Anda di halaman 1dari 20

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar Terapi Multisensorik


2.1.1 Pengertian metode multisensorik
Multisensorik terdiri dari dua kata yaitu multi dan sensori.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata multi artinya banyak
atau lebih dari satu atau dua, sedangkan sensori (Wiyono, 2011)
artinya panca indera. Maka gabungan kedua kata ini berarti lebih dari
satu panca indera.
Yusuf (2003) menyatakan, pendekatan multisensori
mendasarkan pada asumsi bahwa anak akan dapat belajar dengan
baik apabila materi pengajaran disajikan dalam berbagai modalitas alat
indera. Modalitas yang dipakai adalah visual, auditoris, kinestetik, dan
taktil, atau disingkat dengan VAKT.
2.1.3 Pendekatan Metode pengajaran melalui media Audio Visusal
Pendekatan multisensori merupakan salah satu pendekatan yang
digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca anak
tunagrahita ringan. Menurut Sunardi (1997) pendekatan multisensori
merupakan Program remidiasi untuk anak hambatan dalam belajar
membaca. Pendekatan tersebut melibatkan seluruh modalitas anak
yaitu visual, tactile dan kinesthetik dan auditory.
Kirk, Kliebhan & Lener, (M. Shodiq AM, 1993), menjelaskan
penerapan pendekatan visual-auditif dalam pengajaran membaca
pada anak tunagrahita ringan yaitu asosiasi simbol visual dengan
nama-nama huruf dan asosiasi simbol visual dengan bunyi huruf.

Secara umum karakteristik tunagrahita. Mengalami masalah


persepsi yang menyebabkan tunagrahita mengalami kesulitan dalam
mengingat berbagai bentuk benda (visual perception) dan suara
(audiotary perception). Metode pengajaran audio visual berarti
melibatkan indera pendegaran dan penglihatan yang membentuk
persepsi individu. secara fisiologis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Persepsi melalui indera pendengaran
Telinga dapat dibagi atas beberapa bagian yang masing-masing
mempunyai fungsi atau tugas sendiri-sendiri, yaitu :
a. Telinga bagian luar : merupakan bagian yang menerima
stimulus dari luar.
b. Telinga bagian tengah : merupakan bagian yang meneruskan
stimulus yang diterima oleh telinga bagian luar, jadi bagian ini
merupakan transformer.
c. Telinga bagian dalam : merupakann reseptor yang sensitif
yang merupakan saraf-saraf penerima.
Apabila individu dapat menyadari apa yang di dengar, maka
individu dapat mempersepsikan apa yang didengar, dan terjadilah
suatau pengamatan atau persepsi
2. Persepsi melalui indera penghilatan
Mata merupakan salah satu alat atau bagian yang menerima
stimulus, dan stimulus ini dilangsungkan oleh syaraf sensoris ke
otak, hingga akhirnya individu dapat menyadari apa yang dilihat.
Secara alur dapat dikemukakan bahwa proses persepsi
berlangsung sebagian berikut :
a.

Stimulus mengenai alat indera, ini merupakan yang bersifat


kealaman ( fisis)

b.

Stimulus kemudian dilangsungkan ke otak oleh syaraf

c.

sensoris, proses ini merupakan proses fisiologi


Di otak sebagian pusat susunan urat syaraf terjadilah proses
yang akhirnya individu dapat menyadari atau
mempersepsikan tentang apa yang diterima melalui alat
indera.proses yang terjadi dalam otak ini merupakan proses
psiklogi
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pembelajaran yang

diserap melalui penglihatan (media visual), sekaligus dengan


pendengaran (media audio), dapat memercepat daya serap peserta
didik dalam memahami pelajaran yang disampaikan. Salah satu
keuntungan penggunaan media pembelajaran audio-vual adalah,
tampilan dapat dibuat semenarik mungkin agar anak tertarik untuk
mempelajarinya.
2.1.2 Tahapan belajar membaca menggunakan metode multisensori
Yusuf (2003) menyebutkan adanya 2 metode multisensori, yaitu
yang dikembangkan oleh Fernald dan Gillingham. Perbedaan
keduanya adalah, pada metode Fernald, anak belajar kata sebagai
pola yang utuh sehingga akan memperkuat ingatan dan visualisasi;
sedangkan metode Gillingham menekankan pada teknik meniru bentuk
huruf satu per satu secara individual. Metode Gillingham Stillman
merupakan suatu metode yang terstruktur dan berorientasi pada kaitan
bunyi dan huruf, di mana setiap huruf dipelajari secara multisensoris.
Metode ini digunakan untuk tingkat yang lebih tinggi dan bersifat
sintesis, di mana kata diurai menjadi unit yang lebih kecil untuk
dipelajari, lalu digabungkan kembali menjadi kata yang utuh (Myers,

1976). Langkah langkah pelaksanaan metode ini adalah sebagai


berikut (Yusuf, 2003):
1. Kartu ditunjukkan pada anak, guru mengucapkan huruf dalam kartu, anak
mengulang berkali kali. Jika anak dirasa sudah mampu mengingat, guru
menyebutkan huruf dan anak mengulangnya.
2.
Guru mengucapkan bunyi sambil bertanya huruf apa yang
3.

dibunyikan. Tahap ini dilakukan tanpa menunjukkan kartu huruf.


Secara perlahan guru menulis dan menjelaskan bentuk huruf,

anak menelusuri dengan jari dan menyalinnya.


4. Guru meminta anak menuliskan huruf yang sudah dipelajari.
Adapun gambaran singkat pelaksanaan program remedial
multisensoris adalah sebagai berikut :
a. Tingkat satu.
Anak diperbolehkan memilih satu kata yang ingin ia pelajari,
panjangnya kata tidak diperhatikan. Guru menuliskan kata di
atas kertas dengan krayon, kemudian anak menelusurinya
dengan jari tangan (taktil kinestetik). Saat menelusuri, anak
melihat dan mengucapkan kata dengan keras (visual
auditoris). Proses ini diulang sampai anak mampu menulis kata
tanpa melihat salinannya, waktu tidak dibatasi. Kata kata
yang telah dipelajari kemudian disatukan dalam sebuah cerita
yang dikarang sendiri oleh anak dan dibacakandi depan guru
(Myers, 1976).
b. Tingkat dua.
Penelusuran dengan jari tidak lagi diperlukan jika anak sudah
mampu
mempelajari kata baru hanya dengan mengamati kata tersebut.
Tidak ada batas waktu kapan penelusuran dihentikan, namun

periode penelusuran rata rataberlangsung selama 2 hingga 8


bulan. Meskipun anak tidak lagi menelusuri, ia tetap harus
menulis kata sambil menyuarakannya (Myers, 1976).
c. Tingkat tiga.
Anak belajar langsung dari kata kata yang ditulisnya. Anak
melihat
kata, dan mampu menulisnya tanpa mengeja atau melihat
salinannya. Ditingkat ini anak diberikan buku, yang isinya
dibaca dan guru bertugas menjelaskan jika ada kata yang tidak
diketahui anak. Saat membaca, guru membahas kata kata
baru dan diadakan evaluasi (recall) untuk mengetahuiapakah
kata kata baru sudah disimpan dalam ingatan (Myers, 1976).
d. Tingkat empat.
Tingkat empat dimulai saat siswa mampu menggeneralisasikan
dan menemukan kata kata baru berdasarkan kemiripan
dengan kata kata yang sudah dikenal. Di tingkat ini minat
membaca anak sudah meningkat seiringdengan ketrampilan
membacanya. Evaluasi terus menerus dilakukan daritingkat ke
tingkat. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa jumlah kata
yang dikuasai berkurang, anak akan dikembalikan ke tingkat
yang sebelumnya(Myers, 1976).

Teknik pengajaran yang merangsang beberapa alat indera selama


proses belajar membaca, memperkuat anggapan bahwa melalui metode
ini anak dapat belajar membaca dengan lebih baik, ditunjang oleh proses
pelaksanaan yang mudah dipraktekkan guru dan aman bagi anak anak,
serta media belajar yang menarik. Namun dari segi prinsip, metode Fernald

10

lebih mengedepankan aspek yang penting untuk membaca, yaitu ingatan


dan visualisasi. Sesuai pernyataan Petty dan Jensen (Ampuni, 2004)
bahwa membaca merupakan aktivitas sejumlah kerja kognitif termasuk
persepsi dan rekognisi.
Membaca terkait erat dengan persepsi, yang berhubungan dengan
visualisasi atau kepekaan alat indera terhadap stimulus visual serta
rekognisi yang berarti pengenalan kembali hal hal yang disimpan dalam
ingatan (Walgito, 2002).

2.2 Konsep dasar Kemampuan Membaca Anak


2.2.1 Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), kemampuan
berarti kesanggupan atau kecakapan. Membaca berarti melihat serta
memahami isi dari apa yang tertulis, atau mengeja dan melafalkan apa
yangtertulis. Petty dan Jensen (Ampuni, 2004) menyebutkan bahwa
definisi membaca memliki beberapa prinsip, di antaranya membaca
merupakan interpretasi simbol simbol yang berupa tulisan, dan
bahwa membaca adalah mentransfer ide yang disampaikan oleh
penulis dalam bacaan. Maka dengan kata lain membaca merupakan
aktivitas sejumlah kerja kognitif termasuk persepsi dan
rekognisi.Terdapat beberapa tahap dalam proses belajar membaca.
Initial reading(membaca permulaan) merupakan tahap kedua dalam
membaca menurutMercer (Abdurrahman, 1999). Tahap ini ditandai
dengan penguasaan kode alfabetik, di mana anak hanya sebatas
membaca huruf per huruf atau membaca secara teknis (Chall dalam
Ayriza, 1995). Membaca secara teknis juga mengandung makna
bahwa dalam tahap ini anak belajar mengenal fonem dan

11

menggabungkan (blending) fonem menjadi suku kata atau kata


(Marat, 2005). Kemampuan membaca ini berbeda dengan
kemampuan membaca secara formal (membaca pemahaman), di
mana seseorang telah memahami makna suatu bacaan. Tidak ada
rentang usia yang mendasari pembagian tahapan dalam proses
membaca, karena hal ini tergantung padatugas tugas yang harus
dikuasai pembaca pada tahapan tertentu.
2.2.2

Tahap-tahap dalam belajar membaca:


2.2.2.1 "Pre-reader" dan pembaca pemula
1. biasanya suka melihat-lihat buku dan mulai suka untuk
membacanya;
2. sering berperilaku seperti layaknya seorang yang sedang
membaca, misalnya memegang buku dan berpura-pura
seolah sedang membacanya;
3. belajar tentang kata-kata dengan melihat buku bergambar dan
bermain dengan blok-blok yang ada gambar huruf, dan lainlain;
4. belajar tentang kata-kata melalui lagu, sinyal traffic lights, dan
logo yang ada di kemasan produk makanan;
5. belajar bagaimana teks bekerja, misalnya, di mana sebuah
cerita dimulai dan berakhir di proses pencetakan;
6. mulai memahami bahwa pemikiran mereka bisa dituangkan
dalam cetakan tertulis;
7. menggunakan gambar-gambar dan ingatan untuk
menceritakan atau menceritakan ulang sebuah cerita.
2.2.2.3 "Emerging reader"
1. siap menerima instruksi untuk membaca;
2. belajar bahwa teks adalah cara untuk memberitahukan
sebuah cerita atau informasi;
3. mulai untuk mencocokkan kata-kata yang tertulis untuk
diucapkan dan menemukan hubungan antara suara dengan
huruf-huruf;

12

4. mulai bereksperimen dengan membacam dan ingin mencoba


untuk mengucapkan kata-kata dengan keras ketika membaca
teks-teks sederhana;
5. menemukan gambar-gambar yang bisa membantu untuk
memahami teks, dan belajar bahwa kata-kata menyampaikan
pesan yang konsisten dengan gambar.
2.2.2.4 "Early reader"
1. mulai lebih percaya diri dan menggunakan metode yang lebih
bervariasi, misalnya, mengandalkan isyarat visual untuk
mengidentifikasi kata-kata pada teks;
2. mengadaptasikan apa yang mereka baca ke teks-teks yang
berbeda;
3. mengenali banyak kata-kata, mengetahui lebih banyak
tentang membaca, dan memiliki semangat untuk mencoba
membaca teks-teks baru.
2.2.2.5 "Fluent reader"
1. berpikir bahwa membaca adalah sesuatu yang baik dan
bekerja dengan otomatis;
2. menggunakan metode-metode yang bervariasi untuk
mengidentifikasi kata-kata dan artinya;
3. dapat membaca berbagai jenis teks dan memprediksikan
peristiwa yang ada dalam cerita;
4. menghubungkan cerita yang ada dalam buku dengan
pengalaman atau pengetahuan mereka sendiri dan
menemukan sesuatu yang baru.
Mungkin akan memakan waktu untuk melalui setiap tahapan
dan anak Anda mungkin membutuhkan perhatian dan
dukungan untuk melewati tahapan-tahapan tersebut. Anda,
sebagai orangtua, bisa membuat sebuah aturan main yang
dapat membimbing anak untuk meningkatkan kemampuan
membacanya hingga berhasil.
(Wedhaswary, 2012)

13

2.3 Konsep dasar Perkembangan Kognitif


2.3.1 Pengertian Kognitif
Kognitif, berarti proses pemikiran, dan juga berarti persepsi. Para
ahli terapi kognitif menekankan pentingnya pemeriksaan pemikiran dan
keyakinan yang berkaitan dengan suasana hati, perilaku, pengalaman
dan juga berarti berkaitan dengan peristiwa dengan suasana hati
(Sarka., dkk, 2011)
Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang
luas mengenai berfikir dan mengamati. Proses utama yang
digolongkan di bawah istilah kognisi mencakup : mendeteksi,
menafsirkan,mengelompokkan dan mengingat informasi;
mengevaluasi gagasan, menyimpulkan prinsip dan kaidah,
mengkhayal kemungkinan, menghasilkan strategi dan berfantasi
(Syaodih, 2011).
2.3.2 Perkembangan Struktur Kognitif
Kognisi sebagai kapasitas kemampuan berfikir dan segala bentuk
pengenalan, digunakan individu untuk melakukan interaksi dengan
lingkungannya. Dengan berfungsinya kognisi mengakibatkan individu
memperoleh pengetahuan dan menggunakannya.
Pada prosesnya kognisi mengalami perkembangan ke arah
kolektivitas kemajuan secara berkesinambungan. Perkembangan
struktur kognisi berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua
individu. Artinya setiap individu akan mengalami dan melewati setiap
tahapanitu, sekalipun kecepatan perkembangan dari tahapan-tahapan
tersebut dilewati secara relatif dan ditentukan oleh banyak faktor
seperti : kematangan psikis, struktur syaraf, danlamanya pengalaman

14

yang dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme utama


yang memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif
ketahap berikutnya oleh Piaget disebut asimilasi, akomodasi dan
ekuilibrium. Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru dari
lingkungan diintegrasikanpada skema yang telah ada.
Asimilasi tidak menghasilkan perkembangan atau skemata,
melainkan hanya menunjang pertumbuhan skemata. Sebagai suatu
ilustrasi, kepada seorang anak diperlihatkan suatu benda yang
berbentuk persegi empat sama sisi. Setelah itu diperlihatkan persegi
panjang. Asimilasi terjadi apabila anak menjawab persegi panjang
adalah persegi empat sama sisi. Jadi persegi panjang diasimilasikan
dengan persegi empat sama sisi. Hal ini karena bentuk itu dikenal
anak lebih awal sementara persegi panjang diperoleh kemudian. Jika
menyangkut masalah ukuran dari bentuk tersebut asimilasi tidak akan
terjadi karena tidak cocok dengan gagasan yang telah ada. Tetapi jika
persegi empat itu dilihat sebagaimana adanya persegi empat maka hal
ini merupakan proses akomodasi.
Akomodasi dapat dikatakan sebagai proses pembentukan skema
baru atau perubahan skema yang telah ada, seperti contoh di atas
dimana persegi empat dilihat sebagaimana adanya persegi empat.
Akomodasi menghasilkan perubahan atau perkembangan skemata
atau strukturkognitif. Asimilasi dan akomodasi berlangsung terus
sepanjang hidup. Jika seseorang selalu mengasimilasi stimulus tanpa
pernah mengakomodasikan, ada kecenderungan ia memiliki skema
yang sangat besar, sehingga ia tidak mampu mendeteksi perbedaan
diantara stimulus yang mirip. Sebaliknya jika seseorang selalu
mengakomodasi stimulus dan tidak pernah mengasimilasikannya, ada

15

kecenderungan iatidak pernah dapat mendeteksi perasaan persamaan


dari stimulus untuk membuat generalisasi. Oleh karenanya harus
terjadi keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi yang
dikaitkan sebagai equlibrium (Syaodih, 2011).
2.3.3 Tahapan Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitifi dibahas berdasarkan pada tahapan
sensoris motorik, praoperasional, concrete operational, dan formal /
operation (Supartini, 2004) :
2.3.3.1 Tahap sensoris-motorik (0 sampai 2 tahun)
Mengisap (sucking) adalah ciri utama pada perilaku bayi
dan berkembang sekalipun tidak sedang menyusu, bibirnya
bergerak-gerak seperti sedang menyusui. Apabila lapar, bayi
menangis, dan ibu menyanyi dan bersenandung, anak terdiam.
Kemudian, jika ibu menyusukan sambi bernyanyi atau
bersenandung, bayi juga terdiam. Jadi, bayi belajar dan
mengembangkan kemampuan sensorik dengan dikondisikan
oleh lingkungannya. Pada tahap ini, anak mengembangkan
aktivitasnya dengan menunjukkan perilaku sederhana yang
dilakukan berulang-ulang, untuk meniru perilaku tertentu dari
lingkungannya. Jadi, perkembangan intelektual dipelajari
melalui sensasi dan pergerakan.
Tiga kejadian penting dari tahapan sensoris motorik adalah
perpisahan anak dengan lingkungan seperti ibunya, ada
persepsi tentang konsep benda yang permanen atau konstan
serta penggunaan simbol untuk memersepsikan situasi atau
benda, misalnya dengan menggunakan mainan.
2.3.3.2 Praoperasional (2 sampai 7 tahun)

16

Karakteristik utama perkembangan interektuar pada


tahapan praoperasionar didasari oleh sifat egosentris.
Ketidakmampuan untuk menempatkan diri sendiri di tempat
orang lain. Pemikiran didominasi oleh apa yang mereka lihat
dan rasakan dengan pengalaman lainnya. Pada anak usia 2
sampai 3tahun, anak berada di antara sensoris-motor dan
praoperasional, yaitu anak mulai mengembangkan sebabakibat, trial / and error, dan menginterpretasi benda atau
kejadian. Anak prasekolah (3 sampai 6 tahun) mempunyai
tugas untuk menyiapkan diri memasuki dunia sekolah.
Anak prasekolah berada pada fase peralihan antara
preconceptual dan intuitive thought. Pada fase preconceptual,
anak sering menggunakan satu istilah untuk beberapa orang
yang punya ciri yang sama / misalnya menyebut nenek untuk
setiap wanita tua, sudah bongkok, dan memakai
tongkat.Sedangkan pada fase intuitive thought, anak sudah
bisa memberi alasan pada tindakan yang dilakukannya. Satu
hal yang harus diingat bahwa anak prasekolah berasumsi
bahwa orang lain berpikir seperti mereka sehingga perlu
menggali pengertian mereka dengan pendekatan nonverbal.
2.3.3.3 Concrete operational (7 sanpai 11 tahun)
Pada usia ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis
dan koheren. Anak mampu mengklasifikasi benda dan perintah
dan menyelesaikan masalah secara konkret dan sistematis
berdasarkan apa yang mereka terima dari lingkungannya.
Kemampuan berpikir anak sudah rasional, imajinatif, dan dapat
menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan
masalah. Anak sudah dapat berpikir konsep tentang waktu dan

17

mengingat kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan yang


dilakukan berulang-ulang, tetapi pemahamannya belum
mendalam, selaniutnya akan semakin berkembang diakhir usia
sekolah atau awal masa remaja.
2.3.3.4 Fornal operation (11 sampai 15 tahun )
Tahapan ini ditunjukkan dengan karakteristik kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan dan kemampuan untuk fleksibel
terhadap lingkungannya. Anak remaja dapat berpikir dengan
pola yang abstrak menggunakan tandaatau simbol dan
menggambarkan kesimpulan yang logis. Mereka dapat
membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikirannya yang
abstrak, teoretis,dan filosofis. Pola berpikir logis membuat
mereka mampu berpikir tentang orang lain juga memikirkannya
dan berpikir untuk memecahkan
Untuk mendeteksi dini perkembangan selanjutnya pada masa ini,
ada beberapa tahapan yang dilalui, sebagaimana berikut (Fida dan
Maya, 2010):
1. Masa Pranatal
Masa pranatal terdiri aras masa embrio dan fetus. Pertumbuhan
fase embrio dimulai dari 8 minggu pertama yang ditandai oleh
defenisiasi yang cepat dari ovum menjadi organisme hingga
terbentuk manusia. Dalam perkembangannya, pada minggu ke-2,
terjadi pembelahan sel derm dan ekstoderm, lalu pada minggu ke3 terbentuk Iapisan mesoderm. Pada masa ini hingga embrio
berumur 7 minggu, belum tampak gerakan yang menonjol.
Adapaun tanda yang terlihat hanyalah denyut jantung janin sejak 4
minggu.
2. Masa Neonatus (0-28hari)

18

Masa neonatus merupakan awal pertumbuhan dan perkembangan


setelah bayi dilahirkan. Masa ini sebagai masa terjadinya
kehidupan yang baru dalam ekstra uteri, dengan terjadnya proses
adaptasi semua sistem organ tubuh.
3. Masa Bayi (28 Hari sampai 1 Tahun)
Pada masa ini, teriadi perkembangan bayi sesuai dengan
lingkungan yang mempengaruhinya. Selain itu, pada masa
tersebut, bayi mempunyai kemampuan melindungi dan
menghindarkan diri dari hal yang mengancam dirinya.
4. Masa Anak (1-3 Tahun)
Pada masa ini, teriadi perkembangan yang cepat dalam aspek
sifat, sikap, minat, dan cara penyesuaian dengan lingkungan.
Setelah itu, diikuti dengan masa prasekolah (3-5 tahun), lalu masa
sekolah (5-12 tahun).
5. Masa Remaja (12-15 atau 20 Tahun)
Pada masa ini, terjadi perubahan ke arah dewasa,s ehingga
mengarah ke kematangan tanda-tanda pubertas.
2.3.4 Fungsi Kognitif yang berhubungan dengan Kemampuan
membaca pada anak
Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa salah satunya
menyebutkan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu yang
rumit dan melibatkan banyak hal, tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi
juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan
metakognitif (Crawley dan Mountain dalam Rahim 2005).
Pengertian di atas sama dengan Wiryodijoyo (1989) bahwa
membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang
mempunyai pengertian: 1) membaca sebagai proses melisankan
paparan tulis, 2) membaca sebagai kegiatan mempersepsi tuturan
tertulis, 3) membaca adalah seperangkat keterampilan kognitif untuk
memperoleh pemahaman dari tuturan yang dibaca. Sedangkan

19

menurut Kustaryo bahwa pengertian membaca merupakan suatu


kombinasi dari pengenalan huruf, intellect, emosi yang dihubungkan
dengan pengetahuan si pembaca untuk memahami suatu pesan yang
tertulis.
Anderson dalam Tarigan (1994) mengatakan bahwa membaca
sebagai suatu penafsiran atau intrerprestasi terhadap ujaran yang
berbeda dalam bentuk tulisan adalah suatu proses pembacaan sendi
(decoding process). Membacapun dapat diartikan sebagai suatu
metode yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri
dan kadang-kadang dengan orang lain, yaitu mengkomunikasikan
maknannya yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang
tertulis, ada pula beberapa penulis yang beranggapan bahwa
membaca adalah suatu kemampuan untuk melihat lambang-lambang
tertulis serta mengubah lambang-lambang tertulis tersebut melalui
Ponik (Phonics = suatu metode pengajaran membaca, ucapan ejaan
berdasarkan interprestasi ponetik terhadap ejaan biasa)
menjadi/menuju lisan. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu
proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat
pikiran yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis (Anderson
dalam Tarigan, 1994
Tampubalon (19876) mengatakan karena bahasa tulisan
mengandung ide-ide atau pikiran-pikiran, maka dalam memahami
bahasa tulisan dengan membaca, proses-proses kognitif
(penalaranlah), terutama yang bekerja. Oleh sebab itu dapat dikatakan
bahwa membaca adalah suatu cara untuk membina daya nalar.

2.4 Konsep dasar Tunagrathia

20

2.4.1 Pengertian
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Somantri,
2006).
Tuna Grahita/Cacat Ganda adalah kelainan dalam pertumbuhan
dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak
bayi / dalam kandungan atau masa bayi dan anak-anak yang
disebabkan oleh faktor organik biologis maupun faktor fungsional,
adakalanya disertai dengan cacat fisik dengan ciri-ciri dan klasifikasi
sebagai berikut (Made, 2011).
2.4.2 Faktor.Faktor Penyebab Mental Retardation
2.4.2.1 Trauma (Sebelum dan Sesudah Lahir)
Faktor perkembangan dan kelahiran yang dimaksudkan
ialah faktor-faktor yang berkaitan dengan perkembangan
selama pranatal, perinatal, dan postnatal. Faktor pranatal, yakni
akibat penyakit, keracunan dari bahan-bahan kimia, obatobatan yang tidak terkendali dalam penggunaannya,
penggunaan alkohol (fetal alcohol sindrom),drugs, rokok, dan
malanutrisi selama kandungan. Faktor perinatal, yakni
pengaruh dari kesulitan melahirkan atau kelahiran yang kurang
oksigen (hipoksia). Faktor postnatal, yakni akibat infeksi atau
virus, luka atau pencederaan pada otak atau cacat pada
kepala.
2.4.2.2 lnleksi (Bawaan dan Sesudah Lahir) dan Kelainan Kromosom
Infeksi bawaan sesudah lahir yang menyebabkan mentar
retardation yaitu rubela kongenitalis, meningitis, sitomegalo,
ensefalitis, toksoplasmosis kongenitalis, listeriosis, dan HIV.

21

Sementara kelainan kromosom yang menyebabkan mental


retardation adalah kesalahan pada jumlah kromosom (sindrom
Down), defek pada kromosom (sindrom X yang rapuh, sindrom
Angelman,sindrom Prader-Willi), translokasi, dan sindrom cri du
chat.

2.4.2.3 Kelainan Genetik dan Kelainan Metabolik yang Diturunkan


Kelainan genetik yang menyebabkan mental retardation
adalah galaktosemia, penyakit Tay-Sachs, fenilketonuria,
sindroma Hunter, sindrom sanfilippo, leukodistrofi metakromatik
adrenoleukodistroi sindrom Lesch-Nyhan, sindrom rett, dan
sklerosis tuberosa. sementara faktor-faktor metabolik yang
dapat menyebabkan mental retardation adalah sindrom Reye,
dehidrasi hipenatremik, hipotiroid kongenital, hipoglikemia, dan
diabetes melitus.
2.4.2.4 Akibat Keracunan
Pemakaian alkohol, kokain, amfetamina, dan obat lainnya
pada ibu hamil. serta keracunan metil merkuri (timah hitam)
juga dianggap memberikan kontribusi besar sebagai penyebab
mental retardation.
2.4.2.5 Gizi dan Lingkungan
Faktor-faktor penyebab mental retardation yang berkaitan
dengan aspek gizi yaitu kwasiorkor, maramus, dan malanutrisi.
Sementara faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam
pembentukan mental retardation adalah kemiskinan, deprivasi
sosial, lingkungan rumah dengan sikap tidak memedulikan

22

anak atau adanya penelantaran anak, budaya (cultur familial


retardation), atau lingkunganyang menghasilkan bahan-bahan
kimia beracun dan berbahaya (Pieter, 2011)
2.4.3 Klasifikasi Anak Tunagrahita
Ada beberapa klasifikasi anak Tunagrahita yang di ukur melalui IQ:

2.4.3.1 TunagrahitaRingan (IQ 51-70)


Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki
banyak kelebihan dan kemampuan. Mereka mampu dididik
dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis, berhitung, menjahit,
memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah
diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak
begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya
apapun. Karena itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan
pengawasan ekstra.
2.4.3.2 Tunagrahita Sedang (IQ 36-51)
Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak
tunagrahita sedang pun mampu diajak berkomunikasi. Namun,
kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis,
membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan
alamat rumahnya akan dengan jelas dijawab. Mereka dapat
bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu
pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian
dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan
sosial anak tunagrahita sedang.
2.4.3.3 Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20)

23

Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. karena dalam


kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan,
perhatian, bahkan pelayanan yang maksimal. Mereka tidak
dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dair bahaya.
Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak Idiot tepat
digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong
dalam tungrahita berat.
2.4.4 Kebutuhan Belajar ABK dengan Keterbelakangan Mental
Anak penyandang keterbelakangan mental sangat berrvariasi
kemampuannya mulai dari ringan,sedang sampai berat. Anak-anak
terbelakang mental pada umumnyan masih memiliki kemampuan
/potensi dalam belajar dan mengembangkan seluruh hidup sesuai
dengan tingkat kemampuannya.Namun karena keterbatasannya maka
merea membutuhkan Layanan Pendidikan Khusus.
Ada beberapa bidang perkembangan yang diperlukan oleh siswasiswi yang terbelakang mental :
2.4.4.1 Pengembangan Kemampuan Kognitif
Anak-anak yang terbelakang mental pada umumnya
memilii keterlambatan dalam bidang kognitif.Oleh karena itu
maka perlu adanya pengembangan kognitif yakni: 1) the pace
of learning Siswa Tunagrahita dalam belajar memerlukan
waktu belajar lebih banyak dibandingkan dengan teman sebaya
yang normal. 2) levels of learning,anak-anak terbelakang
mental memerlukan dorongan untuk dapat memahami isi materi
sesuai tingkat kemampuannya. 3) levels of comprehension,
pada umumnya mengalami kesulitan mempelajari materi yang

24

bersifat abstrak sehingga perlu adanya penggunaan mediamedia konkrit dalam pembelajaran.
2.4.4.2 Pengembangan Kemampuan Bahasa
Keterlambatan dalam bidang bahasa merupakan salah
satu cirri dari anak terbelakang mental. Keterlambatan pada
bidang akademik pada umumnya juga bersumber dari
keterlambatan bahasa. Agar ketrampilan berbahasa memadai
maka memerlukan bimbingan bahasa.
2.4.4.3 Pengembangan Kemampuan Sosial
Masalah utama yang dialami oleh anak terbelakang
mental(Tunagrahita) adalah tidak adanya kemampuan
bersosial. Hambatan ini berakibat pada ketidakmapuan anak
dalam memahami kode atau aturan yang terdapay di
sekolah,keluarga maupun masyarakat.Dalam upaya
pengembangan sosial anak Tunagrahita diperlukan beberapa
kebutuhan misalnya: 1) kebutuhan merasa menjadi bagian dari
masyarakat. 2) Kebutuhan dari menemukan perlindungan dari
sikap yang negative. 3) Kebutuhanaan kenyamanan sosial. 4)
Kebutuhan untuk menghilangkan kebosanan.

Anda mungkin juga menyukai