Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

PROMOSI KESEHATAN RENCANA AKSI NASIONAL (RAN)


PELAYANAN KB

Diajukan untuk memenuhi tugas CNP II


Pada Fakultas keperawatan
Universitas Padjadjaran

Irma Tri Mulia

220110120003

Viska Ayu Nirani

220110120026

Tiara Nurrarchmi P

220110120101

Era Sucia

220110120146

Widya Dahlia J

220110120154

Lathifani Azka220110120161

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
BANDUNG
2015

BAB I
SITUASI ANALISIS
Pada tahun 2014, Indonesia memiliki jumlah populasi keempat terbesar di dunia
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, yaitu sebanyak 252.124.458 jiwa. Peningkatan
jumlah penduduk ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
terjadinya jumlah perkawinan dan fertilitas yang tidak terkendali.
Badan

Kependudukan

dan

Keluarga

Berencana

Nasional

(BKKBN),

menemukan bahwa usia kawin pertama rata-rata wanita sekitar usia 21-22 tahun. Hasil
Sensus Penduduk tahun 2000, menunjukkan bahwa penduduk Indonesia didominasi
oleh kelompok usia produktif yaitu usia 15-59 tahun sekitar 65,03%. Disusul kemudian
oleh kelompok usia muda 0-14 tahun sebesar 30,43% dan kelompok usia tua di atas 65
tahun sebesar 4,54%. Kondisi tersebut relatif menetap, hanya proporsi penduduk
kelompok usia muda yang mengalami sedikit penurunan dan proporsi penduduk
kelompok usia produktif dan tua mengalami sedikit peningkatan. Median umur
penduduk menjadi menua, yaitu dari 23,78 tahun menurut hasil sensus penduduk tahun
2000 menjadi 27,2 tahun menurut hasil sensus penduduk tahun 2010. Dengan demikian,
maka penduduk Indonesia dapat dikategorikan sebagai penduduk intermediate, yaitu
transisi dari penduduk usia muda ke penduduk usia tua.
Kepala BKKBN, Fasli Jalal (2014), menyatakan bahwa tingginya jumlah
penduduk akan berdampak pada berbagai macam hal. Dampak tersebut diantaranya
berpengaruh terhadap jumlah ketersediaan lahan, jumlah ketersediaan energi,
ketersediaan lapangan pekerjaan, dan ketersediaan pangan. Selain dampak tersebut,
terdapat banyak masalah sosial yang dihadapi dengan jumlah penduduk yang tidak
terkendali. Salah satu dampak sosial yang muncul, yaitu angka kemiskinan yang
meningkat. Dampak lain yang muncul adalah masalah kesehatan yakni angka kematian
ibu dan anak yang meningkat setiap tahunnya. Oleh karenanya, dibutuhkan perhatian
dan penanganan yang serius termasuk pengaturan kehamilan agar tidak terjadi kondisi
kesehatan yang berisiko.
Keluarga Berencana (KB) merupakan program kesehatan pemerintah yang
dirancang oleh BKKBN sejak tahun 1987. Program pemerintah ini masih digunakan
dan terus mengalami pembaharuan untuk meningkatkan keberhasilan dalam mengontrol

pertumbuhan peduduk (BKKBN, 2011). Menurut UU Nomor 87 Tahun 2014, Keluarga


Berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak, usia ideal melahirkan, dan
mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Keuntungan

penggunaan

program

Keluarga

Berencana

adalah

untuk

mengantisipasi laju pertumbuhan penduduk, menekan angka kelahiran, dan usaha untuk
menurunkan angka kesakitan serta kematian ibu yang semakin tinggi akibat kehamilan
yang dialami wanita (Suratun, 2008). Pengguna KB akan mendapatkan 3 (tiga) manfaat
utama, baik untuk ibu, anak dan keluarga, antara lain: (1) Manfaat untuk ibu, yaitu
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, mencegah setidaknya satu dari empat
kematian ibu, menjaga kesehatan ibu, dan merencanakan kehamilan terprogram; (2)
Manfaat untuk anak, yaitu mengurangi risiko kematian bayi, meningkatkan kesehatan
bayi, mencegah kekurangan gizi pada bayi, tumbuh kembang bayi lebih terjamin,
kebutuhan ASI eksklusif selama 6 bulan relatif dapat terpenuhi, dan mendapatkan
kualitas kasih sayang yang lebih maksimal; (3) Manfaat KB untuk keluarga, yaitu
meningkatkan kesejahteraan keluarga dan keharmonisan keluarga lebih terjaga
(BKKBN, 2012).
Upaya promosi kesehatan sudah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai
promosi kesehatan, salah satunya terkait program Pelayanan Keluarga Berencana
dengan tujuan untuk meningkatkan status atau derajat kesehatan yang optimal. Indikator
keberhasilan derajat kesehatan salah satunya dilihat dari Angka Kematian Ibu dan Anak.
Program promosi kesehatan yang sudah dilakukan pemerintah terkait pelayanan KB
diantaranya pelayanan dan konseling, tim KB keliling, penyuluhan oleh kader-kader,
pelayanan dan konseling pada calon pengantin wanita, rujukan KB, dan Rencana Aksi
Nasional Pelayanan KB.
Program promosi kesehatan terkait dengan pelayanan Keluarga Berencana yang
selama

ini

dilakukan

pemerintah

ternyata

belum

sepenuhnya

menunjukkan

keberhasilan. Hal ini diihat dari jumlah penduduk dan angka kematian ibu dan anak
yang setiap tahunnya tidak terjadi penurunan yang signifikan sehingga dinilai belum
sesuai dengan target MDGs.
Dalam proses pelaksanaannya, program promosi kesehatan pemerintah terkait
dengan Keluarga Berencana masih mengalami beberapa hambatan. Hambatan tersebut,

diantaranya ketersediaan fasilitas pelayanan KB termasuk sumber daya atau kader-kader


yang kurang dan belum memiliki kompetensi di beberapa daerah. Saat ini rasio tenaga
kesehatan di Indonesia hanya 49 bidan per 100.000 penduduk. Padahal target yang
diinginkan oleh pemerintah adanya ketersediaan 100 bidan per 100.000 penduduk.
(Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2013). Faktor lain yang menghambat
adalah keterjangkauan pelayanan KB, penerapan metode kontrasepsi jangka pendek di
Indonesia, masih tingginya kejadian kehamilan yang tidak diinginkan, tingginya
kehamilan dan persalinan pada remaja perempuan, serta pengetahuan dan kepercayaan
masyarakat yang dinilai masih kurang tentang KB.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi situasi tersebut, antara lain
pembinaan dan pelatihan para kader-kader kesehatan di semua tempat pelayanan
kesehatan baik di provinsi, kota, kabupaten, dan desa terkait pelayanan KB untuk
meningkatkan kompetensi tindakan KB agar sesuai legal etik dan meningkatkan
kepuasan pasien. Selain itu, pemerataan tenaga kesehatan dan sarana prasarana di
berbagai pelosok di Indonesia, serta penyuluhan terkait Keluaraga Berencana dan aspek
budaya di Indonesia perlu dilakukan secara merata oleh tenaga kesehatan kepada
masyarakat.
Kajian situasi di atas, menunjukkan bahwa sejauh ini program promosi
kesehatan yang dilakukan Pemerintah Indonesia terkait dengan Keluarga Berencana
masih belum mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka
kelompok memandang penting untuk melakukan peninjauan kembali terhadap program
promosi kesehatan pemerintah terkait pelayanan Keluarga Berencana dengan
memberikan masukan yang konstruktif untuk meningkatkan keberhasilan program
promosi kesehatan tersebut. Menurut analisis yang kelompok lakukan, maka
perencanaan yang dapat dilakukan selanjutnya yaitu perombakan terkait faktor-faktor
yang menghambat masalah KB kepada berbagai pihak termasuk masyarakat melalui
program RAN atau Rencana Aksi Nasional Pelayanan Keluarga Berencana. Dimana
didalamnya terdapat berbagai kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan hasil yang
diharapkan oleh pemerintah. Program ini perlu dilakukan dengan serius dan merata agar
tujuan tersebut tercapai

BAB II
TUJUAN, POPULASI YANG MENJADI PERHATIAN,
HASIL DAN TUJUAN HASIL
2.1 Tujuan
1) Tujuan Umum
Rencana Aksi Nasional (RAN) Pelayanan KB ini disusun sebagai acuan untuk
memperkuat Pelayanan KB guna mendukung upaya percepatan pencapaian
target Millenium Development Goals (MDGs), meningkatkan kesehatan ibu,
dan meningkatkan akses universal terhadap pelayanan kesehatan reproduksi.
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus program promosi kesehatan pemerintah terkait Keluarga
Berencana (KB), meliputi:
a. Tersedianya acuan untuk mengembangkan dan melaksanakan berbagai
kegiatan untuk mempercepat pencapaian target pelayanan KB.
b. Tersedianya bahan advokasi untuk memperoleh dukungan dari berbagai
pemangku kepentingan terkait.
c. Terjadinya sinergitas kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh berbagai
pemangku kepentingan dalam memperkuat pelayanan KB.
2.2 Populasi yang Menjadi Perhatian
1) Sasaran Umum
Populasi yang menjadi perhatian atau sasaran dari program promosi kesehatan
pemerintah terkait KB, mencakup:
a. Kementerian dan lembaga di tingkat pusat yang berkepentingan dengan
pelayanan KB.
b. Lembaga di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota yang berkepentingan
dengan pelayanan KB.
c. Badan-badan dan organisasi non-pemerintah, baik di tingkat pusat maupun
daerah yang berkepentingan dengan pelayanan KB.
d. Lembaga-lembaga swadaya masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah
yang berkepentingan dengan pelayanan KB.
e. Lembaga-lembaga mitra pembangunan, baik yang bertaraf internasional,
nasional, maupun lokal di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota
2) Sasaran Khusus

Untuk dapat memenuhi kriteria secara kualitatif, BKKBN menetapkan populasi


sasaran dengan indikator sebagai syarat untuk mendapat pelayanan KB MKJP
gratis antara lain (BKKBN, 2013) :
a. Kader-kader kesehatan di berbagai pelosok daerah.
b. Pasangan Usia Subur (PUS) berusia antara 35-45 tahun
c. Keluarga yang telah memiliki 2 orang atau 3 orang anak.
d. Tidak dibatasi pada tahapan keluarga sejahtera.
2.3 Tujuan Hasil
RAN Pelayanan KB diharapkan dapat mendorong percepatan pencapaian
target MDGs, yaitu penurunan AKI, penurunan kelahiran bayi, dan terselenggaranya
akses universal terhadap pelayanan kesehatan reproduksi.

BAB III
STRATEGI, AKTIVITAS, OUTPUT, TUJUAN PROSES, DAN SUMBER DAYA
3.1 Strategi
Piagam Ottawa (Ottawa Charter) merupakan acuan bagi penyelenggaraan
promosi kesehatan di dunia termasuk di Indonesia. Strategi promosi kesehatan
menurut Piagam Ottawa (1986) terbagi menjadi empat, yaitu kebijakan berwawasan
kesehatan (healthy public policy), lingkungan yang mendukung (supportive
environment),

reorientasi

pelayanan

kesehatan

(reorient

health

service),

keterampilan individu (personnel skill), dan gerakan masyarakat (community


action).
Hasil pengkajian strategi pemerintah dalam program Rencana Aksi Nasional
(RAN) Pelayanan KB berdasarkan model aktivitas promosi kesehatan menurut
Piagam Ottawa didapatkan sebagai berikut:
1) Strategi 1: Penguatan komitmen para pemangku kepentingan, baik pemerintah
maupun non pemerintah, dalam penyelenggaraan pelayanan KB.
Berdasarkan strategi promosi kesehatan Ottawa Charter, strategi kesatu ini
masuk kedalam strategi kebijakan berwawasan kesehatan (healthy public
policy).
2) Strategi 2: Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas Pelayanan
KB, termasuk pelayanan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dan
konseling peningkatan permintaan pelayanan KB melalui perubahan nilai
tentang jumlah anak ideal dalam keluarga.
Berdasarkan strategi promosi kesehatan Ottawa Charter, strategi kedua ini
masuk kedalam strategi lingkungan yang mendukung (supportive environment).
3) Strategi 3: Penurunan unmetneed melalui peningkatan akses, konseling, dan
penguatan KB pasca persalinan serta penurunan ketidakberlangsungan
penggunaan kontrasepsi melalui peningkatan penggunaan Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang (MKJP) dan pembinaan KB.
Berdasarkan strategi promosi kesehatan Ottawa Charter, strategi ketiga ini
masuk kedalam strategi lingkungan yang mendukung (supportive environment).
4) Strategi 4: Penurunan kejadian kehamilan pada remaja usia 15-19 tahun melalui
pendewasaan usia nikah dan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi remaja.

Berdasarkan strategi promosi kesehatan Ottawa Charter, strategi keempat ini


masuk ke strategi gerakan masyarakat (community action).
3.2 Aktivitas
Berikut hasil analisis kami terhadap aktivitas program Rencana Aksi
Nasional (RAN) Pelayanan KB yang telah dilakukan pemerintah sebagai berikut:
1) Sesuai dengan tujuan hasil, maka strategi yang prioritas adalah strategi kedua
dan ketiga.
a. Program promosi kesehatan pada strategi kedua yakni :
(1) Memastikan tersedianya berbagai sumber daya dalam jenis, jumlah dan
mutu yang cukup untuk menyelenggarakan Pelayanan KB yang bermutu,
termasuk pelayanan KIE dan Konseling.
Berikut aktivitas program promosi kesehatan yang sudah dilaksanakan
oleh pemerintah: analisis klinis situasi KB dan pemetaannya,
memperkuat pelayanan KB di fasilitas klinik, meningkatkan jumlah
klinik KB yang memberikan pelayanan KB sesuai dengan SOP,
memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana KB, dan penyusunan buku
pedoman KB.
(2) Memastikan seluruh penduduk mampu menjangkau dan mendapatkan
Pelayanan KB yang dibutuhkan, termasuk pelayanan KIE dan Konseling.
Berikut aktivitas program promosi kesehatan yang sudah dilaksanakan
oleh pemerintah: Konseling pelayanan KB dan kegiatan pelayanan KB
wilayah khusus melalui kegiatan momentum pelayanan KB dalam JKN.
b. Program promosi kesehatan pada strategi ketiga yakni :
(1) Menyelenggarakan pelayanan KIE dan konseling secara sistematis,
efektif, dan bermutu untuk menanamkan nilai dua anak cukup,
meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pencegahan empat
terlalu, dan penerimaan terhadap pemakaian kontrasepsi.
Berikut aktivitas program promosi kesehatan yang sudah dilaksanakan
oleh pemerintah: Melalui kegiatan peningkatan pelaksanaan KIE KB
wawancara dan tatap muka, Penggerakan dan pembinaan akseptor di
lapangan melalui petugas lini lapangan, serta pengembangan promosi
dan konseling kesehatan reproduksi.
3.3 Output

Melalui kegiatan RAN ini, kader kesehatan dilakukan pembinaan dan


pelatihan untuk menyosialisasikan pelayanan KB agar dapat diakses dengan mudah
oleh semua ibu di semua kalangan dan penjuru kota maupun desa.
3.4 Tujuan Proses
Dapat merubah nilai masyarakat tentang jumlah anak ideal dalam keluarga
menjadi dua anak cukup, menguatnya pemahaman masyarakat tentang
pentingnya pencegahan empat terlalu, meningkatnya pemahaman masyarakat
tentang alat kontrasepsi, dan tersedianya tenaga kesehatan atau kader-kader yang
berkopetensi dalam melakukan pelayanan KB setelah dilakukan program RAN
(Rencana Aksi Nasional) Pelayanan KB sehingga diharapkan dapat menurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan terselenggaranya akses yang lebih mudah terhadap
pelayanan Kesehatan Reproduksi.
3.5 Sumber Daya
Pelaksana program promosi kesehatan ini meliputi dinas kesehatan,
perawat, bidan, dan kader-kader kesehatan lainnya dengan penanggung jawab
kementerian kesehatan RI.

BAB IV
INDIKATOR
Indikator Keberhasilan Pelayanan Keluarga Berencana
Pencapaian upaya akselerasi pencapaian target pelayanan keluarga berencana
diukur dengan indikator sebagai berikut:
1. Kesiapan layanan:
Sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 78
disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan
tenaga, fasilitas pelayanan, alat, dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga
berencana yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
a) Alat dan obat kontrasepsi (Alokon)
Pada saat ini pemerintah menyediakan secara gratis tiga jenis alokon di
seluruh wilayah Indonesia, yaitu kondom, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR), dan susuk KB. Sedangkan untuk jenis alokon lainnya juga tersedia
secara gratis bagi masyarakat miskin (Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga
Sejahtera 1). Namun ada sebagian masyarakat yang harus membayar sendiri
penggunaan alokon yang dibutuhkan.
b) Fasilitas Kesehatan
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar diharapkan
memberikan kontribusi terbesar dalam memberikan pelayanan KB di
masyarakat. Berdasarkan hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) 2011,
kegiatan pelayanan (Kesehatan Ibu dan Anak) KIA/ KB telah dilaksanakan
di puskesmas sekitar 97,5%. Namun, puskesmas yang petugasnya telah
mendapat pelatihan KB baru mencapai 58% dan hanya terdapat 32,2%
puskesmas yang memiliki kecukupan sumber daya dalam program KB.
Kecukupan sumber daya

tersebut meliputi kompetensi pelayanan,

ketersediaan petugas di puskesmas, ketersediaan pedoman dan Standar


Prosedur Operasional (SPO), dan bimbingan teknis.

2. Kualitas Layanan
a)

Pemilihan Metode.
SDKI (2007), rasio penggunaan non-MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang) dan MKJP setiap tahun semakin tinggi, atau pemakaian
kontrasepsi non-MKJP lebih besar dibandingkan dengan pemakaian
kontrasepsi MKJP. Padahal Couple Years Protection (CYP) non-MKJP yang
berkisar 1-3 bulan memberi peluang besar untuk putus penggunaan
kontrasepsi (20-40%).
Sementara itu CYP dari MKJP yang berkisar 3-5 tahun memberi peluang
untuk kelangsungan yang tinggi, namun pengguna metode ini jumlahnya
kurang banyak. Hal ini mungkin disebabkan oleh penggunaan metode ini
membutuhkan tindakan dan keterampilan profesional tenaga kesehatan yang
lebih kompleks.

b)

Kepuasan penggunaan KB
Salah satu yang memengaruhi kepuasan dalam menggunakan alat/ cara KB
adalah masalah/ efek samping yang timbul. Berdasarkan data SDKI (2007),
diperoleh data mengenai masalah yang timbul dalam pemakaian alat/ cara
KB menurut metode yang dipakai. Jenis Intra Uterine Device (IUD) yang
merupakan salah satu metode MKJP, paling sedikit menimbulkan keluhan
dibandingkan pil, suntikan, dan susuk KB.

3. Dampak
a) Pengetahuan Pengguna KB
Metode KB dapat dibedakan menjadi KB cara modern dan cara tradisional.
Metode KB cara modern adalah sterilisasi, pil, IUD, suntik, susuk KB,
kondom, intravagina/ diafragma, kontrasepsi darurat, dan Metode Amenorea
Laktasi (MAL). Sedangkan cara tradisional, misalnya pantang berkala dan
senggama terputus.
Berdasarkan SDKI (2012), bahwa suntik dan pil adalah cara KB modern
yang paling diketahui oleh masyarakat di semua golongan usia, termasuk
pada usia risiko tinggi di atas 35 tahun. Kedua jenis kontrasepsi tersebut
dinilai kurang efektif untuk mencegah kehamilan. Jenis kontrasepsi yang

efektif untuk mencegah kehamilan bagi wanita risiko tinggi adalah MKJP
seperti IUD, sterilisasi wanita, dan sterilisasi pria.
Sedangkan, berdasarkan jenis tempat tinggal, pengetahuan mengenai
sterilisasi, IUD, kondom, diafragma, kontrasepsi darurat, dan MAL di
perkotaan cenderung lebih tinggi. Adapun pil, suntik, dan implan di
perkotaan juga lebih tinggi, namun tidak jauh berbeda dengan di pedesaan.
Pada setiap tingkatan pendidikan, baik yang tidak sekolah, tidak tamat SD,
tamat SD, tidak tamat SMU+, maupun tamat SMU+, metode yang paling
diketahui adalah suntik dan pil. Sedangkan yang kurang diketahui, di setiap
tingkat pendidikan juga hampir sama, yaitu MAL, kontrasepsi darurat, dan
diafragma. Mengenai pil, suntik, dan susuk cenderung sama di tiap level
pendidikan, kecuali untuk yang tidak sekolah. Sedangkan sterilisasi, IUD,
dan metode lain cenderung semakin diketahui seiring meningkatnya
pendidikan (SDKI, 2012).
b) Total Fertility Rate (TFR)
TFR adalah gambaran tentang rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang
perempuan dari usia 15 sampai 49 tahun sampai masa akhir reproduksinya.
Data TFR berdasarkan hasil SDKI 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007, dan
2012, menunjukkan adanya penurunan dari 3 anak per wanita pada SDKI
1991 menjadi 2,6 anak pada SDKI 2002-2003. Angka TFR ini stagnan dalam
3 periode terakhir pemantauan SDKI (2002, 2007, & 2012). Dalam
pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2014
sebesar 2,36 maupun target MDGs 2015 sebesar 2,11. Dengan melihat hal
tersebut, tampaknya dibutuhkan upaya lebih sungguh-sungguh.
c) Age Specific Fertility Rate (ASFR)
ASFR untuk usia 15-19 tahun menggambarkan banyaknya kehamilan pada
remaja usia 15-19 tahun. Hasil SDKI 2012, ASFR untuk usia 15-19 tahun
adalah 48 per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun, sedangkan target yang
diharapkan pada tahun 2015 adalah 30 per 1.000 perempuan usia 15-19
tahun.

d) Drop-Out (DO) Rate KB


Drop-Out Rate KB adalah peserta KB aktif yang tidak melanjutkan
penggunaan kontrasepsi. Hasil SDKI 2012, angka ketidaklangsungan (dropout) dari tahun 2003 sampai 2007 penggunaan metode non-MKJP (pil 38,8%
dari 31,9% dan suntikan 23% dari 18,4%) lebih tinggi dibandingkan metode
MKJP (implant 5,7%-2,7% dan IUD 9,9% dari 8,9%) .
e) Contraceptive Prevalence Rate (CPR)
CPR adalah angka yang menunjukkan berapa banyaknya Pasangan Usia
Subur (PUS) yang sedang memakai kontrasepsi pada saat pencacahan
dibandingkan dengan seluruh PUS. Berdasarkan SDKI (2012), bahwa Angka
Kesertaan ber-KB (CPR) peningkatannya sangat kecil, hanya 0,5% dalam 5
tahun terakhir, baik pada semua cara KB maupun pada cara modern. Target
RPJMN 2014 untuk cara modern sebesar 60,1% dan MDGs 2015 sebesar
65%, namun capaian tahun 2012 baru sebesar 57,9%.
f) Unmet Need
Unmet need atau kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi adalah persentase
perempuan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi atau ingin
menunda kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat atau obat
kontrasepsi. Berdasarkan SDKI (2012), kelompok orang yang membutuhkan
pelayanan KB tetapi tidak mendapatkannya (unmet need) angkanya masih
tinggi, hanya turun 0,6% dalam 5 tahun terakhir, bahkan kalau dibandingkan
dengan capaian 10 tahun yang lalu hanya turun 0,1% (karena angka ini
sempat meningkat pada tahun 2007).
g) Maternal Mortality
Manurut WHO (2012) angka kematian ibu dari tahun 1990 mencapai
20.000, tahun 1995 mencapai 16.000, tahun 2000 mencapai 14.000, tahun
2005 mencapai

12.000 dan tahun tahun 2013 mencapai

tersebut telah menunjukan penurunan namun belum signifikan.

8.800. Data

Berdasarkan indikator di atas, maka kelompok menganalisis bahwa program KB


yang selama ini telah dilakukan oleh pemerintah belum sesuai dengan tujuan hasil. Hal
ini dapat dilihat dari persiapan pelayanan dari pemerintah yang telah mengadakan
pemberian alat dan obat kontrasepsi secara gratis. Sedangkan dalam bidang fasilitas
kesehatan KB yang telah dilaksanakan di Puskesmas, yaitu sebanyak 97,5%. Namun,
persentase petugas yang telah mendapatkan pelatihan KB baru mencapai 58 % sehingga
perlu adanya peningkatan kompetensi pelayanan dari petugas Puskesmas melalui
pelatihan kader-kader yang merata di setiap Puskesmas. Ditinjau dari tingkat
pengetahuan masyarakat tentang jenis-jenis KB, mayoritas pengetahuan masyarakat
terbatas pada jenis KB pil dan suntik, sedangkan jenis KB tersebut dinilai belum efektif
dalam mengendalikan jumlah kelahiran. Disamping itu, adanya persepsi masyarakat
Indonesia tentang efek samping penggunaan KB yang memengaruhi minat masyarakat
untuk mulai memakai KB ataupun melanjutkan penggunaan KB. Dengan demikian,
maka jumlah penurunan kelahiran bayi dapat dikatakan masih tidak signifikan dan
belum sesuai dengan target MDGs tahun 2015.
Menurut analisis kelompok, indikator-indikator keberhasilan program KB sudah
teruji (valid) dan terpercaya (reliabel) sesuai dengan tujuan hasil yang telah dibuat.
Selain itu, data-data yang kelompok dapatkan juga bersumber dari lembaga dan
organisasi terpercaya melalui survei dan dapat diakses seperti BKKBN, SDKI, dan
Kemenkes.
Berdasarkan data diatas, indikator program KB yang dilihat dari berbagai pihak
belum menunjukkan ketercapaian outcome. Berikut data yang dapat dijadikan asumsi
program KB masih belum efektif, yaitu:
1.

Kegiatan pelayanan KIA/ KB telah dilaksanakan di 97,5% puskesmas, namun


hanya beberapa puskesmas yang petugasnya telah mendapat pelatihan KB baru
mencapai 58% dan puskesmas yang memiliki kecukupan sumber daya untuk
pelayanan KB hanya 32,2%.

2.

TFR tahun 1991-2012 cenderung menurun, dari 3 menjadi 2,6. Sedangkan


target RPJMN 2014 sebesar 2,36 maupun target MDGs 2015 sebesar 2,11.

3.

ASFR untuk usia 15-19 tahun adalah 48 per 1.000 wanita usia 15-19 tahun,
sedangkan targetnya pada tahun 2015 adalah 30 per 1.000 wanita usia 15-19
tahun.

4.

Angka Kesertaan ber-KB (CPR) cara modern tahun 1991-2012 cenderung


meningkat dari 47,5% menjadi 57,9%, sedangkan target RPJMN 2014 sebesar
60,1% dan target MDGs 2015 sebesar 65%.

5.

Unmet need tahun 1991-2012 cenderung menurun dari 12,7% menjadi 8,5%,
sedangkan target RPJMN 2014 sebesar 6,5% dan target MDGs 2015 sebesar
5%

6.

Rasio non-MKJP/ MKJP tahun 1991-2012 justru cenderung meningkat dari 1,5
menjadi 4,5. Selain itu, angka drop out non MKJP juga cenderung lebih tinggi
dibandingkan MKJP.

7.

Menurut SDKI (2007) IUD yang merupakan salah satu MKJP, paling sedikit
(4.8 %) menimbulkan keluhan/ masalah dibandingkan pil (14,1 %), suntikan
(21,9 %), dan susuk KB (13,5%).

BAB V
PENINJAUAN PERENCANAAN PROGRAM
Berdasarkan penjelasan pada bahasan sebelumnya terkait program Pelayanan
KB di Indonesia, maka kelompok menyimpulkan bahwa program tersebut belum sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Oleh karena itu, maka kelompok
menyusun perencanaan yang mungkin dapat diaplikasikan untuk mengefektifkan
program promosi kesehatan peayanan KB tersebut.
Perencanaan kelompok ini ditinjau berdasarkan data yang diperoleh, yang
menunjukkan bahwa tujuan hasil pelaksanaan program KB dinilai masih belum efektif.
Dengan demikian, maka perlu adanya perencanaan ulang baik dari pihak pemberi
pelayanan dan dari masyarakatnya tersendiri.
Berdasarkan analisis kelompok terdapat beberapa perencanaan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan Program Pelayanan Keluarga Berencana
ini, diantaranya:
1.

Ditinjau dari pihak pemberi pelayanan kesehatan, disebutkan bahwa sudah terdapat
pemberian alat dan obat kontrasepsi secara gratis, namun hal masih belum jelas
strategi pembagiannya. Pembagian alokon gratis lebih diprioritaskan untuk
masyarakat menengah ke bawah. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama dengan
dinas kesehatan dan Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI) untuk
duduk bersama membicarakan bagaimana caranya atau menyusun strategi agar
sepenuhnya dapat memberi pelayanan KB gratis.

2.

Dalam meningkatkan kualitas petugas pelayanan kesehatan mengenai kompetensi


pelayanan, perlu juga diadakan pelatihan-pelatihan kader rutin di seluruh
puskesmas.

3.

Selain itu, untuk mengontrol atau mengecek keberhasilan program KB, sebaiknya
perlu adanya buku panduan khusus semua tentang KB kepada para ibu yg baru saja
melahirkan yang diberikan bersamaan dengan buku KIA.

4.

Puskesmas juga perlu mengadakan kegiatan rutin satu bulan sekali dengan kegiatan
puskesmasling (puskesmas keliling) untuk mengecek atau mengonrol pasangan usia
produktif atau KB aktif untuk tetap menggunakan KB.

5.

Dari pihak pemerintah perlu diadakan perlombaan tentang "Puskesmas Aktif BerKB". Perlombaan tersebut dinilai untuk membangun bina suasana para tugas
kesehatan untuk ikut berkontribusi dalam program ini.

6.

Dari pihak masyarakat, disamping diberikan adanya alokon gratis pada masyarakat
menengah ke bawah dan buku panduan lengkap KB, masyarakat masih perlu
mendapatkan penyuluhan mengenai pentingnya program KB. Hal ini dilakukan
karena mengingat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan jenis
pemakaian KB dinilai masih kurang. Penyuluhan ini dapat memberdayakan
masyarakat untuk ikut serta berperan aktif dengan tenaga kesehatan. Kegiatan
tersebut dapat dikolaborasikan dengan mengadakan pertunjukan drama atau teater
tentang pentingnya progam KB mengingat keberagamaan kebudayaan-kebudayan
di Indonesia.

7.

Promosi KB melalui iklan pemberdayaan masyarakat juga perlu dilakukan untuk


meningkatkan minat masyarakat dalam ber-KB yang inovatif.
Usulan-usulan yang sudah kelompok paparkan diatas, diharapkan mampu untuk

mencapai tujuan yang diharapkan pemerintah, terutama agar sesuai dengan target
MDGs.

DAFTAR PUSTAKA
BKKBN. 3 Manfaat Utama Program Keluarga Berencana. (2012, Mei 22). Dipetik 5
21,
2015,
dari
BKKBN:
http://gorontalo.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=19&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897.
Badan Pusat Statistik. (2012). Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
BKKBN. (2011). Sejarah BKKBN. Dipetik 5 21,
http://www.bkkbn.go.id/ViewProfil.aspx?ProfilID=21

2015,

dari

BKKBN:

BKKBN. (2013, November 16). Membahas Data KB. Dipetik Mei 27, 2015, dari
BKKBN:
http://kalsel.bkkbn.go.id/Lists/Artikel/DispForm.aspx?
ID=481&ContentTypeId=0x01003DCABABC04B7084595DA364423DE7897
Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. (2013). Rencana Aksi Nasional
Pelayanan Keluarga Berencana 2014-2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Indonesia, R. (2009). Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009. Jakarta: Sekretariat
Negara.
Kementrian Kesehatan. (2007). Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Kementrian Kesehatan. (2012). Laporan Nasional Riset Fasilitas Kesehatan 2011.
Jakarta: Badan Litbang Kesehatan.
Puspitasari, W. (2015, Mei Kamis). Dipetik 5 21, 2015, dari Antara News:
http://www.antaranews.com/berita/432027/bkkbn-nyatakan-laju-pertumbuhanpenduduk-masih-tinggi
WHO. (2013). Maternal Mortality in Indonesia. Dipetik Mei Senin, 2015, dari
http://www.who.int/gho/maternal_health/countries/idn.pdf?ua=1

Anda mungkin juga menyukai