Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

MIKROBIOLOGI FARMASI
METODE KLT BIOAUTOGRAFI
Validasi Metode Bioautografi untuk Determinasi
Kloramfenikol

OLEH :
NAMA
NIM
KELAS

: I MADE SATRIA BINAWA ALIT


: F1F1 12 135
:C
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014

DAFTAR ISI
I.
II.
1.

2.

3.
4.

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. tujuan
Bab II Pembahasan
A. Pengertian bioautografi
B. Macam-macam metode KLT bioautografi
C. Keuntungan dan kerugian metode KLT bioautografi
D. Skema kerja metode KLT bioautografi
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
.

Timbulnya resistensi bakteri penyebab infeksi terhadap antibakteri


yang ada saat ini mendorong pencarian terus menerus senyawa antibakteri
baru baik dari tumbuhan, hewan, maupun mineral. Salah satu tumbuhan
yang potensial sebagai antibakteri adalah tumbuhan tekam Shorea
foxworthyi Sym. Tumbuhan S. foxworthyi merupakan salah satu spesies
dari tumbuhan famili Dipterocarpaceae. Famili Dipterocarpaceae terdiri
dari 16 genus dan 600 spesies yang tersebar cukup luas, meliputi Asia,
Afrika, dan Amerika. Dari sejumlah genus tersebut, 9 genus di antaranya
berada di Indonesia salah satu diantaranya adalah genus Shorea.

Tumbuhan genus Shorea merupakan salah satu genus utama dalam


famili Dipterocarpaceae. Genus Shorea terdiri dari 150 spesies yang
tersebar di Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Keanekaragaman tertinggi
tumbuhan tersebut terdapat di Kalimantan. Tumbuhan genus Shorea secara
tradisional telah digunakan secara luas dalam bidang pengobatan untuk
diare, disentri, penyakit kulit dan untuk pengobatan penyakit flu.
Salah satu metode yang saat ini luas digunakan dalam
mendeteksi aktivitas antimikroba dari ekstrak tumbuhan adalah metode
kromatografi lapis tipis (KLT)-bioautografi. Metode ini merupakan metode
yang cepat, sensitif, dan dapat melokalisir senyawa yang aktif sebagai

antimikroba. Metode KLT-bioautografi dapat digunakan untuk mengisolasi


senyawa aktif yang telah diuji. Pemisahan dilakukan di atas plat KLT silika
gel menggunakan berbagai variasi pelarut organik sebagai fase gerak.
Bioautografi merupakan metode yang spesifik untuk
mendeteksi bercak pada kromatogram hasil kromatografi lapis
tipis atau kromatografi kertas yang mempunyai aktivitas sebagai
antibakteri, antibiotik, anti fungi dan anti viral. Bioautografi juga
dapat juga digunakan untuk mendeteksi senyawa antibitik yang
belum diketahui yang mana dengan pereaksi warna spesifik
digunakan sebagai pembanding bioautografi sehingga kedua
metode tersebut saling melengkapi.
Bioautografi digunakan bertujuan untuk mendeteksi bercak atau
komponen zat aktif sebagai antibakteri. Ada 3 metode bioautografi yaitu:
Bioautografi langsung/direct adalah Mikroorganisme tumbuh secara
langsung di atas lempeng KLT, bioautografi kontak/contact adalah
Senyawa dipindahkan dari lempeng KLT ke medium, dan bioautografi
pencelupan/overlay.
B. Rumusan masalah
1. Apa defenisi dari bioautografi ?
2. Bagaimana metode kerja bioautografi ?
3. Keuntungan dan kelemahan metode bioautografi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi dari biautografi
2. Untuk mengetahui metode kerja dengan menggunakan metode
bioautografi.

3. Untuk mengetahui keuntungan dan kelemahan dari metode


biautografi.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bioautografi
Bioautografi adalah suatu metode pendeteksian untuk menemukan
suatu senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan cara
melokalisir aktivitas antimikroba tersebut pada suatu kromatogram. Metode
ini memanfaatkan pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pada
bioautogafi ini didasarkan atas efek biologi berupa antibakteri, antiprotozoa,
antitumor dan lain-lain dari substansi yang diteliti. Ciri khas dari prosedur
bioautografi adalah didasarkan atas teknik difusi agar, dimana senyawa
antimikrobanya dipindahkan dari lapisan KLT ke medium agar yang telah
diinokulasikan dengan merata bakteri uji yang peka. Dari hasil inkubasi pada
suhu dan waktu tertentu akan terlihat zona hambatan di sekeliling spot dari
KLT yang telah ditempelkan pada media nagar. Zona hambatan ditampakkan
oleh aktivitas senyawa aktif yang terdapat di dalam bahan yang diperiksa
terhadap

pertumbuhan

mikroorganisme

uji.

Biautografi

dapat

dipertimbangkan karena paling efisien untuk mendetekski komponen


antimikroba, sebab dapat melokalisir aktivitas meskipun dalam senyawa aktif
tersebut terdapat dalam bentuk senyawa kompleks dan dapat pula diisolasi
langsung dari komponen yang aktif.
Metode yang spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram
hasil kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kertas yang mempunyai
aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, antibiotik dan antiviral disebut

bioautografi. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu kromatografi


yang berdasarkan proses adsorpsi. Fase diam dapat menggunakan silika atau
alumina yang dilapiskan pada lempeng kaca atau aluminium. Fasa bergerak
(fase mobil) atau larutan pengembang biasanya digunakan pelarut campuran
organik atau bisa juga campuran pelarut organik-anorganik.
Kebanyakan analisis meliputi pengambilan cuplikan, pemisahan
senyawa pengganggu, isolasi senyawa yang dimaksudkan, pemekatan terlebih
dahulu sebelum identifikasi dan pengukuran serta teknik pemisahan yang
digunakan, namun kromatografi merupakan teknik paling banyak digunakan.
Pemisahan menggunakan teknik kromatografi relatif murah dengan peralatan
yang relatif sederhana.
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorpsi dan
adsorben (silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oxide), kieselguhr
(diatomeous earth), dan selulosa) bertindak sebagai fase stasioner. Dalam
kromatografi lapis tipis, bahan penyalut yang digunakan beraneka macam.
Silika gel yang paling banyak dipakai.

B. METODE KERJA
Metode yang digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba ini
adalah dengan metode KLT bioautografi.
BAHAN
Kloramfenikol p.a. (Phyto Technology Laboratories), aseton p.a.,
Escherichia coli ATCC 25922, serat agar (Food grade), serbuk instant
Nutrient Broth (Difco), larutan salin, metanol p.a., kloroform p.a., dan
asam asetat glasial p.a.
ALAT
Neraca analitik (Sartorius), bejana kromatografi, cawan petri diameter 15
cm, hair dryer, vortex, kawat se, pipet ukur, lempeng KLT Silika gel 60
F254, inkubator (Memmert), mycrolyter syringe, pipet mikro, jangka
sorong (Tricle brand), otoklaf (Huxley HV- 340 Speedy), spektrofotometer
(Shimadzu), micro balance (Shimadzu) dan lampu UV (254 nm).
Berikut adalah langkah-langkah dalam mrtode KLT bioautografi untuk
determinasi kloramfenikol
1. Preparasi Media
Media Nutrient Agar 100 mL dibuat dengan cara mencampurkan 3
gram serat agar dan serbuk Nutrient Broth 0.8 gram, ditambah air suling
100 mL, dipanaskan sambil diaduk hingga campuran larut dan homogen.
Selanjutnya media yang masih cair tersebut segera diambil dengan pipet
ukur dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, masing-masing sebanyak
10 mL dan 15 mL. Tabung yang berisi media tersebut ditutup dengan
kapas bebas lemak, kemudian disterilkan menggunakan otoklaf pada suhu

121C selama 15 menit. Segera setelah dikeluarkan dari otoklaf, media


10 mL yang masih cair dimiringkan hingga padat. Media tersebut
digunakan sebagai media peremajaan mikroba uji. Sedangkan media 15
mL tanpa dimiringkan digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba uji.
Media uji bioautografi dibuat dua lapis, masing-masing sebanyak lebih
kurang 20 mL untuk lapisan dasar (base layer) dan 15 mL untuk lapisan
atas sebagai media perbenihan yang diinokulasi dengan mikroba uji
(Isnaeni, 2005).
2. Penyiapan Bakteri Uji
Koloni bakteri E. coli dari kultur persediaan diambil dengan
sengkelit sebanyak satu se, kemudian digesekkan pada permukaan agar
miring dan diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Suspensi bakteri
disiapkan dengan cara menambahkan larutan salin steril pada biakan agar
miring, kemudian suspensi dikocok menggunakan vortex sampai seluruh
koloni pada permukaan agar terlepas ke dalam larutan salin. Kerapatan
optik inokulum bakteri diatur dan diukur menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25%, bila
perlu dilakukan pengenceran atau pemekatan (Isnaeni, 2005).
3. Pembuatan Larutan Baku Kloramfenikol
Larutan baku induk kloramfenikol disiapkan dengan cara
ditimbang seksama kloramfenikol p.a sebanyak 25 mg dan dilarutkan
dalam aseton sampai 25.0 mL (1000 ppm). Larutan baku kerja disiapkan
dengan mengencerkan larutan baku induk 1000 ppm hingga diperoleh

konsentrasi sesuai kebutuhan, misalnya 75 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan
200 ppm.
4. Kromatografi Lapis Tipis
Pada tahap awal KLT, dilakukan pemilihan fasa gerak yang sesuai.
Analisis KLT kloramfenikol dilakukan dengan cara menotolkan larutan
baku kloramfenikol sebanyak 6 L dengan pipet mikro pada tiga lempeng
KLT ukuran 1.5cm x 10cm, kemudian dielusi dengan tiga macam fasa
gerak: air-metanol-kloroform (1:10:90, v/v) (Choma, 2003), kloroformmethanolasam asetat glasial (79:14:7, v/v) (Arlikaningrum, 2006) dan
kloroform-metanol (85:15, v/v) (Sohaskey dan Barbour, 1999). Orientasi
fasa gerak juga dilakukan dengan mengatur perbandingan komponen
ketiga fasa gerak tersebut. Lempeng hasil elusi setelah dikeringkan di
udara dan diamati dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm
dihitung masing-masing harga Rf setiap noda, kemudian dibandingkan
satu sama lain untuk memilih harga Rf yang memasuki rentang 0.3 - 0.7
(Dirjen POM,1995).
5. Pelaksanaan Uji Bioautografi
Larutan baku kerja kloramfenikol ditotolkan pada lempeng KLT,
dielusi dengan larutan pengembang terpilih. Bioautogram dibuat dengan
cara meletakkan hasil KLT (yang telah dikeringkan dengan aliran udara
panas dalam cawan petri steril untuk menghilangkan sisa fasa gerak) di
atas permukaan media perbenihan Nutrient Agar yang mengandung bakteri
uji Escherichia coli (1.4 L/15 mL media), kemudian disimpan di dalam

lemari es selama dua jam agar proses difusi kloramfenikol dalam noda
pada lempeng KLT ke dalam media uji menjadi sempurna. Cawan petri
dikeluarkan dari lemari es, lempeng KLT diangkat dari permukaan agar,
biakan diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Zona yang terbentuk
pada posisi noda diamati dan diukur diameternya (Isnaeni, 1998).
6. Penentuan Konsentrasi Analit
Pada penentuan konsentrasi analit, dilakukan penotolan larutan
baku kerja dengan lima macam konsentrasi pada rentang 75 ppm - 200
ppm pada lempeng KLT ukuran 1.5 cm x 10 cm sebanyak 6 L dengan pipet
mikro tanpa dielusi, kemudian dikeringkan. Noda diamati di bawah lampu
UV pada panjang gelombang 254 nm. Apabila noda telah tampak,
dilakukan bioautografi dengan tahapan seperti butir 5. Berdasarkan hasil
orientasi konsentrasi tersebut dilakukan uji bioautografi. Konsentrasi dan
jumlah penotolan tersebut juga digunakan sebagai referensi penentuan
parameter validasi.
7. Penentuan Linearitas
Penentuan

linearitas

dilakukan

dengan

konsentrasi

larutan

kloramfenikol 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm, 175 ppm dan 200 ppm pada
lempeng KLT ukuran 9.5 cm x 10 cm. Setelah didapatkan zona hambat
hasil uji bioautografi, ditentukan koefisien korelasi (r) dan koevisien
korelasi fungsi (Vx0) antara diameter zona hambat dengan logaritma
konsentrasi.

8. Penentuan Akurasi
Dilakukan penimbangan kloramfenikol, kemudian diencerkan
dengan aseton hingga didapatkan konsentrasi 125 ppm; 150 ppm; dan 175
ppm (kadar sebenarnya). Masing-masing konsentrasi direplikasi tiga kali
mulai dari penimbangan, kemudian ditotolkan pada lempeng KLT ukuran
10 cm x 1,5 cm sebanyak 6 L dan dielusi dengan fasa gerak terpilih secara
bersamaan dalam satu bejana. Hasil elusi kemudian diuji bioautografi
kontak hingga diperoleh zona hambat. Diameter zona hambat diukur dan
diplotkan pada kurva linearitas, sehingga didapatkan sebuah konsentrasi
(kadar yang diperoleh), kemudian dihitung harga persen perolehan kembali
(recovery).
9. Penentuan Presisi
Dilakukan penimbangan kloramfenikol, kemudian diencerkan
hingga didapatkan konsentrasi 125 ppm; 150 ppm; dan 175 ppm. Masingmasing konsentrasi direplikasi tiga kali, kemudian ditotolkan pada
lempeng KLT ukuran 10 cm x 1,5 cm sebanyak 6 L dan dielusi bersamaan
dengan fasa gerak terpilih. Hasil elusi kemudian diuji dengan bioautografi
kontak hingga diperoleh zona hambat, diameter zona hambat diukur dan
dihitung harga SD untuk perhitungan harga KV.
10. Penentuan Limit Deteksi
Penentuan limit deteksi dilakukan dengan larutan kloramfenikol
konsentrasi 100 ppm 200 ppm dan penotolan sebanyak 6 L, kemudian
dilakukan pengenceran bertingkat dan ditotolkan pada lempeng KLT

ukuran 9.5 cm x 10 cm sebanyak 6 L. Lempeng dielusi, selanjutnya


dilakukan uji bioautografi, zona hambat yang didapat diukur diameternya.
C. Skema Kerja Metode KLT Bioautografi

Medium (NA) sebanyak 10 ml


Inokulasi dengan bakteri sebanyak 0,5 ml
Masukan

lempeng KLT yang telah dielusi diletakkan diatas permukaan


medium agar
Setelah 30 menit, lempeng tersebut dipindahkan
Diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam
Amati zona hambat

HASIL-HASIL

1. Ketentuan Parameter Validasi


Linearitas metode bioautografi dikatakan valid apabila harga
koefesien korelasi (r) lebih besar dari r Tabel atau harga koefisien variasi fungsi
(Vx0) tidak lebih dari 5%. Akurasi dinyatakan memenuhi harga persyaratan
validasi, jika persen perolehan kembali 80%-120%. Harga parameter presisi
dapat diterima sebagai metode yang valid apabila harga KV tidak lebih dari
5%. Limit deteksi ditentukan melalui harga Kadar Hambat Minimum (KHM)
kloramfenikol, konsentrasi kloramfenikol terkecil yang masih menunjukkan
aktivitas menghambat pertumbuhan E. coli.
2. Penentuan Fasa Gerak
Hasil KLT koramfenikol untuk penentuan fasa gerak tersaji pada
Gambar 1 dan Tabel 1. Dari kelima harga Rf fasa gerak yang dianalisis, fasa
gerak yang memenuhi nilai Rf 0.3-0.7 adalah kloroform : metanol: asam asetat
glasial (83:10:7, v/v) dan kloroform : metanol (80:20, v/v). Selanjutnya dipilih
fasa gerak kloroform : metanol (80 : 20) dengan harga Rf 0,57 untuk uji
bioautografi.

Gambar
1. Hasil elusi kloramfenikol dengan fasa gerak air : metanol :
kloroform (1 : 10 : 90, v/v)
(a), kloroform : metanol : asam asetat glasial (79 : 14 : 7, v/v) (b), kloroform :
metanol : asam asetat glasial (83 : 10 : 7, v/v) (c), kloroform : metanol (85 :
15,v/v) (d), dan kloroform : metanol (80 : 20,v/v) (e).

3.Penentuan Konsentrasi Kloramfenikol

Penentuan konsentrasi tanpa dilakukan elusi pada rentang konsentrasi 75 ppm


200 ppm sebanyak 6 L tersaji pada Gambar 2. Data dalam Gambar 2
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 75 ppm tidak dihasilkan zona hambat.

Penentuan konsentrasi dengan elusi menggunakan fasa gerak kloroform : metanol


(80:20, v/v) dilakukan pada konsentrasi 75 ppm 200 ppm. Pada konsentrasi
tersebut diperoleh zona hambat seperti pada Gambar 3. Hasil penentuan
konsentrasi secara sistematis tersaji pada Tabel 2. Pada konsentrasi 75 ppm 200
ppm bioautogram dengan fasa gerak kloroform: metanol (80:20, v/v) dan jumlah
penotolan 6 L menunjukkan zona hambat yang nyata.

Data di atas kemudian digunakan sebagai acuan untuk penentuan


parameter linearitas, akurasi, danpresisi, serta penentuan harga KHM
kloramfenikol sebagai parameter limit deteksi.

4. PENENTUAN PARAMETER VALIDASI


4.1. Penentuan Linearitas
Penentuan parameter validasi linearitas dilakukan seperti prosedur 7. Hasil uji
bioautografi parameter linearitas dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 3. Hasil
penentuan linearitas menunjukkan bahwa diameter zona hambat meningkat
proporsional dengan peningkatan konsentrasi kloramfenikol
Dari data di atas dibuat kurva linearitas yang tersaji pada Gambar 5,
dengan persamaan garis regresi Y = 2.8X - 4.3 dan koefisien korelasi
(r) =0.9. Harga koefisien variasi fungsi (Vx0) = 1.8%.
4.2. Akurasi
Penentuan akurasi dilakukan pada konsentrasi 125 ppm, 150 ppm, dan
175 ppm. Hasil bioautografi parameter akurasi dapat dilihat pada
Gambar 6. Hasil analisis persen recoveri terdapat pada Tabel 4. Akurasi
dinyatakan dengan persen perolehan kembali, diperoleh dengan
memplotkan diameter zona (mm) hambat uji bioautografi pada kurva

linearitas y = 2.8x - 4.3. Dari hasil analisis akurasi diperoleh Gambar 4.


Hasil uji bioautografi parameter linearitas harga persen perolehan kembali
98.8% 0.5

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Validasi metode bioautografi untuk penetapan kadar kloramfenikol
diharapkan dapat menjamin metode tersebut ketika diaplikasikan untuk
analisis analit dalam matrik yang komplek. Aplikasi metode bioautografi
untuk determinasi kloramfenikol dapat dilakukan pada sampel produk
pertaniaan, peternakan, dan makanan. Dengan alasan tersebut, maka kajian ini
diharapkan dapat membantu industry produk pertanian dan peternakan
menjamin mutu produk melalui metode yang sederhana dan murah.
Pemilihan metode bioautografi kontak dikembangkan, karena relatif
lebih sederhana dibanding metode bioautografi yang lain. Selama proses
difusi, noda kloramfenikol pada lempeng KLT ke dalam media yang
mengandung mikroba uji, petri disimpan di dalam lemari es selama dua jam
untuk mencegah mikroba uji berkembang sebelum proses difusi sempurna.
Penentuan fasa gerak yang tersaji pada Gambar 1 menggunakan lima sistem
fasa gerak menunjukkan bahwa fasa gerak air : metanol : kloroform (1:10:90,
v/v) menghasilkan kromatogram dengan jarak tempuh noda dan harga Rf
yang paling kecil, yaitu sebesar 0.1. Sistem tersebut mengandung kloroform

dengan proporsi yang lebih besar, sehingga sistem relatif lebih semi menuju
ke polar. Sebaliknya, sistem fasa gerak yang memiliki jarak tempuh noda dan
harga Rf paling besar adalah kloroform : metanol : asam asetat glasial
(79:14:7, v/v). Harga Rf yang dihasilkan 0.7. Sistem ini relatif bersifat kurang
polar dibandingkan sistem pertama. Gambar 2 juga menampilkan replikasi
jarak tempuh noda pada kromatogram yang bervariasi dalam satu sistem fasa
gerak. Fenomena ini terjadi karena adanya perbedaan kejenuhan dalam bejana
kromatografi. Kondisi dalam bejana kromatografi selama elusi sangat
komplek, karena melibatkan tiga faktor yaitu lempeng KLT sebagai fasa
diam, sistem fasa gerak, dan uap (Sherma, 2003). Ditetapkan fasa gerak
terpilih adalah kloroform: metanol (80:20, v/v) dengan alasan komponennya
lebih sederhana, hanya tersusun dari dua komponen pelarut. Selain itu,
komposisi perbandingan kloroform lebih sedikit, sehingga lebih ekonomis
jika diaplikasikan dalam industri. Faktor lain yang sangat berpengaruh, fasa
gerak kloroform : metanol : asam asetat glasial (83:10:7, v/v)
menyebabkan zona hambat kloramfenikol tidak dapat diamati.
Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa asam asetat glasial dapat
menghambat

pertumbuhan

mikroba

uji.

Hasil

kajian

ini

menunjukkan bahwa dengan metode bioautografi dapat diamati


pengaruh aktivitas pelarut terhadap mikroba uji, dan fenomena ini
tidak dapat diamati dengan metode fisika-kimia. Hasil penentuan
konsentrasi
konsentrasi

digunakan
linearitas

sebagai
dan

acuan

parameter

untuk

yang

lain.

menentukan
Penentuan

konsentrasi tanpa elusi ditunjukkan pada Gambar 2 (a). Konsentrasi

75 ppm tidak menunjukkan zona hambat karena permukaan media


agar yang tidak rata, sehingga noda kloramfenikol pada lempeng
KLT tidak dapat menempel dan berdifusi pada media. Hasil
pengamatan

linearitas

menunjukkan

bahwa

semakin

besar

konsentrasi kloramfenikol, diameter zona hambat yang dihasilkan


semakin besar. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa diameter
zona hambat dapat menggambarkan konsentrasi kloramfenikol
secara linear. Untuk penentuan linearitas, digunakan hubungan
antara logaritma konsentrasi kloramfenikol dengan diameter zona
hambat kloramfenikol. Persamaan garis regresi yang dihasilkan
adalah Y = 2.8X 4.3 dan koefisien korelasi (r) = 0.9. Koefisien
korelasi (r) disyaratkan harus lebih besar dari r Tabel. Harga r Tabel
untuk derajat bebas 4 pada 0.05 adalah 0.8, maka harga r hitung
memenuhi persyaratan. Harga koefi sien variasi fungsi (Vx 0) =
1.8%. Harga tersebut memenuhi syarat, yaitu lebih kecil dari 5%
(Indrayanto, 1994). Kurva linearitas yang terbentuk dari logaritma
konsentrasi dan diameter zona hambat (Gambar 4) menunjukkan
garis linear. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya korelasi
linear

antara

logaritma

konsentrasi

dengan

zona

hambat

kloramfenikol pada konsentrasi 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm, 175
ppm, dan 200 ppm. Persen perolehan kembali yang didapat
sebagai harga parameter akurasi sebesar 98.8% 0.5. Harga
tersebut memenuhi rentang yang dipersyaratkan untuk bioanalisis,
yaitu 80% - 120% (Hartman et al., 1994). Dari data tersebut dapat
disimpulkan

bahwa

metode

bioautografi

akurat

dan

dapat

menggambarkan kadar sebenarnya. Penentuan parameter presisi


menunjukkan variasi replikasi diameter zona hambat. Variasi ini
dapat

disebabkan

aseton

yang

digunakan

sebagai

pelarut

kloramfenikol mudah menguap, sehingga terjadi variasi konsentrasi


ketika ditotolkan. Harga koefisien variasi (KV) konsentrasi 125 ppm,
150 ppm, dan 175 ppm berturut-turut adalah 3.7%, 0.2%, dan
4.7%, sedang harga KV rata-rata 2.8% 2.3. Baik harga KV
masing-masing
persyaratan,

konsentrasi

yaitu

tidak

maupun
melebihi

KV
5%

rata-rata
(Skoog,

memenuhi

1980).

Pada

penentuan limit deteksi, konsentrasi 10 ppm pada Gambar 8 (b)


masih menghasilkan zona hambat, tetapi pada Gambar 8 (c)
konsentrasi 10 ppm tidak menunjukkan zona hambat. Maka,
konsentrasi 10 ppm ditentukan sebagai harga KHM kloramfenikol.
Nilai KHM merupakan konsentrasi terkecil kloramfenikol dapat
menghambat pertumbuhan mikroba uji. Fenomena ini memberikan
acua dalam menentukan batas konsentrasi kloramfenikol yang
masih dapat diamati menggunakan metode KLT. Harga KHM
tersebut juga digunakan sebagai harga limit deteksi uji bioautografi
kloramfenikol, yaitu konsentrasi 10 ppm dengan jumlah penotolan
6 L, atau setara dengan 0.006 g kloramfenikol. Dosis tengah untuk
uji aktivitas kloramfenikol dengan bakteri E. coli sesuai
Farmakope Indonesia Edisi IV adalah 2.5 g. Dibandingkan harga
dosis tengah tersebut, harga KHM atau limit deteksi yang diperoleh
lebih

kecil

dan

merupakan

batas

pengamatan,

sekaligus

menujukkan kloramfenikol masih peka terhadap mikroba uji. Untuk

memudahkan
bioautografi,
proporsionl

pengukuran
diperlukan

dengan

diameter

jumlah

volume

zona

hambat

pada

inokulum

mikroba

uji

media

dan

potensi

sehingga zona hambat dapat diamati dengan jelas.

uji

yang

antibiotika,

Daftar Pustaka

Djide, M. N. 2003. Mikrobiologi Farmasi. Jurusan Farmasi UNHAS,


Makassar.
Djide, Natsir dan Sartini.\2008. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Jurusan
Farmasi UNHAS, Makassar
Mulyaningsih, S., 2004, Analisis Mikrobiologi, Farmasi FMIPA UII,
Yogyakarta
Sastrohamidjojo, 2002, Kromatografi, UGM-press, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai