Anda di halaman 1dari 17

1.

Anatomi Sinus Paranasal

SINUS PARANASALIS
Merupakan rongga-rongga yang terletak di sekitar hidung, tepatnya di dalam maxilla, os
frontal, os sphenoid dan os ethmoid. Sinus merupakan evaginasi/ penonjolan dari cavitas
nasi.
Macam-macam sinus paranasalis:
1. sinus frontal

Sinus yang terdapat di os frontal. Sinus ini sering meluas sampai ke atap orbita
Bermuara pada meatus nasi medius melalui ductus frontonasalis
2. sinus maxillaries
merupakan sinus paranasalis terbesar, terdapat di corpus maxilla, berbentuk
seperti pyramida berbaring, dimana apexnya di sebelah lateral
Lantai atau dasarnya - 1 cm lebih rendah dari lantai cavitas nasi
Muaranya terdapat pada meatus nasi medius, yaitu pada hiatus semilunaris
3. sinus sphenoidalis
Terdapat di dalam corpus sphenoidale dan dapat meluas ke os occipital
Bermuara pada recessus sphenoethmoidalis
4. sinus ethmoidalis
Terdiri dari beberapa ruangan ( 4-17), sehingga menyerupai sarang lebah.
Terletak di dalam labyrinthus ethmoidalis, diantar orbita dan cavitas nasi
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung
sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus
maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus
ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan
semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka media dan konka inferior
rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus
maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.
Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap
berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak
belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media
terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.
A. Sinus Maksilaris
- Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I
- Bentuknya piramid, daar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada pars
zygomaticus maxillae.
- Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa.
- Berhubungan dengan :
a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika
dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.
c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.
B. Sinus Ethmoidalis
- Terbentuk pada usia fetus bulan IV.
- Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae,
dindingnya tipis.
- Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata
- Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika terjadi
infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb).
b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada
sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi
Brill Hematoma.

c. Nervus Optikus.
d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
C. Sinus Frontalis
- Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.
- Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.
- Volume pada orang dewasa 7cc.
- Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).
- Berhubungan dengan :
a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.
b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.
c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.
D. Sinus Sfenoidalis
- Terbentuk pada fetus usia bulan III.
- Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.
- Volume pada orang dewasa 7 cc.
- Berhubungan dengan :
a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.
b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.
c. Tranctus olfactorius.
d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)
2. Fisiologi Sinus Paranasal

Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga
bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak.
- Sebagai pengatur udara (air conditioning).
- Peringan cranium.
- Resonansi suara.
- Membantu produksi mukus.
3. Histologi sinus paranasal
4. Sinusitis
a. Definisi
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Sesuai dengan anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maksila,
sinusitis ethmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.
Paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid, sedangkan
sinusitis frontal dan sinisitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan
sinus ethmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum
b. Etiologi
1. Sebab-sebab lokal
Sebab lokal sinusitis supurativa :
- Patologi septum nasi seperti deviasi septum.
- Hipertrofi konka media.
- Benda asing di hidung seperti tampon, rinolith, material yang terinfeksi seperti air
terinfeksi yang berkontak selama berenang atau menyelam.
- Polip nasi.
- Tumor di dalam rongga hidung.
- Rinitis alergi dan rinitis kronik.
- Polusi lingkungan, udara dingin dan kering.
2. Faktor-faktor predisposisi regional.
Faktor regional yang paling lazim untuk berkembangnya sinusitus ialah:
- Khususnya sinisitus maksilaris meliputi gigi geligi yang buruk, karies gigi atau
abses apikal. Gigi-gigi premolar atau molar yang sering terkena karena gigi geligi
tersebut didekat dasar sinus maksilaris.

- Sinusitus rekuren dapat disebabkan oleh obstruksi nasofaring seperti tumor ganas,
radiasi kobalt disertai radionekrosis atau hipertrofi adenoid juga tumor-tumor
palatinum jika ada perluasan regional.

3. Faktor-faktor sistemik.
Faktor-faktor sistemik yang mempredisposisi perkembangan rinosinusitis ialah :
- Keadaan umum yang lemah, seperti malnutrisi.
- Diabetes yang tidak terkontrol.
- Terapi steroid jangka lama.
- Diskrasia darah.
- Kemoterapi dan keadaan depresi metabolisme
c. Klasifikasi
Menurut Cauwenberg berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas :
- Sinusitis akut, bila infeksi berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu.
- Sinusitis subakut, bila infeksi berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan.
- Sinusitis kronik, bila infeksi berlangsung lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut
bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversibel,
dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversibel, misalnya menjadi jaringan
granulasi atau polipoid
d. Patogenesis

e. Manifestasi klinis
A. Gejala Subyektif
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama
pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari.
Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala
lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari,
nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain(3)
1. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering terinfeksi
oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih
tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung
dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris),
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila
terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat(7)
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah
yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang

menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan
telinga(3)
Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya
sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.
Batuk iritatif non produktif seringkali ada(8)
2. Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi
sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea)
seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis
orbita.
Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap
sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadangkadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri
alih di pelipis (3),post nasal drip dan sumbatan hidung(8)
3. Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis
anterior.
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahanlahan mereda hingga menjelang malam.
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin
terdapat pembengkakan supra orbita.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola
mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari

pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus
lainnya(7)
B. Gejala Obyektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior)
terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat
periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan atau
seperti meraba beludru.
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada
sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang
timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah
di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid
nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan
polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harus melakukan
penatalaksanaan yang sesuai.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit
dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet
hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan
rapat, jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung.
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga
tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada
sinus yang sakit.

Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau meatus
superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora
normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, streptococcus,
staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus
atau jamur(7).
f. Penatalaksanaan
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik
yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan
yakni obat dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan
analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin
atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan
sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi
antibiotik lini II selama 7 hari yakni amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam,
cephalosporin generasi II, makrolid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan
antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.
Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau nasoendoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan terapi
sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi
komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi
komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada
sekret tertahan oleh sumbatan.
g. Komplikasi
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat
infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus
rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.
1. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.
Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus

frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan
infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi
sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena
lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah
pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi
orbita namun pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih
serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis
konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin
bertambah.
e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran
vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
- Oftalmoplegia.
- Kemosis konjungtiva.
- Gangguan penglihatan yang berat.
- Kelemahan pasien.
- Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan
saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
2. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista
ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi
mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa
yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
3. Komplikasi Intra Kranial
a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau
langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis
atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering
kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya
mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan
tekanan intra kranial.
Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
c. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara
bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah
infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa
malaise, demam dan menggigil(7,8).
SINUSITIS AKUT
Etiologi
Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut (2) infeksi faring, seperti faringitis,
adenoiditis, tonsilitis akut (3) infeksi gigi rahang atas M,, M2, M3, serta P, dan P2
(dentogen) (4) berenang dan menyelam (5) trauma, dapat menyebabkan perdarahan
mukosa sinus paranasal (6) barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.
Gejala subyektif
Gejala subjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik
ialah demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat ingus kental yang
kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung
tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadangkadang dirasakan
juga di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Pada sinusitis maksila nyeri di
bawah kelopak mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa
nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Rasa nyeri pada sinusitis etmoid di pangkal hidung dan kantus medius. Kadangkadang dirasakan nyeri di bola mata atau di belakangnya, dan nyeri akan
bertambah bila mata digerakkan. Nyeri alih dirasakan di pelipis (parietal).
Pada sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri di
seluruh kepala.
Rasa nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks, oksipital, di belakang bola mata dan di
daerah mastoid.
Gejala obyektif
Pada pemeriksaan sinusitis akut akan tampak pembengkakan di daerah muka.
Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada

sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis etmoid jarang timbul
pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid anterior tampak mukopus
atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan
sinusitis sfenoid nanah tampak ke luar dari meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
P.penunjang
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA dan lateral. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau Batas cairan-udara (air fluid level) pada
sinus yang sakit.
P. mkrobiologik
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus medius atau
meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan
flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti Pneumococcus, Streptococcus,
Staphylococcus dan Haemophilus influenza. Selain itu mungkin ditemukan juga virus
atau jamur.
Terapi
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotika selama 10-14 hari, meskipun
gejala klinik telah hilang. Antibiotika yang diberikan ialah golongan penisilin.
Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar
drenase sinus. Boleh diberikan analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah
terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial; atau bila ada nyeri yang hebat
karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

SINUSITIS SUBAKUT
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior. Pada
rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan
transiluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap.
Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan,
yaitu diatermi atau pencucian sinus.
Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas, atau yang sesuai
dengan tes resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga diberikan obat-obat
simtomatis berupa dekongestan lokal (obat tetes hidung) untuk memperlancar
drenase. Obat tetes hidung hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5
sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa. Selain itu, dapat diberikan analgetika, antihistamin dan mukolitik.
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave
diathermy), sebanyak 5 sampai 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus.
Pada sinusitis maksila dapat dilakukan tindakan pungsi irigasi. Pada sinusitis
etmoid, frontal atau sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat dilakukan
tindakan pencucian sinus cara Proetz (Proetz displacement therapy).

SINUSITIS KRONIS
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar
disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab
dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi
imunologik. Perubahan mukosa hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan

infeksi menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna. Adanya
infeksi akan menyebabkan edema konka, sehingga drenase sekret akan terganggu.
Drenase sekret yang terganggu dapat menyebabkan silia rusak dan seterusnya.
Gejala subyektif
Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari:
- gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal (post
nasal drip).
- gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok.
- gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba
Eustachius.
- adanya nyeri/sakit kepala.
- gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-lakrimalis. gejala
saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, berupa
bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit
sinobronkitis.
- gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan
gastroenteritis, sering terjadi pada anak.
Gejala obyektif
Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan
tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan
sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi
posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
Pemeriksaan mikrobiologik
Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenzae dan kuman anaerob Peptostreptokokus
dan Fusobakterium.
Diagnosis sinusitis kronis
Dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan
posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi untuk sinus maksila dan

sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila,
pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi,
pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi
dan pemeriksaan CT Scan.
Terapi
Pada sinusitis kronis perlu diberikan terapi antibiotika untuk mengatasi
infeksinya dan obat-obatan simtomatis lainnya. Antibiotika diberikan selama sekurangkurangnya 2 minggu.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, FK UI

Anda mungkin juga menyukai