Anda di halaman 1dari 6

Karakteristik perikanan tangkap alat tangkap

D.4.1 Tujuan Instruksional Khusus


Pada akhir kegiatan tatap muka, peserta mampu:
1) mengenal jenis-jenis alat tangkap yang umum di Indonesia beserta
modifikasinya;
2) menjelaskan karakteristik dan tingkah laku berbagai jenis alat tangkap,
terutama di Indonesia;
3) membuat kategori alat tangkap berdasarkan jenis dan tingkah laku alat
tangkap;
4) menentukan besaran prakiraan dampak operasi alat tangkap terhadap
kerusakan lingkungan di
Laut
identifikasi jenis-jenis ikan yang umum tertangkap di wilayah perairan Indonesia;

Hukum, peraturan dan kebijakan pengelolaan KKP


D.14.1 Tujuan Instruksional Khusus
Pada akhir kegiatan tatap muka, peserta mampu:
1) menjelaskan perangkat hukum dalam pengelolaan KKP;
2) melakukan analisis tumpang tindih hukum dan peraturan dalam bidang KKP;
3) melakukan sinergi diantara hukum dan peraturan pengelolaan KKP
D.14.2 Sub Pokok Bahasan:
Konsep dasar hukum dan peraturan KKP
Peraturan global legal, etik dan norma
Peraturan nasional
Analisis hukum dan peraturan pengelolaan KKP

2.1.

Potensi Sumberdaya Perikanan Tangkap

Menurut Dirjen Perikanan Tangkap (2003) perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi
dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut
atau perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap sebagai sistem yang memiliki peran
penting dalam penyediaan pangan, kesempatan kerja, perdagangan dan kesejahteraan serta
rekreasi bagi sebagian penduduk Indonesia perlu dikelola yang berorientasi pada jangka
panjang (sustainability management). Tindakan manajemen perikanan tangkap adalah
mekanisme untuk mengatur, mengendalikan dan mempertahankan kondisi sumber daya ikan
pada tingkat tertentu yang diinginkan.

Ikan demersal merupakan jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar perairan,
dapat dikatakan juga bahwa ikan demersal adalah ikan yang tertangkap dengan alat tangkap
ikan dasar seperti trawl dasar (bottom trawl), jaring insang dasar (bottom gillnet), rawai dasar
(bottom long line), dan bubu. Beberapa jenis ikan demersal contohnya kerapu (Serranidae
Spp.), kakap (Lates calcarifer), merah (Lutjanidae Spp.), beronang (Siganus Spp.), dan
lencam (Lethrinus Spp.). Ikan yang hidup di lapisan permukaan perairan pantai atau di
perairan pantai dinamakan ikan pelagis. Ikan pelagis ini terbagi menjadi 2, pelagi besar
(tenggiri (Scomberonous commerson), tongkol (Euthynnus Spp.), dan tuna (Thunnus Spp.))
dan pelagis kecil (teri (Stelephorus Spp.), tembang (Sardinella fimbriata), kembung
(Rastrelliger Spp.), julung-julung (Hemirhamohus Spp.), dan belanak (Mugil Spp.).

Salah satu sektor yang tidak bisa terhindar dari perubahan iklim adalah sektor perikanan
terutama perikanan tangkap, karena nelayan yang bergerak di sektor ini sangat mengandalkan
hasil tangkapan pada sumberdaya ikan yang terkandung di dalam laut.

Ada beberapa alat tangkap ikan yang tergolong ramah lingkungan yang dapat
diterapkan di perairan sebagai upaya menjaga kelestarian perikanan di masa yang akan
datang, antara lain sebagai berikut:
1. Gill Net
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.
08/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Jaring Insang di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia, gill net dikatakan sebagai alat tangkap ramah lingkungan karena
pengoperasiannya tidak dengan cara ditarik dengan menggunakan kapal. Dilihat dari
konstruksi gill net yang berupa jaring hanyut (tidak ditancapkan kedasar perairan), gill net
merupakan alat tangkap ramah lingkungan karena tidak merusak ekosistem-ekosistem di
dasar perairan seperti terumbu karang. Bahan gill net yang terbuat dari polyethylen juga
termasuk ramah lingkungan karena tidak mencemari perairan. Metode pengoperasian gill net
juga terbilang ramah lingkungan dan sangat mudah yaitu nelayan menjalankan kapal menuju
ke fishing ground ke daerah yang arah arusnya beraturan, bukan daerah alur pelayaran,
perairan luas dan tidak berkarang. Setelah itu nelayan melakukan kegiatan setting. Untuk
hasil maksimal gill net direndam selama 3-5 jam.

2. Trammel net.
Trammel net merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang banyak digunakan
oleh nelayan. Hasil tangkapannya sebagian besar berupa udang. Dalam pengoperasiannya,
trammel net dianggap sebagai alat tangkap ramah lingkungan karena tidak merusak
ekosistem dasar perairan. Ikan yang tersangkut pada trammel net saat diangkat (hauling)
masih dalam keadaan hidup walaupun direndam selama 1 hari atau lebih.
3. Rawai
Sudirman dan Mallawa (2004), rawai terdiri dari rangkaian tali utama dan tali
pelampung, dimana pada tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang
pendek dan berdiameter lebih kecil dan di ujung tali cabang ini diikatkan pancing yang
berumpan. Alat tangkap ini bersifat pasif, yaitu menanti umpan di makan oleh ikan. setelah
pancing di turunkan ke perairan, mesin kapal di matikan, sehingga kapal dan alat tangkap
dapat hanyut mengikuti arus laut. Drifting berlangsung selama 4 - 5 jam. Setelah itu mata kail
diangkat kembali ke atas kapal.

Pembuatan apartemen ikan, merupakan rumah buatan bagi ikan di dasar laut yang
dibuat secara sengaja dengan menaruh berbagai jenis barang di dasar laut secara kontinyu.
Membangun rumpon merupakan suatu cara untuk mengumpulkan ikan dengan menciptakan
suatu kondisi yang merupakan imitasi karang alami sehingga ikan merasa hidup di rumahnya
sendiri. Rumpon ikan diberbagai lokasi dibuat dengan memasukkan barang-barang seperti
ban, dahan dan ranting dengan pohonnya sekaligus kedalam laut. Barang-barang tersebut
dimasukkan dengan diberikan pemberat berupa beton, batu-batuan dan lain-lain sehingga
posisi dari rumpon tidak bergerak karena arus laut. Barang -barang yang dimasukkan
kedalam laut dapat terus ditambah secara kontinyu untuk menambah massa rumpon.
Menangkap ikan dengan menggunakan rumpon merupakan hal yang bersifat konservatif,
karena penangkapan tidak merusak ekosistem laut namun malah meningkatkan kualitas
kehidupan ikan. Meski tidak semua ikan dapat diperoleh di rumpon ini, namun secara umum
menangkap ikan dengan rumpon merupakan salah satu upaya penangkapan ikan yang ramah
lingkungan. Ikan yang dapat diperoleh di rumpon ini biasanya adalah jenis ikan kerapu, ikan
kakap merah, talang-talang dan lain-lain.
Penerapan Sistem Tangkap Pilih, sistem tangkap pilih dapat diaplikasikan dalam
dunia perikanan. Sistem tangkap pilih ini melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan
indikator jenis ikan, kondisi fisik ikan, dan usia ikan yang bersangkutan. Dalam hal ini

pembuat kebijakan yaitu pemerintah diharapkan membuat standardisasi mengenai sistem


tangkap pilih ini. Bersama dengan para peneliti, mereka memutuskan jenis ikan yang
memang boleh ditangkap. Perlu pula dibuat suatu penetapan mengenai berat ikan yang siap
tangkap, panjang ikan, dan kategori usia ikan yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah
penangkapan ikan kerapu. Untuk ikan kerapu, ukuran ikan yang memiliki nilai jual tinggi
adalah ikan kerapu yang berukuran 500-1.000 gram. Jika diterapkan sistem tangkap pilih ini
akan sangat membantu program pelestarian perikanan. Hanya ikan yang sudah waktunya
untuk dipanen yang dapat ditangkap. Sementara ikan yang belum matang secara fisik dan
usia, akan dibiarkan tumbuh dan berkembang hingga ikan-ikan tersebut siap diambil di
kemudian hari. Tentunya hasil tangkapan akan lebih berkualitas dan terstandardisasi secara
baik. Selain itu, stok ikan di laut juga akan lebih terjaga.
Pengaturan Wilayah Tangkap bagi Kapal Ikan, sehingga akan membatasi kegiatan
penangkapan sumber daya ikan yang eksploitatif. Konsep ini memungkinkan pula para
pelaku industri tangkap ikan untuk mengembangkan potensi perikanan. Pengaturan wilayah
tangkap ikan ini juga merupakan kebijakan strategis yang dapat mengurangi terjadinya
eksploitasi ikan. Menerapkan peraturan ini memungkinkan kita menjaga keselamatan sumber
daya ikan secara lebih optimal, mencegah terjadinya kelangkaan, dan mencegah
kemungkinan kepunahan beberapa spesies tertentu. Jika hasil tangkapan telah melebihi
potensi lestarinya maka kemampuan ikan bertahan pada keseimbangan produksinya
terancam, yang akan mengarah pada kelangkaan sumberdaya perikanan, serta kepunahan
beberapa spesies ikan tertentu.
Mengoptimalkan sistem JTB (Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan), berdasarkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.29/Men/2012
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan di Bidang Penangkapan Ikan,
Rencana Pengelolaan Perikanan harus disusun berdasarkan pada beberapa hal, salah satunya
adalah jumlah tangkap ikan yang diperbolehkan. JTB ditetapkan berdasarkan estimasi potensi
sumber daya ikan dan tingkat pemanfaatan (eksploitasi) sumber daya ikan Jumlah hasil
tangkapan tidak melebihi jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan. Penerapan JTB ini
akan mencegah kelangkaan sumber daya ikan. Pengaturan jumlah hari/trip penangkapan
efektif, penentuan hari-hari tertentu untuk menangkap ikan merupakan salah satu upaya
penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Dengan menerapkan kebijakan ini, maka kita
dapat melakukan pengendalian tekanan berlebih terhadap sumberdaya ikan, pembinaan
efisiensi usaha, dan pengendalian penggunaan BBM bersubsidi. Sumbangsih dari para

ilmuwan dan civitas akademika juga sangat dibutuhkan untuk membuat suatu teknologi
penangkapan ikan modern yang ramah lingkungan. Tentu hal ini merupakan salah satu upaya
menjaga kelestarian perikanan sekarang dan waktu mendatang.

IV.

HUKUM LAUT

perubahan Umdang-Undang
Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan adalah masalah penegakan hukum, yang
dianggap merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam rangka
menunjang pembangunan perikanan secara terkendali dan sesuai dengan asas
pengelolaan perikanan. Oleh karenanya, peraturan perundang-undangan yang
mengatur pengelolaan sumberdaya kelautan harus mengurangi tumpang tindih
peraturan pengeusaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan keselarasan
peran antara pusat dan daerah serta antar sektor.
Pengaturan pengelolaan tersebut juga merupakan instrumen hukum
yang berfungsi preventif alam menjaga ancaman terhadap kelestarian
sumberdaya hayati laut, yang salah satu sumberdaya terebut adalah sumberdaya
perikanan laut. Menurut Dahuri bahwa beberapa faktor utama yang mengancam
kelestarian sumberdaya keaneragaman hayati laut adalah :
Dahuri, Rokhmin. 2003. Keaneragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia

1. Pemanfaatan berlebih (over exploitation) sumberdaya hayati,


2. penggunaan teknik dan peralatan penangkap ikan yang merusak lingkungan,
3. perubahan dan degradasi fisik habitat,
4. pencemaran,
5. introduksi spesies asing,

6. konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembanguna lainnya, dan


7. perubaham iklim global serta bencana alam.
Dalam pengaturan pengelolaan sumberdaya perikanan laut tersebut
perlunya pengaturan tentang keterlibatan masyarakat dalam bentuk partisipasi
dalam mengeksploitasi dan menjaga fungsi pelestarian sumberdaya perikanan
laut, misalnya tidak menangkap ikan dengan spesies tertentu yang dianggap

penting untuk menjamin kelestariannya, dengan menggunakan eksploitasi secara


selektif.
Saad, Sudirman. 2003. Politik Hukum Perikanan Indonesia

Masyarakat perikanan internasional menganggap penting manajemen


sumberdaya perikanan sebagaiman dimuat dalam CCRF. Pasal 7 CCRF
menyatakan bahwa negara harus mengadopsi pendekatan manajemen
sumberdaya perikanan yang dapat berdasarkan bukti dan fakta ilmiah yang ada.6
Rekomendasi CCRF yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah
dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah yang
berkaitan dengan:
a. kelebihan kapasitas penakapan ikan;
b. ketidakseimbangan antara kepentingan berbagai pihak dalam memanfaatkan
sumberdaya;
c. kerusakan habitat, kecenderungan kepunahan jenis ikan tertentu;
d. degradasi sumberdaya perikanan;
e. peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan yang tersosialisasi
dengan baik kepada masyarakat.
4.1.

Peraturan Internasional

Anda mungkin juga menyukai