Anda di halaman 1dari 37

Dasar Hukum K3

Pertambagan
B3 K3 Semester4

Disusun oleh
Arifin Wibisono :
Abdi Wahyu Kresna :

12.11.106.701501.0599
12.11.106.701501.0594

Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan


Kerja ( K3 )
Universitas Balikpapan

Kata Pengantar

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kelompok
kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dalam makalah yang kami buat, terdapat penjelasan tentang Dasar
Hukum K3 Pertambangan berikut juga dengan keterangan

berdasarkan

peraturan yang ada di Indonesia


Semoga makalah yang kami buat dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca sekalian. Sekian dan terima kasih.

25 Maret 2014
Disusun
oleh,

Arifin Dan Abdi

UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 1967


TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAMBANGAN

Pasal 1
Penguasaan bahan galian
Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia
yang merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan yang Maha
Esa,
adalah kekayaan Nasional bangsa Indonesia dan oleh karenanya dikuasai
dan
dipergunakan oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 2
Istilah-istilah
a. bahan galian : unsur-unsur kimia mineral-mineral, bijih-bijih dan segala
macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan
endapan-endapan alam;
b. hak tanah : hak atas sebidang tanah pada permukaan bumi menurut
hukum Indonesia ;
c. penyelidikan umum: penyelidikan secara geologi umum atau geofisika,
didaratan,
perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud
untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan
tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya;
d. eksplorasi: segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan
lebih teliti/seksama adanya dan sifat letakan bahan galian;
e. eksploitasi: usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan
bahan galian dan memanfaatkannya;
f. pengolahan dan
pemurnian:
pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta
untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang
terdapat pada bahan galian itu;
g. pengangkuatan: segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil
pengolahan

dan pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau


tempat pengolahan/pemurnian ;
h. penjualan: segala usaha penjualan bahan galian dan hasil
pengolahan/pemurnian bahan galian;
i. kuasa
pertambangan:
wewenang yang diberikan kepada badan/perseorangan untuk
melaksanakan usaha pertambangan;
j. Menteri: Menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan
pertambangan;
k. wilayah hukum
pertambangan
Indonesia:
seluruh kepulauan Indonesia, tanah dibawah perairan
Indonesia dan paparan benua (continental shelf) kepulauan
Indonesia;
l. Perusahaan Negara: a. Perusahaan Negara seperti yang dimaksud dalam
Undang-undang tentang Perusahaan Negara yang berlaku;
b. Badan Hukum yang seluruh modalnya berasal dariNegara;
m. Perusahaan Daerah: Perusahaan seperti yang dimaksud dalam Undangundang
tentang Perusahaan Daerah yang berlaku;
n. PertambanganRakyat:
yang dimaksud dengan Pertambangan Rakyat adalah suatu
usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua
golongan a, b, dan c seperti yang dimaksud dalam pasal 3
ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecilkecilan
atau secara gotong-royong dengan alat-alat
sederhana untuk pencaharian sendiri.
Pasal 14.
Usaha pertambangan bahan-bahan galian dapat meliputi :
a. penyelidikan umum;
b. eksplorasi;
c. eksploitasi;
d. pengolahan dan pemurnian;
e. pengangkutan;
f. penjualan;

PENGAWASAN PERTAMBANGAN
Pasal 29.
(1) Tata Usaha, pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan
pengawasan hasil pertambangan
dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
(2) Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama meliputi
keselamatan kerja,
pengawasan produksi dan kegiatan lainnya dalam pertambangan yang
menyangkut
kepentingan umum.

Undang-undang Nomor I Tahun 1970


KESELAMATAN KERJA

PASAL 1.
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
(1) tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki kerja untuk
keperluan
suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahan
sebagaimana
diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruang lapangan,
halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan
dengan tempat kerja tersebut;
(2) pengurus ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin langsung
sesuatu tempat
kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3) pengusaha ialah:
a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri
dan
untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan suatu
usaha
bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja
c. orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan
hukum
termaksud pada (a) dan (b), jika kalau yang diwakili berkedudukan di wilayah
Indonesia.
(4) direktur ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan
Undang-undang ini
(5) pegawai pengawas ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dan
Departemen Tenaga
kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN

Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu
sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun
untuk masyarakat.
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan
dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan-badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau
imbalan dalam
bentuk lain.
5. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
suatu
perusahaan milik sendiri;

b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri


sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
6. Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan,
milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau
imbalan
dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk
lain.
7. Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana
ketenagakerjaan secara
sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan,
strategi, dan
pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang
berkesinambungan.
8. Informasi ketenagakerjaan adalah gabungan, rangkaian, dan analisis data
yang
berbentuk angka yang telah diolah, naskah dan dokumen yang mempunyai
arti, nilai
dan makna tertentu mengenai ketenagakerjaan.
9. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh,
meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas,
disiplin, sikap,
dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang
dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
10. Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang
mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar
yang
ditetapkan.
11. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang
diselenggarakan secara
terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara
langsung di
bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja/buruh yang lebih

berpengalaman, dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan,


dalam
rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
12. Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk
mempertemukan tenaga
kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh
pekerjaan yang
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pemberi kerja dapat
memperoleh
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya.
13. Tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan
maksud bekerja
di wilayah Indonesia.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para
pihak.
15. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
16. Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk
antara para pelaku
dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur
pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai nilai Pancasila
dan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
17. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh,
dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat
bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna
memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta
meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
18. Lembaga kerja sama bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi
mengenai halhal
yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan yang
anggotanya
terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/ serikat buruh yang sudah tercatat
instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur
pekerja/buruh.
19. Lembaga kerja sama tripartit adalah forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah

tentang masalah ketenagakerjaan yang anggotanya terdiri dari unsur


organisasi
pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah.
20. Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh
pengusaha
yang memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
21. Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil
perundingan antara
serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh
yang tercatat
pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan
pengusaha,
atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat
syarat syarat
kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
22. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang
mengakibatkan
pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan
pekerja/buruh atau
serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan
kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan
antar
serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
23. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan
dilaksanakan
secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk
menghentikan
atau memperlambat pekerjaan.
24. Penutupan perusahaan (lock out) adalah tindakan pengusaha untuk
menolak
pekerja/buruh seluruhnya atau sebagian untuk menjalankan pekerjaan.
25. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan
pengusaha.
26. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas)
tahun.
27. Siang hari adalah waktu antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00.
28. 1 (satu) hari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.
29. Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari.
30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh
yang

ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,


atau peraturan
perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
31. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan
dan/atau keperluan
yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja,
yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas
kerja
dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
32. Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan
menegakkan
pelaksanaan peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan.
33. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
Pasal 77
(1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jan 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jan 1 (satu) minggu
untuk 5
(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak
berlaku bagi
sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan
tertentu
sebaimana dimaksud dalam ayaat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 78

(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja


sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1
(satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b tidak
berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan menteri.
Pasal 79
(1) Pengusaha wajib memberi waktu istirahaat dan cuti kepada
pekerja/buruh.
(2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah
bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahaata tersebut tidak
termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah

pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan


secara
terus menerus; dan
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan
pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja/buruh
yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada
perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak
berhak
lagi atas istirahata tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap kelipanan masa kerja 6 (enam) tahun.
(3) Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf c
diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
(4) Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d
hanya berlaku
bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
(5) Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur
dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 85
(1) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
(2) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada
hari-haari libur
resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau
dijalankan

secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan


antara
pekerja/buruh dengan pengusaha.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan
pekerjaan pada
hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayata (2) wajib membayar
upah kerja
lembur.
(4) Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(2) diatur dengan Keputusan Menteri.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 32 TAHUN 1969
Pasal 1.
Setiap usaha pertambangan bahan galian yang termasuk dalam golongan
bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital baru dapat
dilaksanakan apabila terlebih dahulu telah mendapatkan Kuasa
Pertambangan dari Menteri Pertambangan, selanjutnya dalam Peraturan
Pemerintah ini disebut Menteri.
Pasal 2.
(1) Kuasa Pertambangan termaksud dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah ini
diberikan dalam bentuk-bentuk:
a. Surat Keputusan Penugasan Pertambangan;
b. Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat;
c. Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan;
(2) Surat Keputusan Penugasan Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan
yang diberikan oleh Menteri kepada Instansi Pemerintah untuk
melaksanakan usaha pertambangan.

(3) Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat adalah Kuasa


Pertambangan yang diberikan oleh Menteri kepada Rakyat setempat
untuk melaksanakan usaha pertambangan secara kecil-kecilan dan
dengan luas wilayah yang sangat terbatas.
(4) Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan adalah Kuasa
Pertambangan yang diberikan oleh Menteri kepada Perusahaan Negara,
Perusahaan Daerah, badan lain atau perorangan untuk melaksanakan
usaha pertambangan.
Pasal 7.
(1) Pemegang Kuasa Pertambangan mempunyai wewenang untuk
melakukan satu atau beberapa usaha pertambangan yang ditentukan
dalam Kuasa Pertambangan yang bersangkutan.
(2) Kuasa Pertambangan dapat berupa:
a. Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum;
b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi;
c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi;
d. Kuasa Pertambangan Pengolahan dan Pemurnian;
e. Kuasa Pertambangan Pengangkutan;
f. Kuasa Pertambangan Penjualan.
Pasal 8.
(1) Kuasa Pertambangan yang berisikan wewenang untuk melakukan
usaha pertambangan penyelidikan umum disebut Kuasa Pertambangan
Penyelidikan Umum.
(2) Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum diberikan oleh Menteri untuk
jangka waktu selama-lamanya 1 (satu) tahun, atas permintaan yang
bersangkutan.
(3) Menteri dapat memperpanjang jangka waktu termaksud pada ayat (2)
pasal ini untuk jangka waktu 1 (satu) tahun lagi, atas permintaan
yang bersangkutan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu
yang telah ditetapkan.
Pasal 13.
(1) Permintaan Kuasa Pertambangan diajukan sesuai dengan bentuk yang
ditetapkan oleh Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk satu wilayah Kuasa Pertambangan harus diajukan satu
permintaan tersendiri;
b. Lapangan-lapangan yang terpisah tidak dapat diminta sebagai
satu wilayah Kuasa Pertambangan.
(2) Dalam permintaan Kuasa-kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum,
Eksplorasi atau Eksploitasi harus dilampirkan peta wilayah Kuasa
Pertambangan yang diminta dengan penunjukan batas-batasnya yang
jelas dengan ketentuan bahwa khusus mengenai permintaan Kuasa
Pertambangan Eksplorasi atau Eksploitasi peminta harus pula
menyebutkan jenis bahan galian yang akan diusahakan.

(3) Peta termaksud pada ayat (2) pasal ini, untuk:


a. Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum adalah peta bagan
dengan skala sekecil-kecilnya 1 : 200.000 (satu berbanding dua
ratus ribu),
b. Kuasa Pertambangan Eksplorasi adalah peta bagan dengan
skala sekecil-kecilnya 1 : 50.000 (satu berbanding lima puluh
ribu);
c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi adalah peta denah dengan
sekecil-kecilnya 1: 10.000 (satu berbanding sepuluh ribu).
(4) Peta Kuasa Pertambangan Eksploitasi termaksud pada ayat (3) huruf c
pasal ini harus menjelaskan dan menunjukkan:
a. Ukuran arah astronomis dan jarak dari titik ke titik batas
wilayah Kuasa Pertambangan yang tidak boleh melebihi 500
(lima ratus) meter;
b. Bahwa salah satu titik batas harus dihubungkan dengan salah
satu titik triangulasi atau titik induk tetap lainnya yang
tergambar dalam peta dasar yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang dalam bidang topografi;
c. Tempat terdapatnya bahan galian diukur dari salah satu titik
batas wilayah Kuasa Pertambangan;
d. Gambar letak wilayah Pertambangan Rakyat jika ada.
(5) Apabila peta termaksud pada ayat (4) pasal ini belum dapat
dilampirkan pada saat mengajukan permintaan Kuasa
Pertambangan Eksploitasi maka wajib disusulkan kemudian
selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan.

Pasal 18.
Suatu wilayah Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum, Kuasa
Pertambangan Eksplorasi dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi diberikan
dalam proyeksi tegaklurus dari sebidang tanah yang luasnya ditentukan
pada
pemberian Kuasa Pertambangan yang bersangkutan.
Pasal 19.
(1) Luas wilayah yang dapat diberikan untuk satu Kuasa Pertambangan
Penyelidikan Umum tidak boleh melebihi 5.000 (lima ribu) hektare.
(2) Luas wilayah yang dapat diberikan untuk satu Kuasa Pertambangan
Eksplorasi tidak boleh melebihi 2.000 (dua ribu) hektare.
(3) Luas wilayah yang dapat diberikan untuk satu Kuasa Pertambangan
Eksploitasi tidak boleh melebihi 1.000 (seribu) hektare.

Pasal 23.
(1) Kuasa Pertambangan dapat dipindahkan kepada badan/orang lain
dengan izin Menteri.
(2) Izin Menteri hanya dapat diberikan jika pihak yang akan menerima
Kuasa Pertambangan tersebut memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam Undang-undang Pokok Pertambangan dan
peraturan-peraturan pelaksanannya.
(3) Apabila perorangan yang memegang Kuasa Pertambangan meninggal
dan para ahli warisnya tidak memenuhi syarat-syarat termaksud pada
ayat (2) pasal ini, maka dengan izin Menteri, Kuasa Pertambangan
tersebut dapat dipindahkan kepada badan atau orang lain yang telah
memenuhi syarat-syarat tersebut.
Pasal 24.
Dalam pemindahan Kuasa Pertambangan dapat diperhitungkan harga dan
nilai dari modal, alat perusahaan, jasa usaha yang telah ditanamkan atau
yang telah dikeluarkan untuk melaksanakan Kuasa Pertambangan tersebut.
Pasal 25.
(1) Pemegang Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum yang menemukan
suatu bahan galian dalam wilayah Kuasa Pertambangannya, mendapat
prioritas pertama untuk memperoleh Kuasa Pertambangan Eksplorasi
atas bahan galian tersebut.
(2) Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi yang telah membuktikan
hasil baik eksplorasinya atas bahan galian yang disebutkan dalam
Kuasa Pertambangannya, mendapat hak tunggal untuk memperoleh
Kuasa Pertambangan Eksplorasi atas bahan galian tersebut.
(3) Apabila pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan atau Kuasa
Pertambangan Eksploitasi menemukan bahan galian lain yang tidak
disebutkan dalam Kuasa Pertambangannya, maka kepadanya
diberikan prioritas pertama untuk memperoleh Kuasa Pertambangan
Eksplorasi dan atau Kuasa Pertambangan Eksploitasi atas bahan galian
lain tersebut.
(4) Untuk memperoleh Kuasa Pertambangan dengan prioritas pertama
atau hak tunggal termaksud pada ayat-ayat (1), (2) dan (3) pasal ini,
maka:
a. Pemegang Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum harus
sudah mengajukan permintaan Kuasa Pertambangan Eksplorasi
sebelum berakhir jangka waktu Kuasa Pertambangan
Penyelidikan Umumnya;
b. Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi harus sudah
mengajukan permintaan Kuasa Pertambangan Eksploitasi
sebelum berakhir jangka waktu Kuasa Pertambangan
Eksplorasinya;
c. Pemegang Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan atau Kuasa
Pertambangan Eksploitasi harus sudah mengajukan permintaan

Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan atau Eksploitasi atas bahan


galian lain tersebut, sebelum berakhir jangka waktu Kuasa
Pertambangan Eksplorasi dan atau Kuasa Pertambangan
Eksploitasinya.
Pasal 28.
Kepada pemegang Kuasa Pertambangan yang dalam melakukan usaha
pertambangannya mendapat bahan galian lain yang terdapat bersamaan
dalam endapan yang bersangkutan, diberikan prioritas pertama untuk
memperoleh Kuasa Pertambangan atas bahan galian lain tersebut, dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Pokok Pertambangan
dan peraturan-peraturan pelaksanannya.
Pasal 38.
Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan dalam pemberian Kuasa
Pertambangan yang bersangkutan tidak diajukan permintaan Kuasa
Pertambangan lain atau permintaan perpanjangan termaksud dalam pasal
30
Peraturan Pemerintah ini, maka berakhirlah Kuasa Pertambangan tersebut
dan segala usaha pertambangan harus dihentikan.
Pasal 39.
(1) Dalam 3 (tiga) tahun terakhir dari jangka waktu Kuasa Pertambangan
Eksploitasi, Menteri mengadakan pengawasan khusus.
(2) Selama jangka waktu termaksud pada ayat (1) pasal ini
pemegang Kuasa Pertambangan Eksploitasi diwajibkan
mengikuti petunjuk-petunjuk khusus yang diberikan oleh
Menteri.

Pasal 46.
(1) Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sesudah
Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum berakhir, atau 6 (enam)
bulan sesudah Kuasa Pertambangan Eksplorasi berakhir, atau 1 (satu)
tahun sesudah Kuasa Pertambangan Eksploitasi berakhir, Menteri
menetapkan jangka waktu di mana kepada Pemegang Kuasa
Pertambangan yang bersangkutan diberikan kesempatan terakhir
untuk mengangkat ke luar segala sesuatu yang menjadi miliknya yang
masih terdapat dalam bekas wilayah Kuasa Pertambangannya, kecuali
benda-benda dan bangunan-bangunan yang telah dipergunakan untuk
kepentingan Umum sewaktu Kuasa Pertambangan yang bersangkutan
masih berlaku.
Segala sesuatu yang belum diangkat ke luar setelah lampaunya jangka

waktu tersebut, menjadi milik Negara.


(2) Dalam hal Menteri tidak menentukan jangka waktu termaksud pada
ayat (1) pasal ini, maka selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sesudah Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum
berakhir, atau 1 (satu) tahun sesudah Kuasa Pertambangan Eksplorasi
berakhir, atau 2 (dua) tahun sesudah Kuasa Pertambangan Eksploitasi
berakhir, segala sesuatu yang belum diangkat ke luar dari bekas
wilayah Kuasa Pertambangan yang bersangkutan menjadi milik Negara
karena hukum, dan berada di bawah pengawasan Menteri.
(3) Dalam hal hak milik termaksud pada ayat (1) pasal ini tidak
dipergunakan untuk kepentingan umum dan tidak dapat diangkat
keluar dari bekas wilayah Kuasa Pertambangan yang bersangkutan,
maka oleh Menteri dapat diberikan izin khusus untuk memindahkan
hak milik tersebut kepada pihak lain.
(4) Sebelum meninggalkan bekas wilayah Kuasa Pertambangannya, baik
karena pembatalan maupun karena hal yang lain, pemegang Kuasa
Pertambangan harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha
pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan
keadaan tanah disekitarnya yang dapat membahayakan keamanan
umum.
(5) Menteri dapat menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan
pengendalian keadaan tanah yang harus dipenuhi dan ditaati oleh
pemegang Kuasa Pertambangan sebelum meninggalkan bekas wilayah
Kuasa Pertambangannya
Pasal 51.
(1) Apabila telah diberikan Kuasa Pertambangan pada sebidang tanah
yang diatasnya tidak terdapat hak tanah, dan pemegang Kuasa
Pertambangan yang bersangkutan telah membayar Iuran Tetap
termaksud dalam pasal-pasal 53, 54 atau 55 Peraturan Pemerintah ini,
maka kepadanya diberikan keringanan pembayaran beban-beban dan
biaya-biaya untuk pemakaian bumi permukaan tanah.
(2) Keringanan pembayaran termaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan
bersama oleh Menteri dengan Menteri yang tugasnya meliputi bidang
Agraria atau dengan Menteri lain yang bersangkutan.
Pasal 64.
Tata-usaha, pengawasan, pengaturan keselamatan kerja pertambangan dan
pengaturan pelaksanaan usaha pertambangan dipusatkan kepada
Departemen yang lapangan tugasnya meliputi pertambangan.
Pasal 65.
Cara pengawasan, pengaturan keselamatan kerja pertambangan dan
pengaturan pelaksanaan usaha pertambangan termaksud dalam pasal 64
Peraturan Pemerintah ini, yang ditujukan untuk keamanan, keselamatan
kerja dan effisiensi pekerjaan daripada pelaksanaan usaha pertambangan,

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1973


Pasal 1
Peraturan keselamatan kerja dibidang pertambangan bermaksud dalam
Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 11
Tahun 1967 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969, dengan
ditetapkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 dilakukan oleh Menteri
Pertambangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi.
Pasal 2
Menteri Pertambangan melakukan pengawasan atas keselamatan kerja
dalam bidang Pertambangan dengan berpedoman kepada Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970 serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Pasal 3
(1). Untuk pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan Menteri

Pertambangan mengangkat pejabat-pejabat yang akan melakukan


tugas tersebut setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Koperasi;
(2). Pejabat-pejabat termaksud pada ayat (1) Pasal ini dalam
melaksanakan tugasnya mengadakan kerjasama dengan Pejabatpejabat
Keselamatan Kerja Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi
dan Koperasi baik di Pusat maupun di Daerah.
Pasal 4
Menteri Pertambangan memberikan laporan secara berkala kepada Menteri
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi mengenai pelaksanaan
pengawasan termaksud dalam Pasal 1, 2 dan 3 Peraturan Pemerintah ini.

Keputusan Menteri no. 555k/26/M.PE/1995


Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Tempat Usaha Pertambangan adalah setiap pekerjaan yang bertujuan atau
berhubungan

langsung

dengan

penyelidikan

umum,

eksplorasi,

studi

kelayakan, konstruksi, operasi produksi atau eksploitasi, pengolahan atau


pemurnian, pengangkutan atau penjualan bahan galian golongan a, b, dan c
termasuk sarana dan prasarana penunjang yang ada di atas atau di bawah
tanah, baik yang berada di dalam satu wilayah atau pada tempat yang
terpisah.
2. Perusahaan Pertambangan adalah orang atau badan usaha yang diberi
wewenang untuk melaksanakan usaha pertambangan berdasarkan Kuasa
Pertambangan atau Perjanjian Karya.

3. Tambang adalah suatu tempat kegiatan penambangan yang dilakukan


untuk mendapatkan bahan galian.
4.

Tambang

Permukaan

adalah

suatu

sistem

penambangan

untuk

mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di atas permukaan


air.
5. Tambang Bawah Tanah adalah suatu sistem penambangan untuk
mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di bawah tanah.
6.

Kepala

Tekhnik

bertanggung

jawab

Tambang
atas

adalah

seseorang

terlaksananya

serta

yang

memimpin

ditaatinya

dan

peraturan

perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu kegiatan


usaha pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung jawab.
7. Pekerja Tambang adalah setiap orang yang langsung bekerja pada
kegiatan usaha pertambangan.

8. Kecelakaan Tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa pekerja


tambang atau orang yang mendapat izin masuk pada kegiatan usaha
pertambangan.
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pertambangan Umum.
10. Pengusaha adalah Pemimpin perusahaan.
11. Buku Tambang adalah buku catatan yang memuat larangan, perintah,
dan petunjuk Pelaksana Inspeksi Tambang yang wajib dilaksanakan oleh
Kepala Teknik Tambang.
12. Pelaksana Inspeksi Tambang adalah aparat pengawas pelaksanaan
peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan pertambangan
umum.
13. Wilayah Proyek adalah tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang digunakan untuk penyediaan
pasilitas tambang.
14. Bahan Peledak adalah semua senyawa kimia, campuran, atau alat yang
dibuat, diproduksi atau digunakan untuk membuat bahan peledak dengan
reaksi kimia yang berkesinambungan di dalam bahan-bahannya. Bahan
peledak dalam hal ini termasuk mesiu, nitrogliserin, dinamit, gelatin, sumbu
ledak, sumbu bakar, detonator, ammonium nitrat, apabila dicampur dengan
hydrokarbon dan bahan ramuan lainnya.
15. Donator adalah suatu benda yang mengandung isian bahan peledak
yang digunakan sebagai penyala awal ledakan dan dalam hal ini termasuk
detonator listrik, detonator biasa, detonator bukan listrik (nonel) atau
detonator tunda.
16. Gudang adalah suatu bangunan atau kontener yang secara teknis
mampu menyimpan bahan peledak secara aman.
17.

Juru

ledak

adalah

seseorang

yang

diangkat

oleh

perusahaan

pertambangan atau Kepala Teknik Tambang untuk melaksanakan pekerjaan


peledakan dan orang tersebut harus memiliki Kartu Izin Meledakkan (KIM).

18. Pekerjaan Peledakan adalah pekerjaan yang terdiri dari meramu bahan
peledak, membuat primer, mengisi dan menyumbat lubang ledak, merangkai
dan menyambung suatu pola peledakan, menyambung suatu sirkit alat
penguji atau mesin peledak, menetapkan daerah bahaya, menyuruh orang
menyingkir, dan berlindung, menguji sirkit peledakan, meledakkan lubang
ledak,

menangani

kegagalan

peledakan,

dan

mengendalikan

akibat

peledakan yang merugikan seperti lontaran batu, getaran tanah, kebisingan,


dan tertekannya udara yang mengakibatkan efek ledakan (air blast).
19. Calon juru ledak adalah seseorang yang disetujui oleh Kepala Teknik
Tambang untuk mengikuti pelatihan dalam pekerjaan peledakan dengan
pengawasan yang ketat dari seseorang juru ledak.
20. Ledakan adalah suatu ledakan tunggal atau seri yang diledakkan sebagai
bagian dari suatu ledakan.
21. Jarak aman gudang adalah jarak minimum dimana gudang bahan
peledak harus terpisah dengan gudang-gudang yang lain, bangunan yang
dihuni orang, jalan kereta api serta jalan umum dan yang tergantung pada
jenis dan jumlah bahan peledak yang disimpan di dalammya.
22. Bahan peledak peka detonator adalah bahan peledak yang dapat
meledak dengan ditonator No. 8.
23. Bahan peledak peka primer adalah bahan peledak yang hanya dapat
meledak dengan menggunakan primer atau booster dengan detonator No. 8.
24. Bahan ramuan bahan peledak adalah bahan baku yang apabila dicampur
dengan bahan tertentu akan menjadi bahan peledak peka primer.

25. Gudang bahan peledak utama adalah gudang yang digunakan sebagai
tempat penyimpan bahan peledak yang letaknya tidak terlalu jauh dari
tambang dan dari gudang ini bahan peledak dipakai untuk keperluan
peledakan.
26. Gudang bahan peledak transit adalah gudang yang dipergunakan
sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum diangkut/dipindahkan
kegudang bahan peledak utama.
27. Gudang bahan peledak sementara adalah gudang yang dipergunakan
untuk kegiatan pertambangan pada tahap eksplorasi atau persiapan
penambangan.
28. Kontener adalah gudang bahan peledak yang berbentuk peti kemas yang
terbuat dari plat logam.
29. Bahan mudah terbakar adalah sesuatu bahan yang apabila digunakan
akan menyala, membara, membantu pembakaran atau menghasilkan uap
yang menyala apabila menghasilkan api atau panas.
30. Gas mudah menyala adalah gas yang akan menyala pada kadar oksigen
yang normal di udara.
31. Titik nyala adalah temperatur minimum dari uap yang dihasilkan sesuatu
bahan cair, cukup untuk membentuk campuran uap dan udara yang mudah
menyala terdapat di atas permukaan bahan cair tersebut.
32. Derajat ketahanan api adalah waktu yang dinyatakan dalam menit atau
jam dari sesuatu benda akan tetapi bertahan pada sifat dan bentuknya bila
terkena api.
33. Pesawat angkat (crane) adalah setiap peralatan mesin atau alat yang
digerakkan tenaga mekanis, tenaga listrik atau tenaga hidrolis yang dapat
digunakan sebagai mesin pengangkat termasuk rel atau jalan rel atau alat
pembantu lainnya, tetapi tidak termasuk pemanjat lubang naik (raise
climber) yang dipasang pada sumuran tambang.

34. Takel adalah alat pengangkat, yang terdiri dari gelang-gelang(shackle),


alat sangkutan pengait yang bebas berputar (swivel), pengait (hooks), kawat
penggantung (sling), baut bercincin(eyebolt), rantai dan pengait khusus
(fitting) yang digunakan untuk mengangkat dan setiap penjepit yang
digunakan untuk mengamankan kawat.
35. Bengkel adalah suatu tempat atau ruang kerja untuk melakukan
perbaikan, perawatan, pembuatan, pemasangan, atau pengujian peralatan
pertambangan dan pekerjaan teknik lainnya yang menunjang kegiatan
pertambangan.
36. Listrik tegangan tinggi adalah instalasi dengan tegangan lebih 300 volt
dalam kondisi kerja yang normal (250 volt pada sirkit di bawah tanah).
37. Bor Bangka adalah salah satu tipe bor ulir (auger) yang dilengkapi
dengan sistem pipa penahan dan alat penginti masuknya pipa pemboran
kedalam tanah yang dipengaruhi oleh gerak berputarnya lantai kerja yang
disatukan dengan kepala pipa penahan. Sistem pengambilan percontohan
dioperasikan dengan cara menumbukkan dari lantai kerja.
38. Tambang Hidrolis adalah salah satu jenis tambang permukaan yang
menggunakan air untuk menggali dan mengangkut material ke instalasi
pencucian.
39. Alat pemindah tanah adalah alat mekanis yang digunakan untuk
memindahkan tanah pucuk, tanah penutup dan bahan galian pada waktu
pekerjaan pembersihan, penggalian, pengangkatan serta pemindahan,
termasuk buldozer, shovel, dragline, scraper, dan bucket wheel excavator
tetapi tidak termasuk kendaraan pengangkut
40. seperti dump truck.

41. Kapal Keruk Pertambangan adalah kapal yang dipergunakan untuk


kegiatan penggalian pertambangan termasuk kapal yang digunakan sebagai
sarana penunjang yang dilakukan dari permukaan air, selanjutnya disebut
Kapal
42. Keruk.
43. Kawat haluan adalah kawat yang dipasang pada haluan untuk
menambatkan Kapal Keruk.
44. Kawat samping adalah kawat yang dipasang pada bagian samping kiri
kanan untuk menambatkan Kapal Keruk.
45. Kawat buritan adalah kawat yang dipasang pada bagian belakang Kapal
Keruk.
46. Kawat Penambat adalah kawat yang dipergunakan untuk menambatkan
kapal yaitu kawat haluan, samping, dan buritan.
47. Jangkar spil adalah jangkar dengan rantai yang dipasang pada bagian
tengah belakang Kapal Keruk.
48. Kompartemen/tangki adalah ponton yang dibagi-bagi atas ruanganruangan yang kedap air.
49. Ponton adalah ruangan tertutup yang berfungsi sebagai pengapung
Kapal Keruk.
50. Tangki pengaman adalah sederetan kompartemen kecil untuk melindungi
kompartemen utama dari benturan.
51.

Tangki

balast

adalah

kompartemen

yang

dapat

diisi

air

untuk

keseimbangan Kapal Keruk.


52. Pintu pemeriksaan adalah pintu di geladak yang digunakan sebagai jalan
untuk pemeriksaan atau perbaikan kompartemen.
53. Pemutus arus adalah alat yang berfungsi memutus arus termasuk semua
sakelar otomatis ataupun manual.
54. Kabel konsentris adalah sebuah kabel yang penghantar luarnya dililitkan
pada isolasi penghantar dalamnya.

55. Kabel fleksibel adalah kabel yang dirancang untuk dapat dipindahpinahkan pada waktu digunakan.
56. Metal pelindung kabel adalah besi atau kawat baja yang merupakan
pelapis kabel.
57. Tripping adalah alat pemutus arus listrik otomatis yang bekerja secara
mekanis ataupun elektris.
58.

Lubang

naik

(rise)

adalah

suatu

terowongan

yang

mempunyai

kemiringan lebih besar dari 15 derajat yang pembuatannya dilakukan dari


bawah ke atas.
59. Lubang turun (winze) adalah suatu terowongan yang mempunyai
kemiringan lebih besar dari 15 derajat yang pembuatannya dilakukan dari
atas ke bawah.
60. Hempasan (in rust) adalah mengalirnya air atau lumpur dalam kecepatan
tinggi dan mendadak.
61. Emisi adalah keluarnya secara tiba-tiba gas beracun atau yang mudah
menyala dari tempat lain selain tempat kerja yang sudah ditinggalkan ke
sebagian daerah tanbang bawah tanah yang mengakibatkan kondisi udara
tambang di daerah tersebut melebihi ketentuan ventilasi.
62. Semburan (out burst) adalah keluarnya gas dengan hebat bersamaan
dengan material padat didalam tambang.
63. Semburan batuan (rock burst) adalah batuan pecah yang menyembur
dahsyat disebabkan oleh adanya tekanan yang menghasilkan akumulasi
energi, tidak termasuk semburan atau emisi yang disebabkan tenaga gas.
64. Daerah berpotensi bahaya adalah setiap daerah tambang bawah tanah
yang berada pada jarak 45 meter dari permukaan tanah, tempat-tempat
kerja yang

sudah ditinggalkan, lapisan yang mengandung air atau diperkirakan


mengandung air dan material yang mengalir atau akan mengalir jika basah.
65. Kipas angin utama adalah kipas yang berfungsi mengalirkan udara ke
seluruh bukaan tambang.
66. Kipas angin penguat adalah kipas yang berfungsi untuk memperkuat dan
menambah aliran udara, yang ditempatkan pada jalan udara utama atau
pada cabang jalan udara.
67. Kipas angin tambahan adalah kipas yang berfungsi untuk mengalirkan
udara ke tempat-tempat kerja, lubang maju, lorong(drift) yang dilengkapi
dengan saluran penghantar udara.
68. Jalan utama udara masuk adalah jalan utama udara bersih masuk yang
berpangkal pada sumuran atau jalan tembus kepermukaan. Apabila aliran
udara tersebut dibagi ke dua atau lebih permukaan kerja maka jalan udara
yang dilalui disebut jalan udara masuk.
69. Jalan utama udara keluar adalah jalan utama udara kotor keluar yang
berakhir pada sumuran atau jalan tembus permukaan. Jalan aliran udara
kotor dari beberapa permukaan kerja yang menuju jalan utama udara keluar
disebut jalan udara keluar.
70. Sistem pengangkutan adalah penggunaan alat pengangkutan diseluruh
atau sebagian di dalam tambang (selain dari yang digunakan dalam
sumuran) untuk membawa orang, material atau bahan galian.
71. Kendaraan berkendali ( Free steered vehicles) adalah semua kendaraan
yang bertenaga penggerak yang tidak berjalan diatas rel.
72.

Sistem

angkutan

kawat

(Rope

Haulage

System)

adalah

sistem

pengangkutan dari kendaraan yang disambungkan ke dan digerakkan


dengan kawat yang digerakkan oleh mesin derak yang dipasang ditambang
atau dipermukaan tanah secara permanen baik yang bertenaga mekanis
maupun secara gravitasi.

73. Alat pemanjat lubang naik adalah semua alat yang mempunyai motor
penggerak atau alat yang menggunakan sistem jalur atau roda gigi sebagai
penariknya yang digunakan sibagai lantai kerja (perancah) pada waktu
melakukan penggalian tegak lurus atau lubang naik yang melereng. Alat
pemanjat luang naik sebagai yang dipasang sebagai alat angkut yang
permanen antara level dengan level didalam tambang tidak termasuk.
74. Lampu keselamatan adalah lampu yang terlindung atau tertutup rapat
sehingga tidak mungkin menyulut udara yang mengandung gas atau debu
yang mudah terbakar yang berada diluar lampu tersebut.
75. Gas metana adalah setiap campuran antara metana dengan udara yang
mudah terbakar yang dapat terjadi secara alami ditambang.
76. Debu mudah terbakar adalah debu yang apabila tersebar/terhambur
secara bebas di udara dapat membentuk bahan yang mudah terbakar.
77. Venturi ventelasi adalah alat yang digunakan untuk mengalirkan udara
melalui saluran penghantar dengan cara memancarkan udara atau air yang
dimampatkan adan termasuk semua jenis alat-alat penghembus (injector)
atau peniup kecuali alat-alat penghembus atau peniup yang digunakan
dalam sistem penirisan gas metana.
78. Detektor gas metana otomastis adalah alat yang sudah diakui dan
digunakan untuk mendeteksi secara terus menerus adanya gas metana dan
apabila disetel akan memberikan tanda peringatan berupa bunyi atau lampu
pada konsentrasi gas metana tertentu.

79. Sistem Pemantauan Gas mentana adalah sistem yang telah diakui yang
digunakan untuk mendeteksi secara terus menerus adanya gas ledak dan
mencatat

hasil

pemantauan.

Alat

pencatat

tersebut

ditempatkan

dipermukaan tanah atau tempat lain yang telah disetujui Pelaksana Inspeksi
Tambang.
80. Lubang Bor adalah lubang yang dibor untuk maksud mengalirkan gas
ledak dari lapisan batubara melalui suatu sistem penirisan gas metana.
81. Penirisan Gas Metana adalah kegiatan untuk mengumpulkan gas metana
didalam suatu tambang sebelum gas tersebut diencerkan dengan udara
secara dikeluarkan dari dalam tambang.
82. Sistem Penirisan Gas metana adalah sistem penirisan gas metana kecuali
untuk penirisan gas metana yang terakumulasi dibagian belakan Road Side
Pack yang menggunakan satu pipa.
83. Ruang Kalorimeter adalah suatu tempat dipermukaan yang digunakan
untuk memantau gas ledak atau kandungan panasnya.
84. Rantai Berjalan Lentur atau Armoured flexible conveyor (AFC) adalah alat
angkut jenis rantai berjalan lentur untuk mengangkut batubara dari pemuka
kerja yang digali dengan alat Drum shearer.
85. Palang (bar) adalah girder atau setiap penyangga melintang.
86. Penyangga batang (Prop) adalah termasuk penyangga gandeng dan
penyangga geser.
87. Penyangga Bertenaga (Powered Support) adalah penyangga yang
bekerja dengan menggunakan tenaga hidrolik atau tenaga pneumatik.
88. Lorong Lalulintas adalah setiap jalan yang digunakan untuk lalulintas
orang dari dan ke tempat kerja dan termasuk jalan yang digunakan sebagai
jalan keluar yang kedua dari dalam tambang.
89. Lorong adalah jalan di Tambang termasuk lubang maju, lubang
melintang, jalan antara dua pilar atau jalan pada sistem penambangan ruang
dan penyangga alami atau jalan untuk pengangkutan.

90. Permuka Kerja adalah ruangan antara garis batas penggalian dengan
deretan penyangga trdekat yang terpasang apabila penyangganya dilepas
secara sistematis dan atau ruangan antara garis batas penggalian sampai
dengan

garis

yang

sejajar

dengan

3,5

meter

dari

daerah

bekas

penambangan apabila penyangganya dilepas secara sistematis.


Pasal 3
(1) Dilarang memasuki atau berada pada suatu lokasi kegiatan usaha
pertambangan kecuali mereka yang bekerja atau mendapat izin.
(2) Bagi mereka yang mendapat izin untuk memasuki suatu wilayah kegiatan
usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disertai
dengan Kepala Teknik Tambang atau petugas yang ditunjuk yang memahami
situasi dan kondisi daerah yang akan dikunjungi.
(3) Jalan yang ditetapkan oleh Kepala Teknik Tambang sebagai jalan khusus
yang dipergunakan kegiatan usaha pertambangan dan apabila diberikan hak
kepada umum untuk mempergunakannya maka keselamatan penggunaan
hak tersebut menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 7
Kepala Teknik Tambang Kelas III B, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Sistem penambangan : tambang semprot (Hidrolis), tambang bor,
tambang terbuka berjenjang tunggak dan tanpa menggunakan bahan
peledak, kapal keruk

dengan menggunakan pompa isap, tambang batubara terbuka dengan


sistem manual atau tambang tanpa eksplorasi tampa terowongan dan tanpa
konstruksi tambang terbuka;
b. Perusahaan pertambangn : perseorangan, koperasi, dan perusahaan
swasta nosional dan
c. Kualifikasi: Yang harus dimiliki dapat merupakan salah satu dari ketentuan
berikut ini:
1) Bagi lulusan Sekolah Teknik Menengah (STM) Tambang/Mesin/Listrik telah
memiliki sertifikat kursus Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan
mempunyai pengalaman kerja pertambangan sekurangkurangnya selama 4
tahun, atau
2) Bagi Sarjana Muda atau DIII dan atau Sarjana, memiliki sertifikat kursus
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan mempunyai pengalaman kerja
pertambangan sekurang-kurangan 2 tahun.
Pasal 8
Kepala Teknik Tambang Kelas III A, harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Sistem penambangan : kapal keruk dengan menggunakan mangkok,
tambang terbuka berjenjang lebih dari satu, kuari, tambang terbuka dengan
skala produksi lebih kecil 1000 ton perhari atau tambang terbuka tahap
kegiatan eksplorasi dengan terowongan dan konstruksi tambang bawah
tanah;
b. Perusahaan pertambangan : perusahaan swasta nasional dan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan
c. Kualifikasi : Yang harus dimiliki dapat merupakan salah satu dari ketentuan
berikut ini:
1) Gagi lulusan STM Tambang/Mesin/Listrik telah memiliki sertifikat kursus
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta sertifikat dan juru ledak Kelas II
untuk tambang yang menggunakan bahan peledak, atau memiliki sertifikat

kursus Kepala Keruk untuk tambang yang operasinya menggunakan Kapal


Keruk atau memiliki sertifikat Kursus Kepala Teknik Tambang dengan
mempunyai pengalaman kerja pertambang sekurangkurangnya 6 tahun,
atau
2) Bagi lulusan Sarjana Muda atau DIII dan atau Sarjana, memiliki sertifikat
kursus Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan juru ledak Kelas II untuk
tambang yang menggunakan bahan peledak atau telah memiliki sertifikat
kursus Kapal Keruk untuk tambang yang operasinya memakai Kapal Keruk
atau memiliki sertifikat kursus Kepala Teknik Tambang dengan pengalaman
kerja pertambang sekurang-kurangnya 3 tahun, atau
3) Mempunyai pengalaman khusus pernah menjadi Kepala Teknik Tambang
Kelas III B sekurang-kurangnya selama 5 tamun.
Pasal 9
Kepala Teknik Tambang Kelas II harus memenuhi Kriteria sebagai berikut:
a. Sistem penambangan : tambang terbuka dengan skala produksi lebih
besar dari 1000 ton per hari dan tambang bijih bawah tanah;
b. Perusahaan pertambangan : BUMN, kontrak Karya, dan perusahaan
swasta nasional dan
c. Kualifikasi:
1) Warga negara Indonesia
Memiliki salah satu dari ketentuan berikut ini:

a. Bagi lulusam Sarjana Muda atau DIII telah memiliki sertifikat kursus Kepala
Teknik

Tambang,

dengan

pengalaman kerja

ditambang terbuka

atau

tambang bijih bawah tanah sekurang-kurangnya selama 7 tahun, atau


b. Bagi Sarjana yang memiliki sertifikat kursus Kepala Teknik Tambang,
dengan mempunyai pengalaman kerja di pertambang sekurang-kurangnya
selama 5 tahun, atau
c.

Pernah

menjabat

sebagai

Pelaksana

Inspeksi

tambang

sekurang-

kurangnya selama 10 tahun, atau


d. Memiliki sertifikat kursus atau pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pertambangan diluar negeri dan diakreditasi oleh panitia pengesahan Kepala
Teknik Tambang dengan pengalaman kerja 10 tahun di pertambangan.
2) Warga Negara Asing (tenaga ahli asing) bisa salah satu dari:
a. Memiliki mining manager sertifikat yang telah diakreditasi oleh Panitia
Pengesahan kepala teknik Tambang, atau
b. Membuat dan mempresentasikan makalah yang ditetapkan oleh Kepala
Pelaksana Inspeksi Tambang.
Pasal 10
Kepala teknik Tambang Kelas I harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Sistem penambangan : tambang batubara bahwa tanah, tambang bijih
bawah tanah dengan skala produksi bijih lebih besar dari 1000 ton per hari
b. Kualifikasi:
1) Warga Negara Indonesia.
Memiliki salah satu dari ketentuan berikut ini:
a. Bagi lulusan Sarjana Muda atau DIII, Sarjana yang telah memiliki sertifikat
kursus Kepala Teknik Tambang dengan pengalaman kerja di tambang
batubara bawah tanah dan atau tambang bijih bawah tanah sekurangkurangnya selama 10 tahun, atau

b. Pernah menjabat sebagai Pelaksana Inspeksi Tambang sekurangkurangnya selama 15 tahun, atau
c. Bagi KepalaTeknik Tambang Kelas II dengan pengalaman 5 tahun menjabat
posisi tersebut.
2) Warga Negara Asing (tenaga ahli asing) bisa salah satu dari:
a. Memiliki mining manager sertifikat yang telah diakreditasi oleh Panitia
Pengesahan Kepala Kepla Teknik Tambang, atau
b. Membuat dan mempresentasikan makalah yang ditetapkan oleh Kepala
Pelaksana inspeksi Tambang.
Pasal 22
Penyimpanan Buku Tambang
(1) Buku Tambang harus selalu tersedia di Kantor Kepala Teknik Tambang dan
salinannya disimpan di Kantor Kepala Teknik Tambang dan salinannya
disimpan di Kantor Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(2) Buku Tambang dapat dibaca dan dipelajari oleh para pekerja tambang.

Anda mungkin juga menyukai