Anda di halaman 1dari 13

INVAGINASI KEPERAWATAN ANAK I

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN


INVAGINASI
KEPERAWATAN ANAK I

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Nida hidayati
Nofia Putri Handayani
Nomika Sanjani
Novia Rizki
Nur Isniani Ningsih
Nurul Khashinah
Penti Sari Ningsih

DOSEN PEMBIMBING :
Ati Badiah
MAHASISA / MAHASISWI :
(201110201111)
(201110201114)
(201110201115)
(201110201116)
(201110201117)
(201110201118)
(201110201119)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH YOGYAKARTA
TA. 2013-2013
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. LATAR BELAKANG
Intususepsi merupakan salah satu bentuk dari obstruksi usus. Obstruksi usus terdapat dua
jenis yaitu ileus paralitik yang disebabkan pengaruh toksin dan obstruksi mekanik dimana
terdapat obstruksi intralumen. Dalam hal ini intususepsi tergolong dalam obstruksi mekanik
yaitu adanya invaginasi usus ke dalam bagian usus di bawahnya.
Sehingga akan mengakibatkan terjadinya suatu sumbatan pada lumen usus.
Intususepsi merupakan penyebab paling sering dari obstruksi usus pada usia 2 bulan 6
tahun. Walaupun sebagian kecil intususepsi dapat terlepas spontan namun pada kebanyakan
kasus bila tidak diobati akan berakibat kematian.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Bayi/anak dengan
Intususepsi adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui gangguan saluran pencernaan pada bayi dan anak yang disebabkan oleh
obstruksi pada usus yaitu intususepsi.

2. Mengetahui dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dan bayi dengan
gangguan obstruksi usus intususepsi.

BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Invaginasi atau intususepsi adalah masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian
yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens).
(Nettina, 2002)
Suatu invaginasi atau intususepsi terjadi bila sebagian saluran cerna terdorong sedemikian
rupa sehingga sebagian darinya akan menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil
atau memendek ke dalam suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999).
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang dewasa.
Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 2 12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki
laki.
Invaginasi ialah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya. Biasanya
bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk di-sebut
intussusceptum dan bagian yang menerima intussuscepturn dinamakan intussuscipiens. Oleh
karena itu, invaginasi disebut juga intussusception. Pemberian nama invaginasibergantung
hubungan antara intussusceptum dan intussuscipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan
invaginasi hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intussusceptum dan
colon sebagai intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica, colocolica dan appendical-colica. Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileo- ileo
colica 15%, lain-lain 10%, paling jarang tipe appendical Colica.
Pada penderita invaginasi / intususepsi, sebagian usunya menerobos (invaginasi) ke dalam
disktal yang berdektan. Intusussepsi bisa fatal, terutama jika usus yang mengalami strangulasi
terlambat ditangani. Ketika terjadi invaginasi segmen usus, peristalsi mendorongnya
disepanjang usus, sehingga lebih banyak menarik bagian usus bersama dengannya. Segmen
yang menerima disebut intutsusipien. Invaginasi ini menyebabkan edema, hemoragi akibat

vena yang penuh dan membengkak, inkaserasi dan obstruksi. Pasien biasanya akan
mengalami stangulasi usus, disertai rangen, syok, perforasi dan bisa juga meninggal.
Intususepsi paling sering menyerang bayi dan tiga kali lebih banyak terjadi pada pria dari
pada wanita. Sekitar 78% anak-anak penderita invaginasi berusia kurang dari 2 tahun, sekitar
70% dari anak-anak ini berusia 4-11 tahun.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan pada lokasi invaginasi:
1. Ileocaecal
: ileum masuk ke dalam colon ascendens pada katub ileocaecal.
2. Ileocolic

: ileum (akhir dari usus kecil ) masuk ke dalam colon.

3. Colocolic

: colon masuk ke dalam colon.

4. Ileo-ileo

: usus kecil masuk ke dalam usus kecil.

C. ETIOLOGI
Penyebab dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat hubungan dengan infeksi infeksi virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis. Bercak - bercak
peyeri yang banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan dengan keadaan tersebut,
bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat merangsang timbulnya gerakan peristaltic
usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga menyebabkan intususepsi.
Pada puncak insidens penyakit ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan
bermacam bahan baru. Pada sekitar 5% penderita dapat ditemukan penyebab - penyebab yang
dikenali, seperti divertikulum meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma.
Secara jarang, keadaan ini akan mempersulit purpura Henoch-Schonlein dengan sutau
hematom intramural yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca
pembedahan jarang dapat didiagnosis, intususepsi-intususepsi ini bersifat iloileal.
D. TANDA DAN GEJALA
1. NYERI PERUT HEBAT, MENDADAK, DAN HILANG TIMBUL DALAM
WAKTU BEBERAPA DETIK HINGGA MENIT DENGAN INTERVAL WAKTU 515 MENIT.
2. PADA BAYI, ANAK SERING MUNTAH DAN BAB BERCAMPUR DARAH DAN
LENDIR.
3. NYERI KOLIK BERAT DISERTAI DENGAN TANGISAN YANG KERAS.
4. MUKA PUCAT DAN LEMAH
5. PADA DEHIDRASI, ANAK DEMAM DAN PERUT MENGEMBUNG
6. ANAK CEPAT
KONSTIPASI

MARAH,

NAFAS

DANGKAL,

MENDENGKUR,

DAN

7. ANAK SERING MENARIK KAKI KE ATAS PERUT DIKARENAKAN NYERI


YANG DIDERITA.
8. TINJA SEOERTI JELI KISMIS YANG MENGANDUNG CAMPURAN DARAH
DANMUKUS
9. NYERI ABDIOMINAL YANG INTERMITEN YANG PARAH, DISERTAI PUCAT,
DIAPHORESIS DAN KEMUNGKINAN NAFAS SEPERTI MENDENGKUR
10. RASA KANTUK ANTARA SERANGAN SAKIT DI PERUT
11. ANDOMEN MENGALAMI DISTENSI DAN MELUNAK, JIKA DIRABA AKAN
TERASA GUMPALAN BERBENTUK SOSI DI KUADRAN KANAN-ATAS
12. MEMUNTAHKAN KONTEN LAMBUNG (PADA WALNYA), MEMUNTAHKAN
MATERIAL BERCAMPUR EMPEDU DAN FEKAL (SELANJUTNYA)

E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada
intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus
yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas
dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian
yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena
suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut
retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang
masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan
mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis
dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan
oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena
terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan
pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga
menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah
ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak
jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps.
Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang
pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan
strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil
menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima
(intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang
tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi.

Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi
paralitik (Meingots 90 ; Bailey 90).
Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1. sebab didalam lumen usus
2. sebab pada dinding usus
3. sebab diluar dinding usus (Meingots 90)
Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus
letak rendah dan obstruksi usus besar. Berdasarkan waktunya dibagi :
1. Acuta intestinal obstruksi
2. Cronik intestinal obstruksi
3. Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di usus besar
(Schrock, 82).
Aethiologi obstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :
1. Adhesion
2. Hernia
3. Neoplasma
4. Intussusception
5. Volvulus
6. benda asing
7. batu empedu
8. imflamasi
9. stricture
10. cystic fibrosis
11. hematoma

F. MANIFESTASI KLINIK
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi baik. Pada tahap awal muncul gejala strangulasi
berupa nyeri perut hebat yang tiba-tiba. Bayi menangis kesakitan saat serangan dan kembali
normal di antara serangan. Terdapat muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan
keluarnya darah bercampur lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen dapat
teraba massa yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris).
Dalam keadaan lanjut muncul tanda obstruksi usus, yaitu distensi abdomen dan muntah hijau
fekal, sedangkan massa intraabdomen sulit teraba lagi. Bila invaginasi panjang hingga ke

daerah rektum, pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginat seperti porsio
uterus, disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto polos abdomen memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa di tempat intususepsi.
2. Foto setelah pemberian enema barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau
pembentukan cekungan pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh
intususepsi tersebut.
3. Plat datar dari abdomen menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak
tangga).
4. Barium enema di bawah fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
5. Ultrasonogram dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk.
H. PRINSIP PENGOBATAN DAN MANAGEMEN KEPERAWATAN
1. Penurunan dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke
dalam kolon. Metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu resiko perforasi,
walaupun demikian kecil, dan tidak terdapat jaminan dari penurunan yang berhasil.
2. Reduksi bedah :
a. Perawatan prabedah:
1) Rutin
2) Tuba naso gastrik
3) Koreksi dehidrasi (jika ada)
b. Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin hangat.
Ini juga membantu penurunan edema.
c. Plasma intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d. Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
3. Penatalaksanaan pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan intravena
e. Antibiotika
f. Jika dilanjutkannya suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba ileostomi
hingga kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
lakukan pengkajian fisik secara rutin
a. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga tentang gejala
b. Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi

c.
d.

e.
-

Observasi perilaku anak


Observasi adanya manifestai intususepsi:
Nyeri abdomen akut tiba-tiba
Anak berteriak dan menarik lutut ke dada
Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode nyeri
Muntah
Letargi
Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses bercampur darah dan mucus )
Abdomen lunak ( pada awal penyakit )
Nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut )
Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas
Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance )
Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis
Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis:
Diare
Anoreksia
penurunan berat badan
muntah (kadang-kadang )
nyeri periodic
nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang lebih besar )

2. Diangnosa
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
6. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi usus.
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.
8. Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
9. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi berlebih.
10. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan.

1.
2.
3.
4.

Post operasi
Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
Koping tidak efektif berhubungan dengan tingkat kontrol persepsi tidak adekuat, krisis
situasional.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.

5. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.


3. NCP
Post operasi
No.
Diagnosa
1.
Gangguan rasa
nyaman nyeri
b.d proses
penyakit.

a.

b.

2.

1.
2.
3.
4.
5.
Gangguan pola
tidur b.d nyeri

a.
b.
c.
d.
e.
3.

Gangguan

tujuan
Setelah
dilakukan
tindakan
asuhan
a.
kepeawatan selama 3 x
24
jam,
Pasien
diharapkan
tidak
b.
mengalami
nyeri,
c.
antara lain penurunan
nyeri pada tingkat yang
dapat diterima anak. d.
Kriteria hasil :
e.
Anak
tidak
menunjukkan
tandatanda nyeri
Nyeri menurun sampai
tingkat yang dapat
diterima anak.
Skala :
Ekstream.
Berat.
Sedang.
Ringan.
Tidak Ada.
Setelah
dilakukan
tindakan
asuhan
1.
kepeawatan selama 3 2.
x
24
jam,
Pasien
diharapkan Kebutuhan
3.
tidur pasien adekuat (10
jam / hari).
Kriteria hasil :
4.
Jam tidur
5.
Pola tidur
Kualitas tidur
Tidur tidak terganggu
Kebiasaan tidur
Thermoregulation

perencanaan
Menejemen nyeri
Berikan pereda nyeri dengan
manipulasi
lingkungan
(missal
ruangan tenang, batasi pengunjung).
Berikan analgesia sesuai ketentuan.
Cegah adanya gerakan yang
mengejutkan seperti membentur
tempat tidur.
Cegah peningkatan TIK
Kompreskan air hangat pada dahi

Sleep Enhancement
Kaji pola tidur pasien.
Kaji pengaruh tindakan pengobatan
terhadap pola tidur.
Seiakan barang-barang milik pasien
yang dapat mendukung pasien untuk
tidur (guling, boneka, dll).
Ajarkan teknik relaksasi.
Ciptakan lingkungan yang nyaman.

Temperature regulation

peningkatan
suhutubuh
berhubungan
dengan proses
inflamasi

4.

Setelah
dilakukan
1.
tindakan
asuhan
kepeawatan selama 3 2.
x
24
jam,
Pasien
3.
diharapkan
tidak
4.
mengalami
5.
menunjukkan
peningkatkan
suhu
badan
secara
berlebihan.
Suhu badan pasien
normal 36-37C.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam
rentang normal
b. Nadi dan RR dalam
rentang normal
c. Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing, merasa
nyaman.

Gangguan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan nyeri

a.
b.
c.

d.

Mobility level
Setelah
dilakukan
a.
tindakan
asuhan
b.
kepeawatan selama 3 x
24
jam,
Pasien
c.
diharapkan
dapat
melakukan mobilitas. d.
Kriteria hasil :
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas.
Menverbalisasikan e.
perasaan
dalam
meningkatkan kekuatan
dan
kemampuan
berpindah.
Memperagakan
penggunaan alat bantu
untuk mobilisasi

Monitor suhu minimal tiap 2 jam


sekali.
Monitor TD, N, RR.
Monitor warna dan suhu kulit.
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.
Ajarkan pada pasien cara untuk
mencegah keletihan akibat panas.

Perubahan Posisi
Pantau ketepatan pemasangan traksi
Letakkan matras / tempat tidur
terapeutik dengan benar
Atur posisi pasien dengan postur
tubuh yang benar
Letakkan pada posisi terapeutik
( misal ; hindari penempatan puntung
amputasi pada posisi fleksi, tinggikan
baian tubh yang terkena, jika
diperlukan, imobilisasi / sangga bagi
tubuh yang terkena).
Dukung latihan ROM aktif.

e. Pergerakan tulang
f. Keseimbangan posisi
tubuh
Skala :
1. dibantu total
2. memerlukan bantuan
orang lain dan alat
3. memerlukan bantuan
orang lain
4. dapat
melakukan
sendiri dengan bantuan
5. mandiri

Post operasi
No.
diagnosa
1. Nyeri
berhubungan
dengan
prosedur
invasif.

a.

b.

1.
2.
3.
4.
5.

Tujuan
Tingkat Nyeri
Setelah
dilakukan
1.
tindakan
asuhan
kepeawatan selama 3 x
24
jam,
Pasien
2.
diharapkan tidak
mengalami nyeri, antara
lain penurunan nyeri
3.
pada tingkat yang dapat
4.
diterima anak
Kriteria hasil :
Anak
tidak
5.
menunjukkan
tandatanda nyeri
Nyeri menurun sampai
tingkat yang dapat
diterima anak Skala :
Ekstream
Berat
Sedang
Ringan
Tidak Ada

Perencanaan
Menejemen Nyeri
Kaji nyeri secara komprehensif
(lokasi, durasi, frekuensi, intensitas
nyeri).
Berikan pereda nyeri dengan
manipulasi
lingkungan
(missal
ruangan tenang, batasi pengunkung).
Berikan analgesia sesuai ketentuan
Cegah adanya
gerakan yang
mengejutkan seperti membentur
tempat tidur
Ajarkan teknik relaksasi

2.

Resiko infeksi
berhubungan
dengan
luka
post operasi

a.
b.

c.
d.

3.

cemas
b.d krisis
situasional,
nyeri.

a.
b.

c.

d.

Knowledge: infection
control
1.
Setelah
dilakukan
2.
tindakan
asuhan
3.
kepeawatan selama 3 x
24
jam,
Pasien
4.
diharapkan infeksi tidak
terjadi
(terkontrol).
5.
Kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
Menunjukkan
kemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit dalam
batas normal
Menunjukkan perilaku
hidup sehat
Skala :
Tidak
pernah
menunjukkan
Jarang menunjukkan
Kadang menunjukkan
Sering menunjukkan
Selalu menunjukkan
Kontrol Cemas
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan kecemasan
hilang atau berkurang.
Kriteria hasil :
Monitor
intensitas
kecemasan
Rencanakan
strategi
koping
untuk
mengurangi stress
Gunakan
teknik
relaksasi
untuk
mengurangi kecemasan
Kondisikan lingkungan
nyaman

Infection control
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien lain
Tingkatkan intake nutrisi

Enhancement Family Coping


Sediakan
informasi
yang
sesungguhnya meliputi diagnosis,
treatmen dan prognosis.
Tetap damping pasien dan keluarga
untuk menjaga keselamatan pasien
dan mengurangi ansietas
Keluarga
Instruksikan kepada keluarga untuk
melakukan ternik relaksasi
Bantu keluarga mengidentifikasi
situasi yang menimbulkan ansieta

Skala :
Tidak pernah dilakukan
Jarang dilakukan
Kadang-kadang
dilakukan
Sering dilakukan
Selalu dilakukan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Invaginasi atau intususepsi adalah masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian
yang lebih distal dari usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens).
(Nettina, 2002)
Jika anak mengeluhkan rasa sakit pada perutnya setelah mengalami diare, terlebih lagi jika
anak terus menangis menahan sakit, sebaiknya anak segera dibawa ke dokter untuk mendapat
pemeriksaan lebih lanjut.
Biasanya dokter akan memberikan anak obat penenang agar anak bisa istirahat dan membuat
ususnya lebih tenang.
Anak yang terus menangis ketika sedang mengalami invaginasi akan membuat usus semakin
tegang dan semakin kuat terjepit.
Jika kondisi anak tidak terlalu parah, kemungkinan dokter akan memasukan udara ke perut
anak melalui anusnya.
Namun tidak jika usus anak sudah mengalami luka atau kerusakan lainnya. Jalan yang bisa
ditempuh jika usus anak sudah luka adalah jalan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.nurseid.web.id/2010/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_18.html
http://dr-zapra.blogspot.com/2007/12/infaginasi-intususepsi.html
http://wwwderyrisna.blogspot.com/2010/09/askep-anak-dengan-invaginasi.html
http://meladianmaulidah.blogspot.com/2012/06/invaginasi-pada-invaginasi-disebut-juga.html
Lippincott Williams &wilkins, 2011. Memahami berbagai mavam penyakit, Indeks : Jakarta
Bresler, Michael John & George L. Sterbach. 2006. Kedokteran Darurat, edisi 6.
EGC:Jakarta
Brought, Helen.dkk. 2008. Rujukan Cepat Pediatrik dan Kesehatan Anak. EGC: Jakarta
Donnal, Wong. 2004. Keperawatan Pediatrik. EGC: jakarta

Anda mungkin juga menyukai