Bab 1-2-3-4

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang mendasari seseorang dalam


meningkatkan kualitas kehidupan dan ekonomi di lingkungan masyarakat.
Tidak hanya itu, tinggi rendahnya jenjang pendidikan yang ditempuh
seseorang juga mampu mempengaruhi keberadaan dirinya dan seringkali
menjadi panutan bagi masyarakat disekitarnya. Namun pada
kenyataannya, tidaklah mudah bagi seseorang untuk mendapatkan
pendidikan sesuai yang mereka cita-citakan. Faktor ekonomi merupakan
hal yang lumrah mengingat tidak semua orang berasal dari keluarga yang
berkecukupan. Tekad dan keinginan yang kuatlah yang mampu mengubah
pandangan orang-orang awam akan pentingnya pendidikan bagi mereka
untuk kelangsungan hidupnya.
Setiap warga negara di Indonesia memiliki hak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak sesuai yang tercantum dalam UUD, tidak hanya
masyarakat kalangan menengah ke atas saja namun juga pada
masyarakat miskin. Namun seringkali mereka mangabaikan akan
kesempatan yang telah diberikan karena beranggapan bahwa pendidikan
hanya berlaku untuk masyarakat menengah keatas saja dan hanya akan
menghabiskan biaya secara percuma. Dalam hal ini, tidak hanya
pemerintah namun masyarakat sekitar yang peduli pendidikan juga
memiliki tanggung jawab dalam mengubah pandangan mereka akan
pentingnya pendidikan.
Pengajar yang kompeten, buku-buku pelajaran yang berkualitas dan
sarana-prasarana yang memadai merupakan hal yang menunjang akan
kesusuksesan program belajar mengajar yang ada di sekolah. Namun hal
demikian jarang kita temukan pada lembaga-lembaga pendidikan di
pedesaan dan hal inilah yang menyebabkan adanya pelayanan
pendidikan yang kurang baik dan tidak merata pada masyarakat miskin di
daerah tersebut.

1.2

Rumusan Masalah
1) Bagaimana Kondisi Umum Pendidikan di Indonesia?
2) Apa saja faktor yang menyebabkan kurang baiknya pendidikan
bagi masyarakat tidak mampu di pedesaan ?
3) Apa saja factor yang mengakibatkan pelayanan pendidikan
dipedesaan sulit untuk ditingkatkan ?
4) Dampak apa saja yang akan timbul akibat kurangnya
pelayanan pendidikan di pedesaan ?
5) Bagaimana kriteria masyarakat pedesaan yang tidak mampu ?
6) Bagaimana upaya pemerintah dalam menanggapi hal tersebut !
7) Bagaimana pandangan generasi muda dalam menanggapi hal
tersebut!

1.3

Tujuan Penulisan
1) Mengetahui bagaimana pemerataan pendidikan masyarakat
miskin dipedesaan.
2) Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan
pendidikan masyarakat miskin dibandingkan pendidikan
masyarakat menengah keatas.
3) Mengetahui kriteria masyarakat miskin dipedesaan
4) Mengetahui dampak dari pelayanan pendidikan yang kurang
merata dipedesaan
5) Mengetahui solusi pemerintah dan masyarakat sekitar dalam
menangani pelayanan pendidikan yang kurang merata
dipedesaan.
6) Mengetahui pendangan masyarakat dalam menyikapi
pelayanan pendidikan yang kurang merata pada masyarakat
miskin dipedesaan

1.4

Manfaat Penulisan
1) Dapat mengetahui bagaimana pemerataan pendidikan
masyarakat miskin dipedesaan.
2) Dapat mengetahui bagaimana pelayanan yang diberikan oleh
pendidik kepada anak didik di daerah pedesaan
3) Dapat mengetahui akan kepedulian pemerintah pusat terhadap
pendidikan di daerah pedesaan

4) Dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan adanya


perbedaan pendidikan masyarakat miskin dibandingkan
pendidikan masyarakat menengah keatas.
5) Dapat mengetahui kriteria masyarakat miskin dipedesaan
6) Dapat mengetahui dampak kurang meratanya pendidikan yang
kurang merata dipedesaan?
7) Dapat mengetahui solusi pemerintah dan masyarakat sekitar
dalam menangani pelayanan pendidikan yang kurang merata
dipedesaan.
8) Dapat mengetahui pandangan masyarakat dalam menyikapi
pelayanan pendidikan yang kurang merata di pedesaan.

1.5

Ruang Lingkup
1) Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang dikaji yaitu:
Pelayanan yang diberikan oleh pendidik terhadap anak
didik
Sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah tersebut
Jumlah pendidik yang masih aktif
Biaya yang dibebankan pada peserta didik
Kondisi wilayah di sekitar sekolah
2) Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah penenelitian dan survey dilakukan di daerah Cengkong,
Purwasari. Penelitian dilakukan di 2(dua) tempat yaitu di
kampung Karang Maja dan Kampung Kedungsari. Penelitian
diadakan di dua sekolah yaitu SDN Cengkong 3 dan SDN
Cengkong 4.

BAB II

Landasan Teori
2.1

PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pengertin Pendidikan menurut beberapa ahli, yaitu:
1) Menurut John Stuart Mill (Filosof Inggris, 1806-1873 M)
menjabarkan bahwa pendidikan itu meliputi segala sesuatu
yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang
dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan
mendekatkan diri kepada tingkat kesempurnaa.
2) Menurut H.Horne , pendidikan adalah proses yang terus
menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi
makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan
mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti
termanifestasi dalam alam sekitar , intelektual, emosional , dan
kemanusiaan dari manusia.
3) John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu
proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan
terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa
dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan
dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan
social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan
dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
4) Hal senada juga dikemukakan oleh Edgar Dalle bahwa
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan latihan, yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat mempermainkan
peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk
masa yang akan datang.
5) Thompson mengungkapkan
bahwa
Pendidikan
adalah
pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan
perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilaku,
pikiran dan sifatnya.
6) Ditegaskan
oleh M.J.
Longeveled bahwa
Pendidikan
merupakan usaha , pengaruh, perlindungan dan bantuan yang
diberikan kepada anak agar tertuju kepada kedewasaannya,

atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap


melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
7) Prof. Richey dalam bukunya Planning for teaching, an
Introduction to Education menjelaskan Istilah Pendidikan
berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan
perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa
warga masyarakat yang baru (generasi baru) bagi penuaian
kewajiban dan tanggung jawabnya di dalam masyarakat.
8) Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup
tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah)
mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan
untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua
indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih
kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang
merupakan santaan akal dan rohani.
9) Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M)
menjelaskan bahwa Pendidikan itu ialah membantu
perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan
sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesemurnaan.
10)Dalam Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, tentang Pengertian
Pendidikan , yang berasal dari kata "didik", Lalu kata ini
mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik"
artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara
dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Dari beberapa pengertian pendidikan diatas dapat disimpulkan
mengenai pendidikan, bahwa pendidikan merupakan bimbingan
atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada
perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan
tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya
sendiri tidak dengan bantuan orang lain (Langeveld).
2.2

PENGERTIAN PEMERATAAN PENDIDIKAN


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi
seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama
memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan
berarti proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu
proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap
5

pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat


dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.
Pelaksanaan
pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan
yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh
pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa
disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu
sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu
Equality dan Equity. Equality atau persamaan mengandung arti
persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan ,
sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh
kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok
dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti
semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan
pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika
antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama.
Coleman dalam bukunya Equality of educational opportunity
mengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni :
pemerataan aktif dan pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah
pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan memperoleh
kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan
aktif bermakna kesamaan dalam member kesempatan kepada
murid-murid terdaptar agar memperoleh hasil belajar setinggitingginya (Ace Suryadi , 1993 : 31). Dalam pemahaman seperti ini
pemerataan pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya
persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga
setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna memperoleh
pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk
dapat berwujud secara optimal.
2.4

PENGERTIAN KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat
disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara

yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya
mencakup:
a) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup
kebutuhanpangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini
dipsdfgeggahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang
dan pelayanan dasar.
b) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan
sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi
dalam
masyarakat.
Hal
ini
termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan
sosial
biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini
mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak
dibatasi pada bidang ekonomi.
c) Gambaran
tentang
kurangnya penghasilan dan kekayaan yang
memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi
bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1

Kondisi umum pendidikan Di Indonesia


Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia
menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh
kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak
disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan
pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa
hal
yang
mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang
globslisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan
perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa
Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengahtengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas
membandingkan
kehidupan
dengan
Negara
lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam
mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan
hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan Negara
lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam
meningkatkan
sumber
daya
manusia
Indonesia
untuk
pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kita seharusnya dapat
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah
bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.
Setelah kita amati, Nampak jelas bahwa masalah yang serius
dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya
mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan
formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber
daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk
memenuhi
pembangunan
bangsa
di
berbagai
bidang.
Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia,
baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab
rendahnya mutu pendidikan yang akan kami paparkan kali ini
adalah masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan,
masalah efesiensi pendidikan, dan masalah relevansi pendidkan.

Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia,


baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab
rendahnya mutu pendidikan yang akan kami paparkan kali ini
adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran.
A. EFEKTIFITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang
memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah,
menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang
diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur,
dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan
pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi
pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah
satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang
jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini
menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu goal apa yang
akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas
dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah
terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana
mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan
formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk
sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil
pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah
melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dinaggap
hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang
menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah.
Setiap orang mempunya kelebihan di bidangnya masing-masing
dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan
minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang
mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mangikuti
program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang
lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti
9

program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal


sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya
masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan
rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

B. EFISIENSI PENGAJARAN DI INDONESIA


Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu
tujuan dengan proses yang lebih murah. Dalam proses pendidikan
akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh
hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu
jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita
kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaiman dapat
meraih
stendar
hasil
yang
telah
disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah
mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses
pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan
kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga
berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia
yang
lebih
baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi
rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia
relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang
tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita
menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak
kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup
tinggi
dan
sepadan
untuk
biaya
pendidiakan.
Jika kita berbiara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya
berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga
pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga
berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara
tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke
lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri,
memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya
pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan
10

lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain
sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh
pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada
pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu
dengan
bayaran
untuk
pendidik
tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah
lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat
kami lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih
lama jika dibandingkan Negara lain. Dalam pendidikan formal di
sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal
pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai
pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami
amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal
yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik
yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les
akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa
proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, Karena
peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk
melengkapi
pendidikan
formal
yang
dinilai
kurang.
Selain itu, masalah lain efisienfi pengajarn yang akan kami bahas
adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang
menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang
diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang
juga
membutuhkan
uang
lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh
pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja,
pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun
di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan
kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat
kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah
pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan
baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta
didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam
meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat

11

disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga


membingungkan
pendidik
dan
peserta
didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem
pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis
kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses
pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti
kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan
pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga
menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika
terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif
lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih
efektif.

C. STANDARDISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA


Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita
juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil.
Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang
akan
diambil.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh
masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka
yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendikompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga
pendidikan
haruslah
memenuhi
standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam
pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan
terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh
standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula
sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan
standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi
Nasional
Pendidikan
(BSNP)
Tinjauan terhadap
sandardisasi
dan kompetensi
untuk
meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam
pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan
adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja
12

sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.


Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman
agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar
pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli
bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai
yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas
standar
saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan
seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar
kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu
pendidikan
di
Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali
apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum.
Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya.
Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup
baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan
seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti
pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses
yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan
selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi
seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa
mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta
didik.
Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam
pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga
permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan
membutuhkan
penelitian
yang
lebih
dalam
lagi
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah
hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang
menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal
seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar
permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar
permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di
Indonesia.

13

3.2

Faktor yang menyebabkan kurang


masyarakat tidak mampu di pedesaan

baiknya

pendidikan

a) Kurang tersedianya fasilitas penunjang pembelajaran,


b) Relatif kurang efektifnya ketercapaian penyampaian suatu
materi pembelajaran kepada siswa disebabkan guru
memegang lebih dari satu bidang studi mata pelajaran yang
diampunya. Dengan bahasa lain, kuantitas guru sangat sedikit
sehingga menyebabkan satu orang guru bisa menyampaikan
dua sampai tiga mata pelajaran yang berbeda sekaligus dalam
seminggu dengan bobot jam mengajar lebih dari standar
seharusnya.
c) Banyaknya jumlah siswa dalam satu ruangan melebihi dari
daya tampung kelas
d) Masih banyak pendidik yang belum memenuhi standar
kompetensi dan tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
e) Tingkat penghargaan yang diterima oleh guru dalam bentuk
kesejahteraan terkadang tidak sesuai dengan pengabdiaannya
sehingga bisa menyebabkan menurunnya semangat kerja yang
berdampak pada penyampaian materi kepada siswa menjadi
sekadarnya saja, sehingga pada akhirnya konsistensi terhadap
waktu belajar menjadi menurun,
f) Kurang terciptanya keharmonisan hubungan social antara guru
dan siswa, guru dan staf, guru dan atasan sampai kepada guru
dan orang tua, hal ini terkadang disebabkan oleh miss
understading atau kurang transparansi terhadap suatu
masalah.
Hal-hal tersebut baru sebagian yang merupakan faktor eksternal,
sedangkan faktor internal yang juga berpotensi menjadi
penghambat suatu kemajuan pendidikan khususnya di pedesaan
adalah bila mulai terkikisnya rasa memiliki, tanggung jawab
terhadap tugas, dan beban moral baik itu bagi tenaga pendidik
sampai kepada anak didik. Kebanyakan pada kenyataannya , para
pendidik yang memiliki kualitas jenjang pendidikannya tinggi
enggan untuk ditempatkan di pedesaan dan akhirnya perkotaanlah
yang menjadi margin besar. Padahal , sesuai amanat Undangundang Dasar 1945 , pendidikan harus merata dan tidak ada
perbedaan antara di perkotaan dan pedesaan. Juga tidak adanya
rasa memiliki terhadap sekolah yang berarti tidak mau tahu atau
cuek saja dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh sekolah

14

sehingga terkesan sekolah hanya dijadikan sebagai rumah singgah


saja dan bukan sebagai wadah untuk menyatukan visi dan misi
sekolah, dampak lain yang akan terasa adalah dari sisi tanggung
jawab. Orang tua siswa umumnya tidak terlalu banyak tahu tentang
aktifitas anaknya selama proses belajar mengajar disekolah,
mereka hanya berasumsi bahwa disekolah anaknya sedang
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Saat-saat seperti itulah
tenaga pendidik dituntut untuk memiliki tanggung jawab terhadap
aktifitas anak didik selama mengikuti proses pembelajaran
disekolah, dan faktor internal yang ketiga yaitu beban moral.
Berhasil tidaknya anak didik tidak lepas dari campur tangan tenaga
pendidiknya, bila anak didiknya berhasil tentu menjadi kebanggaan
bagi gurunya, secara moral tenaga pendidik itu telah menjalankan
amanah orang tua murid dan pemerintah untuk mencerdaskan
generasi-generasi muda, sebaliknya jika anak didik itu gagal tentu
menjadi bahan koreksi bagi para pengajarnya.
Dalam menghadapi perilaku anak didik yang notabene adalah
dari kalangan pedesaan, tentu dalam penyampaian proses belajar
mengajar disekolah sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya lokal
setempat, mulai dari gaya berbahasa, bergaul, sampai pada cara
anak didik menyerap suatu materi yang disampaikan. Pendekatan
yang digunakan pun tergantung dari cara para pengajarnya,
namanya juga didesa, setelah pulang dari sekolah bisa saja anak
didik membantu orang tuanya bekerja sehingga materi-materi yang
disampaikan hanya terserap sebatas proses belajar mengajar
disekolah saja, selebihnya mereka lebih banyak berinteraksi
dengan lingkungannya masing-masing. Sejatinya para anak didik,
belajar bukan hanya sebatas disekolah saja, tetapi bagaimana
mereka mengulang pelajaran disekolah itu dirumah atau dengan
membuat kelompok-kelompok belajar, bahkan dengan tambahan
les atau private lainnya. Di desa hal ini sangat jarang
dikembangkan, kasusnya tetap saja sama, yaitu jika pelajaran
seklolah usai, selanjutnya adalah waktu untuk membantu ekonomi
keluarga, bahkan ada yang memanfaatkan untuk berinteraksi
sesama temannya dalam kegiatan yang tidak ada hubungannya
dengan pelajaran disekolah.
Beragam dinamika inilah sering membuat para guru yang
bertugas dipedesaan dituntut membuat formula pembelajaran yang
lebih tepat sasaran dengan tidak mengesampingkan pedomanpedoman pendidikan yang sudah diatur dan ditetapkan baik oleh

15

pusat maupun pemerintah daerah melalui departemen dan dinasdinas terkait. Standarisasi pendidikan yang telah diatur dan
ditetapkan, mengharuskan para guru untuk bisa membantu anak
didik meraih ketuntasan yang optimal dalam proses pembelajaran
walaupun terdapat keterbatasan yang mungkin menghambat
proses pembelajaran itu sendiri, namun tetap saja ada jalan
keluarnya dalam menghadapi keterbatasan itu dan masing-masing
guru dan sekolah memiliki cara tersendiri mengatasinya.
3.3

Faktor yang menyebabkan mutu pendidikan di pedesaan sulit


ditingkatkan
Beberapa faktor yang mengakibatkan mutu pendidikan sulit untuk
ditingkatkan antara lain:
1) Kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional
menggunakan
function yang

pendekataneducational
tidak

konsekuen.

production

Kebijakan

ini

hanya

mengandalkan input yang baik untuk menghasilkan output


yang baik, masalah proses hampir diabaikan.
2) Penyelenggaraan pendidikan secara sentralistik dan Jawa
sentris. Keputusan birokrasi dalam hal ini hampir menyentuh
semua aspek sekolah, yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan

kondisi

kehilangan

sekolah

kemandirian,

tersebut.
motivasi,

Akibatnya,
dan

inisiatif

sekolah
untuk

mengembangkan lembaganya.
3) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan
masih kurang. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan
hanya bersifat dukungan dana. Padahal yang lebih penting
adalah partisipasi dalam hal proses pendidikan yang
meliputi; (1) pengambil keputusan, (2) monitoring, (3)
evaluasi, dan (4) akuntabilitas. Dengan demikian, sekolah
dan masyarakat secara bersama-sama bertanggungjawab
dan berkepentingan terhadap hasil pelaksanaan pendidikan,

16

bukan sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat


terhadap hasil pelaksanaan pendidikan itu sendiri.

3.4

Kriteria Masyarakat Tidak Mampu


Ada 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/
rumah tangga di kategorikan tidak mampu adalah:
a) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m 2 per orang
b) Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu / kayu
murahan
c) Jenis dinding tempat tinggal dari bambu / rumbia / kayu
berkualitas rendah / tembok tanpa diplester
d) Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan
rumah tangga lain
e) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
f) Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak
terlindung / sungai /air hujan
g) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar /
arang / minyak tanah
h) Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam satu kali dalam
seminggu
i) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
j) Hanya sanggup makan sebanyak satu / dua kali dalam sehari
k) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas /
poliklinik
l) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani
dengan luas lahan 500 m 2, buruh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
m) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah / tidak
tamat SD/ hanya SD
n) Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan
minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit,
emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga
dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Dari hasil pendataan
yang dilakukan antara minggu kedua Agustus - minggu kedua
September 2005 BPS mencatat 16.419.40 rumah tangga yang
diduga miskin. Setelah dilakukan pemeriksaan dokumen terhadap
17

3.5

16.419.40 rumah tangga yang diduga miskin untuk memastikan


kelengkapan dan kebenaran
isian, ditetapkan sebanyak
15.503.295 Rumah Tangga Miskin untuk selanjutnya dibuatkan
kartu kompensasi BBM.
Dampak Kurang Baiknya Pelayanan Pendidikan bagi
Mayarakat Kurang Mampu di Pedesaan
Pengangguran menjadi masalah tatkala mampu menjadi
penghalang dalam misi dan visi bangsa dalam membentuk
masyarakat yang makmur dan sejahtera. Alih alih mau sejahtera
dan makmur akibat dari pengangguran itu sendiri maka masyarakat
yang tidak punya pekerjaan jelas tak ada penghasilan akhirnya
kemiskinan yang menimpa mereka.

3.6

Upaya Pemerintah dalam menanggapi kasus pelayanan


pendidikan di pedesaan bagi masyarakat yang kurang mampu
Pemerintah dalam upaya mengatasi pelayanan pendidikan yang
tidak merata pada kalangan masyarakat miskin di pedesaan telah
mengeluarkan beberapa kebijakan-kebijakan, di antaranya:
1) Wajib Belajar 9 Tahun
Negeri ini telah lebih dari 20 tahun melaksanakan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 6 Tahun dan telah 10 tahun melaksanakan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Maksud dan tujuan pelaksanaan
wajib belajar adalah memberikan pelayanan kepada anak bangsa
untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh
kemampuan masyarakat banyak. Apabila perlu, pendidikan dasar
enam tahun seharusnya dapat diberikan pelayanan secara gratis
karena dalam pendidikan dasar enam tahun atau sekolah dasar
kebutuhan mendasar bagi warga negara mulai diberikan. Di
sekolah dasar inilah anak bangsa diberikan tiga kemampuan dasar,
yaitu baca, tulis, dan hitung, serta dasar berbagai pengetahuan
lain. Setiap wajib belajar pasti akan dimulai dari jenjang yang
terendah, yaitu sekolah dasar.
2) Kompensasi BBM untuk pendidikan
Diantara program pemerintah untuk meningkatkan pendidikan di
Indonesia yaitu dengan mengurangi subsidi pemerintah terhadap
18

BBM. Dana subsidi tersebut selanjutnya digunakan untuk program


beasiswa kepada siswa-siswi yang kurang mampu dan berprestasi.
3) Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Salah satu program di bidang pendidikan adalah Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang menyediakan bantuan bagi
sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa
yang tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain
dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Melalui program ini, pemerintah
pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan
SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang
harus ditanggung oleh orangtua siswa. BOS diberikan kepada
sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan
berdasarkan jumlah murid.
4) Program Keluarga Harapan (PKH)
Program keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program
penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH merupakan bagian
dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH
berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab
itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar
terjadi koordinasi dan sinergi yang baik.
Penerima bantuan PKH adalah RTSM yang memiliki anggota
keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun (usia sekolah)
dan/atau ibu hamil/nifas. Bantuan tunai hanya akan diberikan
kepada RTSM yang telah terpilih sebagai peserta PKH dan
mengikuti ketentuan yang diatur dalam program.
Agar penggunaan bantuan dapat lebih efektif diarahkan untuk
peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, bantuan harus
diterima oleh ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada
rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau
kakak perempuan). Untuk itu, pada kartu kepesertaan PKH akan
tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala
rumah tangga. Pengecualian dari ketentuan di atas dapat dilakukan

19

pada kondisi tertentu dengan mengisi formulir pengecualian di


UPPKH kecamatan yang harus diverifikasi oleh ketua RT setempat
dan pendamping PKH. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam
Pedoman Operasional.
5) Pemberdayaan Guru
Guru hendaknya lebih kreatif, inovatif, terampil, berani
berinisiatif serta memiliki sikap politik yang jelas. Selain itu,
pemerintah diharapkan memberdayakan guru dengan programprogram latihan sehingga mereka mampu mengembangkan
model-model pengajaran secara variatif.
6) Memperbaiki kesejahteraan Guru
Guru merupakan faktor dominan dalam penyelenggaraan
pendidikan.Oleh karena itu upaya perbaikan kesejahteraan guru
perlu ditingkatkan. Sehingga guru tidak hanya dituntut untuk
meningkatkan wawasan maupun mutu mengajarnya serta
meghasilkan output yang baik.
7) Menumbuhkan SIfat Profesionalisme pada Tiap Pendidik
8) Perbaikan kurikulum
Penyusunan kurikulum hendaknya mempertimbangkan segala
potensi alam, sumber daya manusia maupun sarana dan
prasarana yang ada. Pendidikan demokratis harus membekali
warga negara dengan dasar yang teguh dalam sosio-ekonomis,
mendorong tanggung jawab dan tindakan yang berani di segala
bidang, memerangi penyalahgunaan propaganda
9) Pendidikan yang melatih kesadaran kritis
Sikap yang kritis dan toleran, akan merangsang tumbuhnya
kepekaan sosial dan rasa keadilan. Oleh karena itu diharapkan
bisa mengatasi kemelut sosial, budaya, politik dan ekonomi
bangsa ini.
10)Bebaskan sekolah dari suasana bisnis
Sekolah bukan merupakan ladang bisnis bagi pejabat Dinas
Pendidikan, kepala sekolah, guru maupun perusahaan swasta.
Tetapi sekolah merupakan tempat untuk mencerdaskan bangsa.

20

3.7

Pandangan Generasi Muda dan Masyarakat dalam menanggapi


kasus pelayanan pendidikan di pedesaan bagi masyarakat
yang kurang mampu

1) Tanggapan Generasi Muda


Menurut berbagai kalangan, kualitas pendidikan di daerah
pedesaan dan perkotaan memiliki kesenjangan. Mengapa?
Karena , dewasa ini pelayanan pendidikan di pedesaan kurang
efektif terutama terhadap masyarakat yang kurang mampu.
Memang pemerintah telah membagi tugaskan para pendidik ke
setiap pelosok desa, namun pada kenyataannya para pendidik
enggan diberi tugas untuk mendidik di daerah pedesaan, dengan
alasan gaji yang kecil dan keadaan lokasi yang tidak bagus.
Kalaupun ada yang menerima , pendidik tersebut hanya memiliki
kualitas jenjang pendidikan yang pas-pasan. Sebagai contoh,
pendidik A yang memiliki kualitas jenjang pendidikan S2 dan
pendidik B yang memiliki kualitas jenjang pendidikan D3/SMA.
Pendidik A tidak mau diberi tugas atau melakukan kegiatan belajar
mengajar di sekolah yang terdapat di pedesaan dengan alasan gaji
yang kecil untuk seorang S2, berbeda dengan pendidik B. Dapat
kita lihat, hal tersebut memiliki kesenjangan social. Dampak dari hal
tersebut , kualitas pendidikan di pedesaan tidak sebagus kualitas
pendidikan di perkotaan yang kebanyakan pendidiknya memiliki
jenjang pendidikan yang berpengalaman. Sedangkan di pedesaan
hanya ditempatkan para pendidik yang memiliki wawasan yang pas
dan pengalaman belajar yang seadanya. Jadi dalam kasus tersebut
terlihat tidak adanya sifat profesionalisme yang terdapat pada para
pendidik.
2) Tanggapan masyarakat
Sejauh mata memandang, masyarakat memiliki pandangan
yang berbeda dalam kasus yang sama. Seperti halnya dalam kasus
pelayanan pendidikan terhadap masyarakat kurang mampu di
pedesaan. Hal ini mengingat kondisi ekonomi mereka yang kurang
mendukung dan terlebih lagi pola pikir mereka akan kurang
pentingnya pendidikan bagi mereka. Sikap merekapun dalam
menanggapi hal demikian berbeda satu dengan yang lainnya, ada
yang pro ada pula yang kontra.
a. Tanggapan masyarakat yang pro
21

Masyarakat memiliki sudut pandang tersendiri dalam kasus


ini. Mereka yang pro beranggapan bahwa pendidikan tidak
selamanya menjadi hak bagi masyarakat yang berada pada
kalangan menengah atas saja. Dengan adanya pelayanan
pendidikan yang kurang merata tersebut membuat mereka
yang mempunyai kemampuan lebih untuk mengembangkan
dirinya menjadi terhalang. Faktor ekonomi salah satunya,
kebanyakan dari mereka berasal dari kalangan yang tidak
mampu. Hal inilah yang dapat mematahkan cita-cita untuk
terus maju dalam menggapai mimpinya. Dengan demikian
mereka mengira bahwa pemerintah kurang tegas dalam
menangani hal ini. Beasiswa memang kerap kali mereka
dengar, namun pada kenyataannya hanya orang tertentulah
yang mampu mendapatkannya. Hal demikian terjadi karena
persyaratan yang diajukan pada mereka terlalu rumit untuk
dipenuhi. Menurut mereka, beasiswa juga hanya membantu
meringankan biaya sekolah mereka, sedangkan untuk biaya
hidup mereka harus berfikir ulang untuk mengambil
kesempatan tersebut. Sehingga mereka menyarankan pada
pemerintah atau lembaga yang terkait agar lebih
memerhatikan tidak hanya biaya sekolah namun juga biaya
hidup mereka.
b. Tanggapan masyarakat yang kontra
Masyarakat yang kontra mengenai hal ini menganggap
masalah ini tidak telalu penting. Mengingat pola fikir mereka
yang tidak terlalu peduli terhadap pendidikan mereka dan
anak-anak mereka dapatkan. Mereka beranggapan bahwa
sekolah hanya akan membuang biaya saja, toh nantinya
merka juga akan melakukan pekerjaan yang seperti kedua
orangtuanya. Disamping itu juga, faktor ekonomi sekali lagi
menjadi momok yang dapat mengancam mereka dalam
mewujudkan cita-cita mereka. Jadi sejauh ini mereka baikbaik saja terhadap pelayanan pendidikan yang mereka
terima di daerah mereka.

22

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Jadi , pelayanan pendidikan di pedesaan khususnya daerah
cengkong masih kurang efektif disebabkan berbagai factor seperti :
Kurang tersedianya fasilitas penunjang pembelajaran,
Relatif kurang efektifnya ketercapaian penyampaian suatu
materi pembelajaran kepada siswa disebabkan guru
memegang lebih dari satu bidang studi mata pelajaran yang
diampunya. Dengan bahasa lain, kuantitas guru sangat
sedikit sehingga menyebabkan satu orang guru bisa
menyampaikan dua sampai tiga mata pelajaran yang
berbeda sekaligus dalam seminggu dengan bobot jam
mengajar lebih dari standar seharusnya.
Banyaknya jumlah siswa dalam satu ruangan melebihi dari
daya tampung kelas
23

Masih banyak pendidik yang belum memenuhi standar


kompetensi dan tidak sesuai dengan bidang keahliannya.
Tingkat penghargaan yang diterima oleh guru dalam bentuk
kesejahteraan
terkadang
tidak
sesuai
dengan
pengabdiaannya sehingga bisa menyebabkan menurunnya
semangat kerja yang berdampak pada penyampaian materi
kepada siswa menjadi sekadarnya saja, sehingga pada
akhirnya konsistensi terhadap waktu belajar menjadi
menurun,
Kurang terciptanya keharmonisan hubungan social antara
guru dan siswa, guru dan staf, guru dan atasan sampai
kepada guru dan orang tua, hal ini terkadang disebabkan
oleh miss understading atau kurang transparansi terhadap
suatu masalah.
Selain itu juga terdapat factor yang menyebabkan mutu pendidikan
di pedesaan terhambat seperti :

Kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional


menggunakan
pendekataneducational
production
function yang tidak konsekuen. Kebijakan ini hanya
mengandalkan input yang baik untuk menghasilkan output
yang baik, masalah proses hampir diabaikan.
Penyelenggaraan pendidikan secara sentralistik dan Jawa
sentris. Keputusan birokrasi dalam hal ini hampir menyentuh
semua aspek sekolah, yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan kondisi sekolah tersebut. Akibatnya, sekolah
kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk
mengembangkan lembaganya.
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan
masih kurang. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan
hanya bersifat dukungan dana. Padahal yang lebih penting
adalah partisipasi dalam hal proses pendidikan yang
meliputi; (1) pengambil keputusan, (2) monitoring, (3)
evaluasi, dan (4) akuntabilitas. Dengan demikian, sekolah
dan masyarakat secara bersama-sama bertanggungjawab
dan berkepentingan terhadap hasil pelaksanaan pendidikan,
bukan sekolah yang bertanggungjawab kepada masyarakat
terhadap hasil pelaksanaan pendidikan itu sendiri.

24

Anda mungkin juga menyukai