Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua
negara berkembang, termasuk Indonesia karena angka kejadian dan kematiannya
yang relatif tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini menular
umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat.
Penyakit ini diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan
wabah dan menimbulkan kerugian yang besar. Penyakit menular merupakan
perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut yaitu
lingkungan, agen penyebab penyakit, dan pejamu. Sektor kesehatan Indonesia saat
ini sedang berada dalam situasi transisi epidemiologi yang harus menanggung
beban berlebih. Meskipun banyak terjadi peningkatan penyakit tidak menular
seperti penyakit jantung, kanker dan obesitas. Pada sisi lain banyak penyakit
menular seperti penyakit cacar dan frambusia yang sudah bisa ditangani, namun
masih banyak penyakit lain seperti tuberkulosis paru, kusta, dan diare yang belum
dituntaskan (Widoyono, 2011:3).
Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai
media yang dapat ditularkan secara langsung dan tidak langsung. Media penularan
penyakit yang ditularkan secara langsung tersebut adalah penyakit yang ditularkan

melalui makanan dan minuman seperti diare dan penyakit yang ditularkan melalui
udara antara lain tuberkulosis paru (Widoyono, 2008:3).
Di masyarakat tentunya sering kita jumpai penyakit tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis
yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang, tapi yang paling banyak adalah
paru-paru (Nurarif dan Kusuma, 2013:560). Sedangkan menurut Suratun, dkk,
2009:105 bahwa tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang paruparu yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menyebabkan
nekrosis jaringan.
Secara umum, penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
masih menjadi masalah kesehatan dari masyarakat kita. Penyakit tuberkulosis
paru dimulai dari tuberkulosis, yang berarti suatu penyakit infeksi yang
disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama
Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantara ludah atau
dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada saat penderita
batuk, butir-butir air ludah berterbangan di udara dan terhisap oleh orang sehat,
sehingga masuk ke dalam paru-paru nya, yang kemudian menyebabkan penyakit
tuberkulosis paru (Naga, 2012:308).
Di negara industri seluruh dunia, angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit tuberkulosis paru menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun 1980-an,
grafik

menetap

dan

meningkat

di

daerah

dengan

prevalensi

Human

Immunodeficiency Virus (HIV) tinggi. Morbiditas tinggi biasanya terdapat pada


kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah dan pevalensinya lebih
tinggi pada daerah perkotaan daripada pedesaan (Widoyono, 2011:3).
Penyakit tuberkulosis paru telah menyebar secara luas diseluruh dunia
termasuk diantaranya India, China, Indonesia, Rusia, Bangladesh, dan lain lain.

World Health Organization (WHO) memperkirakan bakteri penyebab tuberkulosis


paru ini akan membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya. Jika dihitung,
pertambahan jumlah pasien tuberkulosis paru akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta
setiap tahun dan 1,1-2,2 juta jiwa. Penyebaran penyakit tuberkulosis paru akibat
bakteri Mycobacterium tuberculosis sangat cepat. Kecepatan penyebaran penyakit
tuberkulosis paru bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan penyebaran
penyakit HIV/AIDS dan munculnya bakteri tuberkulosis paru yang resisten
terhadap obat. WHO memperkirakan antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar
1 miliar manusia akan terinfeksi (Anggraeni, 2011:4).
WHO memperkirakan terjadi kasus tuberkulosis paru sebanyak 9 juta orang
per tahun diseluruh dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3
juta orang per tahun. Dari seluruh kematian tersebut, 25% terjadi di negara
berkembang. Sebelumnya 75% dari penderita berusia 15-50 tahun (usia
produktif). WHO telah menyatakan 22 negara dengan beban penyakit tuberkulosis
paru tertinggi di dunia 50%-nya berasal dari negara-negara Asia, Afrika, dan
Amerika. Hampir semua negara Association of the South East Asia Nation
(ASEAN) masuk dalam kategori 22 negara tersebut, kecuali Singapura dan
Malaysia. Tiga negara dengan penyakit tuberkulosis paru tertinggi yaitu India ,
China, dan Indonesia (Widoyono, 2011:14).
Berdasarkan data WHO, dikawasan Asia Tenggara, menunjukkan bahwa
penyakit tuberkulosis paru telah membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari
(Anggraeni, 2011:2). Angka tertinggi penyakit ini dijumpai di India dengan kasus
sebanyak 2 juta orang. Di urutan kedua adalah China dengan kasus sebanyak 1,5
juta orang, sementara Indonesia menduduki urutan ketiga dengan penderita
kurang lebih 583.000 orang (Naga, 2012:308). Dibandingkan dengan penyakit

menular lainnya, tuberkulosis paru menjadi pembunuh nomor satu di kawasan


Asia Tenggara, jumlahnya 2-3 kali lipat dari jumlah kematian yang disebabkan
oleh HIV/AIDS yang berada pada peringkat kedua. Sementara itu, penyakit tropis
lainnya, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak sampai sepersepuluhnya
(Anggraeni, 2011:2).
Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 1999, WHO menegaskan bahwa di
Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih ratusan ribu kasus baru dengan
kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan
menurut Kusnidar tahun 1990, jumlah kematian yang disebakan karena
tuberkulosis paru diperkirakan 105.952 orang pertahun. Kejadian kasus
tuberkulosis paru yang tertinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok
masyarakat dengan sosio-ekonomi lemah (Naga, 2012:308).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2012 menggambarkan
berdasarkan jenis kelamin, kasus Basil Tahan Asam (BTA) (+) pada laki-laki
hampir 1,5 kali dibandingakan kasus BTA (+) pada wanita. Sebesar 59,4% kasus
BTA (+) yang ditemukan berjenis kelamin laki-laki dan 40,6% kasus berjenis
kelamin perempuan. Seluruh kasus di 33 propinsi di Indonesia lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut kelompok umur kasus
baru yang ditemukan paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu
sebesar 21,72% diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,38% dan pada
kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,26%. Kasus baru BTA (+) kelompok
umur 0-14 tahun merupakan proporsi yang paling rendah.
Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis di
Indonesia, yaitu pada tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena tuberkulosis
yang diantaranya 600.000 perempuan dan 1,1 juta laki-laki, sementara ada 9,4 juta

kasus baru tuberkulosis paru yang diantaranya 3,3 juta perempuan dan 6,1 juta
laki-laki. Kasus tuberkulosis paru lebih banyak diderita oleh laki-laki
dibandingkan perempuan. Tahun 2010 Indonesia telah berhasil menurunkan
insidens, prevalensi, dan angka kematian ke urutan 5 dunia setelah hampir 10
tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3 sedunia. Insidens berhasil
diturunkan sebesar 45 % yaitu 343 menjadi 189 per 100.000 penduduk, prevalensi
dapat diturunkan sebesar 35 % yaitu 443 menjadi 289 per 100.000 penduduk dan
angka kematian sebesar 71 % yaitu 92 menjadi 27 per 100.000 penduduk.
tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan penting di dunia dan di
Indonesia. Tuberkulosis paru juga merupakan salah satu indikator keberhasilan
Millennium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian menjadi setengahnya di tahun
2015 (Kemenkes RI, 2011). Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis
tuberkulosis paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0,4 persen, tidak
berbeda dengan 2007. Lima provinsi dengan tuberkulosis paru tertinggi adalah
Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua
Barat (0,4%) (Kemenkes RI, 2013).
Di Provinsi Lampung penyakit tuberkulosis paru dengan BTA positif pada
tahun 2003-2012 cenderung meningkat, sedangkan angka konversi dan
kesembuhan nampak berfluktuatif naik turun. Pada tahun 2012 Case Detection
Rate (CDR) atau Angka Penemuan Kasus tuberkulosis paru belum mencapai
target >70 % sedangkan untuk angka kesembuhan telah mencapat target 85 %.
Berdasarkan data pencapaian di Provinsi Lampung Penemuan Kasus (CDR),
terlihat bahwa angka Penemuan Kasus (CDR) tertinggi ada di Kota Bandar

Lampung, Kabupaten Way Kanan, dan Kabupaten Lampung Selatan (Dinkes


Lampung, 2012).
Meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis paru dari tahun ke tahun,
dipengaruhi oleh faktor ketahanan tubuh pada manusia yang pada tingkat
pertahanan nya lemah. Hal ini bisa berbentuk status gizi, kebesihan diri individu,
dan kepadatan hunian tempat tinggal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Siti Fatimah tahun 2008 di Cilacap yang berjudul Faktor Kesehatan Lingkungan
Rumah yang Berhubungan dengan Kejadian Tb Paru Di Kabupaten Cilacap
(Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu,
Bantarsari) Tahun 2008 menunjukkan menunjukkan hasil uji statistik
memperlihatkan nilai pada pencahayaan nilai <0,05 (=0,003), pada ventilasi
nilai <0,05 (=0,003), pada kelembaban udara nilai <0,05 (=0,024), pada jenis
lantai nilai <0,05 (=0,026), dan pada jenis dinding nilai <0,05 (=0,009) yang
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pencahayaan, ventilasi,
kelembaban udara, jenis lantai, dan jenis dinding rumah dengan kejadian
tuberkulosis paru (http://eprints.undip.ac.id/24695/1/SITI_FATIMAH.pdf, diakses
pada tanggal 22 Februari 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh putra tahun 2011 di kota solok
yang berjudul Hubungan Perilaku Dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan
Kejadian Tb Paru di Kota Solok Tahun 2011 menunjukkan hasil uji statistik
memperlihatkan nilai pada tingkat pengetahuan nilai <0,05 (=0,034), pada sikap
nilai <0,05 (=0,028), pada kepadatan hunian nilai <0,05 (=0,015), pada
ventilasi nilai <0,05 (=0,016), pada pencahayaan nilai <0,05 (=0,015) yang
berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, kepadatan
hunian, ventilasi, dan pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis paru

(http://repository.unand.ac.id/16894/1/ SKRIPSI_LENGKAP_NIKO.pdf, diakses


pada tanggal 22 Februari 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryana, dkk tahun 2011 di
Kecamatan Baturetno yang berjudul Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di
Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri menunjukkan hasil uji statistik
memperlihatkan nilai pada sosial ekonomi nilai <0,05 (=0,001), pada ventilasi
nilai <0,05 (=0,005), pada pengetahuan nilai <0,05 (=0,085), dan pada sikap
nilai <0,05 (=0,052) yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara
sosial ekonomi, ventilasi, pengetahuan, dan sikap dengan kejadian tuberkulosis
paru(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkmi/article/download/5396/4835&
ved, diakses pada tanggal 22 Februari 2015).
Penyakit infeksi khususnya yang diakibatkan oleh lingkungan yang kurang
sehat termasuk tuberkulosis paru diperkirakan akan terus meningkat. Penyakit
tuberkulosis paru sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan perilaku hidup
tidak sehat. Berdasarakan Profil Kesehatan Kota Bandar Lampung Tahun 2013,
jumlah penderita tuberkulosis paru BTA positif tertinggi adalah di wilayah
Puskesmas Panjang dengan hasil presentase antara jumlah penderita tuberkulosis
paru BTA positif dan jumlah penduduk 0,25 %.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Panjang Tahun 2010 jumlah
penderita tuberkulosis paru ada sebanyak 116 kasus, kambuh ada sebanyak 5
orang, DO (drop out) ada sebanyak 2 orang, dan meninggal ada sebanyak 3 orang.
Tahun 2011 jumlah penderita tuberkulosis paru ada sebanyak 101 kasus, kambuh
ada sebanyak 3 orang, DO (drop out) ada sebanyak 3 orang, dan meninggal ada
sebanyak 6 orang. Tahun 2012 jumlah penderita tuberkulosis paru ada sebanyak
109 kasus, kambuh ada sebanyak 3 orang, DO (drop out) ada sebanyak 4 orang,
dan meninggal ada sebanyak 4 orang. Tahun 2013 jumlah penderita tuberkulosis

paru ada sebanyak 163 kasus, kambuh ada sebanyak 7 orang, DO (drop out) ada
sebanyak 6 orang, dan meninggal ada sebanyak 6 orang. Pada tahun 2014 dari
bulan Januari sampai Desember jumlah penderita tuberkulosis paru ada sebanyak
141 kasus, kambuh ada sebanyak 10 orang, DO (drop out) ada sebanyak 9 orang,
dan meninggal ada sebanyak 7 orang (Laporan Tahunan Puskesmas Panjang).
Berdasarkan hasil presurvey yang dilakukan di Puskesmas Panjang, peneliti
mewawancarai 5 orang penderita tuberkulosis paru yang datang ke Puskesmas
Panjang, dari hasil wawancara didapatkan 3 diantara 5 orang tidak mengetahui
tentang penyebab, penularan dan pencegahan penyakit tuberkulosis paru, dan 3
diantara 5 orang memiliki pendapatan yang rendah.
Berdasarkan uraian dan fenomena di atas peneliti tertarik untuk meneliti
Gambaran Faktor-Faktor Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Panjang Bandar Lampung Tahun 2014.

B. Rumusan Masalah
Dari berbagai uraian latar belakang tersebut maka perumusan masalahnya
sebagai berikut : faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis
paru di wilayah kerja Puskemas Panjang Bandar Lampung tahun 2014.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui gambaran faktor-faktor kejadian tuberkulosis paru di wilayah
kerja Puskemas Panjang Bandar Lampung tahun 2014.
2. Tujuan Khusus

Diketahui distribusi frekuensi umur, kondisi sosial ekonomi, kondisi


rumah, pengetahuan, dari penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas
Panjang Bandar Lampung tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan
pelayanan keperawatan di Puskesmas khususnya dalam upaya promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif terhadap penyakit tuberkulosis paru.
2. Bagi Peneliti
Dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat mengetahui lebih baik tentang
tuberkulosis paru secara mendalam, dan tambahan ilmu pengetahuan khususnya di
bidang Keperawatan Medikal Bedah.
3. Bagi Institusi Kesehatan dan Keperawatan
Sebagai salah satu sumber bacaan untuk menambah wawasan bagi
mahasiswa khususnya yang terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan
dengan tuberkulosis paru.
4. Bagi Peneleiti Selanjutnya
Sebagai sumber data dan bahan referensi atau perbandingan bagi peneliti
selanjutnya yang melakukan penelitian dengan topik yang sama.
E. Ruang Lingkup
1. Pembatasan Masalah
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah akan meneliti tentang gambaran
faktor-faktor kejadian tuberkulosis paru pada masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Panjang Bandar Lampung 2014. Menghindari terjadinya pelebaran
masalah, penulis menitikberatkan penelitian ini pada kerangka berfikir yaitu
faktor umur, sosial ekonomi, kondisi rumah, dan pengetahuan penderita
tuberkulosis paru, serta mengabaikan faktor lain. Penelitian akan dilakukan pada
tahun 2015 bertempat di wilayah kerja Puskesmas Panjang Bandar Lampung dan

10

hanya melibatkan penderita tuberkulosis paru yang ada di wilayah kerja


Puskesmas Panjang Bandar Lampung.

Anda mungkin juga menyukai