HIPERTENSI
KELOMPOK 3
DWI RETNO AYUNITA
25010114120078
MARTYNA WIDYA
25010114120101
25010114120106
25010114120120
ADELIA ANGGRAENI
25010114120133
LAILA ISNAENI
25010114120148
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, kasus penyakit degeneratif
menjadi meningkat. Hal ini disebabkan karena perubahan perilaku, gaya
hidup serta didukung pula oleh teknologi yang ada di masyarakat. Di negaranegara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular (PTM) seperti
penyakit jantung, kanker dan depresi akan segera menggantikan penyakit
menular dan malnutrisi sebagai penyebab kematian dan disabilitas. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian tertinggi adalah PTM, yaitu
penyakit kardiovaskuler (31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke
(15,4%).
Hipertensi merupakan suatu peningkatan tekanan darah sistolik
dan/atau diastolik yang di atas normal. Menurut WHO dan The International
Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi
di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh
dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara
adekuat.
Dengan adanya pergeseran penyakit degeneratif, hipertensi tidak
hanya menyerang pada usia tua saja, tetapi remaja juga bisa mengalaminya.
Pada masa transisi, remaja rentan untuk mengalami masalah yang memicu
untuk berperilaku yang berisiko tinggi, seperti merokok, minum-minuman
beralkohol, dan lain-lain. Perilaku-perilaku berisiko tersebut merupakan salah
satu faktor penyebab hipertensi.
Prevalensi hipertensi remaja di seluruh dunia sekitar 1520%
populasi. Berdasarkan data hasil pencatatan dan pelaporan Riskesdas Depkes
RI Tahun 2007 prevalensi hipertensi remaja sekitar 615 %. Dari berbagai
penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia tahun 2007
menunjukkan 1,818,6% penduduk yang berusia 20 tahun adalah penderita
Rumusan Masalah
Bagaimana kaitan perilaku tidak sehat di usia muda dengan kejadian
hipertensi?
Tujuan
Mengetahui kaitan perilaku tidak sehat di usia muda dengan kejadian
1.3.
hipertensi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Hipertensi
Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap dinding
pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Besar tekanan
bervariasi tergantung pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan
darah paling tinggi terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan
paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Pada keadaan
hipertensi, tekanan darah meningkat yang ditimbulkan karena darah
dipompakan melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan
sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Penderita
hipertensi mengalami peningkatan tekanan darah melebihi batas normal, di
mana tekanan darah normal sebesar 110/90 mmHg. Tekanan darah
dipengaruhi oleh curah jantung, tahanan perifer pada pembuluh darah, dan
volume atau isi darah yang bersirkulasi.
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis
kelamin, dan umur, serta faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang
mengandung natrium dan lemak jenuh. Hipertensi yang tidak terkontrol akan
meningkatkan angka mortalitas dan menimbulkan komplikasi ke beberapa
organ vital seperti jantung (infark miokard, jantung koroner, gagal jantung
kongestif), otak (stroke, enselopati hipertensif), ginjal (gagal ginjal kronis),
mata (retinopati hipertensif).
Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan
2.2.
esensial
terjadi
karena
2.2.
renal,
hiperaldesteronisme
primer,
sindroma
Cushing,
hipertensi
sekunder
dapat
disembuhkan
dengan
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
< 120
120-139
140-159
160
Tekanan Darah
Distolik (mmHg)
< 80
80-89
90-99
100
Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral
Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang
tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi.
aparantus
ginjal
sebagai
respon
glomerulus
Renin
Angiotensin I
Tekanan darah
Volume darah
Tekanan darah
BAB 3
ANALISIS EPIDEMIOLOGI
3.1.
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi
hipertensi di kalangan usia lanjujt cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan
kematian sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi terutama
ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Sedangkan
menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang
lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit
dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah
meningkatnya tekanan darah sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota
besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan
Makasar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi
hipertensi sebesar 52,5% (Kamso, 2000).
b. Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan
rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65
tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan
pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia
prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita.
c. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(esensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor
lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seorang menderita
hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan
garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya
3.2.
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa proporsi kelompok usia 45-54 tahun
dan lebih tua selalu lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan
kontrol. Kelompok usia25-34 tahun mempunyai risiko hipertensi 1,56 kali
dibandingkan usia 18-24 tahun. Risiko hipertensi meningkat bermakna
sejalan dengan bertambahnya usia dan kelompok usia >75 tahun berisiko
11,53 kali. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki pada kelompok
hipertensi lebih tinggi dibanding kontrol dan laki-laki secara bermakna
berisiko hipertensi 1,25 kali daripada perempuan. Berdasarkan jenjang
pendidikan, hasil analisis mendapatkan responden yang tidak bersekolah
secara bermakna berisiko 1,61 kali terkena hipertensi dibandingkan yang
lulus perguruan tinggi, dan risiko tersebut menurun sesuai dengan
peningkatan tingkat pendidikan. Sementara berdasarkan pekerjaan, proporsi
responden yang tidak bekerja dan Petani/Nelayan/Buruh, ditemukan lebih
secara bermakna ditemukan sebesar 1,11 kali dibandingkan yang tidak pernah
merokok. Berdasar hasil Riskesdas 2013, perilaku merokok penduduk 15
tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung
meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013. 64,9
persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok tahun
2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok
pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen pada kelompok kuintil indeks
kepemilikan terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap
adalah sekitar 12,3 batang, bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI
Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3 batang).
Berdasarkan perilaku konsumsi alkohol, proporsi mengonsumsi alkohol 1
bulan terakhir ditemukan lebih tinggi pada kelompok hipertensi (4,0%)
daripada kontrol (1,8%). Risiko hipertensi bagi mereka yang mengonsumsi
alkohol 1 bulan terakhir ditemukan bermakna, yaitu sebesar 1,12 kali.
Berdasarkan pola konsumsi sayur-buah, nampak tidak ada perbedaan
proporsi asupan sayur-buah yang berarti antara kelompok hipertensi dan
kelompok kontrol, dan risiko hipertensi yang ditemukan tidak bermakna.
Risiko hipertensi juga ditemukan tidak berbeda bermakna menurut konsumsi
makanan manis, makanan asin, maupun makanan yang berlemak. Pola
konsumsi yang ditemukan meningkatkan risiko hipertensi secara bermakna
adalah konsumsi minuman berkafein >1 kali/hari, yaitu 1,1 kali dibanding
yang minum <3 kali/bulan.
Berdasarkan status gizi, proporsi responden yang obese dan kegemukan lebih
tinggi pada kelompok hipertensi daripada kontrol. Secara bermakna, besarnya
risiko hipertensi pada kelompok obesitas meningkat 2,79 kali, gemuk 2,15
kali, dan normal 1,44 kali dibandingkan mereka yang kurus. Obesitas
abdominal juga mempunyai risiko hipertensi secara bermakna (OR 1,40).
Kelompok yang mengalami stress mempunyai proporsi lebih tinggi (11,7%)
pada kelompok hipertensi dibandingkan pada kontrol (10,0%). Demikian
halnya proporsi responden yang mempunyai riwayat penyakit jantung, dan
riwayat penyakit diabetes melitus lebih tinggi pada kelompok hipertensi
daripada kontrol, namun tidak ada peningkatan risiko yang bermakna.
Berikut data prevalensi hipertensi berdasar Riskesdas 2013, dengan
responden usia 18 tahun ke atas dengan metode wawancara responden yang
mengonsumsi obat hipertensi (D/O) dan pengukuran (U)
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan data hasil Riskesdas 2007 dan 2013, serta beberapa literatur
di atas, hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Dimana faktor risiko
yang lebih mempengaruhi kejadian hipertensi ialah faktor risiko yang dapat
diubah, yang semuanya mencakup dengan perilaku atau gaya hidup tidak sehat.
Kejadian hipertensi yang makin meningkat di usia muda, tentu diakibatkan oleh
peningkatan faktor risiko pada usia muda pula. Sesuai hasil riset pada bab
sebelumnya, menunjukkan bahwa faktor perilaku tidak sehat memiliki kedudukan
penting terhadap kejadian hipertensi.
Angka pada hasil survei kejadian hipertensi tersebut dapat meningkat
apabila faktor risiko pada tiap individu meningkat. Mengingat saat ini manusia
dimanjakan dengan semakin majunya teknologi sehingga terjadi transisi atau
pergeseran terhadap perilaku kesehatan mereka.
Perilaku tidak sehat ini dimulai dari enggannya individu melakukan
aktivitas fisik. Fakta yang ada di lapangan, mereka memanjakan diri dengan
kemahiran teknologi yang ada sehingga malas untuk beraktivitas. Konsumsi
makanan mereka pun, dipilih menu-menu cepat saji yang dengan mudah mereka
buat atau pun peroleh. Selain itu mereka juga mencari kepuasan diri dengan
mengikuti trend atau mode yang ada, seperti merokok, meminum minuman
beralkohol tanpa batas. Kebiasaan tersebut jika dilakukan dengan terus menerus,
maka bukan tidak mungkin jika mereka akan terkena gangguan tertentu, seperti
hipertensi, yang kemudian dapat memicu gangguan yang lain seperti penyakit
jantung koroner dan stroke.
Sesuai data kasus hipertensi yang dikelompokkan berdasarkan faktor
risiko, maka perilaku tidak sehat yang dilakukan di usia muda dapat
meningkatkan kasus terjadinya hipertensi di usia muda seiring dengan
meningkatnya faktor risiko terjadinya hipertensi pada diri mereka.
BAB 5
PENGENDALIAN HIPERTENSI
Dengan adanya faktor risiko kejadian hipertensi yang dapat diubah, maka
berikut beberapa pengendalian terhadap faktor risiko :
1) Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan.
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi
pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar
20-33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian obesitas
harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan.
2) Mengurangi asupan garam didalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan
kebiasaan makan
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan mengakibatkan
proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi,
dibuktikan
kaitan
erat
antara
kebiasaan
merokok
dengan
adanya
permen ini.
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan data dan pembahasan, hipertensi dapat dipicu oleh beberapa
faktor, yakni faktor yang tidak dapat diibah meliputi usia, umur, jenis
kelamin, dan faktor genetik atau keturunan. Sementara faktor yang dapat
diubah ialah kegemukan/ obesitas, tingkat psikososial/stress, aktivitas
merokok, olahraga, tingkat konsumsi alkohol, dan konsumsi garam. Faktor
yang dapat diubah, ialah faktor yang berasal dari kebiasaan atau perilaku
individu. Sehingga, apabila seseorang melakukan aktivitas yang dapat
memicu faktor risiko tersebut maka kejadian hipertensi dapat meningkat pula,
misalnya merokok, mengonsumsi alkohol secara berlebihan, tidak melakukan
aktivitas fisik dengan teratur. Apabila perilaku itu dilakukan secara terusmenerus, maka faktor risiko terjadinya hipertensi pun akan meningkat. Maka,
pengendalian terjadinya hipertensi antara lain ialah mengurangi aktivitasaktivitas yang dapat memicu terjadinya hipertensi dengan melakukan gaya
hidup sehat sesuai dengan batasan pada faktor risiko penyebab hipertensi
yang dapat diubah.
6.2. Saran
Bagi pemerintah :
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara
aktif (skrining)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui
revitalisasi Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan
sumberdaya tenaga kesehatan yang profesional dan kompenten dalam
upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana PTM di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas.
Bagi masyarakat :
1. Mengetahui faktor risiko penyebab hipertensi
2. Memiliki perilaku atau gaya hidup yang sehat supaya menghilangkan atau
tidak meningkatkan faktor risiko yang memicu terjadinya hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Kartikasari, Agnesia Nuarima. 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat
di Desa Kabongan Kidul, Kabupaten Rembang (Laporan Karya Tulis Ilmiah).