Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di
dalam leher rahim/serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona
transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumnar yang
biasanya disebut sebagai squamo columnar junction (SCJ). 1
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak
akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat
dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki.
Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh
dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. 2
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan
perilaku sel epitel serviks. Pada saat ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi
sebagai upaya pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa mendatang. 1,2
Risiko terinfeksi Human Papiloma Virus (HPV) dan beberapa kondisi lain
seperti perilaku seksual, kontrasepsi, atau merokok akan mempromosi terjadinya
kanker serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses
yang kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami. 2
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati
urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif.
Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker
servik merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara
drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh Papanikolau.

Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara
berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih
tetap tinggi. 3
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi
prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi
dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu
saja terapi ini masih berupa simptomatis karena masih belum menyentuh dasar
penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar
atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.
Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit
secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi
kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk
membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada
perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran
penyakit melalui sistem stadium.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Etiologi Kanker Serviks
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium
yang normal sampai menjadi karsinoma invasif yang memberikan gejala dan
merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun. 1
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim
yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang secara
bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang
mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia
sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian
berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal
juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ
diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma
invasif berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik,
yang menyerang serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah memasuki
tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh
penderita.

B. Faktor Resiko Kanker Serviks


Faktor resiko yang mempengaruhi Kanker Serviks antara lain yaitu :
1. Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker
serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual
yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun juga dapat dijadikan
3

sebagai faktor resiko terjadinya kanker serviks. Hal ini diduga ada
hubungannya dengan belum matangnya daerah transformasi pada usia tesebut
bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual juga berpengaruh pada
lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia
lebih tua. (Schiffman,1996).
2. Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker
serviks. Penelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko
dengan multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
3. Merokok
Beberapa penelitian menunjukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding
seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya
nikotin pada cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifat sebagai
komponen dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya
mendorong pertumbuhan ke arah kanker.
4. Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasif terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut. 3

WHO mereview berbagai penelitian yang menghubungkan penggunaan


kontrasepsi oral dengan resiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan
bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa
lama penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya
pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu,
adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain
lebih sering melakukan pemeriksaan serviks, sehingga displasia dan
karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan
kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan
kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor
confounding.
5. Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungan dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tidak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.
6. Sosial ekonomi
Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah.
Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV
lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah.
Faktor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga diduga
berhubungan dengan masalah tersebut.
7. Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi

pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan


ganda selain istri juga merupakan faktor resiko yang lain. 3

C. Klasifikasi Stadium Kanker Serviks


Ada beberapa klasifikasi tapi yang paling banyak penganutnya adalah
yang dibuat oleh FIGO (International Federation of Ginekologi and Obstetrics)
yaitu sebagai berikut :1
Stage 0: Karsinoma insitu =Karsinoma intraepithelial = Karsinoma preinvasif.
Stage 1: terbatas pada cerviks.
Stage 1 a: Disertai invasi daro stoma ( Karsinoma preklinik) yang hanya diketahui
secara histologi.
Stage 1 b: Semua kasus-kasus lainnya dari stage 1.
Stage 2: Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai ke

panggul,

telah

mengenai dinding vagina tapi tidak melebihi 2/3 bagian proximal.


Stage 3: Sudah sampai dinding panggung dan sepertiga bagian bawah vagina
Stage 4: Sudah mengenai organ-organ yang lain

Gambar1 : Stadium kanker serviks


D. Epidemiologi Kanker Serviks
1. Distribusi Menurut Umur
Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang mengalami
mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat dan
akhirnya menjadi Karsinoma In-Situ (KIS), kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai
tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru menggunakan nama Neoplasma
Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia ringan, NIS 2 untuk displasia
sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. 1
Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda setelah
hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks pertama
dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks pertama
dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 ratarata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7 tahun. Sedangkan menurut
Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa NIS akan berkembang
sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50 tahun
sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali. 1
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and
Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69
tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering
ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering
ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun. 3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditemukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44
tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di
7

Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang


terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%. 4
2. Distribusi Menurut Tempat
Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara
berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina.
Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan
penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000)
membuktikan bahwa kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita
minoritas seperti imigran Vietnam, Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan
dengan anggapan mereka bahwa wanita yang tidak melakukan gonta-ganti
pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan Pap smear.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens
kanker serviks mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan proporsi
kanker serviks dari semua jenis kanker dibeberapa bagian patologi anatomi pada
tahun 2000, seperti Surabaya ditemukan sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%,
Bandung sebesar 25,1%, Surakarta sebesar 28,2% dan Medan sebesar 16,9%. 2

E. Patologi Kanker Serviks


Karsinoma serviks/kanker serviks timbul dibatasi antara epitel yang
melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut
squamo columnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE,
sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.
Tumor dapat tumbuh : 1
Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif
yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.

Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung
infiltratif membentuk ulkus
Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis
dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks
normal secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua
jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang
erosif (metaplasia skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik
(diplatik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III

dan KIS untuk

akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali menjadi mikroinvasive,


proses keganasan akan berjalan terus. 1

Gambar 2. Lokasi Kanker Leher Rahim


Gambar 3. Progresivitas Kanker Serviks

F. Penyebaran Kanker Serviks

Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3


arah : a) ke arah fornices dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c) ke
arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum
rektovaginal dan kandung kemih.1
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor
dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika).
Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro
invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan
sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor
sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak
dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin
sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak
sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat
IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen melalui
kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices
vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir
(terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional
melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika,
prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus
limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal,
tulang dan otak. 1
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena
perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh
karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum
ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran

10

secara limfogen terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiunstasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae
terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen (hepar, tulang). 1
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:

fornices dan dinding vagina

korpus uteri

parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum


rektovagina dan kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe


regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika,
parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena
subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak. 1

G. Gejala Klinis
Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluor dengan sedikit
darah, perdarahan postkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai
perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih
khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofitik), fluor
albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan

Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian


berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.

11

Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.

Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau


dan dapat bercampur dengan darah.

Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan
terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat
lainnya.

Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian
bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

H. Prognosis Kanker Serviks


Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut
dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif,
stadium lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000).
Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah
berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor
primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks tergantung
dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari
90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV
kurang dari 30% (teuku mirza iskandar 2009).

Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.

Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari
semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years
survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar

12

70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi
mereka.

Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari


semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years
survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate
sebesar 60 sampai 65%.

Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.

Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.

Stadium 5 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.

I. INSPEKSI VISUAL
Inspeksi visual terdiri dari Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dan Inspeksi
Visual dengan Lugol Iodin (VILI). Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
maksudnya adalah melihat serviks secara langsung tanpa alat pembesaran setelah
pengusapan serviks dengan asam asetat 3-5% untuk mendeteksi adanya NIS.
Asam asetat digunakan untuk meningkatkan dan membuat tanda terhadap epitel,
terhadap lesi prakanker atau kanker sebenarnya.
Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di
tempat-tempat yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini
memungkinkan diketahuinya hasil dengan segera dan terutama karena hasil
skrining dapat segera ditindaklanjuti.10 Metode satu kali kunjungan (single visit
approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan bedah krio untuk
temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk peningkatan
cakupan deteksi dini kanker serviks, sekaligus mengobati lesi prakanker.

a. Dasar Pemeriksaan IVA

13

Pemeriksaan inspkesi visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah


pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks
yang telah diberi asam Asetat/ asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat
dengan pengamatan mata telanjang. 11
Pemeriksaan IVA pertama kali di perkenalkan oleh Hinselman (1925)
dengan cara memulas serviks dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam
asetat 3-5%. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal,
bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler yang bersifat
hipertonik, dan akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan
kolaps dan jarak anter sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan
epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi
dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih,
disebut (acetowhite). 11

Gambar 4. Acetowhite

14

Gambar 5. Hasil pemeriksaan dengan IVA

15

Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga
setelah pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan
cepat menghilang. Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel
putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi
lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika makin putih dan
makin jelas, makin tinggi derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit
untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel serviks yang diberi 5%
larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek
akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan
didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan bercak
putih (mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam
asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya
disebabkan oleh proses keratosis.11
Teknik Pemeriksaan IVA dan Interpretasi
Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih
(acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan
asam asetoasetat (asam cuka). Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai
kanker, pengolesan asam asetat tidak dilakukan namun segera dirujuk ke sarana
yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah menopause tidak direkomendasikan
menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher rahim pada
kelompok ini biasanya berada pada Endoserviks rahim dalam kanalis servikalis
sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.5
Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian
dengan spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap
kondisi serviksnya. Setiap abnormalitas yang ditemukan, bila ada dicatat.
Kemudian serviks dioles dengan larutan asam asetat 3-5% dan didiamkan selama
kurang lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat hasilnya. Serviks yang normal akan
tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila ditemukan area plak atau
ulkus yang berwarna putih. Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi
putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar. Lesi yang

16

lebih parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang
tegas, dimana salah satu tepinya selalu berbatasan dengan sambungan
skuamokolumnar (SSK) .:
Kategori Temuan IVA :

1. Normal

Licin, merah muda, bentuk

2. Infeksi

porsio normal
servisitis
hiperemis)

(inflamasi,

banyak

fluor

3. Positif IVA

ektropion polip
plak putih epitel acetowhite

4.Kanker leher Rahim

(bercak putih)
pertumbuhan seperti bunga
kol

pertumbuhan

mudah

berdarah

Katagori temuan IVA 5


1. Negatif

- tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion)


- bercak putih pada polip endoservikal atau
kista nabothi
- garis putih mirip lesi acetowhite pada
sambungan skuamokolumnar

2. Positif 1 (+1)

- samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi


bercak putih yang ireguler pada serviks
- lesi bercak putih yang tegas, membentuk
sudut

(angular),

geographic

acetowhite

lessions yang terletak jauh dari sambungan


17

skuamokolumnar
3. Positif 2 (+2)

- lesi acetowhite yang buram, padat dan


berbatas

jelas

sampai

ke

sambungan

skuamokolumnar
- lesi acetowhite yang luas, circumorificial,
berbatas tegas, tebal dan padat -pertumbuhan
pada leher rahim menjadi acetowhite

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H. Ilmu Kandungan. Ed.2. Jakarta: PT.Bina Pustaka Surwono
Prawiroharjo. 2009
18

2. Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Badan Registrasi


Kanker IAPI, Yayasan Kanker Indonesia. Kanker di Indonesia tahun 1997,
Data histopatologik.
3. Andrijono, Kanker Leher rahim, Divisi Onkologi, Dep.Obstetri-Ginekologi
FKUI.2007
4. Aziz, MF. Masalah pada kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran,
Jakarta, 2001: 133;5-7
5. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A
Guide to Essential Practice. Geneva : WHO, 2006.
6. Preventing cervical cancer in low-resources settings. Outlook. Volume 18,
number 1, September 2000.
7. Bosch FX, Manos MM, Munos N, et al. Prevalence of human papilloma
virus in cervical cancer : A worldwide prespective. International biological
study on cervical
8. Saslow D, Runowicz CD, Solomon D, Moscicki AB, Smith RA, Eyre HJ,
Cohen C, American Cancer Society: American Cancer Society guidelines
for the early detection of cervical neoplasia and cancer. CA Cancer J Clin
2002, 52:342-362. PubMed Abstract | Publisher Full Text
9. Coleman Met al, Time trends in cancer incidence, mortality, and prevalence
worldwide, version 1.0. Lyon, IARC, 1995 (IARC Scientific Publication
No. 121)
10. Megevand E, Denny L, Dehaeck K, Soeters R, Bloch B. Acetic acid
visualization of the cervix : an alternative to cytologic screening. Obstet
Gynecol. 1996;88(3):383-6.
11. Burghardt E. Histopathology of cervical epithelium. In : Burghardt E.
Colposcopy cervical pathology. Textbook and atlas. 2nd revised and
enlarged ed. Stutgart-New York Georg Thieme Verlag, 1991 : 8-60

SKRINING KANKER SERVIKS DENGAN


METODE PEMERIKSAAN IVA
(INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT)

19

Oleh:
ANDI FITRI EKAWATI S
10542 0150 09

Pembimbing:
dr. Syarif Hidayat, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

DAFTAR ISI

Halaman
20

Halaman Judul.................................................................................................

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

BAB 1

PENDAHULUAN........................................................................

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................

A. Definisi dan etiologi kanker serviks ......................................

B. Faktor Resiko kanker serviks..................................................

C. klasifikasi stadium kanker serviks ........................................

D. epidemiologi kanker serviks ..................................................

E. patologi kanker serviks ...........................................................

F. penyebaran kanker serviks ......................................................

G. gejala klinis ............................................................................ 11


H. prognosis kanker serviks ....................................................... 12
I. inspeksi visual asam asetat ...................................................... 13
Daftar Pustaka ..............................................................................................

Lembar Pengesahan
Laporan Kasus Obstetri dan Gynekologi

21

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh :
ANDI FITRI EKAWATI S

Pembimbing

dr. Syarif hidayat, Sp. OG

22

Anda mungkin juga menyukai