Anda di halaman 1dari 6

PEMANFAATAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) DALAM PENURUNAN

KONSENTRASI Pb2+DAN Fe TOTAL


PADA MINYAK PELUMAS BEKAS DENGAN METODE ADSORPSI
Nooryati Shaleha1)*, Sundari Puji Rahayu2)
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A Yani km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
*
Email: Shaleha14.ns@gmail.com
Abstrak- Penelitian ini memanfaatkan limbah sabut kelapa (Cocos nucifera) dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh perbandingan ukuran sabut kelapa dan waktu adsorpsi terhadap pengurangan kandungan logam berat pada
minyak pelumas bekas, menentukan besarnya perolehan logam berat yang teradsorpsi (ppm),mengetahui struktur
morfologi (SEM) dari adsorben. Penelitian ini menggunakan proses adsorpsi, yaitu penjerapan logam berat yang ada
dalam minyak pelumas bekas dengan abu dari sabut kelapa. Limbah sabut kelapa dibersihkan dan dipotong-potong
kemudian diaktivasi dengan furnace pada suhu 500oC selama 2,5 jam dan kemudian dihaluskan seukuran 500 dan
250 mikron . Minyak pelumas bekas di campurkan dengan H2SO4 2 M lalu di masukkan dalam tabung reaksi
bersama dengan adsorben kemudian di adsorpsi dalam centrifuge dengan kecepatan 250 rpm. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Struktur mofrologi abu sabut kelapa setelah dilakukan pemanasan pada suhu 500 oC selama 2,5
jam diperoleh ukuran pori antara 0,01- 0,02 m. Semakin kecil ukuran abu sabut kelapa, semakin banyak massa
sabut kelapa yang ditambahkan dan semakin lama waktu adsorpsi, maka akan semakin tinggi penjerapan terhadap
logam Fe dan Pb2+ dengan persentase penurunan kadar logam berat Fe sebesar 63,43% dan Pb2+ sebesar 56,96 %.
Keywords: minyak pelumas bekas, sabut kelapa, adsorpsi, Pb2+, Fe

Abstract - This study utilizes waste coconut husks (Cocos nucifera) with the aim to determine the effect
size comparison coco and adsorption time on reducing the content of heavy metals in used lubricating oil,
determining the acquisition of adsorbed heavy metals (ppm), determine the structure of morphology
(SEM) of adsorbent. This study uses the process of adsorption, the adsorption of heavy metals present in
used lubricating oil with ashes from coconut fiber. Waste coconut coir is cleaned and cut into pieces and
then activated by furnace at a temperature of 500C for 2.5 hours and then mashed-sized 500 and 250
microns. Used lubricating oil in the mix with 2 M H 2SO4 and put it in a test tube along with the adsorbent
and then in the adsorption in a centrifuge at a speed of 250 rpm. The results showed that coconut husk ash
morphology structure after heating at a temperature of 500C for 2.5 hours obtained pore size between
0.01-0.02 m. The smaller size of the coconut husk ash, the more the mass of coconut husk is added and
the longer the time of adsorption, the higher the adsorption of the metals Fe and Pb 2+ with the percentage
decrease in the levels of heavy metals Fe by 63.43% and amounted to 56.96% Pb 2+.
Keywords: used lubricating oil, coconut fiber, adsorption, Pb2+, Fe
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan zaman, teknologi yang
digunakan oleh manusia akan semakin berkembang
pula.
Kemajuan
teknologi
belakangan
ini
memberikan masalah yang kompleks terhadap
lingkungan, baik terhadap lingkungan hayati maupun
lingkungan nonhayati. Setiap proses produksi selalu
menghasilkan sisa-sisa produksi atau limbah.
Salah satu limbah B3 yang perlu mendapatkan
penanganan khusus karena dihasilkan dalam jumlah

yang tinggi pada masyarakat adalah minyak pelumas


bekas. Minyak pelumas bekas dihasilkan dari
berbagai aktivitas manusia seperti perindustrian,
pertambangan, dan perbengkelan. Minyak pelumas
bekas termasuk dalam limbah B3 yang mudah
terbakar dan meledak sehingga apabila tidak
ditangani pengelolaan dan pembuangannya maka
akan membahayakan manusia dan lingkungan
(P3KNLH, 2008a). Minyak pelumas bekas memiliki
nilai abu yang tinggi, residu karbon, bahan

asphaltenic, logam, air, dan bahan kotor lainnya yang


seratnya serta dikeringkan (dioven), kemudian
dihasilkan selama jalannya pelumasan dalam mesin
dipotong-potong dan di furnace pada suhu 500oC
(Nabil, 2010).
selama 2,5 jam. Setelah itu abu sabut kelapa
Pada umumnya, limbah Abu Sabut Kelapa
kemudian di receiver pada ukuran 500 dan 250
terdiri dari unsur organik seperti serat celloluse,
micron dan diuji struktur morfologinya (SEM+IDS).
dan lignin. Disamping itu, limbah ini juga
Proses
kemudian
dilanjutkan
dengan
mengandung mineral yang terdiri dari silika, aluminia
pengolahan minyak pelumas bekas dimana dalam
dan oksida oksida besi. SiO 2 dalam abu sabut kelapa
proses pengolahan minyak pelumas bekas ini,
merupakan hal yang paling penting karena dapat
dimasukkan 10 mL H2SO4 (97%) 2M ke 200 mL
bereaksi dengan logam, sehingga dapat dimanfaatkan
pelumas bekas, kemudian diaduk menggunakan
sebagai adsorben. Pengolahan abu sabut kelapa
stirrer dengan kecepatan 300 rpm selama 15 menit
sangat
mudah,
cukup
dibakar
dengan
lalu diambil filtratnya sebanyak 10 ml untuk setiap
panas tertentu hingga membantuk abu abu lalu
sampel. Kemudian filtrat dimasukkan ke dalam
disaring hingga mendapatkan abu yang benar benar
tabung reaksi dan ditambahkan abu sabut kelapa
halus.
dengan variasi 0,2 gram, 0,5 gram dan 0,8 gram
Dari pengujian abu sabut kelapa (ASK) yang
untuk setiap sampel lalu diaduk dengan centrifuge
telah dilakukan oleh BBTKL Medan (Balai Besar
dengan kecepatan 250 rpm selama 10, 20 dan 30
Teknik Kesehatan Lingkungan), diperoleh komposisi
menit. Masing-masing sampel yang telah dilakukan
senyawa
berupa
SiO2 sebanyak
47,55
%,
pengolahan, kemudian diambil filtratnya untuk di uji
Al2O3 sebanyak 1,05% dan MgO sebanyak 2,65%
kadar Pb2+ dan Fe total nya.
sedangkan kadar air sebanyak 5,29% (Prayuda,
2012).
Cara penjerapan dan penjernihan Salah satu
cara :
Analisa
pengolahan kembali minyak pelumas bekas hingga
Kadar Pb2+ dan Fe t total serta PHTotal.
dipenuhi spesifikasi sebagai base oil dapat dilakukan
Pelumas bekas
dengan. Metode tersebut dapat digunakan pH
untuk
memisahkan zat-zat pengotor yang terkandung dalam
minyak pelumas bekas karena minyak pelumas yang
Mixing
H2SO4 (97%) 2M
telah dipakai cukup lama akan terjadi perubahan
kimia maupun fisika. Minyak banyak mengandung
air hasil pembakaran bahan bakar, partikel keausan
Adsorben
Centrifuge
logam, jelaga, serta hasil-hasil oksidasi pelumas
seperti lumpur dan asam yang bersifat korosif
(Pertamina, 1998).
Filtrasi
Berdasarkan pemaparan diatas maka pada
penelitian ini dibuat adsorben dari serabut kelapa.
Adsorben dibuat dengan cara mengaktifasi serabut
Filtrat
kelapa yang difurnace selama 2,5 jam. Adsorben ini
Analisa
:
2+
akan digunakan untuk mengadsorbsi logam Pb dan
Kadar Pb2+ dan Fe Total.
Fe total yang ada dalam minyak pelumas bekas.
Hasil
pH
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini ditetapkan dengan variabel
tetap yaitu jenis sabut kelapa yang digunakan dan
temperature pembuatan adsorben yaitu 500oC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel bebas yang digunakan adalah perbedaan
Limbah pelumas bekas yang digunakan pada
ukuran adsorben yaitu sebesar 500 micron dan 250
penelitian ini diperoleh dari dealer resmi yaitu
micron, perbedaan massa adsorben yaitu sebesar 0,2
Dealer Suzuki Rahmat Banjarbaru, dimana
gram, 0,5 gram dan 0,8 gram, serta perbedaan waktu
pelumas bekas yang digunakan ialah jenis MP-2 yang
adsorpsi yaitu 10 menit, 20 menit dan 30 menit.
diperoleh langsung dari motor saat penggantian
Bahan baku yang digunakan pada penelitian kali
pelumas. Hasil analisis menunjukkan bahwa limbah
ini adalah minyak pelumas bekas, sabut kelapa,
cair pelumas bekas mengandung konsentrasi logam
H2SO4 2M (merck, 97%), kertas saring, akuades.
Fe total dan Pb2+ yang melebihi ambang batas baku
Prosedur penelitian ini meliputi persiapan bahan
mutu
limbah
cair
berdasarkan
Surat
baku yaitu pembuatan adsorben dari sabut kelapa.
KeputusanNomor: kep-51/MENLH/10/1995.
Sabut kelapa mula-mula dicuci dan dipisahkan serat-

Uji SEM+IDS dilakukan guna mengetahui


bagaimana struktur morfologi dari abu sabut kelapa
serta mengetahui senyawa-senyawa yang terkandung
di dalamnya, sehingga nantinya dapat diketahui
seberapa besar keefektifan dari abu sabut kelapa
tersebut dalam menjerap logam.
Adsorpsi merupakan upaya penjerapan zat-zat
yang tidak diinginkan, dalam hal ini logam Fe total
dan Pb2+ dengan memanfaatkan suatu adsorben.
Dipilihnya
sabut kelapa sebagai
adsorben
dikarenakan abu sabut kelapa sendiri memiliki
kandungan SiO2 yang cukup tinggi yaitu sebesar
47,55% (Prayuda, 2012), dimana kita ketahui silika
sendiri merupakan suatu senyawa yang mampu
menyerap logam berbahaya. Selain itu sabut kelapa
juga dapat diperoleh dengan mudah, dimana sabut
kelapa sendiri merupakan limbah yang masih sangat
jarang sekali dimanfaatkan.
Sebelum dilakukan proses adsorpsi, sampel
yang berupa pelumas bekas terlebih dahulu diuji pH
nya dan diproleh pH sebesar 10, dan setelah dberikan
perlakuan yaitu penambahan H2SO4 dan dilakukan
pengadukan pH turun menjadi 8. Kemudian setelah
proses adsorpsi pH kembali turun menjadi 7.

0. 2 g (r ece ive r )
Ko nse n tra si
(pp
m) ive r )
0. Fe
8 g
(r ece

Wa ktu (m e nit)

0. 5 g (5 00
m ic ro n)

0. 5 g (rec eiver )
0. 2 g (50 0
mic ron)
0. 8 g (50 0
mic ron)

Gambar 4.2 antara waktu pengadukan (menit)


terhadap konsentrasi Fe total (ppm).
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa
semakin lama waktu centrifuge penurunan kadar
logam pun semakin besar, dimana konsentrasi logam
Fe yang semula sebesar 26,99 ppm turun menjadi
23,95 ppm s/d 9,87 ppm. Dari tiga variasi waktu,
penurunan kadar logam Fe total terbesar terjadi pada
massa adsorben 0,8 g (receiver) dengan waktu 30
menit yaitu sebesar 9,87 ppm, atau sebesar 63,43 %.
Hal ni dikarenakan semakin lama waktu sentrifuge
maka artinya semakin lama pula waktu kontak antara
pelumas bekas yang mengandung Fe dengan
adsorben yang ditambahkan, dimana kuatnya
pergerakan memutar dari sentrifuge ini akan
mengikat logam Fe dengan adsorben sehingga
membentuk flok-flok,yang mana semakin lama
waktu maka semakin banyak pula flok yang
terbentuk yang artinya semakin banyak pula logam
Fe yang terikat dengan adsorben untuk akhirnya jatuh
ke dasar karena adanya perbedaan densitas. Dapat
dilihat penurunan logam Fe pada awalnya turun
secara signifikan, sebagai contoh yang terjadi pada
0,2 (500 micron). Terlihat pada awalnya logam Fe
terlihat sangat turun, namun semakin lama waktu
grafik menunjukkan penurunan logam yang tidak
terlalu banyak. Ini berarti adsorben sudah hampir
berada dalam keadaan jenuh, sehingga susah untuk
melakukan proses penjerapan. Menurut Atkins (1999)
mengatakan bahwa adsorpsi dapat terjadi karena
adanya gaya-gaya fisika yang didasarkan pada gaya
van der Waals. Adsorpsi juga mungkin terjadi dengan
adanya pertukaran ion, dimana permukaan padatan
dapat mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan
mekanisme pertukaran ion. Ion pada gugus senyawa
permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar
tempat dengan ion-ion yang ada pada adsorbat.

Gambar 4.1 Struktur morfologi abu sabut kelapa


serta senyawa yang terkandung
dalam abu sabut kelapa.
Gambar di atas menunjukkkan struktur morfologi
dari abu sabut kelapa setelah di furnace pada suhu
500oC selama
2,5 jam. Pemanasan ini perlu
dilakukan agar zat-zat organik yang terkandung di
dalam sabut kelapa dapat terpecahkan serta pori-pori
nya dapat terbuka , sehingga dapat memperluas
bidang penjerapan. Berdasarkan gambar, terlihat
bahwa pori-pori untuk setiap partikel pada abu sabut
kelapa yaitu sebesar 0,01-0,02 m. Sedangkan
kandungan silika pada abu sabut kelapa yaitu sebesar
4.69 %, dimana kita ketahui senyawa silika sangat
baik digunakan untuk penjerapan logam berat.
Semakin besar pori-pori serta semakin banyak silika
yang terkandung dalam suatu adsorben, maka akan
semakin maksimal pula proses penjerannnya.
Sehingga logam berat yang terdapat dalam adsorbat
pun akan semakin banyak yang terjerap.

3
2
0.2 g (receiver)
0.5 g (receiver)
Konsentrasi Pb (ppm) 1

0.8 g (receiver)

0
0.2 g (500 micron)

10
30
0.5 g (500 micron)
0.815
g (500 micron)
w aktu (menit)

Wawan Junaidi (2009) mengatakan bahwa semakin


lama waktu kontak dapat memungkinkan proses
difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung
lebih baik. Konsentrasi zat-zat organik akan turun
apabila kontaknya cukup dan waktu kontak biasanya
sekitar 10-15 menit.
30
20 menit (receiver)
10 menit (receiver)
15
Konsentrasi Fe (ppm) 10
0 menit (500 micron)
30 menit (receiver)
10
0.2 0.5 0.8

Gambar 4.3 antara waktu pengadukan (menit)


terhadap konsentrasi Pb2+ (ppm).

15 menit (500 micron)

Berdasarkan gambar di atas terlihat sama


halnya yang terjadi pada penurunan kadar logam Fe.
Konsentrasi Pb2+ juga semakin menurun seiring
dengan bertambahnya waktu sentrifuge, dimana
kadar Pb2+ yang semula sebesar 2,30 ppm turun
menjadi 2,21 ppm s/d 0.99 ppm. Dari tiga variasi
waktu yang diberikan, penurunan logam Pb2+ terjadi
pada massa adsorben 0,8 g (receiver) dengan waktu
30 menit yaitu sebesar 0,99 ppm atau sebesar 56,96
%. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu kontak
antara adsorben dengan pelumas bekas, maka logam
Pb2+ yang terkandung dalam pelumas bekas pun akan
semakin banyak yang terserap. Dapat dilihat,
penurunan yang sangat signifikan terjadi pada 0,5
(receiver) dan 0,8 (receiver), dimana pada awalnya
penurunan logam Pb2+ belum begitu maksimal.
Namun semakin lama waktu yaitu pada waktu 30
menit logam menjadi sangat menurun, ini
dikarenakan pada awalnya waktu kontak antara
adsorben dan adsorbat yang belum maksimal,
sehingga logam yang terjerap pun belum begitu
banyak. Penjerapan ini terjadi karena adanya
pergerakan yang dibantu oleh putaran centrifuge,
dimana senyawa SiO2 dan Pb2+ akan bergerak bebas
dan saling bertukar ion antara yang satu dengan yang
lainnya. Proses yang terjadi pada penelitian ini adalah
adsorpsi fisika, dimana proses penjerapan logam
terjadi dengan cara adsorbat menempel pada
permukaan melalui interaksi intermolekuler yang
lemah. Menurut Hasanah (2006), adsorpsi fisika
disebabkan oleh adanya gaya van der Waals dan gaya
elektrostatik antara molekul yang teradsorpsi dengan
atom yang menyusun permukaan adsorben. Gaya van
der Waals tersebut timbul sebagai akibat interaksi
dipol-dipol, yang mana pada jarak antar molekul
tertentu terjadi kesetimbangan antara gaya tolak dan
gaya tarik. Dalam fasa cair dan fasa padat terdapat
gaya tarik van der Waals yang relatif lebih besar
dibandingkan dengan gaya tarik dalam fasa gas. Gaya
vander Waals terdiri dari interaksi dipol-dipol,
interaksi dipol permanen-dipol induksi, dan interaksi
dispersi (dipol sementara-dipolinduksi).

Massa
(g)
30 menitadsorben
(500 micron)

Gambar 4.4 antara massa adsorben (g) terhadap


konsentrasi Fe total (ppm).
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa semakin
besar atau banyak massa adsorben yang ditambahkan
maka semakin besar pula logam Fe yang terjerap atau
dengan kata lain semakin kecil konsentrasi logam Fe
yang terkandung dalam pelumas bekas. Hal ini
dikarenakan adsorben yang ditambahkan akan
menyerap logam-logam yang terdapat di dalam
pelumas bekas, sehingga semakin banyaknya
adsorben yang ditambahkan maka akan semakin
maksimal pula penjerapannya. Penurunan logam
yang paling signifikan terdapat pada waktu
penjerapan 30 menit dengan massa adsorben 0,8 g
yaitu dari 26,99 ppm menjadi 9,87 ppm. Proses
adsorpsi sendiri dapat diartikan sebagai proses
meninggalkannya molekul dari larutan dan menempel
pada permukaan adsorben. Dimana pada proses
adsorpsi Fe
ini, mula-mula Fe akan bergerak
mendekati adsorben, dan setelah itu Fe akan bergerak
menuju lapisan film yang mengelilingi adsorben dan
kemudian akan melalui lapisan film tersebut. Fe
akan terus bergerak melalui kapiler pori dalam
adsorben dan yang terakhir yaitu proses adsorpsi
sendiri atau penjerapannya. Menurut Atkins (1999),
mengatakan proses adsorpsi terbagi menjadi 4
tahapan, yaitu transfer molekul-molekul zat terlarut
yang teradsopsi menuju lapisan film yang
mengelilingi adsorben, difusi air terlarut yang
teradsorpsi melalui lapisan film (film diffusion
process) tersebut, difusi zat terlarut yang teradsorpsi
melalui kapiler pori dalam adsorben (pore diffusion
process), dan adsorpsi zat terlarut yang teradsorpsi
pada dinding pori atau permukaan adsorben.

Gambar 4.6 antara ukuran adsorben (micron)


terhadap konsentrasi Fe total (ppm).

3
10 menit (receiver)

15 2
menit (receiver)

Konsentrasi Pb2+ (ppm) 1


10 menit (500 micron)
0

Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa semakin


kecil ukuran adsorben maka semakin baik
penjerapannya terhadap logam Fe yang terkandung
dalam sampel oli bekas. Hal ini disebabkan oleh
semakin kecil ukuran adsorben maka semakin besar
kontak dari partikel adsorben dengan partikel
pengotor dengan kata lain semakin besar luas
permukaan adsorben maka semakin efektif
kemampuan menyerap zat-zat impurities sehingga
larutan menjadi lebih murni dan cenderung lebih
bersih dari impurities atau zat-zat pengotor tersebut.
Proses adsorpsi itu sendiri berlangsung melalui tiga
tahapan, yaitu makro transportasi, mikro transportasi
dan adsorpsi. Dimana makro transportasi meliputi
perpindahan adsorbat melalui air menuju interfase
cair-padat dengan proses difusi. Mikro transportasi
meliputi difusi adsorbat melalui sistem makropori
dan submikropori, dan sedangkan adsorpsi sendiri
merupakan istilah untuk menjelaskan kontak adsorbat
terhadap adsorben (Atkins, 1999).

30 menit (receiver)

15 menit (500 micron)

0.2 0.5 0.8


30 menit (500 micron)
Massa adsorben (g)

Gambar 4.5 antara massa adsorben (g) terhadap


konsentrasi Pb2+ (ppm).
Gambar 4.4 tersebut menunjukkan hampir sama
dengan yang terjadi pada Fe, yaitu semakin besar
jumlah adsorben yang ditambahkan maka konsentrasi
Pb2+ pun akan semakin kecil. Namun massa adsorben
yang ditambahkan dalam 10 ml sampel adalah
sebesar 1 g. Hal ini dikarenakan jika lebih besar dari
itu, maka penjerapan yang terjadi kurang maksimal
karena terlalu banyaknya adsorben sehingga
mempersulit dalam proses penyaringan. Terlihat pada
waktu 30 menit (receiver) dengan massa 0.8 g
konsentrasi Pb2+ sebesar 0.99 ppm. Semakin banyak
jumlah atau massa adsorben yang ditambahkan maka
akan semakin banyak logam Pb2+ yang terserap. Hal
ini dikarenakan semakin banyak massa adsorben,
maka semakin banyak pula jumlah senyawa silika
yang yang terkandung. Dimana kita ketahui semakin
banyak senyawa silika maka akan semakin banyak
pula ion negative yang terkandung, sehingga media
untuk berikatan dari ion positif yang dimiliki oleh
Pb2+ akan semakin banyak pula. Hal inilah yang
menyebabkan penjerapan logam Pb2+ akan lebih
maksimal ketika massa adsorben yang ditambahkan
semakin banyak. Proses penjerapan yang terjadi pada
Pb2+ ini hampir sama saja dengan yang terjadi pada
Fe, dimana mula-mula ion Pb2+ akan bergerak
mendekati adsorben. Kemudian Pb2+ akan bergerak
menuju lapisan film yang mengelilingi adsorben dan
selanjutnya akan melewati lapisan film tersebut.
Proses yang terakhir yaitu proses adsorpsi atau
pnjerapannya.

3
0.5 g (10 menit)
2
0.8 g (10 menit)
Konsentrasi
Pb (ppm) 10.2 g (15 menit)
00.8 g (15 menit)
0.5 g (15 menit)
250
500
0.2 g (30 menit)
0.5 g (30 menit)
Ukuran adsorben (micron)
0.8 g (30 menit)
0.2 g (10 menit)

Gambar 4.6 antara ukuran adsorben (micron)


terhadap konsentrasi Pb2+ (ppm).
Dari gambar diatas terlihat sama halnya dengan yang
terjadi pada penjerapan logam Fe total, dimana
semakin kecil ukuran adsorben maka semakin besar
logam Pb2+ yang terserap. Menurut Atkins (1999)
mengatakan bahwa Semakin kecil ukuran partikel,
maka semakin besar luas permukaan padatan
persatuan volume tertentu, sehingga akan semakin
banyak zat yang diadsorpsi.

30
0.2 g (10 menit)
20
0.5 g (10 menit)
0.8 g (10 menit)
Konsentrasi Fe (ppm) 10
0.2 g (15 menit)
0.8 g (15 menit)
0
0.5 g (15 menit)

0.2 g (30 menit)

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat dibuat
beberapa kesimpulan, yaitu:
1.

500
0.5 g250
(30 menit)

Ukuran adsorben (micron)


0.8 g (30 menit)

Struktur morfologi abu sabut kelapa setelah


dilakukan pemanasan pada suhu 500oC selama
2,5 jam diperoleh pori-pori untuk setiap partikel
sebesar 0,01-0,02 m, dengan kandungan silika
sebesar 4,69 %.

2.

3.

Semakin kecil ukuran abu sabut kelapa, semakin


banyak jumlah adsorben yang ditambahkan dan
semakin lama waktu adsorpsi maka semakin
besar pengurangan logam berat yang terdapat
dalam minyak pelumas bekas.
Logam Pb2+ dan Fe Total yang terjerap pada
ukuran adsorben 250 micron dengan massa 0.8 g
dan waktu centrifuge 30 menit berturut-turut
adalah sebesar 1,31 ppm dan 17,12 ppm dengan
persentase 56,95 % dan 63,43 %.

junaidi.blogspot.com/2009/12/factor-faktoryang-mempengaruhi_27.html
Nabil M., dkk. 2010. Waste Lubricating OIl
Treatmentby Adsorption Process Using
Different Adsorbents. Journal World
Academy Science, Engineering and
Technology.
Palungkun, R. 2003. Aneka Produk oleh Kelapa.
Penebar Swadaya. Jakarta
Pertamina. 1998. Pelumas dan Pelumasan.
Pertamina. Cilacap.
P3KNLH. 2008a. Modul Diklat Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, Dampak
Umum Limbah Bahan Berbahaya Beracun
terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Manusia. Kementrian Lingkungan Hidup.
Jakarta.
Reynold, T. D. 1982. Unit Operation and
Process
Environmental
Engineering.
Brooks/Cole Division. Monterey. California.
Soemirat, 1996. Pengaruh Berat Molekul Kitosan
Nano Partikel untuk Menurunkan Kadar
Logam Besi (Fe) dan Zat Warna pada
Limbah Industri Tekstil jeans. Tesis
Magister S2 Universitas Sumatera Utara.
Sudarwin, 2008. Analisis Spasial Pencemaran
Logam Berat (Pb dan Cd) pada Sedimen
Aliran Sungai dari Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Sampah Jati Barang Semarang.
Subardjo. 1985. Melacak Mutu Minyak Pelumas.
Lembaran Publikasi Lemigas. PPTMGB
Lemigas P-73. Jakarta.
Sutarti, M, Rahayu, R, N. 1998. Pemurnian Kembali
Minyak Pelumas Bekas. Pusat Dokumentasi
dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Widodo.A. 1999. Teknologi Penjernihan Oli Bekas.
Duraposita Chemical. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Anton, L. 1985. Teknologi Pelumas. Lembaran
Publikasi Lemigas. PPTMGB Lemigas.
Jakarta.
Atkins, P. W. 1999. Kimia Fisika. Ed ke-2
Kartahadiprojo Irma I, penerjemah;Indarto
Purnomo Wahyu, editor. Jakarta Erlanga.
Terjemahan dari:Pysical Chemistry. Oxford
University Press. London.
Eaton, et. al . 2005. Penggunaan Kitosan dan
Polyaluminium Clorida (PAC) untuk
Menurunkan Kadar Besi (Fe) dan Seng (Zn)
dalam Air Gambut. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Hakas, Prayuda. 2012. Pemanfaatan Abu Sabut
Kelapa sebagai Bahan Tambahan dalam
Pembuatan Beton Ramah Lingkungan
(Green
Concrete).
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.
Hardjono. 1985. Diktat Teknologi Minyak Bumi.
UGM. Yogyakarta.
Hidayati N., S. F, and J. T. 2013. Prospek
Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa.
www.blogster.com 2008 [cited 17 Oktober
2013].
Junaidi, Wawan. 2009 Faktor-faktor yang
mempengaruhi
adsorpsi.
wawam-

Anda mungkin juga menyukai