+), kornea, didapatkan erosi di jam 7 paracentral sedalam epitel, COA dalam, Pupil round,
RP (+), 3mm, Lensa jernih, TIO dengan pemeriksaan digital: normal.

Diagnosa :
Trauma oculi termis dan khemis grade IV dengan komplikasi keratopathy + OS trauma oculi

termis dan khemis grade I dengan komplikasi edema palpebra.


A. Pengertian
Trauma okuli adalahtindakan sengaja maupun tidak sengaja yang menimbulkan perlukaan
mata.Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.

B. Tanda dan Gejala


Dari literatur didapatkan manifestasi yang dapat terjadi pada trauma mata antara lain:
a. Nyeri
b. Mata merah
c. Tanda-tanda iritasi
d. Keluarnya air mata yang berlebihan
e. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata
f. Merasa ada sesuatu pada mata
g. Pembengkakan kelopak mata
h. Penglihatan kabur.
C. Tindakan
Pada fase kejadian (immediate), tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia
meliputi

pembilasan

yang

dilakukan

segera

dengan

anestesi

topikal

terlebih

dahulu.Pembilasan dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal.Jika
ada benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga telah terjadi
penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan irigasi bilik mata depan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

dengan larutan RL. Teknik irigasi :


Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan.
Gunakan anestesi lokal jika diperlukan
Buka kelopak mata secara hati-hati dengan penekanan di tulang, bukan di bola mata.
Bilas kornea dan forniks secara lembut menggunakan larutan steril 30 cm di atas mata.
Bersihkan semua partikel dengan menggunakan kapas aplikator atau dengan forceps.
Lakukan pembilasan juga pada konjungtiva palpebral dengan mengeversi kelopak mata.
Terapi yang diberikan pada pasien ini sebagai berikut.

Ekstraksi corpus alienum dan eksplorasi untuk mengeksplorasi luka dan mencegah
perlukaan mata lebih lanjut akibat corpus alienum.

Irigasi RL 2L ODS untuk menetralisir efek bahan kimia dan panas pada mata.

Tobro ed 61 ODS merupakan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi sekunder.

SA 1% 31 ODS sebagai sikloplegik untuk merelaksasikan iris sehingga mengurangi


nyeri dan mencegah sinekia posterior.

Timolol 0,5% 21 ODS sebagai agen penghambat beta adrenergik yang mengurangi
efek saraf simpatis dalam mendilatasi pupil.

Doksisiklin 2100 mg merupakan antibiotik sistemik untuk memperkuat efek


antibiotik topikal.

Vit C 2000 mg untuk membantu reepitelialisasi kornea dan mempercapat


penyembuhan.

Oculotect eg 41 ODS untuk mencegah kekeringan mata dan mempercepat


reepitelialisasi kornea.

Repithel eo 41 ODS merupakan air mata buatan dengan kandungan vitamin A untuk
mempercepat reepitelialisasi kornea.

EDTA ed 31 OD sebagai buffer untuk mengikat ion-ion logam berat yang masih
tertinggal di mata.

Glaukon 2250 mg merupakan agen antiglaukoma yang bekerja sebagai inhibitor


karbonik anhidrase sehingga dapat mengurangi produksi humor aqueous.

D. Komentar
Penurunan visus pada pasien disebabkan adanya kerusakan pada kornea yang merupakan
media refraksi.Kerusakan kornea dapat disebabkan karena panas maupun derajat keasaman
logam aluminium.Panas dan nyeri pada mata pasien disebabkan oleh rangsangan logam
alumunium panas pada ujung-ujung saraf kornea dan konjungtiva.Rangsangan ini juga
meningkatkan sekresi kelenjar lakrimal sehingga terjadi epifora.Jaringan orbita yang terkena
rangsangan mengalami inflamasi.Inflamasi pada palpebra menyebabkan edema palbebra serta
entropion dan blefarospasme akibat nyeri.Inflamasi pada konjungtiva menyebabkan
pelebaran pembuluh darah konjungtiva yang tampak sebagai conjunctival injection dan
pericorneal injection.Akibat rangsangan panas juga terjadi iskemik pada limbus 360 dan
luka bakar pada konjungtiva.Kornea mata pasien mengalami kerusakan jaringan berupa erosi
pada seluruh permukaannya.Inflamasi pada iris dan rangsangan ujung saraf kornea
menyebabkan dilatasi pembuluh darah iris dan kontraksi iris sehingga pupil pasien tampak
midmidriasis, reflek pupil negatif, dan pasien mengalami fotofobia. Peningkatan TIO pada
mata kanan pasien dapat disebabkan inflamasi iris yang menyebabkan iris menempel pada
lensa sehingga terjadi blok pupil, dapat juga disebabkan adanya sel-sel inflamasi yang
menyumbat trabekula meshwork sehingga mengganggu aliran humor aqueous.
Walaupun trauma mata ini tidak mengancam nyawa, prognosis pada pasien ini dubia et
malam karena adanya kerusakan kornea secara menyeluruh sehingga visus mata yang
mengalami trauma sulit untuk dikembalikan. Di samping itu, adanya luka bakar dan iskemik
limbus 360 pada konjungtiva menyebabkan proses penyembuhannya lebih sulit. Secara
kosmetik, hasilnya juga kurang baik karena adanya luka bakar pada bagian wajah.
2.

Kasus :Perempuan, 18 tahun datang ke Poli mata RSUP NTB dengan keluhan keduamata merah. Pada
awalnya mata kiri merah sejak 4 hari yang lalu, 2 hari kemudiandiikuti oleh mata kanan. Mata bengkak(+)
rasa berpasir pada mata (-), perih (+)kotoran (++) berwarna kekuningan terutama di pagi hari ketika bangun
tidur dan mataterasa perih, gatal (+), berair (+), silau (-), demam (-).Pada pemeriksaan mata kanan di dapatkan:
visus 6/6, kulit palpebra superior etinferior edema (-), hiperemi (-). Konjungtiva palpebra inferior
hiperemi (+), folikel (-),injeksi konjungtiva (+). Margo palpebra kotoran (-). Kornea, bilik mata depan dan

irisdalam batas normal. Pupil ukurannya 3 mm, reflek langsung dan tak langsung (+),lensa jernih. TIO
kesan normal. Tes sensibilitas normal. Pada mata kiri di dapat : visus6/6, kulit palpebra
superior et inferior edema (-), hiperemi (-). Konjungtiva palpebrainferior hiperemi (+), folikel
(-), injeksi konjungtiva (+). Margo palpebra kotoran (-).Kornea, bilik mata depan dan iris
dalam batas normal. Pupil ukurannya 3 mm, reflek langsung dan tak langsung (+), lensa
jernih. TIO kesan normal. Tes sensibilitas normal.
- Diagnosa :
Pasien didiagnosis dengan konjungtivitis Alergika OD et OS.
a.
Pengertian
Konjungtivitis merupakan peradangan atau radang selaput lendir yang menutupi belakang
kelopak mata.Penyakit ini bervariasi dari hiperimia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulen kental.
Konjungtivitis dapat di klasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu : Konjungtivitis bakteri,
Konjungtivitis virus, Konjungtivitis klamidia, Konjungtivitis alergi.

b. Tanda dan Gejala


Gejalapenting pada konjungtivitis adalah sensasi adanya benda asing pada mata,gatal, dan fotofobia.
Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemi, mata berair, eksudasi, hipertropi papiler,
pseudoptosis, kemosis, folikel, pseudomembran,granuloma.
Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata.Ciri khasnya adalahkeluar kotoran
mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan.Palpebralengket pada saat bangun tidur dan
kadang-kadang terjadi edema palpebra.Infeksi biasanya dimulai pada satu mata dan menular
ke smata sebelah melalui tangan. Infeksidapat menyebar ke orang lain.Pada konjungtivitis virus,

mata sangat berair.Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit.Konjungtivitis klamidia


merupakan

suatu

bentuk

konjungtivitis

kronik

yangdisebabkan

olehChlamydia

trachomatis.Pasien mengeluhkan fotofobia, mata gataldan mata berair.Pada pemeriksaan mata


dapat ditemukan folikel pada konjungtivatarsus superior, secret yang jernih bila tidak ada
infeksi sekunder.Dapat puladitemukan panus dan jaringan parut.Sedangkan pada konjungtivitis
alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya,selain mata berwarna merah, mata juga akan
terasa gatal. Gatal ini juga seringkalidirasakan dihidung.Produksi air mata juga berlebihan sehingga
mata sangat berair.Pada pasien ini didapatkan tanda dan gejala berupa mata merah, berair,
bengkak,kadang terasa gatal dan kotoran yang banyak berwarna kekuningan. Selain itu jugaterdapat
keluhan adanya perasaan perih pada mata, adanya demam disangkal oleh pasien.Pada
pemeriksaan di dapatkan injeksi konjungtiva dan hiperemi padakojungtiva palpebra.
c. Tindakan
Untuk diagnosis pasti pada kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada sekret.Jika
ditemukan PMN berarti merupakan konjungtivitis bakteri.Jikaleukosit yang ditemukan adalah
MN berarti merupakan konjungtivitis viral.Dan jika pada pemeriksaan didapatkan eosinofil
hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebutmenderita konjungtivitis alergika.Jika sudah dapat
ditegakkan pasien ini menderita konjungtivitis alergika penanganan pada pasien ini dengan
memberikan terapi medikamentosa yaitu dengan pemberian antihistamin peroral, serta
1.

vasokonstriktor untuk mengurangi hiperemi.Selain itu berikan KIE pada pasien yaitu :
Menganjurkan pasien untuk tidak menggosok gosok matanya. Setiap kali pasien memegang mata yang

sakit pasien harus mencuci tangan.


2. Menggunakan kaca mata untuk melindungi mata dari debu dan angin yangdapat memperparah gejala.
d. Komentar
Untuk mengobati konjungtivitis karena bakteri, diberikan salep yang mengandung
polimiksin dengan basitrasin, eritromisin atau tetrasiklin, yang dioleskan langsung ke
mata.50% pasien yang menderita konjungtivitis klamidia juga menderita infeksi klamidia di
bagian tubuh lainnya, kaena itu juga diberikan eritromisin per-oral (melalui mulut).''
Konjungtivitis karena virus herpes diobati dengan obat tetes mata atau salep trifluridin
dan salep idoksuridin. Juga diberikan obat anti virus asiklovir dengan pertimbangan bahwa
virus telah menyebar atau akan menyebar ke otak dan organ lainnya.
Salep kortikosteroid tidak diberikan karena akan memperburuk infeksi klamidia maupun
infeksi virus herpes.
Untuk mencegah konjungtivitis, kepada pasien secara rutin diberikan salep atau tetes
mata perak nitrat, eritromisin atau tetrasiklin
3.Kasus :Seorang penderita perempuan, umur 18 tahun datang ke poli klinik mata RSUDProf.
Dr. R. D Kandou pada tanggal 21 Juni 2011 dengan keluhan utama benjolandimata kanan.

Benjolan pada kelopak mata kanan bawah dialami penderita sejak 4 bulan yang lalu.Benjolan
tesebut tidak sakit, tidak gatal, pada perabaan keras,tidak ada nyeri pada penekanan, dan tidak
ada penurunan penglihatan.Pemeriksaan fisik : Status Oftalmologis OD: Benjolan di
palperbra inferior bagianmedial, benjolannya keras, melekat pada tarsus akan tetapi lepas dari
kulit, tidak hiperemis, nyeri tekan (-), dan pada ujung kelenjar meibom terdapat masa
kuningdari sekresi yang tertahan.
- diagnosa :Kalazion Palpebra Inferior Oculus Dextra.
a. Pengertian
Kalazion merupakan peradangan lipogranuloma pada kelenjar Meibomatau kelenjar
Zeis yang tersumbat.Penyebabnya tidak diketahui danmengakibatkan pembengkakan yang
tidak sakit pada kelopak.Dapat mengenaisatu atau beberapa kelenjar dan terjadi secara
perlahan-lahan sampai beberapaminggu.
Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar Meibom dan kelenjar Zeis.Kelenjar Zeis
pada pangkal rambut dan kelenjar Meibom pada tarsus.kelenjar Meibom adalah kelenjar sebasea yang
menghasilkan minyak yang membentuk permukaan selaput air mata dengan infeksi ringan
dan mengakibatkan peradangankronis pada kelenjar tersebut. Kalazion dapat mengenai semua umur.

b. Tanda dan Gejala


Pada awalnya, kalazion tampak dan terasa seperti hordeolum, kelopak mata
membengkak, nyeri dan mengalami iritasi.Beberapa hari kemudian gejala tersebut
menghilang dan meninggalkan pembengkakan bundar tanpa rasa nyeri pada kelopak mata
dan tumbuh secara perlahan.Di bawah kelopak mata terbentuk daerah kemerahan atau abuabu.
c. Tindakan
Pengobatan Kalazion yaitu dengan memberikan kompres hangat selama10-20 menit 4 kali
sehari dengan pijatan ringan diatas lesi.Berikan antibiotikatopikal dan steroid disertai
kompres hangat.Jika kalazion tidak bisa sembuhsetelah 3-4 minggu melalui terapi medis yang tepat
dan pasien ingin kalaziondihilangkan maka dilakukan insisi dan kuretase.Kalazion dapat hilang

beberapa bulan atau diserap setelah beberapa tahun.Bila kecil dapatdisuntik steroid danyang
besar dilakukan pengeluaran isi.Dan bila terdapat sisa dapat diberikankompres hangat.
Penyulit pada Kalazion besar dapat mengakibatkan astigmant dan bilaterjadi Kalazion
berulang beberapa kali sebaiknya dilakukan pemeriksaanhistopatologik untuk menghindarkan
kesalahan diagnosa dengan kemungkinanadanya karsinoma sel sebasea.
d.Komentar
Diagnosis pada pasien ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaanoftalmologis. Dari
anamnesis pada pasien didapatkan adanya benjolan padakelopak bawah mata kanan bagian medial,
benjolannya keras, tidak nyeri pada penekanan, dan tidak hiperemis, Keadaan ini sesuai
dengan kepustakaan yangmenyatakan bahwa Kalazion berupa benjolan yang tanpa keluhan,
rabaan keras,tidak hiperemis, tida ada nyeri tekan, melekat pada tarsus akan tetapi lepas
darikulit. Terjadinya perlahan-lahan sampai beberapa minggu.Pada pemeriksaan oftalmologis
didapatkan benjolan yang tidak nyeri pada palpebra inferior okulus dextra, tidak hiperemis.
Benjolan yang melekat padatarsus akan tetapi lepas dari kulit, pada ujung kelenjar meibom terdapat
masakuning dari sekresi yang tertahan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwaKalazion
merupakan paradangan pada kelenjar Meibomatau kelenjar Zeis yangtersumbat.Penanganan pada
pasien yaitu dengan kompres hangat selama 10-20 menit4x sehari, antibiotik topikal dan steroid.
Maksud pengompresan akan melunakkanminyak yang mengeras yang menyumbat saluran dan
mempermudah pengaliranserta penyembuhan. Sedangkan pemberian antibiotika topikal adalah
untuk mengobati infeksi dan pemberian steroid untuk mengobati peradangan.Kalaziondapat
hilang dalam beberap bulan atau diserap setelah beberapa tahun.Bila kecildapat disuntik steroid dan yang
besar dilakukan insisi dan kuretase.
4. Kasus : - Identitas pasien

Nama

: Tn.D

Umur

: 29 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Jl. Kampung B.Alaim Subulussalam, Aceh Singkil

No.MR

: 75-76-31

Tgl.Masuk

:27 September 2010

Keluhan utama

: mata sebelah kiri sakit. Hal ini telah dialami pasien sejak 1 bulan

yang lalu sebelum datang ke RSUPM. Awalnya mata sebelah kiri pasien terkena serbuk kayu,

kemudian karena gatal dan pedih maka pasien mengkucek-kucek matanya hingga merah.
Penglihatan pada mata sebelah kiri menurun (+) diseratai dengan mata berair. Mata sebelah
-

kiri silau dan terasa perih apabila melihat cahaya.


STATUS OPTHALMICUS
Pemeriksaan
Visus
Posisi
Palp. Superior
Palp. Inferior
Conj. Tars. Superior
Conj. Tars. Inferior
Conj. Bulbi
Cornea
Cam Oculi Anterior
Pupil
Iris
Lensa

Oculi Dextra
6/6
Orthoporia
Dalam Batas Normal
Dalam Batas Normal
Dalam Batas Normal
Dalam Batas Normal
Dalam Batas Normal
Jernih
Sedang
Bulat, RC(+), diameter 2 mm
Cokelat
Jernih

Oculi Sinistra
1/60
Orthoporia
Dalam Batas Normal
Dalam Batas Normal
Hiperemis
Hiperemis
Hiperemis,kemosis (+)
Menonjol, Keruh (+)
Tidak Dapat Dinilai
Tidak Dapat Dinilai
Tidak Dapat Dinilai
Tidak Dapat Dinilai

. - Diagnosa : Kerato-Uveitis OS
a. Pengertian
Keratouveitis adalah istilah yang digunakan ketika ada kombinasi keratitis dan
uveitis.Uveitis adalah peradangan di dalam mata.
Keratitis terjadi ketika kornea menjadi meradang.Kornea adalah "jendela" yang jelas, di
mana cahaya masuk ke mata.Itu selalu ditutupi dengan lapisan air mata. Karena merupakan
lapisan luar dari depan mata, perlu untuk melindungi mata dari dunia luar, seperti kulit kita
tidak. Namun, tidak seperti kulit yang dengan mudah dapat kembali normal setelah
meradang, kornea dipengaruhi lebih serius oleh peradangan karena mudah terluka dan bisa
kehilangan kejernihannya.

b. Tanda dan Gejala


Keratitis biasanya melibatkan: - sensitivitas cahaya, nyeri, kemerahan dan robek.
c.

Tindakan

Pengobatan melibatkan penggunaan obat tetes mata atau salep antivirus, misalnya tetes
mata asiklovir dan steroid, dalam kombinasi yang berbeda tergantung pada aktivitas baik
keratitis atau uveitis itu.Jarang steroid atau asiklovir dapat digunakan dalam bentuk tablet.
d.

Komentar
Untuk mencegah makin meluasnya penularan konjungtivitis, kita perlu memperhatikan
langkah-langkah berikut:

Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan

hindari mengucek-ngucek mata.


Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
Mencuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak (jabat tangan, berpegangan, dll)

dengan penderita konjungtivitis.


Untuk sementara tidak usah berenang di kolam renang umum.
Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah
membersihkan kotoran mata
5. Kasus : Seorang penderita pria, usia 64 tahun, suku Minahasa, bangsa Indonesia, agama
Islam, pekerjaan Pegawai swasta, alamat Karombasan utara Manado, datang berobat di
Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D. Kandou pada tanggal 2 Februari 2011 dengan keluhan
utama penglihatan kabur pada mata kanan.Nyeri pada mata kanan sejak satu minggu yang
lalu.Nyeri pada mata kanan mulai dirasakan penderita pada malam hari sesudah penderita
menjalani operasi katarak. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk menjalar ke seluruh kepala.
Mata kanan penderita juga merah, bengkak dan sukar dibuka.Penglihatan penderita
kabur.Tiga hari kemudian penglihatan penderita menghilang dan penderita semakin merasa
nyeri.Gerak mata penderita masih baik.
-Diagnosa : endoftalmitis pasca operasi katarak.
a. Pengertian
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi
setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis.Berbentuk radang supuratif di dalam
rongga mata dan struktur di dalamnya. Peradangan supuratif di dalam bola mata akan
memberikan abses di dalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan
jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah
(endogen).

b. Tanda dan Gejala


Peradangan yang disebabkan bakteri akan memberikan gambaran klinik rasa sakit yang
sangat, kelopak merah dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva kemotik dan merah,
kornea keruh, bilik mata depan keruh yang kadang-kadang disertai hipopion. Kekeruhan atau
abses dalam badan kaca, keadaan ini akan memberikan refleks pupil berwarna putih sehingga
gambaran seperti retinoblastoma atau pseudoretinoblastoma. Bila sudah terlihat hipopion
keadaan sudah lanjut sehingga prognosis lebih buruk.Karena itu diagnosis dini dan cepat
harus dibuat untuk mencegah berakhirnya kebutaan pada mata.
c. Tindakan
Pada penderita ini diberikan infus ringer laktat (RL) 20 gtt/menit, Ceftriaxon 2x1 gram
bolus IV, Rantidin 2x1 gram bolus IV, Metil prednisolon 3x1 tab 4 mg, Levofloxasin (LFX)
tiap 2 jam, Glaucon 3x1 tab, Aspar-K 3x1 tab, dan Natrium Diklofenak (kalau perlu).
d.Komentar
Pada kasus ini, pasien didiagnosa Endoftalmitis pasca operasi katarak karena berdasarkan
anamnesis diketahui kurang dari 24 jam sebelum pasien mengeluh nyeri pada mata, pasien
telah menjalani operasi bedah katarak, selain itu riwayat penyakit sistemik, alergi, riwayat
trauma pada mata disangkal, jadi dapat menyingkirkan kemungkinan endoftalmitis endogen
ataupun endomtalmitis trauma. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa
tanda dan gejala Endoftalmitis akut pasca bedah katarak timbul pada minggu I minggu IV
pasca operasi.2
Penanganan

untuk

endoftalmitis

adalah

dengan

terapi

antibiotik

(intravitreal,

subkonjungtiva, topikal, dan sistemik), terapi steroid (dengan hati-hati), dan terapi suportif. 1,2
Untuk terapi antibiotik, diberikan injeksi gentamisin 0,5 cc intravitreal dan 0,1 cc
subkonjungtiva. Selain itu sebagai antibiotik topikal diberikan Levofloksasin (LFX) dan
Tobro (Tobramisin) eyedrops, gentamisin zalf.Untuk antibiotik sistemik diberikan Seftriakson
intravena dan Baquinor (Siprofloksasin) tablet.

Gentamisin dan Tobramisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang


mempunyai daya antibiotik yang kuat untuk basil gram negatif. 5 Siprofloksasin dan
Levofloksasin adalah antibiotik golongan kuinolon dan florokuinolon yang mempunyai daya
antibiotik yang kuat untuk kuman baik gram negatif, gram positif, dan kuman atipik. 6
Tobramisina dan Siprofloksasin diketahui mempunyai daya antibiotik yang paling kuat untuk
melawan kuman.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. H. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta.
2. http://www.scribd.com/doc/25837481/Laporan-kasus

Ulkus Kornea
DEFINISI
Ulkus Kornea adalah luka terbuka pada lapisan kornea yang paling luar.
Kornea
PENYEBAB
Ulkus biasanya terbentuk akibat:
# Infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas atau pneumokokus),
jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba
# Kekurangan vitamin A atau protein
# Mata kering (karena kelopak mata tidak menutup secara sempurna dan
melembabkan kornea).
Faktor resiko terbentuknya ulkus:
- Cedera mata
- Ada benda asing di mata
- Iritasi akibat lensa kontak.

GEJALA
Ulkus kornea menyebabkan nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan
peningkatan pembentukan air mata, yang kesemuanya bisa bersifat ringan.
Pada kornea akan tampak bintik nanah yang berwarna kuning keputihan.
Kadang ulkus terbentuk di seluruh permukaan kornea dan menembus ke dalam.
Pus juga bisa terbentuk di belakang kornea.
Semakin dalam ulkus yang terbentuk, maka gejala dan komplikasinya semakin
berat.
Gejala lainnya adalah:
- gangguan penglihatan
- mata merah
- mata terasa gatal
- kotoran mata.
Dengan pengobatan, ulkus kornea dapat sembuh tetapi mungkin akan
meninggalkan serat-serat keruh yang menyebabkan pembentukan jaringan parut
dan menganggu fungsi penglihatan.
Komplikasi lainnya adalah infeksi di bagian kornea yang lebih dalam, perforasi
kornea (pembentukan lubang), kelainan letak iris dan kerusakan mata.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan adalah:
- Ketajaman penglihatan
- Tes refraksi
- Tes air mata
- Pemeriksaan slit-lamp
- Keratometri (pengukuran kornea)
- Respon refleks pupil
- Goresan ulkus untuk analisa atau kultur
- Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
PENGOBATAN
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Tergantung kepada penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotik, anti-virus atau anti-jamur.
Untuk mengurangi peradangan bisa diberikan tetes mata corticosteroid.

Ulkus yang berat mungkin perlu diatasi dengan pembedahan (pencangkokan


kornea).
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN ULKUS KORNEA

A. Pengertian
Keratitis ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea yaitu terdapatnya destruksi
(kerusakan) pada bagian epitel kornea. (Darling,H Vera, 2000, hal 112)
IB. Etiologi
Faktor penyebabnya antara lain:
Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal),
dan sebagainya
Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka
bakar pada daerah muka
Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik, exposure-keratitis (pada
lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis
superfisialis virus.
Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-Jhonson, sindrom defisiensi imun.
Obat-obatan yang menurunkan mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan
golongan imunosupresif.

Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :


Bakteri
Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah streptokok pneumoniae, sedangkan bakteri
lain menimulkan ulkus kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
Reaksi hipersensifitas
Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal), TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui
(ulkus cincin)
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)
C. Tanda dan Gejala
-

Pada ulkus yang menghancurkan membran bowman dan stroma, akan menimbulkan sikatrik kornea.

Gejala subyektif pada ulkus kornea sama seperti gejala-gejala keratitis. Gejala
obyektif berupa injeksi silier, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat.
Pada kasus yang lebih berat dapat terjadi iritis disertai hipopion.
-

Fotofobia

Rasa sakit dan lakrimasi


(Darling,H Vera, 2000, hal 112)

D . MACAM-MACAM ULKUS KORNEA SECARA DETAIL


Ulkus kornea dibagi dalam bentuk :
1. Ulkus kornea sentral meliputi:
a. Ulkus kornea oleh bakteri
Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada faktor pencetusnya (kornea
yang sebelumnya betul-betul sehat) adalah :
-

Streptokokok pneumonia

Streptokokok alfa hemolitik

Pseudomonas aeroginosa

Klebaiella Pneumonia

Spesies Moraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah bakteri patogen opportunistik yang
biasa ditemukan di kelopak mata, kulit, periokular, sakus konjungtiva, atau rongga hidung yang pada
keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan infeksi. Bakteri pada kelompok ini adalah :

Stafilokukkus epidermidis

Streptokokok Beta Hemolitik

Proteus

Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok


Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari infeksi ulkus kornea adalah :
-

Streptokok pneumonia (pneumokok)

Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik0

Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik)

Streptokok faecalis (streptokok non-hemolitik)


Walaupun streptokok pneumonia adalah penyebab yang biasa terdapat pada keratitis bakterial, akhirakhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus dan pseudomonas.
Ulkus oleh streptokok viridans lebih sering ditemukan mungkin disebabkan karena pneumokok adalah
penghuni flora normal saluran pernafasan, sehingga terdapat semacam kekebalan. Streptokok pyogenes
walaupun seringkali merupakan bakteri patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang
menyebabkan infeksi kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis didapatkan pada kornea yang ada faktor
pencetusnya.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Ulkus berwarna kuning keabu-abuan, berbetuk cakram dengan tepi ulkus menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karen aeksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokok pneumonia
Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkonjungtiva dan intra vena
Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies stafilokokus Aureus, Epidermidis dan
Saprofitikus, infeksi oleh Stafilokokus Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam bentuk : infeksi ulkus
kornea sentral, infeksi ulkus marginal, infeksi ulkus alergi (toksik).
Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor penceus sebelumnya
seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa kontak yang telah lama digunakan.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Pada awalnya berupa ulkus yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat
dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
oedema stroma dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus sering kali indolen yaitu reaksi
radangnya minimal. Infeksi kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus.

Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas


Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah
yang sedikit. Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat
sintesis protein. Keadaan ini menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas jaringan kornea cepat
hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein,
cairan lensa kontak.
Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri pseudomonas
Biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna keabu-abuan
disertai oedema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar dan mendalam serta
menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.

Pengobatan : gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal, subkonjungtiva serta intra
vena.

b. Ulkus kornea oleh virus


Ulkus kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh
vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi
pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.

c.Ulkus kornea oleh jamur


Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, hal ini dimungkinkan oleh :
-

Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama atau pemakaian
kortikosteroid jangka panjang

Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang disertai lecet epitel,
misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di
kornea oleh benda atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur
yang berada di lingkungan hidup.

Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka faktor ekologi ikut
memberikan kontribusi.
Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara dan sampah organik. Keduanya
dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku,
saluran kencing.
Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik , selain keratitis
aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan endogen, selulitis orbita, infeksi saluran
lakrimal.
Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak mempunyai hifa (filamen) menginfeksi mata
yang mempunyai faktor pencetus seperti exposure keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti, keratitis
herpes simpleks dengan pemakaian kortikosteroid.
Pengobatan : Pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila memungkinkan dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas untuk dapat memilih obat anti jamur yang spesifik.

2. Ulkus marginal
Ulkus marginal adalah peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau dapat juga
rektangular (segiempat) dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat dengan limbus.
Ulkus marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering dihubungkan dengan penyakit rematik atau
debilitas. Dapat juga terjadi ebrsama-sama dengan radang konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella,
basil Koch Weeks dan Proteus Vulgaris. Pada beberapa keadaan dapat dihubungkan dengan alergi

terhadap makanan. Secara subyektif ; penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun disertai
rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat
atau ulkus yang sejajar dengan limbus.
Pengobatan : Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3 hingga 4 hari, tetapi dapat
rekurens. Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokok atau kuman lainnya. Disensitisasi dengan toksoid
stafilokkus dapat memberikan penyembuhan yang efektif.
a.

Ulkus cincin
Merupakan ulkus kornea perifer yang dapat mengenai seluruh lingkaran kornea, bersifat destruktif dan
biasaya mengenai satu mata.
Penyebabnya adalah reaksi alergi dan ditemukan bersama-sama penyakit disentri basile, influenza berat
dan penyakit imunologik. Penyakit ini bersifat rekuren.
Pengobatan bila tidak erjad infeksi adalah steroid saja.

b.

Ulkus kataral simplek


Letak ulkus peifer yang tidak dalam ini berwarna abu-abu dengan subu terpanjag tukak sejajar dengan
limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus ditepiya terlihat bagian yang bening.
Terjadi ada pasien lanut usia.
Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.

c.

Ulkus Mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral
tanpa adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran khasnya yaitu terdapat tepi tukak bergaung
dengan bagan sentral tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak lama. Tukak ini berhenti jika seluuh
permukaan kornea terkenai.
Penyebabya adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau autoimun.
Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi konjungtiva, keratektomi dan
keratoplasti.
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60)

E. Penatalaksanaan :
Pasien dengan ulkus kornea berat biasanya dirawat untuk pemberian berseri (kadang sampai tiap
30 menit sekali), tetes antimikroba dan pemeriksaan berkala oleh ahli opthalmologi. Cuci tangan secara
seksama adalah wajib. Sarung tangan harus dikenakan pada setiap intervensi keperawatan yang
melibatkan mata. Kelopak mata harus dijaga kebersihannya, dan perlu diberikan kompres dingin. Pasien
dipantau adanya peningkatan tanda TIO. Mungkin diperlukan asetaminofen untuk mengontrol nyeri.
Siklopegik dan midriatik mungkin perlu diresep untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Tameng mata

(patch) dan lensa kontak lunak tipe balutan harus dilepas sampai infeksi telah terkontrol, karena justru
dapat memperkuat pertumbuhan mikroba. Namun kemudian diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan defek epitel.

F. Pemeriksaan Diagnostik :
a.

Kartu mata/ snellen telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan )

b.

Pengukuran tonografi : mengkaji TIO, normal 15 - 20 mmHg

c.

Pemeriksaan oftalmoskopi

d.

Pemeriksaan Darah lengkap, LED

e.

Pemeriksaan EKG

f.

Tes toleransi glukosa

G. Pengkajian :
a.

Aktifitas / istirahat

b.

Neurosensori

c.
d.

Nyeri
mata
Keamanan

: perubahan aktifitas
: penglihatan kabur, silau
: ketidaknyamanan, nyeri tiba-tiba/berat menetap/ tekanan pada & sekitar
: takut, ansietas

(Doenges, 2000)

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan :


a.

Ketakutan atau ansietas berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman
mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat
Intervensi :

Kaji derajat dan durasi gangguan visual

Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru

Jelaskan rutinitas perioperatif

Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu

Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.

b.

Risiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan


Intervensi :

Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pasca operasi sampai stabil

Orientasikan pasien pada ruangan

Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila diperlukan

Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma

Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata

c.

Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah atau
pemberian tetes mata dilator
Intervensi :

Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep

Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul

Kurangi tingkat pencahayaan

Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat

d.

Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Intervensi :

Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala, komplikasi yang harus
segera dilaporkan pada dokter

Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang
benar dalam memberikan obat

Evaluasi perlunya bantuan setelah pemulangan

Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan

e. Perubahan persepsi sensori: visual b.d kerusakan penglihatan


Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan

Kriteria hasil :
a. Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan
b. Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat

Intervensi:
-

Perkenalkan pasien dengan lingkungannya


Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang tidak mengalami
gangguan

Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan ansietas

Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas

Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang

f. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan proses
penyakit
Tujuan: Pasien memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakitnya
Kriteria hasil:
a. Pasien memahami instruksi pengobatan
b. Pasien memverbalisasikan gejala-gejala untuk dilaporkan
Intervensi:
-

Beritahu pasien tentang penyakitnya

Ajarkan perawatan diri selama sakit

Ajarkan prosedur penetesan obat tetes mata dan penggantian balutan pada pasien dan
keluarga
Diskusikan gejala-gejala terjadinya kenaikan TIO dan gangguan penglihata

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI ; 1998.
2. Darling, Vera H & Thorpe Margaret R. Perawatan Mata. Yogyakarta :
Penerbit Andi; 1995.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta, 2000

Anda mungkin juga menyukai