Surveilans adalah upaya/ sistem/ mekanisme yang dilakukan secara terus menerus dari suatu
kegiatan pengumpulan, analisi, interpretasi,dari suatu data spesifik yang digunakan untuk
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program ( Manajemen program kesehatan)
Istilah surveilans digunakan untuk dua hal yang berbeda.
Pertama, surveilans dapat diartikan sebagai pengawasan secara terus-menerus terhadap faktor
penyebab kejadian dan sebaran penyakit, dan yang berkaitan dengan keadaan sehat atau sakit.
Surveilans ini meliputi pengumpulan, analisis, penafsiran, dan penyebaran data yang terkait, dan
dianggap sangat berguna untuk penanggulangan dan pencegahan secara efektif. Definisi yang
demikian luas itu mirip dengan surveilans pada sistem informasi kesehatan rutin, dan karena itu
keduanya dapat dianggap berperan bersama-sama.
Kedua yaitu menyangkut sistem pelaporan khusus yang diadakan untuk menanggulangi masalah
kesehatan utama atau penyakit, misalnya penyebaran penyakit menahun suatu bencana alam.
Sistem surveilans ini sering dikelola dalam jangka waktu yang terbatas dan terintegrasi secara
erat dengan pengelolaan program intervensi kesehatan. Bila informasi tentang insidens sangat
dibutuhkan dengan segera, sedangkan sistem informasi rutin tidak dapat diandalkan maka sistem
ini dapat digunakan. (Vaughan, 1993).
a. Menurut WHO :
Surveilans adalah : Pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara sistematis dan terus
menerus, serta desiminasi informasi tepat waktu kepada pihak pihak yang perlu mengetahui
sehingga dapat diambil tindakan
yang tepat.(Last, 2001 dalam Bhisma Murti, 2003 )
b. Menurut Centers for Disease Control ( CDC ), 1996.
Surveilans adalah : Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan
terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan
masyarakat, dipadukan dengan desiminasi data secara tepat waktu kepada pihak pihak yang
perlu mengetahuinya.
Defenisi Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara
sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data kesehatan dalam proses menjelaskan
dan memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan
pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan
kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat
tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. (Noor,1997). Surveilans
epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas distribusi, dan kecenderungan suatu
penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya
yang secepat-cepatnya (Gunawan, 2000).
Surveilans Epidemiologi adalah pengumpulan dan analisa data epidemiologi yang akan
digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan dalam bidang pencegahan dan penanggulangan
penyakit yang meliputi kegiatan :
1. Perencanaan Program Pemberantasan Penyakit.
Mengenal Epidemiologi Penyakit berarti mengenal apa yang kita hadapi dan mengenal
perencanaan program yang baik.
2. Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit.
Bagaimana keadaan sebelum dan sesudah dan sesudah program dilaksanakan sehingga dapat
diukur keberhasilannya menggunakan data sueveilans epidemiologi.
3. Penanggulangan wabah Kejadian Luar Biasa.
Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib dilakukan oleh setiap instansi
kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan Propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan
lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural. Mekanisme kegiatan
Surveilans epidemiologi Kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan
terus menerus. Surveilans beralasan untuk dilakukan jika dilatari oleh kondisi kondisi berikut (
WHO, 2002 ) :
1. Beban Penyakit ( Burden of Disease ) tinggi, sehingga merupakan masalah penting kesehatan
masyarakat.
2. Terdapat tindakan masyarakat yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
3. Data yang relevan mudah diperoleh
4. Hasil yang diperoleh sepadan dengan upaya yang dilakukan ( pertimbangan efisiensi ).
Dengan system surveilans yang peka terhadap perubahan-perubahan pola penayakit di suatu
daerah tertentu dapat mengantisipasi kecenderungan penyakit di suatu daerah.
2.
Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan
kesehatan lain, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan masyarakat, dan petugas
kesehatan lain; Survei khusus; dan pencatatan jumlah populasi berisiko terhadap penyakit yang
sedang diamati. Tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan.
Tujuan pengumpulan data adalah menentukan kelompok high risk; Menentukan jenis dan
karakteristik (penyebabnya); Menentukan reservoir; Transmisi; Pencatatan kejadian penyakit;
dan KLB.
b. Pengelolaan data
Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data) yang masih perlu
disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam
bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Kompilasi data tersebut
harus dapat memberikan keterangan yang berarti.
c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan
Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi untuk
memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat.
d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik
Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan yang cukup jelas dan sudah
disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada semua pihak
yang berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya.
e. Evaluasi
Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan,
penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up),
untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta
untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.
3.
Sumber daya
Hambatan yang paling menonjol dari hasil penelitian ini adalah sumber daya
manusia. Hambatan yang berhasil di identifikasi berdasarkan persepsi renponden adlah sebagai
berikut ;
Jumlah tenaga yang kurang untuk mengcover kegiatan PE
Banyaknya tugas rangkap.
Sarana Komputer, biasanya komputer bergantian untuk menyelesaikan tugas lain.
4)
Kebijakan
Dana
Kegiatan surveilans ini tidak membutuhkan dana yang sedikit juga. Sering kali
permasalahan dana menjadi penghambat dalam melakukan surveilans.
7)
Lokasi yang jauh dari perkotaan dan minimnya transportasi membuat kegiatan surveilans
terhambat. Sering kali jarak membuat kegiatan surveilans berlangsung berhari-hari karena
transportasi yang minim dan jarak yang jauh. Kondisi jalan juga mempengaruhi.
4.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang
sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Penyakit ini mempunyai perjalanan
penyakit yang cepat, mudah menyebar dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat.
Prediksi kejadian demam berdarah dengue di suatu wilayah, selama ini dilakukan berdasarkan
stratifikasi endemisitas, pola maksimalminimal dan siklus 35 tahun sesuai dari data Surveilans
epidemiologi. Cara prediksi ini terdapat kelemahan karena berubahnya data menjelang musim
penularan DBD dan belum adanya data faktor risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat.
Data faktor risiko DBD dapat digunakan untuk menentukan jenis intervensi, sehingga kejadian
DBD dapat dicegah sesuai konsep kewaspadaan dini.
Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih diolah secara manual dan
semi otomatis dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan
penyajian dalam bentuk peta belum dilakukan. Berdasarkan kenyataan tersebut, dikembangkan
sistem surveilans epidemiologi DBD untuk kewaspadaan dini berbasis Sistem Informasi
Geografis (SIG).
Pada sistem ini, dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui Rapid Survey pada saat
menjelang musim penularan untuk mendapatkan data terbaru untuk menentukan jenis intervensi.
Dengan SIG, dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan lain, dan dengan
teknik overlayer dapat dilakukan perencanaan maupun evaluasi program pemberantasan DBD.
Dalam masalah penyakit DBD, surveilans penyakit mencakup empat aspek yaitu
(1)surveilans kasus, (2) vektor (termasuk ekologinya), (3) peran serta masyarakat dan (4)
tindakan pengendalian. Program surveilans epidemiologi DBD meliputi surveilans penyakit
yang dilakukan dengan cara meminta laporan kasus dari rumah sakit dan sarana kesehatan serta
surveilans vektor yang dilakukan dengan melakukan penelitian epidemiologi di daerah yang
terjangkit DBD. Pelaksanaan surveilans epidemiologi vektor DBD untuk deteksi dini biasanya
dilakukan penelitian di tempat-tempat umum; sarana air bersih; pemukiman dan lingkungan
perumahan; dan limbah industri, RS serta kegiatan lain. Kegiatan di atas dilakukan oleh petugas
kesehatan, juru pemantau jentik dan tim pemberantasan nyamuk di sekolah dan masyarakat.
Sebagai indikator keberhasilan program tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Surveilans
epidemiologi penyakit DBD memegang peranan penting dalam upaya memutus mata rantai
penyakit DBD. Namun, pada kenyataanya belum berjalan dengan baik disebabkan karena faktor
eksternal dan internal, misalnya petugas puskesmas tidak menjalankan tugas dengan
sebagaimana mestinya dalam melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).
Berdasarkan surveilans epidemiologi DBD yang telah dilakukan peningkatan dan
penyebaran jumlah kejadian penyakit DBD ada kaitannya dengan beberapa hal berikut:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
2. Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali
3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis
4. Peningkatan sarana transportasi
dalam
surveilans
epidemiologi
(Kepmenkes
RI
1. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor
pemerintah dan masyarakat.
3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat
4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan geofisika
5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
6. Data kondisi lingkungan
7. Laporan wabah
8. Laporan penyelidikan wabah/KLB
9. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan
10. Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya
11. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan
kesehatan dan masyarakat.
12. Laporan kondisi pangan
4. Dokumentasi: cara pengumpulan data dengan melihat/mengacu pada dokumentasi atau catatan
masalah kesehatan serta data hasil penelitian.
Alat:
Alat catatan
Pustaka atau referensi
Contoh: dokumen dari pusat pelayanan kesehatan tentang kejadian suatu masalah kesehatan yang
terjadi diwilayahnya.
Analisis data yang biasa digunakan dalam surveilans DBD meliputi langkah langkah sebagai
berikut:
1) Survey,
2) analisa system,
3) desain , mengimlementasikan model yang diinginkan pemakai
4) Implementasi , mempresentasikan hasil desain kedalam pemograman
5) Uji coba desain
6) Testing akhir
7) Deskripsi pengoprasian
8) Konversi database
9) Instalasi
Kendala yang dialami selama ini dalam analisis data adalah penyampaian informasi hasil
PE oleh Puskesmas ke DKK. Kendala tersebut yaitu keterlambatan penyampaian hasil PE (lebih
dari satu minggu). Tindak lanjut dari PE yang dilakukan oleh DKK , yaitu fogging atau
pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Laporan kasus DBD seharusnya dilakukan dalam kurun
waktu 1x 24 jam, namun pada kenyataannya lebih dari itu. alur pelaporan kasus DBD dimulai
dari masyarakat dan dari petugas kesehatan / RS ataupun klinik lainnya kemudian dilanjutkan
pelaporan ke puskesmas , dari puskesmas akan diteruskan laporannya ke Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota.
Berdasarkan survey kebutuhan dan analisis system terhadap system surveilans dan cara
pencatatan dan pelaporan penyakit demam berdarah mulai dari masyarakat , Puskesmas dan
kemudian ke Dinas Kesehatan maka sitem yang dikembangkan adalah suatu system informasi
surveilans epidemiologi yang bersifat multi user dengan model modular. Adapun model tersebut
mencakup modul pemasukan kasus, modul pemasukan pengamatan, modul masukan pengamatan
jentik berkala, modul penyelidikan Epidemiologi (PE), modul pencatatan fogging, modul Pokja
DBD, modul pemasukan data jumlah penduduk dan modul pelaporan.
Hasil pemasukan data dari modul modul diatas akan menghasilkan laporan laporan yaitu:
angka bebas jentik(ABJ), proporsi penyakit DBD per jenis kelamin, proporsi penyakit DBD per
golongan umur, laporan House indek, laporan incidency rate DBD, laporan case fatality rate,
laporan pelaksanaan PSN, laporan hasil PE dan laporan pelaksanaan fogging.