Anda di halaman 1dari 8

..

,NAMA : APRILIA BAIDURI

SI PAHIT LIDAH

Dahulu kala ada seorang anak muda bernama Pagar Bumi. Ia mempunyai
enam saudara yang telah mengembara jauh tak tentu rimbanya. Pada suatu
hari ahli ramal kerajaan bertemu dengan Pagar Bumi. Selintas pandang ia
sudah dapat menerka bahwa kelak Pagar Bumi akan menjadi seorang tokoh
sakti, namun kesaktiannya itu akan membahayakan kerajaan. Di sana Pagar
Bumi mendapat titah raja bahwa dia harus segera meninggalkan wilayah
kerajaan Jawa dan harus diasingkan di Sumatera. Mendengar titah raja
seperti itu, sontak saja ibu Pagar Bumi menangis tersedu-sedu.
Maka hari itu juga diiringi dengan air mata kedua orangtuanya, Pagar Bumi
meninggalkan kampung halamannya. Ia berjalan ke arah barat selama
beberapa hari. Pada suatu hari ia sampai di sebuah desa yang termasuk
wilayah kerajaan yang diperintah seorang Ratu wanita sakti dalam ilmu
ghaib.
Di desa itu ia berkenalan dengan seorang pemuda sebaya dengannya.
Mereka mendengar bahwa ratu memberi kesempatan kepada siapa saja
untuk belajar ilmu kesaktian kepadanya. Maka kedua pemuda itu pun pergi
menghadap sang Ratu untuk menuntut ilmu.
Kebetulan yang mendapat giliran pertama adalah teman Pagar Bumi,
sedangkan Pagar Bumi sendiri menunggu giliran di pendopo ruang tunggu.
Karena menunggu terlalu lama Pagar Bumi akhirnya tertidur lelap di
pendopo. Hingga temannya selesai ia masih tertidur. Padahal namanya
sudah dipanggil berulang kali untuk menghadap sang Ratu. Celakanya,
teman Pagar Bumi tidak membangunkannya, ia terus saja pulang
meninggalkan Pagar Bumi.
Setelah berulang kali dipanggil tidak kunjung menghadap, maka beberapa
pengawal mencoba membangunkan Pagar Bumi dengan cara kasar. Walau
begitu, Pagar Bumi juga tak mau segera bangun. Rupanya, sang Ratu pun
tak sabar untuk segera melatih Pagar Bumi. Ia pun turut membangunkan
Pagar Bumi, tapi sayang semua usahanya sia-sia. Kemudian, ratu pun masuk
ke dalam. Dalam waktu tidak begitu lama, Ratu keluar sambil membawa
secangkir air putih yang telah diberi mantra dan reramuan. Air tersebut
dituangkan sang Ratu ke dalam mulut Pagar Bumi. Pemuda itu segera sadar
dan terbangun dari tidurnya.
Ia terkejut mendapati dirinya berada di hadapan sang ratu dan para hulu
balang yang berwajah angker. Mengetahui temannya sudah pulang ketika

dia sedang tertidur, maka Pagar Bumi segera berpamitan untuk pulang dan
melupakan niatnya belajar ilmu ghaib. Pagar Bumi terus saja berjalan ke
arah Barat hingga di tepi pantai Ujung Kulon. Tak disangka sang teman yang
dianggapnya sebagai sahabat telah mengkhianati dirinya.
Sementara itu sang Ratu berkata kepada para pengawalnya,"Walaupun dia
belum sempat belajar ilmu, dalam tempo empat puluh hari dari sekarang dia
akan memperoleh kesaktian melalui lidahnya, karena aku telah memberinya
ramuan berisi mantra ghaib ke dalam mulutnya."
Mulailah pengembaraan Pagar Bumi. Perjalanannya dimulai dengan
menyeberangi Selat Sunda, hingga akhirnya ia tiba di Pulau Sumatera
Selatan. Dan benar saja apa yang dikatakan si Ratu tadi. Lidahnya benarbenar bertuah. Hal itu bermula karena ketidaksengajaan. Ketika Pagar Bumi
sedang berjalan-jalan, tiba-tiba ia dikejutkan dengan seekor kijang yang
melintas di depannya. Spontan Pagar Bumi berteriak,"Batu!" dan anehnya,
kijang tadi berubah menjadi sebuah batu.
Melihat kemampuannya seperti itu, Pagar Bumi sadar bahwa ia kini telah
memiliki kesaktian. Sejak saat itu, ia mulai berubah menjadi sombong dan
sok iseng. Ada saja yang dilakukan oleh Pagar Bumi. Setiap dia melintasi di
sebuah daerah, dia dengan isengnya menegur setiap orang dengan sebutan
batu, maka berubahlah orang-orang tersebut menjadi batu. Melihat kejadian
ini, terang saja membuat geger masyarakat. Pagar Bumi pun akhirnya diberi
julukan si Pahit lidah. Kabar itupun merebak ke segala penjuru, bahkan ke
daerah yang disebut Lampung.
Di daerah Lampung, Pagar Bumi juga membuat ulah. Kedua putra Raja dari
kerajaan Danau Maghrib di Lampung pun ikut menjadi keisengan Pagar
Bumi. Akibat ulah Pagar Bumi, kedua putra raja tersebut berubah menjadi
batu termasuk kuda yang sedang ditungganginya. Melihat adik-adiknya
menjadi batu, Dewi Santi, kakak dari kedua putra raja tersebut merasa sedih
hingga tidakk bisa makan maupun tidur. Hingga pada akhirnya, Dewi Santi
didatangi oleh kedua orang tuanya dalam mimpi, mereka memberikan
petunjuk bagaimana cara menghadapi si Pahit Lidah dan membebaskan
adik-adiknya dari sihir si Pahit Lidah.
Keesokan harinya, Dewi Santi segera menuju ke tempat adik-adiknya
menjadi batu. Ketika mendekati tempat Pagar Bumi, ia segera menyumbat
kedua telinganya dengan kapas. Dan seperti biasa, setiap kali ada yang
melewatinya, Pagar Bumi berusaha menyapanya, tetapi pada saat itu, Dewi
Santi tak menghiraukannya sama sekali. Ternyata dengan cara itu ia telah
terhindar dari kekuatan sihir Pagar Bumi.
Ia segera saja menuju ke atas Bukit Pesagi. Ia terheran-heran sekaligus
terkesima melihat seekor burung yang pintar menyanyi dan sebuah pohon
yang pandai mengeluarkan bunyi-bunyian. Namun ia segera tersadar akan
maksud dan tujuannya pergi ke sana. Sesuai amanat ayahnya, ia melompat

turun dari kuda lalu melangkah ke pangkal pohon beringin, di salah satu
celah batang pohon ia mengambil sebuah peti kayu yang didalamnya berisi
abu. Kemudian iakembali ketempat adiknya berada, sambil ditemani seekor
burung.
Sampai di tempat si Pahit Lidah, tiba-tiba burung tersebut menukik tajam
tepat di bahu Pahit Lidah, seketika Pahit Lidah tidak dapat bergerak. Dewi
Santi segera menyumbat mulut si Pahit Lidah dengan persediaan kapas
yang dibawanya. Kemudian menaburkan abu dari dalam kotak ke muka
orang-orang yang telah membatu, tidak hanya kedua adiknya saja. Ajaib
sekali, mereka tiba-tiba berubah kembali menjadi manusia. Dewi Santi buruburu mengajak mereka semua untuk menyingkir dari tempat itu, karena
takut Pagar Bumi segera bergerak kembali.
Melihat kejadian itu, Pagar Bumi benar-benar malu. Ia telah dikalahkan oleh
seorang gadis cantik yang lemah lembut itu. Setiap kali, Pagar Bumi berada
di sebuah daerah, dia selalu melakukan hal yang sama. Berulah dan berulah.
Hingga akhirnya tak ada satu daerahpun yang mau di singgahi oleh Pagar
Bumi. Banyak cara yang dilakukan oleh penduduk setempat sehingga
membuat Pagar Bumi mengira bahwa daerah tersebut tidak layak untuk
disinggahi.
Pengembaraan Pahit Lidah menjadi tak menentu. Sampai pada suatu ketika
ia sampai di sebuah kerajaan Tanjung Menang, raja negeri itu bernama
Nurullah atau si Empat Mata. Si Pahit Lidah melewati kebun milik raja yang
dijaga tiga puluh tentara. Karena merasa kehausan ia meminta sebuah jeruk
kepada penjaga istana, tapi oleh penjaga istana tidak diberikan karena takut
dimarahi raja. Melihat hal itu, si Pahit Lidah berucap,"Ah, jeruk pahit begitu
tak boleh diminta, kikir amat sih!". Lalu si Pahit Lidah berlalu. Pada mulanya,
penjaga istana tidak menyangka apa yang diucapkan Pahit Lidah bakal
menjadi kenyataan. Hingga pada akhirnya, jeruk tersebut berubah menjadi
pahit dan tidak enak. Raja marah-marah dan memerintahkan kepada bala
tentaranya untuk mencari Pahit Lidah yang telah menyihir kebun jeruknya.
Dengan berbagai cara, Pahit Lidah dapat tertangkap dan dibawa ke hadapan
raja. Melihat Pahit Lidah, raja tidak jadi memarahinya, melainkan justru
merangkulnya, karena Pahit Lidah tak lain adalah adik bungsunya yang
bertahun-tahun tak ditemuinya. Si pahit Lidah juga berangkulan dengan
keenam saudaranya yang lain. Mereka pun terlihat bahagia. Sejak saat itu,
Pahit Lidah diterima sebagai anggota keluarga istana dan ia pun diangkat
menjadi panglima kerajaan.
Si Pahit Lidah akhirnya menikah dengan seorang gadis cantik yang bernama
Dayang Merindu. Dari perkawinannya, ia dikaruniai seorang putra laki-laki.
Lengkaplah sudah kebahagiaan Pahit Lidah.
Kemakmuran negeri Tanjung Menang mengundang kecemburuan negerinegeri lainnya, terutama kerajaan tetangga di sebelah Ulu. Mereka selalu

melakukan gangguan keamanan. Atas usul Pahit Lidah musyawarah kerajaan


memutuskan untuk membendung alur sungai Sugian. Segala dana dan
tenaga di kerahkan, dalam waktu tak berapa lama bendungan itu hampir
selesai. Air sungai berhenti mengalir, padahal air sungai itu adalah sarana
lalu lintas paling penting untuk berhubungan dagang dengan negeri-negeri
lain. Akibatnya ekonomi menjadi terhambat, bahkan dikatakan kerajaan
Tanjung Menang tertutup dari dunia luar.
Maka timbullah gagasan agar pembendungan itu tidak dilanjutkan. Tapi
mereka takut dengan Pahit Lidah. Mereka pun menjadikan istri Pahit Lidah
menjadi perantara. Keesokan harinya Dayang Merindu menyampaikan
sebuah berita kepada suaminya bahwa anak mereka sakit. Mendengar berita
itu, Pahit Lidah tak sengaja berucap,"Kalau begitu anakku akan mati." Lalu ia
bergegas pulang. Akibat dari ucapannya, anaknya yang tadinya hidup kini
benar-benar mati.
Pekerjaan membendung sungai tidak diteruskan lagi karena anaknya telah
mati. Untuk mencegah agar Pahit Lidah tidak membuat kerusuhan, maka
raja mengutus Pahit Lidah menaklukkan kerajaan-kerajaan di sebelah Ulu
yang selama ini mengganggu keamanan kerajaan Tanjung Menang. Tugas
itupun dikerjakan dengan baik. Tapi, karena itulah Pahit Lidah menjadi
sombong, dan kini ia mengincar kedudukan kakaknya menjadi seorang raja.
Keinginan untuk menjadi raja disampaikan secara terus terang kepada
ketujuh saudaranya. Tentu saja, keinginan tersebut ditolak mentah-mentah
oleh saudara-saudaranya. Karena sudah tidak ada kesepakatan diantara
mereka semua, maka diambillah keputusan untuk mencoba adu kesaktian
antara si Empat Mata dan Pahit Lidah.
Keesokan harinya berkumpullah mereka semua di bawah pohon enau besar
yang menjulang tinggi ke angkasa. Tetapi pohon ini bukanlah sembarang
pohon, karena pohon ini sudah berusia ratusan tahun. Dalam pertandingan
itu, dibuatlah kesepakatan. Siapa yang menang, itulah yang berhak menjadi
raja Tanjung Menang. Si Empat Mata diuji terlebih dahulu. Pahit Lidah segera
memanjat pohon enau yang penuh dengan buah. Sementara si Empat Mata
berbaring tertelungkup di bawah pohon siap menerima jatuhnya buah-buah
enau ke punggungnya. Tapi, perjuangan Pahit Lidah ternyata sia-sia karena
tidak satupun buah enau yang jatuh mengenai punggung Empat Mata.
Dengan rasa kecewa, Pahit Lidah segera turun dari pohon enau dan
berharap semoga kakaknya juga tidak dapat melukainya.
Kini gantian si Empat Mata yang naik ke pohon enau. Mula-mula ia sengaja
menjatuhkan tanda yang kecil yang tidak dikenakan pada sasaran. Si Pahit
Lidah tersenyum lega mengetahui hal itu. Berikutnya si Empat Mata
menjatuhkan tandan yang agak besar dan dibidik tepat pada sasaran.
Kontan saja Pahit Lidah merintih lirih ketika tanda itu tepat mengenai
punggungnya. Ia masih bisa menahan rasa sakit itu. Namun, ketika tandantandan itu terus menerus jatuh tepat di punggungnya, Pahit Lidah tidak kuat

lagi menahan rasa sakit yang ditimbulkannya. Hingga akhirnya Pahit Lidah
mati.
Setelah Pahit Lidah tidak bergerak lagi, Empat Mata segera turun dari pohon
enau, saudara-saudaranya yang lain pun ikut mengerubuti Pahit Lidah.
Mereka menyesal dan merasa sangat sedih. Saudara bungsu yang
seharusnya mereka sayangi dan lindungi harus bernasib tragis seperti ini.
Mereka pun merangkut jasad Pahit Lidah sambil menangis. Setelah jasad
Pahit Lidah dibalikkan badannya, ada rasa penasaran yang hinggap di hati
Empat Mata. "Dia dijuluki si Pahit Lidah, akan kucoba apakah lidahnya benarbenar pahit!" demikian ujar Empat Mata.
Si Empat Mata segera mengangkat tubuh adiknya lalu menjulurkan lidahnya
untuk mencicipi lidah adiknya tersebut. Namun inilah kesalahan fatal si
Empat Mata. Sebab di samping lidah adiknya terasa pahit juga mengandung
racun dan kesaktian yang luar biasa. Si Empat Mata pun langsung jatuh
pingsan dan tak berapa lama kemudian menghembuskan nafas terakhir
menyusul adiknya ke alam baka.

THE BITTER TONGUE


Once upon a time there was a young boy named Fences Earth. He had six
brothers who have wandered away without a trace. One day Clairvoyant
royal met with Fence Earth. A quick look at it already can guess that one day
Fence Earth will become a powerful figure, but the miracle it would harm the
kingdom. There Fences Earth gets word of the king that he must
immediately leave the territory of the kingdom of Java and Sumatra should
be exiled. Hearing the king's command like that, torn by Mrs. Fences Earth
sobbing.
So today it is also accompanied by tears of both his parents, Fences Earth
homelands. He walked westward for several days. One day he arrived at a

village which belonged to the kingdom ruled a queen lady magic in the
unseen.
In the village he became acquainted with a young man of his age. They
heard that the queen gave the opportunity for anyone to learn the science of
magic to him. So the two young men also went to the Queen's study.
Incidentally the first turn is a friend Fences Earth, while the Earth's own
fence waiting for their turn in the waiting room pavilion. For waiting too long
Fences Earth finally fell asleep in the marquee. Until he finished his still
asleep. Though his name has been called upon repeatedly to appear before
the Queen. Unfortunately, Earth Fence friend not to wake her, he continued
to return to leave Fence Earth.
After repeatedly summoned does not go facing, then several guards tried to
wake Fences Earth rude manner. Even so, Fences Earth also did not want to
wake up. Apparently, the Queen did not wait to train Fence Earth. He also
helped awaken Fences Earth, but unfortunately all his efforts in vain. Later,
the queen was entered into. In a time not so long ago, the Queen came out,
carrying a cup of water that has been given a mantra and reramuan. Water
is poured into the mouth of the Queen Fence Earth. The young man was
immediately aware and awakened from sleep.
He was surprised to find himself in the presence of the queen and the
upstream balang faced armature. Knowing his own home while he was
asleep, then Fences Earth soon say goodbye to home and forgot about
wanting to learn the unseen. Earth fence kept walking toward the West until
the seaside Ujung Kulon. Unexpectedly, his friend who he regarded as
friends have betrayed her.
Meanwhile the Queen said to the guard, "Although he has not had time to
study science, within forty days from now he will gain supernatural powers
through her tongue, because I had given potion contain supernatural spells
into his mouth."
Begin odyssey Fence Earth. His journey begins by crossing the Strait of
Sunda, until he arrived in South Sumatra Island. And indeed what the Queen
said earlier. His tongue was truly magical. It started by accident. When the
Fences Earth was walking, suddenly she was startled by a deer crossing in
front of him. Earth Fence spontaneous yell, "Rock!" and oddly enough, the
deer had been turned into a stone.
Seeing his ability like that, Fences Earth has now realized that he had
supernatural powers. Since that time, he began to turn into arrogant and
cocky prankster. There is only done by Fence Earth. Every time he crosses a
region, he rebuked isengnya everybody as stone, then transformed these
people into stone. Seeing this incident, the light just made public
commotion. Earth fence was eventually given the nickname the bitter
tongue. The news even then spread in all directions, even to an area called
Lampung.
In Lampung, Fences Earth is also throwing a tantrum. The second son of the
King of the kingdom Lake Maghrib in Lampung Pagar fad had come into the
Earth. Induced Fence Earth, the second son of the king turned to stone
including horses being ridden. Seeing her sisters to stone, Dewi Santi,
brother of the king's sons felt sad to tidakk able to eat or sleep. In the end,
Dewi Santi attended by both parents in a dream, they give you instructions
on how to confront the bitter tongue and liberate her sisters from the magic
bitter tongue.
The next day, Dewi Santi immediately to the place of her sisters to stone.
When approaching a fence Earth, he quickly clog up both ears with cotton.
And as usual, whenever anyone passed, Fences Earth tried to greet him, but

at that moment, Dewi Santi ignored altogether. It turned out that way he has
avoided the magic power Fence Earth.
He immediately went to the top of Mount Pesagi. She was astounded at once
struck by the clever bird singing and a tree that emit sounds clever. But he
soon became aware of the intent and purpose to go there. As stipulated by
his father, he jumped off the horse and walked to the base of a banyan tree,
in one of the openings trunk he took a wooden box which contains the
ashes. Then iakembali place of his brother were, while accompanied by a
bird.
Arriving at the spot where the bitter tongue, the bird suddenly nosedive right
shoulder bitter tongue, once bitter tongue can not move. Dewi Santi soon
clog the mouth of the bitter tongue with a cotton supply carries. Then the
ashes from inside the box to the faces of the people who have been
petrified, not only her siblings alone. Miraculously, they suddenly turned
back into a human. Dewi Santi rush to invite them all to get away from that
place, for fear Fences Earth soon move back.
Seeing the incident, Fences Earth really embarrassed. He has been defeated
by a lovely girl gentle it. Each time, Fences Earth were in an area, he always
does the same thing. Acting and acting. Until finally no one wants daerahpun
in singgahi by Fence Earth. Many ways are done by the locals that make
Earth Fence thought that the region does not deserve to be visited.
Bitter Tongue wanderings became erratic. Until one day he got a royal
Tanjung wins, the king of the country named Nurullah or the Four Eyes. Bitter
Tongue through the garden of the king who guarded thirty soldiers. Feeling
thirsty he asked for an orange to guard the palace, but the palace guards are
not given for fear of being scolded by the king. Looking at it, the bitter
tongue says, "Ah, bitter orange is so not to be asked, so miserly hell!". Then
the bitter tongue passed. In the beginning, the palace guards had no idea
what was said bitter tongue will become a reality. In the end, it turns into a
bitter orange and uncomfortable. King angry and ordered his troops to find
bitter tongue that had bewitched his citrus orchard.
In various ways, bitter tongue can be caught and brought before the king.
Seeing bitter tongue, the king does not scold him, but rather embrace it,
because bitter tongue was none other than his youngest brother were not
met for years. The bitter tongue also embraced by the six other siblings.
They looked happy. Since then, the bitter tongue is accepted as a member of
the royal family and he was appointed commander of the kingdom.
Bitter Tongue eventually married a beautiful girl named Dayang Merindu.
From his marriage, he had a son man. Bitter Tongue happiness was
complete.
Domestic prosperity Tanjung Win invites envy of other countries, especially
neighboring kingdom next Ulu. They always do a security breach. At the
suggestion of bitter tongue royal deliberation decided to stem the flow of the
river Sugian. All funds and personnel in muster, in a time not long dam was
almost finished. River water stopped flowing, when the river water is the
most important traffic means to relate trade with other countries. As a
result, the economy becomes blocked, even said Tanjung Win kingdom
closed to the outside world.
So there was a notion that the damming was not continued. But they were
afraid of the bitter tongue. They also make Bitter Tongue wife to intercede.
The next day Dayang Merindu convey a message to her husband that their
child is ill. Hearing the news, bitter tongue accidentally say, "Then my son
will die." Then he hurried home. As a result of her words, her life was now
completely dead.

Works dam the river is not forwarded again because his son had died. To
prevent bitter tongue does not make trouble, then the king sent Bitter
Tongue conquered kingdoms next Ulu that during this troubling royal
security Tanjung wins. Tasks performed well even then. But, since that bitter
tongue being overbearing, and now he is eyeing the position of his brother
became king.
The desire to become king delivered bluntly to the seventh brother. Of
course, the desire is rejected by his brothers. Because there is no agreement
among them all, then diambillah decision to try to shoot the magic between
the four eyes and bitter tongue.
The next day they all assembled under a large palm tree that towered into
the sky. But this tree is not just any tree, as this tree hundreds of years old.
In that match, made a deal. Who won, that is entitled to become king of the
Cape Win. The Four Eyes tested first. Bitter Tongue immediately climbing
palm tree loaded with fruit. While the Four Eyes lying face down under the
tree ready for the fall of the fruit of the palm to his back. But, the struggle
bitter tongue proved futile because none of palm fruit which falls on the
backs Four Eyes. With a sense of disappointment, bitter tongue right down of
palm trees and hoping that his brother can not hurt him.
Now the turn of the Four Eyes are up to the palm tree. First he accidentally
dropped a little mark which is not subject to the goal. Bitter Tongue smiled
relieved to know it. Next the Four Eyes dropping bunches rather large and
targeted precisely on target. Cash only whimpered softly bitter tongue when
the sign was right on his back. He still could withstand the pain. However,
when the bunches were continuously falling right on his back, bitter tongue
no longer hold back the pain it causes. Until the Bitter Tongue eventually die.
After a bitter tongue does not move anymore, Four Eyes right down of palm
trees, the other brothers who had come to swarm bitter tongue. They
regretted and felt very sad. Youngest brother they were supposed to love
and protect must tragic like this. They merangkut bodies, weeping bitter
tongue. After the bodies of his bitter tongue reversed, there is the curiosity
that settle in the hearts Four Eyes. "He was dubbed the bitter tongue, I will
try whether the tongue is really bitter!" Thus said Four Eyes.
The Four Eyes immediately lifted his sister and tongue sticking out his
tongue to taste his brother. But this is the fatal mistake of the Four Eyes.
Because in addition to her sister bitter tongue also contain toxins and
incredible magic power. The Four Eyes was immediately fainted and before
long last breath followed her sister into the afterlife.

Anda mungkin juga menyukai