Bagian Inti
Bagian Inti
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
HIV/AIDS merupakan suatu penyakit infeksi yang menjadi fenomena
diberbagai negara di dunia dan terdapat berbagai kandidat vaksin yang sedang
atau telah berada pada tahap percobaan klinis pada manusia (Esparza, 2001).
Pengembangan vaksin HIV-1 produksi Indonesia menjadi sangat penting
ketika banyaknya subtipe HIV-1 yang berbeda menjadi penyebab epidemi di
berbagai negara di dunia. Hingga saat ini belum ada vaksin yang efektif terhadap
semua subtipe dari HIV (Klatt, 2011). Usaha dalam penanganan epidemi yang
mandiri menjadi lebih efektif dan efisien jika dipandang dari sisi ekonomi.
Laboratorium Institute of Human Virology and Cancer Biology University of
Indonesia (IHVCB-U) sedang berupaya dalam mengembangkan prototipe vaksin
HIV-1 untuk tujuan preventif maupun kuratif. Strategi pembuatan vaksin
konvensional dengan melemahkan virus hidup atau inaktivasi virus utuh memiliki
beberapa keterbatasan. Pengembangan vaksin saat ini telah difokuskan pada
pendekatan baru yang dianggap lebih aman dan menjanjikan, diantaranya yaitu
vaksin DNA.
Salah satu pendekatan dalam perkembangan penelitian vaksin DNA untuk
HIV adalah imunisasi dengan injeksi langsung plasmit DNA yang mengandung
gen pengkode protein spesifik HIV seperti CTLA-4lg fusion (Klatt, 2011). Pada
protein transmembran CTLA-4lg fusion telah diketahui memiliki daerah eksternal
dari membran proksimal, disebut MPER yang dikenali oleh beberapa antibodi
netralisasi manusia. MPER2 -glukan dapat menjadi target dalam pengembangan
vaksin HIV untuk dapat menginduksi produksi antibodi netralisasi HIV terhadap
MPER2 secara aktif dalam tubuh manusia (Montero, 2008).
Metode yang mungkin efektif dalam meningkatkan imunogenisitas dari
MPER, diantarannya yaitu pengembangan sisipan MPER pada suatu antigen virus
lain yang memiliki imunogenisitas kuat dan modifikasi strategi pemberian
imunisasi (seperti imunisasi prime-boost) (Montero, 2008). Vaksinasi merupakan
metode introduksi suatu zat ke dalam tubuh manusia atau hewan dan substansi
yang dikandungnya tidak lagi mampu menyebabkan penyakit tetapi masih mampu
menstimulasi sistem kekebalan tubuh layaknya infeksi alami suatu patogen
(Sahni, 2004). Meskipun banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangannya,
vaksin HIV sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya infeksi. Fakta yang
menarik adalah vaksin yang menginduksi respon kebal seluler terutama sel
limfosit T spesifik HIV ternyata mampu menghambat replikasi HIV pada hewan
percobaan. Untuk menginduksi respon kebal seluler yang aman dan efisien
terhadap HIV, dicoba jenis vaksin baru berupa vaksin DNA dan vaksin yang
memanfaatkan live-virus sebagai vektornya melalui siRNA therapeutic gen yang
didapat dari tumbuhan yang memiliki kandungan abatacept (CTLA-4lg fusion
protein) (Baltimor 2002).
Berdasarkan Tapas et al, (2008) sarang semut (Myrmecodia Pendes)
merupakan antitrombotik, antiradang, antialergi, serta sebagai antivirus. Pada
Myrmecodia Pendes juga terdapat aktifitas inhibisi enzim yang menghasilkan Glukan sebanyak 37% dan asam amino proteinogenik sebesar 42% yang dapat
diekspresikan pada permukaan sel T aktif untuk menghasilkan sinyal supresi dan
produksi sitokinin sel T terhambat dengan peningkatan CD4 (Middletton. 2000).
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang diangkat
2.
Myrmecodia pendans ?
Bagaimanakah strategi implementasi vaksin HIV-1 MPER gp41 pengkodean
CTLA-4Ig fusion berbasis sel punca pluripoten siRNA Therapeutic Gen Glukan Myrmecodia pendans ?
1.2
1.
Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah mahasiswa ini adalah:
Mengetahui potensi vaksin HIV-1 MPER gp41 pengkodean CTLA-4Ig
fusion berbasis sel punca pluripoten siRNA Therapeutic Gen -Glukan
2.
Myrmecodia pendans.
Mengetahui dan menganalisis strategi implementasi vaksin HIV-1 MPER
gp41 pengkodean CTLA-4Ig fusion berbasis sel punca pluripoten siRNA
Manfaat Pembahasan
1.
2.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
HIV
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
HIV merupakan retrovirus yang terdiri dari sampul dan inti. Virus HIV
terdiri dari 2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena
replikasi nya lebih cepat. Struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah
silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar. Pada pusat lingkaran
terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen
fungsional dan struktural yaitu gag (group antigen), pol (polymerase), dan env
(envelope) (Hope, 2000).
RNAi
RNAi merupakan istilah umum untuk setiap proses di mana suatu
prekursor dsRNA dapat memicu represi transkripsi atau translasi gen homolog .
Prekursor dsRNA ini diproses menjadi kecil 21-28 nukleotida (nt) kopel yang
memandu sasaran pengakuan. Ada dua jenis yang terjadi secara alamiah RNA
kecil yang dapat bertindak sebagai silencer gen : pendek , RNA (siRNA) dan
microRNA (Mirna).
Masing-masing muncul dari pemicu yang berbeda dari jalur RNAi. Sirnas
berasal dari kopel dsRNA panjang. Ini kopel sering diproduksi selama reproduksi
virus di dalam sel (dsRNA asing), atau dengan hibridisasi tumpang tindih
transkrip dari sekuens berulang dalam genom, seperti transposon atau virus laten
(DNA asing). Ini dsRNAs lama kemudian dibelah menjadi 21-22-nt oleh enzim
dicer (Bernstein et al, 2001). Dicer adalah protein besar (220 kD) yang berisi
domain dsRNA mengikat (dsRBD), dua katalitik RNase III domain, dan domain
helikase, serta PIWI- argonaute-zwille (PAZ) interaksi domain (Bernstein et al,
2003). Protein ini dapat bersantai dan bersatu kopel dsRNA panjang menjadi
kecil. Beberapa organisme, seperti mamalia dan C. elegans, hanya memiliki satu
salinan gen ini.
Lainnya memiliki beberapa paralog yang masing-masing bertanggung
jawab untuk memproses RNA dari berbagai sumber. Misalnya, Drosophila
melanogaster memiliki dua paralog dicer DCR-1 dan DCR-2. Pengolahan panjang
dsRNA dikelola oleh DCR -2 berkaitan dengan dsRBD yang mengandung protein
R2D2, sedangkan pengolahan Mirna ditugaskan untuk DCR-1 (Lee et al, 2004).
Perbedaan spesies lain berkaitan dengan aktivitas dicer adalah ATP ketergantungan. Sementara dicer manusia tidak menggunakan ATP, Drosophila
DCR -2 aktivitas memerlukan hidrolisis ATP (Nyka nen et al., 2001; Zhang et al.,
2002). Jenis RNA - dimediasi membungkam dapat melindungi sel dari penjajah
bermasalah seperti virus dan transposon, tetapi peran yang lebih global untuk
RNAi dalam regulasi gen tidak ditemukan sampai penemuan miRNAs. Hampir
semua sel metazoan encode beberapa transkrip yang mengandung 20-50-bp
mengulangi terbalik urutan komplementer (Bartel, 2004). Transkrip ini melipat
kembali pada diri mereka sendiri dan pasangan basa sepanjang daerah
komplementer untuk membentuk dsRNA jepit rambut. Kemampuan ini telah
menyediakan sarana cepat melakukan eksperimen kerugian of-fungsi pada
organisme yang belum setuju untuk manipulasi genetik.
Ada satu pintu masuk terakhir ke jalur RNAi yang hanya ditemukan pada
tumbuhan, jamur, dan C. elegans. Layar depan genetik dalam organisme ini telah
mengidentifikasi keluarga yang unik gen penyandi RNA polimerase RNAdependent (RdRPs) untuk terlibat dalam transgen membungkam (CoGoni dan
Macino, 1999; Dalmay et al., 2000; Smardon et al, 2000). Setelah bertemu ssRNA
dalam sel, RdRPs dapat mensintesis untai komplementer RNA secara primer
-independen (Makeyev dan Bamford, 2002). Yang dihasilkan intermediet dsRNA
kemudian dapat diproses oleh dicer dan memicu pembungkaman homolog urutan
seperti dijelaskan di atas. Penemuan peran enzim dalam RNAi memecahkan
misteri bagaimana dsRNA - dimediasi membungkam sebenarnya diperkuat dalam
cacing (Sijen et al, 2001).
2.3
diketahui. Dalam sel T aktif, CTLA-4 menggunakan dua mekanisme yang berbeda
hambat, salah satunya adalah transmisi sinyal negatif melalui wilayah intraseluler
nya, dan yang kedua adalah antagonisme kompetitif CD28-dimediasi sinyal
costimulatory. Tinjauan ini menjelaskan jalur sinyal yang terlibat dalam aktivasi
limfosit T, yang menginduksi reseptor down-regulasi dan aktivasi molekul hadir
CTLA-4 sebagai alternatif inthe desain imunoregulator menarik terapi baru
(Janeway, 2000).
Abatacept (CTLA-4 Ig fusion protein) merupakan gabungan antara domain
eksternal CTLA-4 dengan sekuens rantai berat IgG. CTLA-4 merupakan molekul
yang diekspresikan pada permukaan sel T aktif bersamaan dengan ekspresi CD28.
Interaksi CD28 dengan B7-1-2 merupakan stimulator kuat bagi aktivasi,
proliferasi, produksi sitokin, dan kelangsungan hidup sel T. Sebaliknya, interaksi
antara CTLA-4 dengan B7-1-2, akan menghasilkan sinyal supresi bagi sel T.
Bahan biologik ini berfungsi mengikat B7-1-2 (CD80 dan CD86), sehingga
aktivasi, proliferasi, produksi sitokin sel T terhambat. Selain itu, ekspresi molekul
CD40, CD54, MHC II sel keratinosit, dan CD40, CD80, CD86, dan MHC II sel
APC dihambat. Semua pengaruh tersebut mengakibatkan aktivitas penyakit
berkurang. Kerja CTLA-4 Ig fusion protein akan lebih baik apabila diberikan
bersama dengan antibodi monoklonal anti CD40L. Selain digunakan untuk kasus
psoriasis, bahan ini digunakan untuk memperpanjang survival transplantasi organ
alogenik (Wang, 2002).
2.4
permukaan membran luar virus dan memiliki peran penting dalam infeksi virus
HIV ke sel host. Protein ini terdiri dari sekitar 345 asam amino dengan massa 41
kDa. Glikoprotein gp41 terbagi menjadi tiga domain utama, yaitu region
ekstraseluler yang disebut ektodomain (asam amino 512-683), domain
transmembran (asam amino 684-705) dan domain ekor sitoplasma (CT) (asam
10
11
2.5
12
mengujicobakan vaksin DNA pada hewan banyak coba untuk berbagai infeksi
virus. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut disimpulkan bahwa
vaksinasi DNA (plasmid) rekombinan dapat menghasilkan respon imun protektif
pada banyak hewan coba dan berbagai penyakit.
Vaksinasi DNA pada hewan coba biasanya diinjeksikan melalui otot
(intramuskular) atau epidermi. Pada vaksin DNA untuk HIV, komposisi vaksin
adalah plasmid DNA dari bakteri yang telah dinsersi DNA HIV atau gen
pengkode antigen (env ataupun daerah inti dari virus) dari HIV. Ekspresi gen
pengkode antigen diharapkan dapat mencetuskan respon imun yang kuat dari
humoral, seluler, dan cell-mediated. Penggunaan DNA yang telah dipurifikasi
sebagai vaksin memiliki berbagai kelebihan, diantaranya kemudahan dalam
merancang dan preparasi, aman, stabil dan tidak adanya kontaminan (Girard M.,
1994; Sahni & Nagendra, 2004). Vaksin DNA dapat memaparkan antigen lebih
lama dibandingkan dengan protein subunit dan dapat diberikan dalam jumlah
yang lebih sedikit, namun masih perlu dibutuhkan booster untuk dapat
meningkatkan respon imun spesifik. Penggunaan adjuvan dalam vaksinasi DNA
dibutuhkan karena jenis vaksin ini memiliki imunogenitas yang lebih rendah
dibandingkan vaksin jenis lain (Wong, 2002).
2.6
Myrmecodia Pendans
13
Kepulauan Solomon dan Papua (Lok dan Tan, 2009). Sarang semut mengandung
senyawa-senyawa kimia dari golongan flavonoid dan tannin yang diketahui
mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Flavonoid berperan sebagai
antibiotik, antivirus untuk virus HIV dan herpes. Selain itu flavonoid juga
dimanfaatkan untuk mencegah dan mengobati beberapa penyakit seperti asma,
katarak, diabetes, encok/rematik, migrain, wasir, periodontitis dan kanker. Sarang
semut diketahui juga mengandung senyawa antioksidan, vitamin, mineral dan
asam formiat. Antioksidan pada semut berperan dalam pembentukan koloni dan
menjaga tempat telur jauh dari kuman penyakit (Soeksmanto dkk, 2010).
Berdasarkan Tapas et al, (2008) sarang semut (Myrmecodia Pendes)
merupakan antitrombotik, antiradang, antialergi, serta sebagai antivirus. Pada
Myrmecodia Pendes juga terdapat aktifitas inhibisi enzim yang menghasilkan Glukan sebanyak 37% dan asam amino proteinogenik sebesar 42% yang dapat
diekspresikan pada permukaan sel T aktif untuk menghasilkan sinyal supresi dan
produksi sitokinin sel T terhambat dengan peningkatan CD4. Beta glucan
merupakan suatu substansi yang mengandung suatu kompleks gula (polisakarida),
yang terdiri dari (1 3)-D-glucan dan (1 6)-D-glucan. Polisakarida ini
merupakan komponen terbesar pembentuk dinding sel fungi, jamur-obat, tumbuhtumbuhan (Middletton. 2000).
14
BAB III
METODE PENULISAN
3.1
Tahapan penulisan
Penyusunan karya tulis ini memilki tahapan-tahapan dalam proses
EKSPLORASI
PERMASALAHAN
Adapun metode pendekatan pada
proses analisis
yang dilakukan adalah:
dalam
Proses
Penyembuhan
Penyakit
HIV/AIDS
a.
Metode Pengobatan
analisis
deskriptif
untuk
mengolah
dan
menafsirkan
data yang
Pengobatan dalam Proses Penyembuhan
Penyakit
HIV/AIDS
3.4
Vaksin
HA-MPER2
-glukan
HIV-1
Berbasis
Punca
Tulisan
ini memiliki
kerangka
berpikir
dalam
prosesSel
penulisannya.
Adapun
Vaksin
HA-MPER2
-glukan
HIV-1
Berbasis
Sel
PuncaPluriproten
Pluriproten
kerangka berpikir dalam tulisan ini pada gambar 2.1 di bawah ini :
Berbasis
BerbasisSel
SelPunca
PuncaPluriproten
Pluriproten
Imunisasi
ImunisasiPrime-Boost
Prime-Boost
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
15
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1
16
17
18
pertumbuhan tanaman (Gould et.al. 2006). Saat ini lebih dari 6.000 senyawa yang
berbeda masuk ke dalam golongan glikoprotein. Glikoprotein merupakan bagian
penting dari diet manusia karena banyak manfaatnya bagi kesehatan. Glikoprotein
telah lama
dikenal
antioksidan,
antialergi,
19
dengan sekuens rantai berat IgG. CTLA-4 merupakan molekul yang diekspresikan
pada permukaan sel T aktif bersamaan dengan ekspresi CD28. Interaksi CD28
dengan B7-1-2 merupakan stimulator kuat bagi aktivasi, proliferasi, produksi
sitoki dan kelangsungan hidup sel T. Sebaliknya, interaksi antara CTLA-4 dengan
B7-1-2, akan menghasilkan sinyal supresi bagi sel T. Bahan biologik ini berfungsi
mengikat B7-1-2, sehingga aktivasi, proliferasi, produksi sitokin sel T terhambat.
Selain itu, ekspresi molekul CD40, semua pengaruh tersebut mengakibatkan
aktivitas penyakit berkurang. Kerja CTLA-4Ig fusion protein akan lebih baik
apabila diberikan bersama dengan antibodi monoklonal anti CD40L.
CTLA-4lg akan ditambahkan dengan -glukan. -glukan adalah gula yang
ditemukan di dinding sel bakteri, jamur, ragi, alga, lumut, dan tanaman, seperti
gandum dan barley. Mereka kadang-kadang digunakan sebagai obat. Glukan beta
digunakan untuk kolesterol tinggi, diabetes, kanker, dan HIV / AIDS. Glukan beta
juga digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada orang yang
tubuhnya pertahanan telah dilemahkan oleh kondisi seperti sindrom kelelahan
kronis, atau stres fisik dan emosional, atau oleh pengobatan seperti radiasi atau
kemoterapi. Glukan beta juga digunakan untuk pilek (common cold), flu
(influenza), H1N1 flu (babi), alergi, hepatitis, penyakit Lyme, asma, infeksi
telinga, penuaan, ulcerative colitis dan penyakit Crohn, fibromyalgia, rheumatoid
arthritis, dan beberapa sclerosis.
Setelah CTLA-4lg ditambahkan dengan -glukan dan digabungkan dengan
plasmid virus HIV-1 akan menjadi cikal bakal vaksin MPER gp41 HIV-1 glukan. Plasmid HIV-1 yang disisipkan MPER gp41 HIV-1 -glukan akan
ditanamkan dalam sel kera untuk memicu respon CD4 dengan menggunakan
metode RNAi. RNAi merupakan istilah umum untuk setiap proses di mana suatu
prekursor dsRNA dapat memicu represi transkripsi atau translasi gen homolog.
4.2
Strategi Implementasi Vaksin HIV-1 MPER gp41 Pengkodean CTLA4Ig Fusion Berbasis Sel Punca Pluripoten siRNA Therapeutic Gen Glukan Myrmecodia Pendans
20
21
22
Gambar 4.5 Skema Proses Induksi Sel Donor Menjadi Sel Ips
Sel punca dari kera akan diambil dan di aplikasikan sebagai imunisasi
prime boost dari penyakit HIV-1 yang lebih bertujuan untuk tindakan preventif.
Mekanisme aksi secara umum yang terjadi saat dilakukan vaksinasi DNA diawali
dengan masuknya plasmid kedalam nukleus
transkripsi, lalu protein diproduksi dalam sitoplasma. Protein hasil ekspresi yang
disekresikan dapat menginduksi Th, sitokin, dan antibodi yang dapat bereaksi
dengan virus. APC menyajikan peptida (sebagai antigen) dengan adanya ikatan
Ag-MHC I, sehingga antigen dikenali oleh sel Tc dan selanjutnya mengaktivasi
sitokin. Pada vaksin yang diberikan untuk tujuan terapi, sel Tc yang telah
teraktivasi dapat melakukan lisis pada sel pejamu yang telah terinfeksi HIV.
23
Transformasi
Rekombian
pada Bakeri
Penyandi
E.Coli
Isolasi Plasmid
Protein
Skala
Besar
Sekuensing
TOP hasil
10
Plasmid
Isolasi
Elektroforesis
Gel Agarosa
Perhitungan
kosentrasi
Plasmid yang
dibutuhkan
Booster
dalam I
Booster II
Komposisi
Vaksin
HAMPER2
Vaksin
HA-MPER2
Glukan
Isolasi Plasmid
Skala Kecil
Elektroforesis
Gel Agarosa
Imunisasi Primata dan Pengambilan darah
Pengambilan darah
I (Pre Imunisasi)
24
yang disajikan sehingga jika suatu saat terdapat virus HIV yang menginfeksi,
virus tersebut sudah dapat dikenali secara spesifik dan dinetralisasi oleh antibodi
yang sebelumnya telah terbentuk pada saat vaksinasi.
Telaah pustaka dalam karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui
potensi respon imun humoral terhadap vaksin DNA HIV-1, khususnya dalam
menginduksi respon antibodi spesifik MPER2 -glukan
HIV-1. Untuk
25
5.1
KESIMPULAN
1.
2.
Punca Pluripoten
Teknik strategi implementasi menggunakan Vaksin HIV-1 MPER gp41
Pengkodean CTLA-4Ig Fusion Berbasis Sel Punca Pluripoten siRNA
Therapeutic Gen -Glukan Myrmecodia Pendans
5.2
SARAN
Dari gagasan tertulis ini perlu dilakukan tindakan aplikatif lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
26
Abbas, A.; Lichtman, A. (2012). Inmunologa celular y molecular, 5 ed.; p. 163188. Madrid: Elsevier.
Agustin, R. (2011). Pengidap HIV/AIDS Indonesia Mencapai 200 Ribu. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK. UI
Baratawidjaya, K. G., & Rengganis, I. (2006). Imunologi Dasar. Dalam P. D.
Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 235-241.
Bernstein E, Caudy AA, Hammond SM, Hannon GJ. (2001). Role for a bidentate
ribonuclease in the initiation step of RNA interference. Nature 409:363
366.
Birnboim, H. C.,& Doly, J. (2000). A Rapid Alkaline Lysis Procedure for
Screening Recombinant Plasmid DNA. Nucleic Acids Res., 7, 1513-1522.
Birnboim, H. (2008) A Rapit Alkaline Extraction Method for The Isolation of
Plasmid DNA. Methods Enzimol., 100,243-255.
Cogoni C, Macino G. (1999). Gene silencing in Neurospora crassa requires a
protein homologous to RNA-dependent RNA polymerase. Nature
399:166169
Directorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011).
Pengembangan
HIV/AIDS
sampai
dengan
Triwulan
2011.http://www.pppl.depkes.go.id/asset/download/SITUASI
II
tahun
AIDS
TERKINI. Pdf.
Dirjen P2PL Kemenkes RI. (2002). Laporan Kementrian Kesehatan Triwulan
Kesatu 2012. Diakses 21 Agustus 2013, dari Komisi Penanggulangan
AIDS
http://www.aidsindonesia.or.id/laporan-kementrian-kesehatan-
triwulan-kesatu-tahun-2013html
Djoerban, Z., Djauzi, S. (2006). HIV/AIDS di Indonesia. Dalam P. D. Indonesia,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FK. UI, 1803-1808.
27
Donelly, J. J., Wahren, B., & Liu, M. A. (2005). DNA Faccines: Progress and
Chalenges. J. Immunol., 175,633-639.
Esparza, J. (2001). An HIV Vaccine: how and when. Bulletine of the World Health
Organization, 1133-1137.
Fields, B. (2007). Fields Virologi, 5th ed. Philadelphia: Wolters Kluer
Health/Lippincott Williams & Wilkinds.
Frauwirth, K.; Thompson, CB. Activation and inhibition of lymphocytes by
costimulation. J. Clin. Invest. 2002; 109(3): 295-9.
Girard, M. (1994). Human Immunodeficiency Virus. Dalam S. A. Plotkin, & E. A.
Mortimer, Vaccines. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 824.
Girard, M.P., Osmanov, S., Assossou, O. M., & Kieny, M.-P. (2011). Humman
Immudeficiency
Virus
(HIV)
immunopathogenesis
and
vaccine
28
Lee YS, et al. (2004). Distinct roles for Drosophila Dicer-1 and Dicer-2 in the
siRNA/miRNA silencing pathways. Cell 117:6981.
Life Technologies Corporation.(2012). DNA and RNA Molecular Weights and
Conversions.
Dipetik
September
2013
dari
Invitrogen:
http://www.invitrogen.com/site/us/en/home/References/Ambion-TechSupport/rna-tools-and-calculators/dna-and-rna
-molecular-weights-and-
conversions.html
Lok, A.F.S.L. dan H.T.W. Tan. 2009. Tuberous, epiphytic, rubiaceous
myrmecophytes of Singapore. Nature in Singapore 2:231-236
Makeyev EV, Bamford DH. 2002. Cellular RNA-dependent RNA polymerase
involved in post-transcriptional gene silencing has two distinct activity
modes. Mol Cell 10:14171427.
Montero, M., van Houten.N. E., Wang, X., & Scott,J.K. (2008).The Membrane
Proximal External Region of the Human Immunodeficiency Virus Type 1
Envilope: Dominant Site of Antibody Neutralizing and Target for Vaccine
Design. Microbiol. Mol. Biol. Rev., 72,54-84.
Sahni,L.C., & Nagendra, C. A. (2004). HIV Vaccine Strategies-an Update. MJAFI
, 157-164.
Sijen T, Fleenor J, Simmer F, et al. 2001. On the role of RNA amplification in
dsRNA-triggered gene silencing. Cell 107:465476. Makeyev EV,
Bamford DH. 2002. Cellular RNA-dependent RNA polymerase involved
in post-transcriptional gene silencing has two distinct activity modes. Mol
Cell 10:14171427.
Soeksmanto, A., M.A. Subroto, H. Wijaya and P. Simanjuntak. 2010. Anticancer
Activity Test for Extracts of Sarang Semut Plant (Myrmecodya pendens)
to HeLa and MCM-B2 Cells. Pakistan Journal of Biological Sciences
13(3):148-151.
Tapas, AR., Kakde, RB. Sakarkar, DM. 2008. Flavonoids as Nutraceuticals.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research 7 (3): 1089-1099
29
Wang, XB.; Giscombe, R.; Yan, Z.; Heiden, T.; Xu, D.; Lefvert, AK. (2002).
Expression of CTLA-4 by human monocytes. Scand. J. Inmunol.
Wong-Staal, F. (2002).AIDS Vaccine Research. New York: Marcel Dekker.
World Health Organization. (2011). Global health sector strategy on HIV/AIDS
2011-2015. Prancis:WHO press.
BIODATA PENULIS
1. Ketua Penulis
Nama
30
JenisKelamin
NIM
Fakultas
Jurusan
No. Tlp.
AlamatUniversitas
Beberapa Karya Ilmiah
Laki-laki
10212008
Ilmu Kesehatan
S1 Keperawatan
085735572566
Jl. KH. Wahid Hasyim 65 Kediri
1. Nursing Care Agancy: Solusi Efektif
Perawatan Self Devisit Care (Tinjauan
Literatur, 2012).
2. RNAiTherapeutic Gen Spirulina Platensiss
ebagai ekspresi gena pada poliferasi sel
kangker paru (Tinjauan Literatur, 2012
2. Anggota I Penulis
Nama
Jenis Kelamin
NIM
Fakultas
Jurusan
No. Tlp.
AlamatUniversitas
Beberapa Karya Ilmiah
VellianaVanta Sari
Perempuan
10212022
Ilmu Kesehatan
S1 Keperawatan
08563665575
Jl. KH. Wahid Hasyim 65 Kediri
1. Nursing Care Agancy: Solusi Efektif
Perawatan Self Devisit Care (Tinjauan
Literatur, 2012).
2. RNAiTherapeutic Gen Spirulina Platensiss
ebagai ekspresi gena pada poliferasi sel
kangker paru (Tinjauan Literatur, 2012).