terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence Based Medicine), kerahasiaan informasi, dan
kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)
(DepKes RI, 2014).
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.Efek Samping Obat adalah reaksi obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. MESO bertujuan untuk
menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal,
frekuensinya jarang; menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang
baru
saja
ditemukan;
mengenal
semua
faktor
yang
mungkin
dapat
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.Tujuan EPO yaitu
mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat, membandingkan pola
penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan
penggunaan obat, dan menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.Kegiatan
praktek EPO yaitu mengevaluasi pengggunaan obat secara kualitatif dan mengevaluasi
penggunaan obat secara kuantitatif.Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
EPO yaitu indikator peresepan, indikator pelayanan, dan indikator fasilitas (DepKes RI,
2014).
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil
pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks
terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. PKOD bertujuan untuk
mengetahui Kadar Obat dalam Darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang
merawat. Kegiatan PKOD meliputi: melakukan penilaian kebutuhan pasien yang
membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD), mendiskusikan kepada dokter
untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD), dan
menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan memberikan
rekomendasi (DepKes RI, 2014).
2. Patient safety
Keselamatan (safety) dirumah sakit telah lama menjadi isu global. Salah satu isu
penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu keselamatan pasien
(patient safety). Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu sistem di rumah sakit yang
bertujuan membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja
dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah
pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Cedera dan Kejadian Potensial Cedera (DepKes RI, 2011).
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada
pasien.Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar
ke pasien.Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cedera. Kondisi Potensial Cedera ( KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kejadian sentinel adalah suatu KTD
yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. Pelaporan insiden keselamatan pasien
yang selanjutnya adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan
pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran (DepKes RI, 2011).
Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS)
yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan
pasien.Keanggotaan terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di
rumah sakit. Tugas TKPRS yaitu :
a. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan kekhususan
rumah sakit tersebut;
b. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit;
c. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan
(monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan
pasien rumah sakit;
d. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan
pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit;
e. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan solusi
untuk pembelajaran;
f. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka
pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit; dan
g. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit
(DepKes RI, 2011).
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan penilaiannya dilakukan
dengan menggunakan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit. Standar keselamatan pasien
tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu hak pasien, mendidik pasien dan keluarga, keselamatan
pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan
dalam meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan
komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien (DepKes RI,
2011).
Sasaran keselamatan pasien meliputi ketepatan identifikasi pasien, peningkatan
komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert),
kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan; dan pengurangan risiko pasien jatuh. Tujuh langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit yaitu membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien,
memimpin
dan
mendukung
staf,
mengintegrasikan
aktivitas
pengelolaan
risiko,
mengembangkan sistem pelaporan, melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien, belajar dan
berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dan mencegah cedera melalui implementasi
sistem keselamatan pasien (DepKes RI, 2011).
3. Management
Manajemen pelayanan rawat inap merupakan hal yang penting untuk meningkatkan dan
menjaga kualitas pelayanan dengan lebih efektif dan efisien disamping pentingnya
menjalankan farmasi klinis di rumah sakit. Departemen Kesehatan RI menggunakan beberapa
indikator untuk menilai mutu pelayanan rawat inap di rumah sakit meliputi :
1) BOR (Bed Occupancy Ratio = angka penggunaan tempat tidur)
BOR adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini
memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%.
Rumus :
Jumlahhari perawatan rumah sakit
BOR=
x 100
Jumlah tempat tidur x 365
2) AVLOS (Average Length of Stay = rata-rata lamanya pasien dirawat)
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat
dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai AVLOS yang
ideal antara 6-9 hari.
Rumus :
Jumlah hari perawatan pasien keluar rumah sakit
AVLOS
Jumlah pasien keluar (hidup+mati)
3) TOI (Turn Over Interval = tenggang perputaran)
TOI adalah rata-rata hari tempat tidur yang tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi
berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
((Jumlah tempat tidur x 365) Hari perawatan)
TOI =
Jumlah pasienkeluar (hidup +mati)
4) BTO (Bed Turn Over = angka perputaran tempat tidur)
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode (biasanya satu tahun) atau
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
Jumlah pasienkeluar (hidup +mati)
BTO=
Jumlah tempat tidur
5) NDR (Net Death Rate)
NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar.
Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Jumlah pasienmati>48 jam
NDR=
X 100
Jumlah pasien keluar (hidup+ mati)
6) GDR (Gross Death Rate)
GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya dirawat
GDR=
X 100
Jumlah pasien keluar(hidup+mati)
(Muninjaya, 2004)
4. Pharmaceutical care
Pharmaceutical care merupakan program yang berorientasi kepada pasien dimana
apoteker bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menyelenggarakan promosi
kesehatan, mencegah penyakit, menilai, memonitor, merencanakan dan memodifikasi
pengobatan untuk menjamin regimen terapi yang aman dan efektif. Tujuan dari
pharmaceutical care adalah mengoptimalkan kualitas hidup pasien dan mencapai hasil klinik
yang baik (Syaripuddin, 2013). Hal tersebut menegaskan peran apoteker untuk lebih
berinteraksi dengan pasien, lebih berorientasi terhadap pasien dan mengubah orientasi kerja
apoteker yang semula hanya berorientasi kepada obat dan berada di belakang layar menjadi
profesi yang bersentuhan langsung dan bertanggungjawab terhadap pasien.
6. Monitoring ADR
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Pelaksaan MESO bertujuan
untuk menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal
dan
yang
baru
saja
ditemukan,
mengenal
semua
faktor
yang
mungkin
dapat
b.
mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO;
c.
d.
e.
Adapun factor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi
dan ruang rawat; dan ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
(DepKes RI, 2014).
7. Quality
assurance
of
pharmaceutical
care
service
(jaminan
kualitas
layanan
pharmaceutical care)
Konsep yang menjadi dasar pelayanan kesehatan adalah jaminan kualitas dari pelayanan
pasien. Donabedian mendefinisikan 3 unsur jaminan mutu dalam pelayanan kesehatan adalah
struktur, proses, dan dampak. Definisi Quality Assurance adalah rangkaian aktifitas yang
dilakukan untuk memonitor dan meningkatkan penampilan sehingga pelayanan kesehatan
seefektif dan seefisien mungkin. Dapat juga didefinisikan Quality Assurance sebagai semua
aktifitas yang berkontribusi untuk menetapkan, merencanakan, mengkaji, memonitor, dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (IAI, 2010).
8. Clinical pharmacy (PIO, konseling, edukasi pasien dan tenaga kesehatan, DUE, DRP,
PMO, rekonsiliasi obat, dispensing aseptik)
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik berupa :
a. PIO (Pelayanan Informasi Obat)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif
yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya
serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. PIO bertujuan untuk:
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di
lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit;
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi
Tim Farmasi dan Terapi;
3) Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin, leaflet, poster,
newsletter, menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunanFormularium Rumah Sakit, bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan
Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat
inap, melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya, dan melakukan penelitian (DepKes RI, 2014).
b. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat
dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.Konseling untuk pasien rawat
jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif
Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker (DepKes RI,
2014).
Pemberian
konseling
obat
bertujuan
untuk
mengoptimalkan
hasil
terapi,
meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan costeffectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien
(patient safety). Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:
1) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
2) Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
3) Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat;
4) Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan
penyakitnya;
5) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
6) Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat;
7) Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi;
8) Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
9) Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat mencapai
tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien
(DepKes RI, 2014).
Kegiatan dalam konseling obat meliputi:
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
2) Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three
Prime Questions;
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan obat;
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan obat;
5) Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
6) Dokumentasi
(DepKes RI, 2014).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat:
1) Kriteria Pasien:
a) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui);
b) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lainlain);
c) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortiksteroid dengan tappering down/off);
d) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin);
farmakologi, terapi efek samping yang dapat diganti dengan obat lain, penyalahgunaan
obat.
2) Membutuhkan terapi obat tambahandapat disebabkan oleh munculnya kondisi baru
selain penyakit utama yang membutuhkan terapi, diperlukan terapi obat yang bersifat
preventif untuk mencegah resiko perkembangan keparahan kondisi, kondisi medis yang
membutuhkan kombinasi obat untuk memperoleh efek sinergis maupun efek tambahan.
3) Obat kurang efektif disebabkan oleh kondisi medis sukar disembuhkan dengan obat
tersebut, bentuk sediaan obat tidak sesuai, dan produk obat yang diberikan bukan yang
paling efektif untuk mengatasi indikasi penyakit.
4) Dosis kurang umumnya disebabkan karena dosis terlalu rendah untuk dapat
menimbulkan respon yang diharapkan, interval pemberian kurang untuk menimbulkan
respon yang diinginkan, durasi terapi obat terlalu pendek untuk dapat menghasilkan
respon, serta interaksi obat yang dapat mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam
bentuk aktif.
5) Efek samping obat dapat disebabkan karena obat menimbulkan efek yang tidak
diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, interaksi obat yang
menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis,
ada obat lain yang lebih aman ditinjau dari faktor resikonya, regimen dosis yang telah
diberikan atau diubah terlalu cepat, obat yang diberikan menyebabkan alergi, dan obat
yang diberikan dikontraindikasikan karena faktor resikonya.
6) Dosis berlebih disebabkan oleh dosis obat yang diberikan terlalu tinggi, dosis obat
dinaikkan terlalu cepat, frekuensi pemberian obat terlalu pendek, durasi terapi
pengobatan terlalu panjang.
7) Ketidakpatuhan pasien umumnya disebabkan karena pasien tidak memahami aturan
pemakaian, pasien lebih suka tidak menggunakan obat, pasien lupa untuk menggunakan
obat, obat terlalu mahal bagi pasien, pasien tidak dapat menelan obat atau menggunakan
obat sendiri secara tepat, dan obat tidak tersedia bagi pasien(Cipolle, et al., 2004).
e. PMO (Pengawas Minum Obat)
Pengawas Minum Obat atau biasa disebut PMO merupakan tenaga kesehatan yang
bertugas :
1) Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan
2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
3) Mengingatkan pasien untuk segera menemui petugas kesehatan (dokter atau petugas
kesehatan lain) yang memberikan obat, jika terjadi gejala efek samping, atau kondisi
penyakit yang bertambah parah atau ada kelainan lain
4) Mengingatkan pasien untuk segera meneruskan meminum obat jika lupa meminum obat
5) Mengingatkan penderita untuk menyimpan obat pada tempat yang kering, tidak terkena
cahaya matahari, jauh dari jangkauan anak anak
(DepKes RI, 2005)
f. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis
atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan
pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya (DepKes
RI, 2014).
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah memastikan informasi yang akurat
tentang obat yang digunakan pasien, mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terdokumentasinya instruksi dokter, dan mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak
terbacanya instruksi dokter. Tahap proses rekonsiliasi obat yaitu:
1) Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan pasien,
meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan
dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus
untuk data alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat
keparahan.Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar
obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart.Data obat
yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua obat yang
digunakan oleh pasien baik resep maupun obat bebas termasuk herbal harus dilakukan
proses rekonsiliasi.
2) Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan.
Discrepancy
atau
ketidakcocokan
adalah
bilamana
ditemukan
10. Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan
pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Tahap-tahap proses
dispensing meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Menerima resep
Menskrining resep berdasarkan persyaratan administrasi, farmakologi, dan klinis
Menyiapkan obat dalam resep / meracik obat bila obat dalam bentuk racikan
Memasukkan obat dalam kemasan yang sesuai
Memberi etiket
Memberikan KIE kepada pasien terkait obat yang diresepkan
ruangan.Dilakukan cross check setiap perpindahan dan penerimaan barang pesanan. Setelah
proses pengecekan oleh perawat, selanjutnya obat disimpan di rak/lemari terkunci yang
terdapat pada tiap kamar pasien. Perawat menyiapkan obat sesuai dengan nama pasien dan
frekuensi pemberian obat dicocokkan dengan MPS pasien.
Selain sistem distribusi obat melalui ODDD, obat-obat yang dibutuhkan segera dapat
diberikan melalui aerocom.Obat obat yang telah dihentikan oleh dokter dapat diretur ke
instalasi farmasi rawat inap dan tidak dimasukkan ke dalam tagihan yang harus dibayarkan
oleh pasien, sehingga pasien hanya membayar obat-obat yang digunakan saja. Adapun proses
retur obat ke instalasi farmasi rawat inap ini, yaitu apoteker mengecek barang-barang (obat
ataupun alkes) dengan formulir retur yang telah dituliskan oleh admin. Selanjutnya apoteker
menginput barang-barang tersebut ke dalam komputer dan mengirim barang tersebut ke
instalasi farmasi rawat inap. Petugas penanggung jawab rawat inap akan mengecek kembali
barang yang akan diretur dengan hasil input dari apoteker, apabila barang sesuai dengan yang
tertulis di komputer, maka petugas tersebut akan menghapuskan barang tersebut dari tagihan
yang harus dibayarkan oleh pasien. Selanjutnya, obat retur tersebut dikembalikan sesuai
dengan tempatnya.
farmakologi (obat-obatan yang didapat) dan memberikan edukasi terapi non farmakologi
(menjaga pola hidup). Edukasi yang diberikan tidak hanya kepada pasien tetapi dapat juga
diberikan kepada keluarga pasien bila kondisi pasien tidak memungkinkan.
Apoteker bertanggung jawab mengisi blangko pharmaceutical care sebagai bentuk
assessment farmasi klinik mengenai terapi farmakologi yang telah diberikan kepada pasien.
Tujuan dari dijalankannya kegiatan farmasi klinik ini untuk meningkatkan rasionalitas terapi
yang diberikan (lebih aman, efektif, dan efisien) melalui analisa Drug Related Problem (DRP)
dari terapi yang telah diberikan. Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
pemahaman akan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat dalam jangka waktu lama pada
pasien penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan kolesterol menjadi kunci keberhasilan
terapi pengobatan. Tanggung jawab tersebut merupakan salah satu contoh bentuk kepedulian
apoteker kepada pasien yang menderita penyakit kronis.
2. Patient safety
Patient safety menjadi tujuan utama dalam memberikan terapi kepada pasien. Tujuan
dari patient safety yaitu mencegah terjadinya cedera atau hal yang merugikan bagi pasien
yang disebabkan oleh adanya kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil dalam terapi kepada pasien. Kesalahan medis
didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan, namun tidak seperti apayang diharapkan atau merupakan suatu perencanaan
yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kesembuhan pasien).
Penggunaan berbagai jenis obat-obatan, beragamnya pemeriksaan dan prosedur, serta
banyaknya jumlah pasien meningkatkan potensi terjadinya kesalahan medis (medical errors).
Kesalahan pada setiap tahap sangat mungkin terjadi, oleh karena itu apoteker sangat berperan
dalam memperhatikan dan meminimalisir kejadian tersebut sehingga keamanan pasien benarbenar terjamin karena terhindar dari medical error. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada
tahap diagnostik, seperti kesalahan atau keterlambatan diagnosa, ataupun tidak menerapkan
pemeriksaan yang sesuai. Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tahapan pengobatan yaitu
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan dalam merespon hasil pemeriksaan yang tidak layak atau tidak benar.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada tahapan preventif adalah tidak memberikan terapi
profilaktik, monitoring dan follow up yang tidak adekuat, atau pada hal teknis lain seperti
kegagalan alat atau sistem.
Adapun langkah-langkah dilakukan Apoteker di RS Tidar dalam rangka menjaga
keselamatan pasien, telah menerapkan beberapa langkah Patient Safety, diantaranya:
a. Identifikasi Apoteker di rawat inap memastikan ketepatan identitas pasien pada etiket
menggunakan kartu obat pasien, selanjutnya apoteker bangsal bertanggung jawab
melakukan pengecekan ulang etiket, kartu obat dengan gelang identitas pasien yang
memuat nama pasien, tanggal, bulan, tahun lahir, serta nomor rekam medis setiap kali
pemberian obat atau visit pasien.
b. Komunikasi Apoteker bangsal melakukan komunikasi yang baik dan benar dengan
pasien untuk menjelaskan terapi yang diberikan melalui edukasi yang efektif, tepat waktu,
akurat, lengkap, jelas dan dapat dipahami pasien mengenai terapi yang dijalani dan obatobatan yang digunakan.
c. Medikasi Apoteker memastikan ketepatan dosis obat, tepat obat, tepat waktu, tepat cara
pemberian, dan tepat dokumentasi melalui verifikasi kartu obat pasien antara apoteker dan
perawat yang bertanggung jawab, memastikan tepat pasien dengan meminta pasien
menyebutkan nama dan alamat pasien.
d. Surgery Marking Apoteker memastikan tindakan pengobatan yang benar dengan
memverifikasi cara pemberian obat, tujuan terapi, dosis obat dan pasien yang benar,
memastikan bahwa etiket, kartu obat dan rekam medis telah tersedia, sudah diberi label dan
ditampilkan, serta memverifikasi peralatan khusus dan/atau implan yang diperlukan;
e. Hand Hygiene Apoteker rawat inap dan bagsal memastikan kebersihan selama tahapantahapan Compounding dan Dispensing untuk mencegahan kontaminasi san infeksi
nosocomial melalui ketersediaan cairan antiseptik di beberapa sudut lokasi rawat inap
disertai leaflet cara mencuci tangan yang benar menurut WHO, tersediannya sarung
tangan, dan masker serta kebersihan ruangan.
3. Management
Manajemen yang baik akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan yang baik kepada
pasien. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan pasien harus mampu memberikan
pelayanan terbaik karena untuk menjamin kualitas dan kepuasan pasien. Disisi lain, rumah
sakit juga memperhatikan sisi ekonomi, dimana rumah sakit harus mendapatkan penghasilan
untuk kelangsungan hidup perkembangan rumah sakit tersebut namun tetap mengutamakan
kepentingan pasien.
Pelayanan utama dari SMC RS Telogorejo adalah pelayanan medis, pembedahan, dan
pelayanan perawatan orang sakit, sedangkan sasaran utamanya adalah perawatan, pengobatan
pasien dan kesehatan pasien. Namun dalam perkembangan berikutnya, rumah sakit harus
mampu mendapatkan penghasilan (bukan keuntungan), untuk mempertahankan kelangsungan
hidup dan perkembangannya. Disamping tetap menjalankan perawatan berdasarkan farmasi
klinis yang baik kepada pasien sebagai fungsi utama, Rumah Sakit tersebut perlu juga
memperhatikan hal manajemen untuk membantu dalam meningkatkan dan menjaga kualitas
pelayanan yang diberikan dengan lebih efektif dan efisien. Hal tersebutlah yang akhirnya
memperluas kegiatan rumah sakit dalam memberikan pelayanan medis kepada pasien.
Sebagai salah satu bagian dari rumah sakit, maka unit rawat inap di rumah sakit juga perlu
memperhatikan penghasilan sebagai sasaran yang harus dicapai, disamping tetap menjalankan
perawatan orang sakit (pasien) sebagai fungsi utama. Hal inilah yang menjadi dasar
diperlukannya manajemen yang baik, sehingga setiap jasa maupun barang yang diberikan
kepada pasien harus dapat memberikan penghasilan bagi rumah sakit.
Pelayanan yang diberikan oleh SMC RS Telogorejo ini harus berdasarkan pada
optimalisasi sarana yang ada. Penempatan tempat tidur pasien (bed pasien) disetiap bangsal
telah diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan overloaded dan pasien akan merasa nyaman
bila berada didalam bangsal tersebut. Berikut merupakan contoh-contoh yang dapat
mengurangi kualitas dari pelayanan:
a. Tempat tidur (bed) pasien overloaded
Hal ini akan berdampak pada mutu pelayanan medis yang kurang baik, dimana
dalam kondisi yang padat pasien dapat menurunkan kenyamanan pasien dan mutu sanitasi
ruangan.
b. Terjadi pemborosan biaya apabila tingkat utilitas tempat tidur yang disediakan sangat
rendah, apalagi sampai tempat tidur tersebut tidak pernah digunakan.
Kedua hal tersebut dapat menjadi ancaman efisiensi pelayanan medis karena terdapat
biaya yang hilang tanpa menghasilkan sesuatu. Pemantauan hal tersebut dapat dilakukan
dengan memonitor tingkat penggunaan tempat tidur di bangsal rawat inap, dengan
menggunakan indikator BOR (Bed Occupancy Rate). Indikator ini dapat menggambarkan rata
rata pemakaian tempat tidur oleh pasien pada suatu bangsal, dan dalam suatu periode tertentu.
BOR yang tinggi, menggambarkan penggunaan tempat tidur yang tinggi pula, sehingga dapat
mengambarkan tingginya pemasukan bagi rumah sakit. Indikator BOR sering digunakan
sebagai dasar penilaian apakah suatu rumah sakit itu dapat dikatakan baik dalam
penghasilan/pendapatannya. Selain itu, BOR digunakan untuk mengevaluasi efesiensi
penggunaan tempat tidur di bangsal unit rawat inap, sehingga dapat dilakukan untuk
perencanaan penempatan tempat tidur. Beberapa indikator penggunaan tempat tidur lainnya
seperti AVLOS (Average Length of Stay = rata-rata lamanya pasien dirawat), TOI (Turn Over
Interval = tenggang perputaran), BTO (Bed Turn Over = angka perputaran tempat tidur), NDR
(Net Death Rate = angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita
keluar), atau GDR (Gross Death Rate = angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita
keluar) bisa digunakan dalam mengevaluasi penggunaan tempat tidur pasien rawat inap,
namun yang biasa digunakan di SMC RS Telogorejo yaitu indikator BOR.
4. Pharmaceutical care
Program pharmaceutical care di Rumah Sakit Tidar sudah dijalankan. Pharmaceutical
care dilakukan oleh apoteker bangsal, sedangkan apoteker rawat inap tidak melakukannya.
Program pharmaceutical care yang dilakukan apoteker bangsal meliputi penelusuran riwayat
penggunaan obat, rekonsiliasi obat, dan konseling. Konseling yang diberikan oleh apoteker
kepada pasien meliputi penjelasan jika ada tambahan obat baru atau penggantian obat,
kegunaan obat dan aturan minum. Kegitan pharmaceutical care tersebut didokumentasikan
secara tertulis pada blangko yang tersedia.
5. Meeting patients needs
Meeting patients needs merupakan bagian dari pharmaceutical care di rawat inap.
Kebutuhan untuk mengunjungi pasien menjadi salah satu hal yang terpenting di unit rawat
inap. Hal ini dilakukan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dan ketercapaian
tujuan terapi. Di Rumah Sakit Tidar, Meeting patients needs dijalankan saat apoteker
melakukan konsiliasi obat dan saat pemberian obat setelah visit dokter selesai. Selama
Meeting patients needs, apoteker melihat kondisi pasien, memberikan penjelasan tentang
terapi yang diberikan dan memberikan saran terapi non farmakologi serta mendiskusikan
kebutuhan pasien terkait terapi yang dijalani. Konsep Meeting patients needs belum
sepenuhnya maksimal, melihat bahwa visit yang dilakukan oleh apoteker dan tenaga
kesehatan lainnya (dokter dan perawat) tidak berjalan bersamaan, sehingga terdapat informasi
tambahan terkait kebutuhan terapi pasien harus disampaika selanjutnya.
6. Monitor ADR
Efek Samping Obat (ESO) atau Adverse Drug Reaction (ADR) adalah respons obat
yang berbahaya, yang tidak diharapkan, terjadi pada dosis lazim dan dipakai oleh manusia
untuk tujuan profilaksis diagnosis maupun terapi. Efek samping tersebut harus dimonitoring
dalam penggunaannya. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilakukan oleh apoteker di
masing-masing bangsal. Pelaporan MESO dituliskan pada 2 form yaitu form yang ada di
status pasien di lembar rekam medis dan form yang diarsipkan dan dijadikan bukti. Bukti
terjadinya ESO dapat digunakan untk mereview penggunaan obat. Alur pelaporan ESO di
rawat inap adalah sebagai berikut
8. Clinical pharmacy (PIO, konseling, edukasi pasien dan tenaga kesehatan, DUE, DRP,
PMO, rekonsiliasi obat, dispensing aseptik)
Bergesernya paradikma praktik kefarmasian yang lebih berorientasi terhadap pasien
(patient oriented) daripada produk (drug oriented) akhirnya menitik beratkan pelayanan
farmasi klinis sebagai sarana patient oriented. Tujuan farmasi klinik yaitu memaksimalkan
efek terapeutik, meminimalkan risiko/toksisitas obat, meminimalkan biaya dan menghormati
pilihan pasien. Kegiatan farmasi klinik tidak hanya memberikan saran profesional pada saat
peresepan saja namun kegiatan farmasi klinik mencakup kegiatan sebelum peresepan, saat
peresepan, dan setelah peresepan.Istilah farmasis klinis digunakan untuk mendeskripsikan
seorang farmasis yang pekerjaan utamanya berinteraksi dengan tenaga kesehatan lainnya
(khususnya dokter dan perawat), melakukan wawancara dan menilai kesesuaian kondisi
kesehatan pasien terhadap pengobatannya, membuat rekomendasi terapeutik yang spesifik,
memonitoring pasien terhadap terapi obat, melakukan konseling terhadap pasien serta
menyediakan informasi obat.
Tugas dan fungsi di rawat inap RS Tidar terkait clinical pharmacy sebagai berikut,
yaitu:
a. PIO (Pelayanan Informasi Obat)
Pelayanan informasi mengenai obat maupun edukasi dilakukan oleh Apoteker di RS
Tidar kepada pasien Rawat Inap melalui interaksi langsung apabila pasien atau keluarga
pasien menanyakan tentang informasi obat kepada apoteker maupun ketika apoteker visite
ke kamar pasien yang didokumentasikan pada lembar MPS pasien.
b. Konseling dan edukasi pasien
Apoteker di RS Tidar telah melakukan kegiatan konseling obat sebagai bagian
edukasi pasien dengan baik. Apoteker akan melakukan konseling dan edukasi pasien atas
inisiatif Apoteker sendiri. Konseling ini dilakukan untuk mengoptimalkan terapi yang
diberikan oleh dokter, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki yaitu
dengan dilakukannya assessment terhadap terapi yang diberikan dokter kepada pasien, jika
terdapat interaksi obat maka Apoteker akan memberitahukan kepada dokter sehingga hasil
terapi yang diberikan lebih optimal. Kegiatan konseling juga bertujuan untuk peningkatan
efekitifitas dan keamanaan pemberian obat pada pasien.
c. Edukasi tenaga kesehatan
Edukasi tenaga kesehatan, khususnya apoteker dan TTK di RS Tidar dilakukan
secara berkala dan terjadwal yang biasa dilakukankan di pendopo RS. Materi yang
diberikan berbeda-beda setiap minggunya sesuai kebutuhan dan isu-isu terkait praktek
kefarmasian. Diklat ini diadakan sebagai sarana penambah pengetahuan dan keterampilan,
sharing, dan evaluasi terhadap kinerja apoteker dan TTK dalam rangka peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian.
d. DUE (Drug Use Evaluation) dan DRP (Drug Related Problem)
Apoteker RS Tidar melakukan pengkajian DUE (Drug Use Evaluation) dan DRP
(Drug Related Problem) menggunakan form pharmaceutical care untuk membahas
permasalahan yang mungkin ditemukan oleh apoteker dalam penggunaan obat pada pasien.
e. Rekonsiliasi obat
Apoteker di RS Tidar telah melakukan rekonsiliasi obat dengan baik. Rekonsiliasi
obat dilakukan untuk pasien baru untuk melihat riwayat terapi yang sedang dijalani dan
obat yang digunakan serta riwayat alergi pasien. Hasil rekonsiliasi obat pasien baru
selanjutnya didokumentasi pada lembar rekonsiliasi dan dilaporkan pada tenaga kesehatan
f. Dispensing aseptik
Apoteker belum melakukan dispensing sediaan steril di RS Tidar secara langsung.
Sediaan yang diproduksi langsung oleh industri masih harus melalui tahap peracikan
tersendiri oleh Rumah Sakit sebelum diberikan ke pasien. Sediaan steril tersebut
disiapkan dan diberikan oleh perawat yang bertugas. Untuk menyiapkan sediaan steril
harusnya menjadi tanggung jawab apoteker, tetapi perawat memperoleh ijin terkait
peracikan sediaan steril.
tidak semua sumber informasi menunjukkan validitas yang baik serta nilai aplikasi yang baik
terhadap permasalahan yang dihadapi. Setelah didapatkan EBM yang telah di evaluasi,
menggabungkan keahlian klinik dengan hasil evidence untuk melakukan intervensi klinik
selanjutnya untuk mencapai outcome klinis
10. Dispensing
Dispensing merupakan sistem pelayanan mulai dari resep masuk hingga obat diserahkan
kepada pasien.Terapi obat yang diterima pasien rawat inap diawali dari peresepan obat oleh
dokter yang dituliskan pada lembar kartu Obat. Apoteker Ruangan tidak melakukan visite
bersamaan dengan visite dokter dan perawat, sehingga pengkaji resep yang telah ditulis oleh
dokter dilakukan secara mandiri setelah pemesanan obat pada bagian Instalasi Farmasi Rawat
Inap melalui sistem komputerisasi yaitu program pada komputer yang menyambungkan
antara satelit rawat inap dengan satelit di masing-masing ruangan.
Metode dispensing obat di Rawat Inap RS Tidar mengikuti sistem One Daily Dose
Dispensing (ODDD) yaitu metode dispensing obat yang mendistribusikan obat dalam bentuk
kemasan dosis tunggal untuk satu hari pemakaian (24 jam). Kartu obat yang telah disi dokter
visite dari ruangan rawat inap akan dikirim ke satelit rawat inap oleh apoteker penanggung
jawab maupun Tenaga Teknik Kefarmasian (TTK) yang bertanggung jawab pada ruangan
rawat inap. Selanjutnya apoteker di instalasi farmasi rawat inap akan menyiapkan obat baik
untuk resep racikan, maupun non racikan. Penyiapan dan pengecekan didasarkan atas terapi
yang diberikan pada masing masing pasien dan dilakukan oleh petugas untuk meminimalisir
kesalahan. Setelah dilakukan pengemasan dan pemberian etiket, obat-obatan akan diantarkan
ke ruangan rawat inap. Untuk pengecekan akhir, dilakukan serah terima sediaan farmasi
tersebut kepada Apoteker penanggung jawab di bagsal rawat inap di masing-masing ruangan.
Dilakukan cross check setiap perpindahan dan penerimaan barang pesanan. Setelah proses
pengecekan oleh perawat, selanjutnya obat disimpan di rak/lemari obat yang terdapat pada
tiap kamar pasien. Perawat menyiapkan obat sesuai dengan nama pasien dan frekuensi
pemberian obat dicocokkan dengan kartu obat pasien.
Selain sistem distribusi obat melalui ODDD, obat-obat yang dibutuhkan segera dapat diberikan
melalui persediaan Floor stock bangsal. Setiap bangsal di RS Tidar memliki lemari penyimpanan
sediaan Floor stock. Sediaan Flopr stock betujuan untuk melayini pasien dalam kondisi
sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka
pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab bangsal. Sedangkan obatobatan
yang telah dihentikan oleh dokter dapat diretur ke instalasi farmasi rawat inap dan tidak
dimasukkan ke dalam tagihan yang harus dibayarkan oleh pasien, sehingga pasien hanya
membayar obat-obat yang digunakan saja. Adapun proses retur obat ke instalasi farmasi rawat
inap ini, yaitu apoteker mengecek barang-barang (obat ataupun alkes) dengan formulir retur yang
telah dituliskan oleh admin. Selanjutnya apoteker menginput barang-barang tersebut ke dalam
komputer dan mengirim barang tersebut ke instalasi farmasi rawat inap. Petugas penanggung
jawab rawat inap akan mengecek kembali barang yang akan diretur dengan hasil input dari
apoteker, apabila barang sesuai dengan yang tertulis di komputer, maka petugas tersebut akan
menghapuskan barang tersebut dari tagihan yang harus dibayarkan oleh pasien. Selanjutnya, obat
retur tersebut dikembalikan sesuai dengan tempatnya.