Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

HUBUNGAN VISUM ET REPERTUM DENGAN REKAM


MEDIS

Disusun Oleh :
Aini Putri, S.Ked
Intan Ratna K., S.Ked
Kartika Yuana Fitri, S.Ked
M. Yogie F., S.Ked
Nur Ayu Virginia, S.Ked
Raissa Ulfa F., S.Ked
Rozi K. Warganegara, S.Ked
Rr. Agatha Aveonita, S.Ked
Perceptor :
dr. Adang Azhar, Sp.F

KEPANITERAAN KLINIK SMF FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2016

Kata Pengantar

Pertama-tama penulis ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Hubungan Visum et Repertum dengan Rekam Medis tepat pada waktunya.
Adapun salah satu tujuan pembuatan referat ini adalah sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik SMF Forensik Rumah
Sakit Umum Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nama Dokter, Sp.Terserah yang
telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga referat ini
dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang
membacanya.
Bandar Lampung, 26 Juli 2016

Penulis

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Visum et Repertum berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang belum
dilihat) dan repertum (melaporkan). Sehingga visum et repertum adalah
pelaporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya
terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya. Visum et
Repertum (VeR) merupakan salah satu bantuan yang sering diminta oleh pihak
penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia.
Visum et Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang
tidak hanya memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus
memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan.
Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien. Keberadaan rekam medis diperlukan dalam
sarana pelayanan kesehatan, baik ditinjau dari segi pelaksanaan praktek
pelayanan kesehatan maupun dari aspek hukum. Peraturan hukum yang
berhubungan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan mencakup aspek
hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi. Dari aspek hukum,
rekam medis dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam perkara hukum.
Dalam praktik sehari-hari seorang dokter tidak hanya melakukan pemeriksaan
medis untuk kepentingan diagnostik dan pengobatan penyakit saja, tetapi juga
untuk dibuatkan suatu surat keterangan medis. Demikian pula halnya dengan
seorang pasien yang datang ke instalasi gawat darurat, tujuan utama yang
bersangkutan umumnya adalah untuk mendapatkan pertolongan medis agar

penyakitnya sembuh. Namun dalam hal pasien tersebut mengalami cedera,


pihak yang berwajib dapat meminta surat keterangan medis atau VeR dari
dokter yang memeriksa. Jadi pada satu saat yang sama dokter dapat bertindak
sebagai seorang klinisi yang bertugas mengobati penyakit sekaligus sebagai
seorang petugas forensik yang bertugas membuat VeR. Sedangkan pasien
bertindak sebagai seorang yang diobati sekaligus korban yang diperiksa dan
hasilnya dijadikan alat bukti.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah sebagai berikut.
1. Memenuhi tugas dalam menjalani kepaniteraan klinik di SMF Forensik
Rumah Sakit Umum Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.
2. Memahami definisi, tujuan, dan perbedaan antara visum et repertum dan
rekam medis.

C. TINJAUAN PUSTAKA

A. Rekam Medis
Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien. Rekam medis ditetapkan dalam Permenkes No.
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis / Medical Record
(selanjutnya disebut Permenkes Rekam Medis).
Terdapat beberapa definisi yang perlu dipahami terkait rekam medis dan
pelayanan di bidang kesehatan, yaitu:
1. Menurut ketentuan Pasal 1 Permenkes Rekam Medis.
-

Ayat 1 Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan


dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Ayat 2 Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter
gigi spesialis lulusan Pendidikan Kedokteran atau Kedokteran gigi
baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ayat 3 Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggarakan


upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktek
kedokteran atau kedokteran gigi.

2. Menurut UU RI No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan


-

Pasal 1 ayat 1: kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik,


mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pasal 1 ayat 6: Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang


mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan / atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan.

Rekam medis terkait dengan standar pelayanan rumah sakit dan pelayanan
kesehatan. Penyediaan fasilitas rekam medis merupakan alat bukti dalam
proses pelayanan kesehatan yang telah diberikan pada pasien. Ketentuan
rekam medis ditetapkan dalam rangka untuk membina organisasi dan
management rumah sakit.
Sejak diterbitkannya keputusan Men.Kes. RI No.031/Birhup/1972 yang
menyatakan bahwa semua rumah sakit diharuskan mengerjakan medical
recording dan reporting dan hospital statistic. Keputusan tersebut kemudian
dilanjutkan

dengan

adanya

keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

No.034/Birhup/1972 tentang perencanaan dan pemeliharaan Rumah Sakit.


Dasar pertimbangan perlunya penyediaan rekam medis menurut Permenkes
Rekam Medis adalah dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat perlu adanya peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Di samping itu, dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus disertai
adanya sarana penunjang yang memadai, antara lain melalui penyelenggaraan
rekam medis pada setiap sarana pelayanan kesehatan. Dengan demikian,
rekam medis merupakan hak bagi pasien yang perlu disediakan terutama
untuk kepentingan pelayanan yang optimal.
Hal-hal yang harus dicantumkan dalam rekam medis adalah sebagai berikut.
-

Identitas penderita;

Riwayat penyakit;

Laporan pemeriksaan fisik;

Instruksi diagnostik dan terapeutik yang ditandatangani oleh dokter yang


berwenang;

Catatan pengamatan atau observasi;

Laporan tindakan dan penemuan;

Ringkasan riwayat pada waktu pasien meninggalkan sarana pelayanan


kesehatan;

Kejadian-kejasian yang menyimpang

Pasal 13 Permenkes Rekam Medis menyatakan bahwa rekam medis dapat


dipakai sebagai.
a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
b. Alat bukti dalam proses penegakan hukum;
c. Keperluan penelitian dan pendidikan;
d. Dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan.
e. Data statistik kesehatan.
Keberadaan rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan berhubungan
dengan akibat hukum yang dapat terjadi dalam setiap praktek pelayanan
kesehatan. Beberpa hal yang berhubungan langsung antara rekam medis
dengan hukum adalah sebagai berikut:
1. Kepemilikan rekam medis dan konsekuensi yuridisnya;
2. Penanggungjawab atas rekam medis;
3. Sanksi pelanggaran atas ketentuan rekam medis;
4. Fungsi rekam media dalam pembuktian perkara hukum.
Kepemilikan rekam medis menurut Pasal 12 Permenkes Rekam Medis adalah
sebagai berikut:
Ayat (1) berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan;
Ayat (2) isi rekam medis milik pasien.
Demikian juga dinyatakan dalam Pasal 47 ayat (1) UU Praktek Kedokteran
bahwa dokumen rekam medis milik dokter, doktek gigi, atau sarana pelayanan

kesehatan, sedangkan isi rekam medis milik pasien. Kepemilikan rekam medis
dibedakan antara berkas dan isinya, meskipun antara berkas dan isi tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dari sudut hukum,
rekam medis merupakan dokumen yang berupa kertas dan berisi tulisan yang
mengandung arti tentang suatu keadaan, kenyataan atau perbuatan.
Namun demikian, antara kepemilikan berkas dan isinya dapat dibedakan, yaitu
berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan sedangkan isi rekam
medis milik pasien seperti ditentukan dalam Pasal 12 Permenkes Rekam
Medis.
Isi rekam medis sebagai milik pasien mengandung konsekuensi yuridis, yaitu
sifat kerahasiaannya. Pasal 10 Permenkes Rekam Medis menyatakan bahwa
rekam Medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya. Pemaparan
atas rekam medis dapat dilakukan berdasarkan Pasal 11 Permenkes Rekam
Medis, yaitu sebagai berikut:
-

Ayat (1) penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien
atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2) pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi


rekam medis secara tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin
pasien berdasarkan peraturan perundang undangan.

Pasal 47 ayat (2) UU Praktek Kedokteran menyatakan bahwa rekam medis


harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan
pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Berhubungan dengan kewajiban untuk
menyimpan rahasia kedokteran ditentukan dalam Pasal 48 UU Praktek
Kedokteran. Pasal 48 UU Praktek Kedokteran menyatakan:
-

Ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek
kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran;

Ayat (2) rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan


kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam

rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan


ketentuan perundang-undangan.

B. Visum et Repertum
Visum et Repertum berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang belum
dilihat) dan repertum (melaporkan). Sehingga visum et repertum adalah
pelaporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya
terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya. Visum et
Repertum (VeR) merupakan salah satu bantuan yang sering diminta oleh pihak
penyidik (polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia.
Visum et Repertum (VeR) merupakan alat bukti dalam proses peradilan yang
tidak hanya memenuhi standar penulisan rekam medis, tetapi juga harus
memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan.
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas
permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap
seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh
manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk
kepentingan peradilan.
Rumusan yang jelas tentang pengertian VeR telah dikemukakan pada seminar
forensik di Medan pada tahun 1981 yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang
dibuat dokter berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan pada waktu
menerima jabatan dokter, yang memuat pemberitaan tentang segala hal atau
fakta yang dilihat dan ditemukan pada benda bukti berupa tubuh manusia yang
diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan yang sebaik-baiknya dan
pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang pemeriksaan tersebut.
Dasar hukum VeR adalah sebagai berikut.
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang


korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.
Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik
pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal 11 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyidik yang dimaksud adalah
penyidik sesuai dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi
Negara RI. Penyidik tersebut adalah penyidik tunggal bagi pidana umum,
termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh
karena VeR adalah keterangan ahli mengenai pidana yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang
meminta VeR, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7 (2)
KUHAP). Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik adalah
sanksi pidana:
Pasal 216 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa

dengan

sengaja

mencegah,

menghalang-halangi

atau

menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan


pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.

Prosedur pengadaan VeR berbeda dengan prosedur pemeriksaan korban mati,


prosedur permintaan VeR korban hidup tidak diatur secara rinci di dalam
KUHAP. Tidak ada ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan apa saja
yang harus dan boleh dilakukan oleh dokter. Hal tersebut berarti bahwa
pemilihan jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada
dokter dengan mengandalkan tanggung jawab profesi kedokteran. KUHAP
juga tidak memuat ketentuan tentang bagaimana menjamin keabsahan korban
sebagai barang bukti. Hal-hal yang merupakan barang bukti pada tubuh
korban hidup adalah perlukaannya beserta akibatnya dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan perkara pidananya. Sedangkan orangnya sebagai manusia
tetap diakui sebagai subjek hukum dengan segala hak dan kewajibannya.
Dengan demikian, karena barang bukti tersebut tidak dapat dipisahkan dari
orangnya maka tidak dapat disegel maupun disita, melainkan menyalin barang
bukti tersebut ke dalam bentuk VeR.
Unsur penting dalam VeR yang diusulkan oleh banyak ahli adalah sebagai
berikut:
1. Pro Justitia
Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian VeR tidak
perlu bermeterai.
2. Pendahuluan
Pendahuluan memuat: identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan
pukul diterimanya permohonan VeR, identitas dokter yang melakukan
pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa: nama, jenis kelamin, umur,
bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat
dilakukan pemeriksaan.
3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)
Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati,
terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga
tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak
anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis

tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis
permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristik serta
ukurannya. Rincian tersebut terutama penting pada pemeriksaan korban
mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:
a. Pemeriksaan anamnesis atau wawancara mengenai apa yang
dikeluhkan dan apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang
penyakit yang diderita korban sebagai hasil dari kekerasan/tindak
pidana/diduga kekerasan.
b. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda
dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum
dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak
pidananya (status lokalis).
c. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan
sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya
dilakukan.

Uraian

meliputi

juga

semua

temuan

pada

saat

dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal tersebut perlu


diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang tepat/tidaknya
penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang diambil.
d. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas.
Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital,
lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan
pengobatan atau perawatan yang diberikan.

10

4. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat VeR,
dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya VeR tersebut. Pada
bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan
dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak
didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan
dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis
hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati.
Kesimpulan VeR adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak
terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya
tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang
berlaku. Kesimpulan VeR harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah
dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan
bukanlah hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah
interpretasi hasil temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku.
5. Penutup
Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat
dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat
dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan
pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat VeR.
C. Hubungan Visum et Repertum dengan Rekam Medis

Rekam medis sebagai alat bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian selain
berdasarkan PP No.26/1969 tentang Lafal Sumpah Dokter, juga memenuhi
unsur-unsur yang disyaratkan oleh pasal 187 KUHAP, yaitu apa yang ditulis

11

oleh dokter sebagai isi rekam medis berdasarkan apa yang ia alami, dengar
dan lihat.
Dokter pembuat rekam medis yang diminta untuk memberikan keterangan di
persidangan oleh hakim, berdasarkan Pasal 186 KUHAP dikategorikan
sebagai alat bukti keterangan ahli. Dengan demikian, KUHAP membedakan
keterangan yang diberikan secara langsung di persidangan oleh seorang ahli
dikategorikan sebagai alat bukti keterangan ahli, sedangkan keterangan ahli
yang diberikan di luar persidangan secara tidak langsung (dalam bentuk
terulis) dikategorikan sebagai alat bukti surat.
Visum et Repertum sebagai alat bukti dalam perkara pidana dapat
dikategorikan sebagai keterangan ahli, surat dan juga petunjuk. Rekam medis
dapat dikategorikan pula sebagai alat bukti petunjuk, sepanjang dalam
pemeriksaan isi rekam medis menunjukkan adanya persesuaian dengan alat
bukti sah lain (keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa).
Perbedaan antara Visum et Repertum dengan rekam medis, adalah pada
prosedur

pembuatannya

dan

peruntukannya.

Visum

et

Repertum

pembuatannya haruslah memenuhi syarat formil, yaitu berdasarkan atas


permintaan tertulis dari penyidik dan peruntukannya adalah sebagai pengganti
barang bukti dalam perkara hukum (pidana). Rekam medis merupakan hasil
pemeriksaan kesehatan oleh dokter atau sarana kesehatan yang dilakukan
terhadap pasien untuk kepentingan pasien itu sendiri. Namun demikian,
sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana kedudukan Visum et
Repertum lebih kuat daripada rekam medis.

12

D. KESIMPULAN

Visum et repertum adalah pelaporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan
sumpah jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan
keilmuannya. Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Baik rekam medis maupun Visum et
Repertum dapat digunakan segabai alat bukti di pengadilan.
Perbedaan antara Visum et Repertum dengan rekam medis, adalah pada prosedur
pembuatannya dan peruntukannya. Visum et Repertum pembuatannya haruslah
memenuhi syarat formil, yaitu berdasarkan atas permintaan tertulis dari penyidik
dan peruntukannya adalah sebagai pengganti barang bukti dalam perkara hukum
(pidana). Rekam medis merupakan hasil pemeriksaan kesehatan oleh dokter atau
sarana kesehatan yang dilakukan terhadap pasien untuk kepentingan pasien itu
sendiri. Namun demikian, sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana
kedudukan Visum et Repertum lebih kuat daripada rekam medis.

13

DAFTAR PUSTAKA

Amir A. 2005. Rangkaian ilmu kedokteran forensik, edisi 2. Jakarta: Ramadhan.


Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI.
Dahlan S. 1999. Pembuatan visum et repertum. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Sampurna B, Samsu Z. 2003. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum.
Jakarta: Pustaka Dwipar.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia, No. 29/2004 tentang Praktek Kedokteran.
Undang Undang Republik Indonesia, No. 36/2009 tentang Kesehatan
Peraturan Pemerintah, No. 26/1960 tentang Lafal Sumpah Dokter.
Permenkes RI No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis / Medical
Record.

Anda mungkin juga menyukai