Anda di halaman 1dari 6

BAB III

ASPEK HUKUM DAN PERIZINAN


Aspek hukum disini menyangkut legalitas kepemilikan benda yang tidak bergerak yakni
sebidang tanah atau lahan yang berlokasi di Jl.Badak Agung Renon . Dalam bisnis properti aspek
aspek yang perlu ditinjau adalah sebagai berikut :
3.1 Aspek Hukum Kepemilikan Tanah.
Sudah terdapat Bukti surat, bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah.
3.2 Perizinan.

Lokasi Site

Dari hasil study Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah kota Denpasar, didapat
keterangan bahwa Land Use/lokasi tapak tanah

peruntukannya untuk wilayah pemukiman,

sehingga sangat tepat bila dibangun kawasan perumahan pada wilayah ini.
A.Dasar Hukum
Dasar hukum yang melandasi pembangunan pemukiman di kawasan badak agung renon ini
diantaranya :
1. Kota Denpasar, memiliki Dokumen RIK tahun 1971, Dokumen RIK tahun 1981, Perda RUTR
Kota No.11 tahun 1992, Dokumen RTRWK tahun 1993, dan Perda RTRWK No.10 tahun 1999;
2. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali
1. Bagian Kedua Kawasan Budidaya Pasal 22
1.

Pengembangan kawasan budidaya seluas 365.884 ha (64,7%) luas Provinsi,


mencakup :
a. kawasan hutan produksi
b. kawasan pertanian;
c. kawasan pariwisata dan obyek dan daya tarik wisata khusus (ODTWK);
d. kawasan industri;
e. kawasan permukiman;
f. kawasan pertambangan;
g. kawasan pertahanan dan keamanan

2. Bagian Kedua Kawasan Budidaya Pasal 27


1.

Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf e


merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan permukiman atau didominasi
oleh lingkungan hunian, terdiri atas permukiman perkotaan dan permukiman
perdesaan, lokasinya tersebar di seluruh wilayah Kabupaten/Kota seluas 51.886 ha
(9,2%) luas Provinsi.

2.

Kriteria penetapan kawasan permukiman mencakup :


a. letak, tidak terletak di kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah;

b. kemampuan menyediakan tempat berusaha/bekerja;


c. ketersediaan sarana dan prasarana permukiman;
d. aksesbilitas;
e. jaminan kesehatan lingkungan;
f. ketersediaan kegiatan rekreatif;
g. keamanan fisik geografis/tidak rawan bencana;
h. kemampuan untuk berkembang dan menerima masukan teknologi.
3.

Gubernur menyediakan bantuan atau dukungan penerapan hasil penelitian dan


pengembangan teknologi di bidang permukiman dan perumahan, dan arsitektur
bangunan jatidiri kawasan.

3. Bagian Ketiga Paragraf 2 Kawasan Peruntukan Perumahan dan Permukiman Pasal 44


1.

Kawasan peruntukan perumahan dan permukiman sebagaimana dimakud dalam


Pasal 43 ayat (1) huruf a, dikembangkan seluas kurang lebih 5.900 (lima ribu
sembilan ratus) hektar atau 46,24% (empat puluh enam koma empat satu perseratus)
dari luas wilayah kota terdiri atas:
a. perluasan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman;
b. bentuk-bentuk pengembangan kawasan perumahan dan permukiman;
c. pengaturan kepadatan kawasan perumahan dan permukiman;
d.

peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman; dan

e. perlindungan kawasan perumahan dan permukiman khusus.


2.

Perluasan pengembangan kawasan perumahan dan permukiman sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi
ruang, terdiri atas:
a. intensifikasi ruang-ruang kosong pada kawasan permukiman yang telah
berkembang serta pada kawasan yang telah dikembangkan melalui konsolidasi
lahan di seluruh wilayah kota; dan
b. ekstensifikasi ruang permukiman baru dikembangkan melalui pengkaplingan
skala kecil, pengembangan perumahan, konsolidasi lahan, kaveling siap bangun
(kasiba) maupun lingkungan siap bangun (lisiba) di seluruh wilayah kota.

3.

Bentuk-bentuk pengembangan kawasan perumahan dan permukiman sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. mengakomodasi

keberadaan

permukiman

tradisional

Bali,

kelompok

permukiman semi tradisional dan kelompok pembangunan baru, pembangunan


perumahan oleh pengembang, kapling siap bangun, rumah toko (ruko), rumah
kantor (rukan), rumah dengan kamar sewa (kamar kost), rumah sewa, dan tanah
sewa di seluruh wilayah kota;
b. perumahan

tipe

tradisional

yang

ada

di

tiap

pusat-pusat

unit

lingkungan/permukiman tetap dipertahankan dengan peningkatan aksesibilitas


dan sarana prasarana pendukungnya;
c. mengarahkan permukiman dan perumahan yang dapat difungsikan sebagai
tempat usaha dalam bentuk rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) atau rumah
usaha lainnya di pusat-pusat kegiatan sosial ekonomi skala wilayah, skala Kota,
skala Kecamatan, skala desa/kelurahan maupun skala Lingkungan serta di
sepanjang jalan-jalan utama Kota, Kawasan dan zona efektif pariwisata; dan
d. mengarahkan permukiman dan perumahan bertingkat bertipe susun pada
kawasan-kawasan diluar permukiman tradisional, yang dilengkapi dengan kajian
teknis dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.
4.

Peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan permukiman sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. revitalisasi (peremajaan) kawasan perumahan kumuh (slums) dan kawasankawasan

dengan

lingkungan

yang

tidak

teratur

di

seluruh

wilayah

kota;penertiban lingkungan perumahan liar (squatter) di seluruh wilayah kota;


b. penataan dan peningkatan kualitas lingkungan perumahan pada kawasan yang
tidak terjangkau jaringan jalan kendaraan roda empat;
c. integrasi kawasan perumahan milik pemerintah dengan lingkungan sekitarnya di
seluruh wilayah kota; dan
d. Perlindungan kawasan perumahan dan permukiman khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e, mencakup pengaturan lingkungan perumahan
atau bangunan khusus yang mempunyai nilai historis dan nilai budaya pada
kawasan heritage dan pusat-pusat permukiman tradisional.

5.

Lingkungan hunian berimbang diatur dalam UU No.1/2011 tentang Perumahan dan


Kawasan Permukiman pada Pasal 34 hingga 37:
a. Pasal 35
(1) Pembangunan perumahan skala besar dengan hunian berimbang meliputi
rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah dengan perbandingan
1:2:3
(2) Ketentuan mengenai hunian berimbang diatur dengan Peraturan Menteri.
b. Pasal 36
(1) Dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam
satu hamparan, pembangunan rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah
kabupaten/kota.
(2) Pembangunan rumah umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mempunyai akses menuju pusat pelayanan atau tempat kerja.
(3) Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
peraturan daerah.
(4) Pembangunan perumahan dengan hunian berimbang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang sama.
c. Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai perumahan skala besar dan kriteria hunian
berimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 diatur
dengan Peraturan Menteri.

Anda mungkin juga menyukai