Anda di halaman 1dari 11

HEPATOMA USIA MUDA

Emal Suhedi, Saptino Miro, Arnelis, Nasrul Zubir, Julius


Subbagian Gastroenterohepatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran,
Universitas Andalas / RS Dr.M.Djamil, Padang

Latar Belakang
Hepatoma merupakan jenis kanker yang banyak terdapat di Indonesia. Insiden hepatoma di Sumatra dan Jawa
merupakan salah satu insiden tertinggi di dunia, yaitu 1,31% dari jumlah autopsi dan 1,5% dari seluruh kejadian
kanker. Hepatocellular carcinoma jarang ditemukan pada usia muda, sering terjadi pada dekade ke-4 dan ke-5
terutama pada usia lebih tua, laki-laki lebih tinggi dari wanita (6:1). Penyebab tersering adalah infeksi virus
kronis baik

virus hepatitis B (5055%) ataupun

virus hepatitis C (2530%). Manifestasi klinis sangat

bervariasi, dari asimtomatik hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Keluhan utama
yang sering adalah sakit perut, rasa penuh atau rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang,
berat badan menurun serta rasa lemas.
Kasus
Seorang laki-laki umur 20 tahun dirawat dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak satu bulan sebelum
dirawat. Terdapat demam, penurunan berat badan, nafsu makan berkurang, merasa cepat kenyang disertai mual
dan muntah. Pasien tidak mengeluhkan adanya pembengkakan diperut kanan atas. Pada pemeriksaan, abdomen
tidak tampak membuncit, hepar teraba 4 jari bac, 7 jari bpx, konsistensi padat, pinggir tumpul, permukaan tidak
rata, nyeri tekan (+) dan lien S1. Pemeriksaan laboratorium ditemui SGOT/SGPT yang meningkat, HbsAg
positif, AFP > 200.000 ng.mL. Terdapat gambaran multipel nodul pada pemeriksaan USG dan CT scan
abdomen. Hasil biopsi menunjukkan hepatocellular carcinoma. HbsAg, anti HBs, anti HCV ibu pasien negatif.
Kesimpulan
Hepatoma usia muda pada pasien ini diduga akibat infeksi kronik virus hepatitis B yang kemungkinan
ditularkan dari lingkungan pada masa kecil.
Kata kunci : Hepatoma, Usia Muda, HBsAg

PENDAHULUAN
Karsinoma hepatoselular (KHS) merupakan kanker paling sering ke-enam diseluruh
dunia dan peringkat ketiga penyebab kematian karena kanker. KHS yang disebut juga
hepatoma adalah keganasan primer dari hati yang berasal dari hepatosit 1. Dari seluruh tumor
ganas hati yang pernah didiagnosis 85% KHS, 10% cholangiocarsinoma dan 5 % jenis
lainnya. KHS merupakan 5,6 % dari seluruh kasus kanker pada manusia yang menempati
peringkat kelima penyebab kanker pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan dan urutan
ketiga dari kanker

saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung 2. KHS

merupakan penyebab > 500.000 kematian pertahun3. Secara umum 75-80% KHS disebabkan
oleh infeksi virus kronis baik hepatitis virus B (5055%) ataupun hepatitis virus C (25
30%). Penyebab lain KHS adalah penyakit hati alkoholik dan penyakit-penyakit hati kronis
lain yang bisa menimbulkan sirosis hepatis4. Sebagai komplikasi akhir infeksi hepatitis B
kronis, KHS terjadi pada dekade ke-4 dan ke-5 terutama terjadi pada pasien lebih tua atau
telah berkembang sirosis hepatis.4 Faktor resiko lainnya yaitu : aflatoxin, obesitas, diabetes
mellitus dan alkohol.1
Hubungan antara infeksi kronik dan HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik
secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.4 Umur saat terjadi infeksi merupakan
faktor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini berakibat terjadinya persistensi
( kronisitas). Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi
kronis, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA kedalam DNA sel pejamu dan
aktivitas protein spesifik HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi in aktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan
tingkat karsinogenesitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh
kompensasi proliperatif merespon nekroinflamasi sel hati atau akibat dipicu oleh ekspresi
berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. Koinsidensi infeksi HBV
dengan pajanan agen onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya HCC
tanpa melalui sirosis hati (HCC pada hati non sirotik). Transaktifasi beberapa promoter
selular atau viral tertentu oleh gen x HBV(HBx) dapat mengakibatkan terjadinya HCC,
mungkin karena akumulasi protein yang disandi HBx mampu menyebabkan akselerasi
proliferasi hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan hepatosit oleh HBx melampaui
mekanisme protektif dari apoptosis sel. Genotip HBV ditengarai memiliki kemampuan yang
berbeda dalam mempengaruhi proses perjalanan penyakit.2,3,15.

Gambar 1. Mekanisme dasar biomarker dari aflatoksin dan HBV.15


Pada permulaannya penyakit ini berjalan perlahan dan banyak tanpa keluhan. Lebih
dari 75% tidak memberikan gejala-gejala khas bahkan penderita yang sudah ada kanker yang
besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.1,2 Keluhan utama yang sering adalah rasa
nyeri, kebanyakan penderita datang berobat dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan
diepigastrium atau pada kedua tempat tersebut, rasa nyeri tidak berkurang dengan pengobatan
apapun, sifat nyeri biasanya sebagai nyeri tumpul, tidak terus menerus tapi dapat bertambah
berat apabila bergerak. Benjolan diperut kanan atas atau diepigastrium tanpa atau dengan
disertai rasa nyeri. Perut membuncit, biasanya disebabkan oleh asites yang timbul karena
sirosis hati, penyebaran karsinoma hati kedalam peritoneum atau trombosis vena porta.1,3,4
Keluhan lain seperti badan terasa letih lesu, nafsu makan berkurang atau hilang, perasaan
selalu penuh diperut, penurunan berat badan yang cepat, konstipasi, diare, buang air kecil
seperti teh pekat, mata menguning, perasaan demam, sesak nafas dapat dirasakan akibat
besarnya tumor yang menekan diafragma atau sudah terdapat metastase paru. Nyeri tulang
menunjukkan adanya metastase ketulang. Keluhan dan gejala bervariasi dari asimtomatik
hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas, disertai gagal hati. 5,6 Pasien sirosis hati yang
makin memburuk kondisinya disertai keluhan nyeri dikuadran kanan atas atau teraba
pembengkakan lokal dihepar patut dicurigai menderita HCC atau pasien penyakit hati kronis

dengan HBsAg atau Anti HCV positif yang mengalami perburukan kondisi secara mendadak
juga harus dicurigai.7,8
Kadang-kadang penderita datang berobat dengan keadaan umum yang sedang tapi
umumnya penderita datang pada keadaan sudah lanjut dimana didapatkan adanya
hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi
otot. Sebagian pasien yang dirujuk dengan perdarahan varises esophagus atau peritonitis
bacterial spontan ternyata sudah menderita karsinoma hepatoselular.8,9
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan
diagnosis : (1).Tumor marker, Alfa fetoprotein merupakan protein serum normal yang
disintesis oleh sel fetal hati, sel yolksac dan sedikit oleh saluran gastrointestinal fetal. Nilai
normal AFP adalah 0-20 ng/ml. Bila kadar lebih dari 400 ng/mL diagnostik dan sangat
sugestif untuk KHS. (2).Ultrasonografi Abdomen, Sensitifitas USG Abdomen untuk
neoplasma hati sekitar 70-80%. Tampilan USG yang khas untuk KHS adalah gambaran
mosaic, formasi septum, bagian perifer sonolusen bayangan lateral dibentuk oleh
pseudokapsulfibrotik. (3).CT scan dan Angiografi, CT scan dengan atau tanpa kontras, pada
yang tanpa kontras, kapsul tumor tampak sebagai daerah hipoden yang tipis. Bila digabung
dengan angiografi maka ketepatan karsinoma makin tinggi. (4).Biopsi hati, konfirmasi
histologi sangat penting jika tumor telah terdeteksi dengan USG abdomen atau CT scan.2,8,11
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan
diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan jaringan melalui biopsi hati7,8.

Gambar 2. Algoritme diagnosis HCC.5


4

Metastasis dapat terjadi intrahepatik dan ekstra hepatik. Metastasis intrahepatik


biasanya terjadi secara hematogen, limfogen atau infiltrasi langsung. Metastasis ektrahepatik
dapat terjadi ke kelenjer limfe, hillus hati, mediastinum atau kelenjer limfe servikal, venavena besar (vena hepatica, vena porta, vena cava inferior), peritoneum, paru dan pleura,
lambung, duodenum, kandung empedu, pankreas , limfa, kelenjer adrenal dan tulang1,2,6,7.
Beberapa sistim staging yang dapat dipakai adalah : Tumor-Node-Metastasis (TNM),
Okuda Staging System, Cancer of Liver Italian Program (CLIP) Scoring System, Chinese
University Prognostic Indek (CUPI), Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging System.
1,2,3,6,10,11,12

Terapi karsinoma hepatoselular dapat dibagi atas dua bagian : (1).Terapi non bedah
seperti : Percutaneus ethanol injection (PEI),Radio frequency ablation (RFA),Transarterial
chemoambolization (TACE), Radioterapi, kemoterapi dan hormonal. (2).Terapi bedah
(Reseksi, Cryoablation, Transplantasi hati). Peranan terapi sistemik bermanfaat pada KHS
yang tidak mungkin dioperasi, KHS child pugh C dengan metastase ekstrahepatik, KHS
dengan ukuran > 5 cm dan KHS dengan jumlah > 4 nodul dengan ukuran 5 cm. Menurut
NCCN, Sorafenib menjadi pilihan lini pertama pada penderita KHS dengan Child pugh A
atau B, penderita yang inoperable, menolak operasi atau yang tidak layak transplantasi
hati.8,9,13

Gambar 3. Algoritme therapi HCC.4

Sebagian besar kasus KHS berprognosis buruk karena tumor yang besar/ganda dan
penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan dan ketidakmampuan penerapan terapi yang
berpotensi kuratif. Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati atau intervensi
spesifik mempengaruhi prognosis pasien KHS. Tanpa pengobatan biasanya terjadi kematian
kurang dari 1 tahun sejak keluhan pertama. Pada stadium dini yang dilakukan pembedahan
diikuti dengan pemberian sitostatika, umur pasien dapat diperpanjang antara 4-6 tahun,
sebaliknya KHS stadium lanjut kematian lebih cepat terjadi.8,9,10,13

TUJUAN PRESENTASI
Memaparkan suatu kasus hepatoma pada penderita usia muda
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien laki-laki, umur 20 tahun dirawat di bangsal penyakit dalam RSUP dr.
M. Djamil Padang sejak tanggal 17 Maret 2011 dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas
meningkat sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Keluhan nyeri ini sebenarnya sudah timbul
sejak 1 bulan yang lalu, nyeri terasa hilang timbul dan tidak berkurang walaupun pasien
sudah memakan obat penghilang rasa sakit, nyeri tidak menjalar, saat timbul nyeri pasien
sampai berkeringat dingin, nyeri tidak berhubungan dengan posisi dan aktifitas. Pasien
sebelumnya telah berobat di puskesmas, namun nyeri tidak berkurang, kemudian pasien di
rujuk ke RS M Djamil Padang.
Pasien juga mengeluhkan demam yang hilang timbul sejak 5 minggu sebelum masuk
RS, demam tidak terlalu tinggi, demam menggigil tidak ada, demam berkeringat tidak ada.
Keluhan bengkak pada perut kanan atas tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Penurunan
berat badan sejak 1 bulan ini, tetapi pasien tidak tahu berapa tepatnya penurunan berat
badannya. Mata kuning tidak ada. Batuk tidak ada. BAK seperti teh pekat tidak ada, BAB
hitam tidak ada. BAB biasa.
Riwayat sakit hepatitis tidak ada sebelumnya, Riwayat transfusi darah tidak ada.
Riwayat cabut gigi tidak ada, Riwayat keluarga yang menderita penyakit liver/Ca hati tidak
ada. Pasien anak ke enam dari enam bersaudara. Pendidikan tamat SMK. Pasien tidak
bekerja. Riwayat sering makan kacang-kacangan tidak ada. Riwayat merokok ada, kurang
lebih 8 batang perhari. Riwayat minum alkohol jarang.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan hemodinamik dalam keadaan stabil dengan
tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 84 kali permenit, nafas 20 kali permenit, suhu
6

37.1oC, keadaan gizi kurang dengan BMI 20.20 kg/m2, tidak dijumpai ikterik, spider naevi,
kolateral vein. Pada pemeriksaan abdomen tidak tampak membuncit tetapi pada palpasi
dijumpai hepar yang

teraba 4 jari bac, 7 jari bpx, konsistensi padat, pinggir tumpul,

permukaan tidak rata, nyeri tekan (+), bruit (-) dan lien S1. Pada pemeriksaan jantung dan
paru dalam batas normal. Ekstremitas tidak dijumpai oedema.
Pada pemeriksaan laboratorium Hb 14,9 gr/dl, leukosit 12.700/mm 3, Hematokrit 47
%, trombosit 170.000/mm.3 Ureum 23 mg/dl, Kreatinin 1,0 mg/dl, Na 135 mmol/L, Kalium
4,2 mmol/L, Ca 105 mmol/L, Protein total 6,4 g/dl, Albumin 3,5 g/dl, Globulin 2,9 g/dl,
bilirubin total 0,8 mg/dl, bilirubin direk 0,2 mg/dl, bilirubin indirek 0,6 mg/dl, SGOT 105
U/L, SGPT 98 U/L dan HbsAg positif, AFP : >200.000 ng/mL. Rontgen toraks : cor dan
pulmo dalam batas normal, tidak tampak tanda metastase. USG Abdomen : Kesan Hepatoma
dan Splenomegali. Hasil CT Scan Abdomen dengan kontras, hepar tampak gambaran
multipel nodul, lesi dengan densitas hipodens inhomogen, batas tidak tegas dan ukuran
bervariasi dilobus dextra dan sinistra, Lien besar dan bentuk normal, Ginjal besar dan
bentuk normal, kaliks tak melebar, batu tidak ada, Pankreas besar dan bentuk normal, Kesan :
Hepatoma. Hasil biopsi yang dilakukan menggambarkan suatu hepatocellular carcinoma.

USG

CT Scan

Histopatologi

DISKUSI
Pada kasus ini, hepatoma usia muda yang didapat pada seorang pasien lakilaki umur
22 tahun. Hepatoma atau karsinoma hati primer merupakan jenis kanker yang banyak
terdapat di Indonesia. Insidens hepatoma di Sumatra dan Jawa merupakan salah satu tertinggi
di dunia, yaitu 1,31% dari jumlah autopsi dan merupakan 1,5% dari seluruh kejadian kanker.
Frekuensi laki-laki lebih tinggi dari pada wanita (6:1) dan prevalensi terbesar terjadi di Asia.1
Hepatoma ditegakkan berdasarkan keluhan pasien adanya nyeri di perut kanan atas
yang mulai dirasakan pasien sejak 1 bulan yang lalu, hilang timbul, tidak dipengaruhi oleh
7

posisi dan aktivitas, tidak berkurang dengan obat penghilang rasa nyeri. Nyeri ini meningkat
sejak 1 minggu sebelum pasien masuk RS, hal inilah yang membuat pasien berobat ke RS.
Penurunan berat badan dirasakan pasien sejak 1 bulan terakhir. Penurunan nafsu makan
karena merasa cepat kenyang dan adanya mual dan muntah. Pasien tidak mengeluhkan
adanya pembengkakan diperut kanan atas. Dari beberapa kepustakaan disebutkan bahwa pada
permulaannya, penyakit ini berjalan perlahan dan banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75%
tidak memberikan gejala-gejala khas, bahkan pada penderita dengan ukuran kanker yang
besar sampai 10 cm pun tidak merasakan apa-apa.2,3 Keluhan utama yang sering adalah
keluhan sakit perut kanan atas atau epigastrium, rasa penuh ataupun rasa bengkak di perut
kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas.4,5
Pada pemeriksaan abdomen terlihat perut tegang dan teraba hepar 4 jari dibawah
arcus costarum dan 7 jari dibawah procesus xyphoideus, hepar teraba padat, rata, dan nyeri
tekan, bruit tidak ada. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan SGOT/SGPT,
kadar AFP serum > 200.000 ng/mL. Pada pemeriksaan USG diduga sebagai gambaran
hepatoma. Begitu juga dengan pemeriksaan CT Scan ditemukan adanya multipel nodul
dengan tepi yang irreguler dilobus kanan dan kiri hepar kesan hepatoma. Berdasarkan kriteria
diagnosis hepatoma oleh European Association for the Study of Liver Disease, diagnosis
hepatoma dapat ditegakkan jika dua pemeriksaan imaging positif dengan AFP > 200 ng/mL
tanpa diperlukan biopsi hepar.2,12 Namun biopsi hati tetap dapat dilakukan untuk grading
histopatologis.11
HbsAg pasien ini positif dan HbsAg, anti HBs, anti HCV ibu negatif. Hepatoma pada
pasien ini disebabkan infeksi kronik dengan virus hepatitis B yang kemungkinan ditularkan
dari lingkungannya pada masa kecil. Seperti dikatakan dalam beberapa lieteratur, HCC jarang
ditemukan pada usia muda kecuali diwilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi
transmisi HBV perinatal. Umumnya diwilayah dengan kekerapan HCC tinggi, umur pasien
HCC 10-20 tahun lebih muda dari pada umur pasien HCC di wilayah dengan angka
kekerapan tinggi.1,3 Infeksi HBV sebagai salah satu penyebab terpenting HCC, banyak
ditularkan masa perinatal atau masa kanak-kanak, kemudian terjadi HCC sesudah dua-tiga
dasawarsa.3 Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada janin, baik in utero
maupun segera setelah lahir. Penularan virus ini pada janin dapat terjadi dengan beberapa
cara yaitu : melewati plasenta, kontaminasi dengan darah dan tinja ibu pada waktu persalinan,
kontak langsung bayi baru lahir dengan ibunya, melewati air susu ibu pada masa laktasi.9,10
Angka tertinggi didapatkan bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilan
trimester III. Dilaporkan bahwa ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B dengan gejala
8

yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis. Sedangkan pada ibu-ibu hamil yang hanya
sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami virus B
antigenemia.11
Untuk terapi Hepatoma pada pasien ini pilihan utamanya adalah TACE. Pada
prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang datangnya bersama
aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga
diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah
baru yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut pembuluh
darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TACE ini menyumbat feeding artery.
Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis) yang
seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya
dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam
feeding artery. Lalu feeding artery ini disumbat (diembolisasi) dengan suatu bahan seperti gel
foam sehingga aliran darah ke kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan
oksigen ke sel-sel kanker akan terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum
dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans arterial chemotherapy yaitu memberikan obat
kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat yang
mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin mati dan
tak berkembang lagi. Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa
mencapai sampai 70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.13,14,15
Ada 4 fase perjalanan penyakit hepatitis B kronik : fase imunotolerans, fase
imunklirens, inactive carrier state dan fase reaktivasi. Pada fase imunotolerans praktis tidak
ada respon imun terhadap partikel virus hepatitis B sehingga tidak ada sitolisis sel-sel hati
yang terinfeksi dan tidak ada gejala.3,5 Pada fase imunoklirens didapatkan kadar transaminase
yang meningkat dan pada fase ini tubuh mulai memberikn respon imun terhadap hepatitis B
dan hal ini akan mengubah HBeAg yang positif menjadi negatif dan anti HBe menjadi
positif. Pada fase ini terjadi gejala klinik dan kenaikan transaminase dengan berbagai tingkat
mulai dari yang asimptomatik sampai dengan gejala klinik yang parah yang dapat terjadi
berulang kali. Pada fase ini dapat terjadi eksaserbasi akut yang disebut dengan flare. Bila
flare ini terjadi berulang kali maka sirosis hati akan cepat terjadi.3,5 Setelah fase imunklirens
ini berlangsung, penderita masuk ke dalam fase inactive carrier state di mana praktis tidak
ada gejala klinik, trasaminase biasanya normal, HBeAg negatif dan anti HBe positif. Tetapi
pada sebagian pasien, walaupun HBeAg negatif dan anti HBe positif tetapi replikasi virus
9

hepatitis B belum berhenti. Pasien-pasien ini mengidap infeksi hepatitis B dengan mutant pre
core, virus yang telah mengalami mutasi ini tidak mampu membuat HBeAg tetapi anti HBe
tetap dibentuk oleh host karena pada tingkat sel T respon imunologik terhadap HBcAg dan
HBeAg sama.3,5 Pada pasien dengan VHB tipe liar, serokonversi HBeAg menjadi anti HBe
merupakan pertanda baik dan kemungkinan untuk terjadi sirosis dan hepatoma kecil.9 Pada
pasien-pasien dengan infeksi VHB mutant pre core karena masih adanya aktivitas penyakit
dan jumlah partikel virus masih tinggi, maka lebih sering terjadi sirosis dan hepatoma.3,5
Pasien ini dirawat selama 18 hari dan pasien pulang atas permintaan keluarga, 10 hari
kemudian pasien kembali dengan kondisi yang lebih berat dan meninggal setelah beberapa
jam dirawat di rumah sakit.
KESIMPULAN
Dari kasus ini, nampak bahwa hepatoma usia muda mempunyai prognosis yang sangat jelek,
walaupun pasien datang hanya dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan tanpa didukung
oleh data-data keluhan lain yang menyokong kearah suatu karsinoma hepar, dipikirkan
penyebab hepatoma usia muda pada pasien ini diduga akibat infeksi kronik virus hepatitis B
yang kemungkinan ditularkan dari lingkungan pada masa kecil. Terapi yang paling tepat pada
pasien ini adalah TACE (TransArteryChemoEmbolisation).

DAFTAR PUSTAKA
1. Budihusodo U. Karsinoma Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid
I. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006: 457-461.
2. Jordi Bruix And Morris Sherman. Management Of Hepatocellular Carcinoma: An
Update AASLD Practice Guideline. Hepatology, 2010
3. Brian I. Hepatocellular Carcinoma Diagnosis And Treatment;2nd ed. USA; Humana
Press; 2010.
4. Lau WY. Hepatocellular Carcinoma; The Chinese University Of Hong Kong; Hong
Kong ; World Scientific Publishing; 2008.
10

5. Knawy B.A, Reddy K.R, Bolondi L. Hepatocellular Carcinoma A Practical Approach;


New York; Informa healthcare; 2009.
6. Jordi Bruix, Concepci Bru and Josep M. Llovet. Hepatocellular Carcinoma,Hepatology
a textbook of liver disease ; 5th ed;vol 1; Sauders ; 2006
7. Sulaiman A, dkk. Gastroenterohepatologi. Cetakan kedua, Sagung Seto. 1997 : 370-384
8. Wong CH. Chronic Hepatitis B infection and liver cancer. Biomedical Imaging and
intervention Jornal. 2006 : 1-4
9. Chun JL. Hepatitis B Virus-related Hepatocellular Carcinoma: Epidemiology and
Pathogenic Role of Viral Factor. J Chin Med Assoc. Vol 70. No 4. April 2007. 141-145
10. Ajay B, et al. Hepatocellular carcinoma among patients diagnosed with and without
hepatitis B surface antigenaemia in a Nigerian tertiary hospital. African Journal of
Microbiology Research. Vol 1 . December, 2007: 121-124
11. Franca A. VC et al. Diagnosis, Staging and treatment of hepatocellular Carcinoma.
Brazillian Journal of Medical Review and Biological Research. 2004: 1689-1705
12. Budihusodo U. Tumor Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jayabadi.
Jakarta. 2007: 469-479
13. Chan A.O et al. A prospective study Regarding the Complication of Transcatheter Intra
Arterial Lipiodol Chemoembolization in Patient with hepatocellular Carcinoma. Cancer.
2002 : 1747
14. Stuart K E. Sistemic Treatment for Advenced Hepatocellular Carcinoma. Up To Date
2002.
15. Spengler Ulrich. Diagnosis, Prognosis & Therapy of Hepatocellular Carcinoma. Dalam :
Hepatology 2009. Flying Publisher . Jerman. 2009: 321-334

11

Anda mungkin juga menyukai