Current Trends in The Management of
Current Trends in The Management of
of
Inguinal Hernia in Children
Perkembangan terkini dalam Pengelolaan Hernia inguinalis pada Anak
Nick Zavras1, Alexia Christou2, Evangelos Misiakos1, Christos Salakos3,
Anestis Charalampopoulos1, Dimitrios Schizas1, Anastasios Machairas1
1Third
Abstrak
Inguinal hernia repairs in one of the most common surgical procedures in the
pediatric population. Operasi perbaikan hernia inguinalis adalah salah satu
prosedur bedah yang paling umum pada anak anak. Its diagnosis is made
easily and the repair is usually performed by open surgery and with low
complications rates. Diagnosisnya mudah untuk ditegakan dan perbaikan
biasanya dilakukan dengan operasi , serta memiliki angka komplikasi yang
rendah. Namun, beberapa topik tentang manajemen anestesi,waktu yang tepat
dari operasi terutama pada bayi prematur dan berisiko tinggi, serta perlunya
eksplorasi kontralateral belum dapat terselesaikan. Baru-baru ini, perbaikan
dengan metode laparoskopi tampaknya memainkan peran penting dalam
keselamatan operasi, pemeriksaan dan kemungkinan perbaikan defek
kontralateral, serta hasil kosmetik yang lebih baik. Dalam ulasan ini, akan
dibahas mengenai tren terkini mengenai topik yang telah disebutkan diatas.
Keyword , Kata Kunci
Inguinal hernia, Children, Management . Hernia Inguinalis, Anak anak ,
Penanganan
1. Introduction , Introduksi
Inguinal hernia (IH) in children is a congenital lesion resulting from a persistent patent processus
vaginalis (PPV).1 hernia inguinalis (HI) pada anak-anak adalah lesi kongenital yang dihasilkan dari
Paten Prosesus vaginalis (PPV).1 Insiden HI yang dilaporkan bervariasi dari 3% sampai 5% pada bayi
cukup bulan yang baru lahir , 13% di antara bayi yang baru lahir merupakan bayi yang memilliki masa
gestasi kurang dari 33 minggu [2], dan 30% pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1000 g [3].
Males have a much more incidence to develop IH with a male/female ratio of 3:1 and 10:1 [4]. Lakilaki memiliki resiko terkena HI lebih besar dengan rasio laki-laki / perempuan 3: 1 dan 10: 1 [4]. IH
has a higher familiar incidence [5] and it has been observed with increasing frequency in twins and
siblings of patients [6]. HI memiliki insiden familial lebih tinggi [5] dan hasil pengamatan
menyebutkan frekuensinya meningkat pada anak kembar dan saudara kandung pasien [6]. A number of
associate disorders including undescended testis, cystic fibrosis, bladder extrophy, increased abdominal
pressure (meconium ileus, necrotizing enterocolitis gastroschisis/omphalocele), increased peritoneal
fluid (ascites, peritoneal dialysis and the presence of a ventriculo-peritoneal shunt) and connective
tissue disorders (Ehlers-Danlos syndrome, Hunter-Hurler syndrome, Marfan syndrome and
2. Anesthetic Considerations
2. Pertimbangan Anestesi
Traditionally, the majority of children with IH are treated under general anesthesia either with mask, laryngeal
mask or endotracheal intubation [15]. Secara tradisional, sebagian besar anak-anak dengan HI diberikan
anestesi umum baik dengan masker, LMA atau intubasi endotrakeal [15]. However, in the cases of premature
infants and high-risk infants requiringsurgery, complications are common even for minor surgical procedures
[16]-[19]. Namun, dalam kasus bayi prematur dan bayi berisiko tinggi, komplikasi merupakan hal umum yang
sering terjadi bahkan untuk prosedur bedah minor [16] - [19].
2.1.
<46 weeks post-conceptual age, and 12 h monitoring for infants between 46 - 60 weeks and a history of anemia,
neurological diseases, chronic lung diseases and episodes of apnea at home, while in a healthy child a postanesthetic monitoring of 6 h. Warther-Larsen dkk (24) menyarankan monitoring 12 jam pasca operasi untuk bayi
preterm usia <46 minggu, dan monitoring 12 jam untuk bayi usia 46-60 minggi, riwayat anemia, gangguan
neurologis, penyakit paru kronik dan riwayat apnea dirumah, sedangkan pada anak sehat disarankan untuk
monitori 6 pasca operasi.
To avoid the risk of postoperative complications in high risk infants, regional anesthetic techniques such as
spinal, caudal, and caudal epidural anesthesia have been suggested as alternative for surgical procedures below
the umbilicus [25]-[31]. Untuk menghindari komplikasi pasca operasi bagi bayi dengan resiko tinggi, anestesi
regional seperti spinal, kaudal dan epidural menjadi alternatif untuk prosedur pembedahan dibawah umbilikus.
(25-31).Spinal anesthesia gained popularity since Abajian et al. [25] introduced it as an alternative to general
anesthesia in preterm high risk neonates, as a tool to reduce the chance of postoperative apnea and bradycardia.
The authors reported no postoperative apnea in 78 infants, 36 of whom were preterm and high risk. Anestesi
spinal mendapatkan popularitasnya sejak Abajian dkk (35) memperkenalkannya sebagai alternatif anestesi
umum pada neonatus preterm dengan resiko tinggi, sebagai cara untuk mengurangi apnea dan bradikardia pasca
operasi. Mereka melaporkan bahwa tidak ada apnea pada 78 bayi dan 36 diantaranya adalah preterm dan
memiliki resiko tinggi . Welborn et al. [26] noted no episodes of apnea in preterm infants undergoing
herniorrhaphy under spinal anesthesia, compared to 37% of infants, who received general anesthesia. Welborn
dkk (26) mencatat tidak terdapat episode apnea pada bayi preterm yang menjalani operasi herniorrhaphy dengan
anestesi spinal jika dibandingkan dengan anestesi umum ( 37% mengalami apnea pasca operasi)/ In line were
the findings of Somri et al. [27], who randomly compared infants undergoing IH repair under general anesthesia
or spinal anesthesia. Sehubungan dengan ini, Somri dkk (27) membandingkan bayi yang menjalani operasi
perbaikan HI dengan anestesi umum dengan spinal. They found a significant morbidity in terms of apnea, and
bradycardia in the group of infants who received general anesthesia. Mereka memenukan morbiditas yang
signifikan dalam hal apnea dan bradikardia pada kelompok yang menjalani asnestesi umum. However,
Gallagher TM [31] noted that spinal anesthesia is of short duration, it is suitable only for procedures lasting <60
minutes, it has the risk of post-anesthetic apnea is still present [32] [33], and it carries sporadically difficulties in
determining the subarachnoid space [25]. Akan tetapi, Gallagher dkk (31) mencatat bahwa anestesi spinal
memiliki durasi yang singkat, cocok hanya untuk prosedur dibawah < 60 menit, masih memiliki resiko apnea
dan sulit untuk menemukan ruang sub arachoid (25)/ In addition, Craven et al. [34] in a metaanalysis of
Cochrane Collaboration of 4 studies, reported that there was no evidence that spinal anesthesia is superior to
general anesthesia in terms of postoperative apnea, bradycardia or oxygen desaturation. Sebagai tambahan,
Craven dkk (34) dalam sebuah metaanalisis 4 studinya, melaporkan bahwa tidak terdapat bukti yang
menyatakan bahwa anestesi spinal lebih superior dibandingkan dengan anestesi umum untuk hal apnea,
bradikardia dan desaturasi oksigen pasca operasi. Clearly, large randomized studies are needed to clarify
whether spinal anesthesia reduces postoperative cardio-respiratory complications. Jelas dibutukan sebuah studi
besar untuk mengklarifiasi mengenai apakan anestesi spinal mampu mengurangi komplikasi kardiorespirasi
pasca operasi. Caudal anesthesia has been commonly used in pediatric patients as an adjunct to general
anesthesia and as an efficient agent for postoperative pain relief [31]. Anestesi kaudal telah secara umum
digunakan pada pasien pediatik sebagai adjuvant dalam anestesi umum dan agen yang efisien dalam menangani
nyeri pasca operasi. (31).Furthermore, it has been used as a sole anesthetic technique in the awake premature
and high risk infants undergoing IH repair and other lower body surgical procedures [35]-[37] or IH repair and
coexistence of severe congenital anomalies [38]. Anestesi kaudal juga dapat digunakan sebagai teknik anestesi
tunggal pada bayi prematur dan resiko tinggi yang akan menjalani operasi perbaikan HI dan prosedur ektremitas
bawah lainnya. However, anatomic deformities, coagulopathy, and infectious process, may impose relative
contra-indications. Akan tetapi, deformitas anatomi,. Gangguan koagulasi dan proses infeksi , adalah
kontraindikasi relatif pada prosedur ini.
2.2. Pain Management
2.2. Management Nyeri
Postoperative pain can be difficult to assess in children undergoing IH repair. Nyeri pasca operasi sulit untuk di
nilai pada anak anak yang menjalani operasi perbaikan HI. A substantial number of analgesic strategies
including preoperative or intraoperative ilioinguinal and iliohypogastric nerve blockade, wound infiltration with
local anesthetic, preoperative caudal blockade, and postoperative analgesics such as opioids and
acetaminophen have been used to minimize postoperative pain in children undergoing IH [39]. Beberapa
strategi management seperti blok saraf ilioinguinal dan iliohypogastrik pre dan pasca operasi, infiltrasi anestesi
lokal, blok kaudal dan penggunaan opioid dan acetaminofen telah digunakan untuk meminimalisir nyeri pasca
operasi. Splinter et al. [39] reported comparable effects by using bupivacaine 0.25% injected either caudally or
adjacent to the ilioinguinal and iliohypogastric nerves and into the subcutaneous tissue. Splinter dkk (39)
melaporkan efek yang hampir sama antara penggunaan bupivacaine 0.25% secara kaudal maupin blok
ilioingunal dan iliohypogastik . Fell et al. [40] found that wound infiltration with bupivacaine 0.25% (1 ml/kg)
at the end of operation and before closure of the trauma, offers adequate anesthesia postoperatively. Fell dkk
(40) menemukan bahwa inflitrasi luka dengan bupivacaine 0.25% (1ml/kg) pada akhir operasi dan sebelum
penutupan luka, memberikan analgesia yang adekuat untuk periode post operatif. Ivani et al. [41] compared a
ropivacaine 0.2%-clonidine mixture given either caudally or peripherally (ilioinguinal-iliohypogastric nerve
block) in children undergoing orchiopexy or IH repair and found no differences. Ivani dkk (41) membandingkan
ropivacaine 0.2 dengan campuran clonidine secara caudal maupun perifer( ilioingunal-iliohypogastric) pada
anak yang menjalaini perbaikan HI dan orchiopexy dan menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna.
Sasaoka et al. [42] evaluated the genitofemoral nerve block with bupivacaine 0.25% in addition to ilioinguinal
and iliohypogastric nerve blocks in children undergoing IH repair as an alternative analgesic mode and
compared it with ilioinguinal and iliohypogastric nerve blocks. Sasaoka dkk(42) mengevaluasi blok saraf
genitofemoral dengan bupivacaine 0.25% sebagai tambahan terhadap blok saraf ilioinguinal and
iliohypogastrik. They found no clinical benefits from this combination. Mereka tidak menemukan manfaat
klinis dari kombinasi ini. Recently, Xiang et al. [43] reported that a combination of caudal dexmedetomide (1
g/kg) and bupivacaine 0.25% (1 ml/kg) inhibits the response to hernia traction and provides prolonged
duration of postoperative analgesia in children undergoing IH repair. Baru baru ini, Xiang dll (43) melaporka
bahwa kombinal dexmedetomidine (1mcg/kg) dengan bupivacaine 0.25% (1ml/kg) menghambat respon
terhadap traksi hernia dan memberikan perpanjangn durasi analgesia pasca operasi pada anak yang menjalani
perbaikan HI. However, a recent systematic review showed no differences in postoperative pain-scores between
caudal blockade and nerve blockade or wound infiltration [44]. Akan tetapi, hasil sistematik review yang terbaru
menyatakan tidak ada perbedaan pada skoring nyeri pasca operasi antara blik kaudal dan blok saraf atau
infiltasi luka. The results of the above studies show that there is not an ideal method, and the results of most
analgesic methods are comparable. Hasil dari studi diatas menyatakan bahwa tidak ada metode yang ideal dan
efek analgesia dari masing masing teknik hampir serupa.
2.3.