Anda di halaman 1dari 10

JURNAL READING

Manajemen Penyakit Kritis dengan Ventilasi Non-Invasif oleh Pelayanan


Helikopter Medis Darurat Australia (HEMS)

Disusun oleh :
Rosa Riris Suciningtyas G99152070

Pembimbing :
dr. Septian Adi Permana, Sp. An., M. Kes.

KEPANITERAAN KLINIK KSM ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016

Manajemen Penyakit Kritis dengan Ventilasi Non-Invasif oleh Pelayanan


Helikopter Medis Darurat Australia (HEMS)
Andrew R Coggins, 1,2 Erin N Cummins, 1 Brian Burns 2,3

ABSTRAK
Latar Belakang: Terapi ventilasi non-invasif (VNI) digunakan secara umum untuk manajemen
gagal nafas akut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari penggunaan VNI selama
penjemputan interhospital pada aeromedical service Australia yang dibawahi dokter.
Metode: Kami mengkaji pasien yang menerima VNI selama penjemputan interhospital pada
Greater Sydney Area Helicopter Medical Service (GSA-HEMS) selama periode 14 bulan. Tujuan
utamanya adalah untuk menjelaskan jumlah penjemputan menggunakan VNI, perlunya intubasi
pada pasien VNI dan efek terapi selama durasi misi penjemputan.
Hasil: Selama masa penelitian, 3018 misi dilaporkan; 106 kasus (3,51%) menggunakan terapi
VNI selama penjemputan. Indikasi umum untuk VNI adalah pneumonia (34,0%). 86/106 pasien
sukses menerima terapi VNI percobaan selama penjemputan interhospital. 58 pasien
dipindahkan dalam keadaan VNI, sedangkan 28 pasien diambil kembali VNI-nya selama
pemindahan. Tidak ada dari ke 86 pasien tersebut membutuhkan intubasi atau meninggal dunia,
meskipun 17/86 pasien memerlukan intubasi kurang dari 24 jam saat tiba di RS. 20/106 pasien
memerlukan intubasi di RS perujuk setelah percobaan VNI gagal. VNI sukses digunakan di
segala sistem transportasi termasuk helikopter (transport udara). Pasien yang menerima VNI
diketahui memiliki durasi misi yang lebih lama dibandingkan pasien GSA-HEMS yang lain
(222,5 vs 193 menit). Hal tersebut berpengaruh terhadap kegagalan VNI yang menyebabkan
perlu untuk dilakukannya Rapid Sequence Intubation di rumah sakit perujuk.
Kesimpulan: Dengan pemilihan pasien secara hati-hati, penggunaan VNI layak dan tampaknya
aman pada sistem penjemputan yang dilayani oleh dokter perawatan kritis.

LATAR BELAKANG
Ventilasi tekanan positif non-invasif (VNI) digunakan secara umum sebagai terapi pada
pengelolaan kegawatan napas akut termasuk gagal napas hipoksia dan hiperkapnia.1 VNI juga
merupakan tatalaksana yang digunakan pada gagal jantung kongestif, pneumonia, dan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK).2,3
Penggunaan VNI di lingkungan prehospital telah dikaitkan dengan peningkatan tanda
vital dan penurunan angka kebutuhan intubasi endotrakeal.4,5 Systematic review terbaru telah
mendukung penggunaan VNI pada saat prehospital.6,7 Pemberian VNI diluar RS tampaknya
menjadi terapi yang menjanjikan untuk distress napas dengan waktu transport yang singkat. 8
Namun, terdapat keterbatasan pelaporan pada penelitian populasi pediatrik perihal VNI yang
memerlukan waktu perpindahan interhospital yang lama9,10. Case Series terbaru menyatakan
bahwa VNI interhospital pada pasien dewasa mungkin berkaitan dengan risiko memburuknya
keadaan pasien.11 Penelitian pada layanan penjemputan lain dengan populasi yang lebih besar
diperlukan.12
Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki penggunaan VNI saat
ini selama penjemputan pasien dewasa yang kritis oleh aeromedical service Australia yang
dibawahi dokter12. Greater Sydney Area Helicopter Medical Service (GSA-HEMS) menyediakan
misi prehospital dan interhospital pada populasi >7 juta di area >800.000 km. 2,13 Layanan ini
beroperasi pada 3 markas dan menggunakan 3 jenis kendaraan (jalanan, helicopter, dan pesawat).
Tim medis dilengkapi dengan perawat penerbang untuk pesawat dan paramedik untuk jalan raya
atau helicopter.
PERSIAPAN DAN LANGKAH KERJA
Perlakuan Penelitian
Pasien GSA-HEMS yang pantas mendapat VNI diberikan VNI percobaan untuk
perpindahan interhospital. Percobaan VNI dianggap berhasil ditentukan oleh klinisi berdasarkan
berbagai parameter termasuk observasi klinis, ABGs dan toleransi perlakuan. VNI dilakukan
menggunakan transport ventilator Oxylog 3000+ (Draegger, Jerman) 14. Guideline dari
perusahaan pembuat untuk penggunaan Oxylog 3000+ tersedia dan dipatuhi oleh tim
penjemputan. Mode bilevel positive airway pressure (BiPAP) dan continuous positive airway
pressure (CPAP) tersedia mengikuti kebijakan dokter yang merawat. Titrasi VNI dilakukan

dengan pengaturan standar parameter ventilasi. Persediaan oksigen di segala moda transportasi
(jalan raya, pesawat dan helicopter) termasuk 2 silinder D standar dengan kapasitas maksimal
3200 L. VNI dilakukan menggunakan masker berukuran tepat dengan head strap (tali kepala).
Pemilihan Pasien
Langkah penelitian diperiksa dan disetujui oleh komisi etik Western Sydney local health
district (WSLHD). Pasien yang ditransport antara 1 Maret 2012 sampai 30 April 2013 dicari
menggunakan Rekam Medik Elektrik (RME) GSA-HEMS. Peneliti mengetahui pasien yang
menerima VNI dari kotak centang pada pilihan penggunaan VNI dan menggunakan mode
pencarian dengan kata kunci: CPAP, VNI dan BiPAP. Seluruh kasus yang ditemukan
disortir menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan sebelumnya. 15 Kriteria
inklusi dalam penelitian ini adalah adanya bukti RME definitif untuk penggunaan VNI oleh tim.
Pasien yang diikutsertakan dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 ditranspor menggunakan
VNI. Kelompok 2 diberikan VNI oleh tim tapi membutuhkan intubasi awal untuk transport.
Kelompok 3 diberikan VNI saat di RS perujuk dan tidak pada saat transport. Kriteria ekslusi
diantaranya pasien yang meninggal dunia atau mendapatkan terapi paliatif awal saat tim tiba,
indikasi intubasi sebelum penjemputan, pediatrik (usia <16 tahun) dan kasus tanpa indikasi VNI.
Peneliti kedua memeriksa semua kasus untuk mengecek apakah sudah sesuai inklusi, eksklusi
dan pengelompokan sehingga tidak ditemukan kesalahan.
Seorang peneliti tunggal memeriksa RME dan data yang dikumpulkan menggunakan
lembar ekstraksi yang disetujui oleh komite WSLHD.15 Input data dan kode akses lalu dilakukan
crosscheck oleh peneliti independen kedua untuk mencari adanya kesalahan. Peneleponan
terstandar-24 jam setelah misi kepada rumah sakit perujuk dilakukan untuk semua pasien pada
periode penelitian ini. Pegawai terlatih GSA-HEMS melakukan panggilan ini dan menambahkan
datra pada RME. Rekam medik dan data dari follow up telepon untuk semua pasien telah
terkumpul dan tidak ada pasien yang hilang dari follow-up.
Hasil yang diharapkan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menjelaskan jumlah penjemputan menggunakan
VNI, perlunya intubasi pada pasien VNI dan efek terapi selama misi penjemputan. Statistik
deskriptif (mean, media, persentase) digunakan untuk memeriksa karakteristik pasien yang
menerima VNI. Data deskriptif yang diambil meliputi tingkat pengalaman dokter, demografik
pasien, logistic, waktu misi, tak lupa juga variabel klinis termasuk vital sign. Peneliti

menentukan waktu median misi untuk pasien yang menerima VNI berdasarkan 3 kelompok yang
telah disebutkan diatas. Waktu misi berikut dibandingkan dengan waktu misi lain yang dilakukan
oleh pelayanan GSA-HEMS.
Waktu misi untuk layanan penjemputan didefinisikan sebagai berikut:
1. Waktu total misi: berangkat dari markas hingga kembali ke markas.
2. Waktu transit: berangkat dari RS perujuk sampai ke RS penerima.
3. Waktu penanganan: waktu total kontak pasien saat di pusat perujuk (yaitu, kedatangan pasien
sampai keberangkatan pasien)
Data waktu misi dihitung secara statistik menggunakan Stata V.11 (Stata, USA). Uji
Wilcoxon ranked-sum digunakan untuk analisis komparatif. Hipotesis yang diuji menyatakan
bahwa penggunaan VNI akan meningkatan durasi misi secara signifikan. Analisis komparatif
statistik tidak dilakukan pada hasil lain karena tingginya keterlibatan faktor perancu.
HASIL PENELITIAN
Dari keseluruhan 3018 misi yang dilakukan selama periode 14 bulan, 106 pasien
diberikan VNI selama penjemputan (gambar 1). Dari 106 pasien, 28 diberikan VNI akan tetapi
dilepas selama transport, 20 pasien gagal pada percobaan VNI kemudian diintubasi dan 58
pasien ditranspor menggunakan VNI. Pada 86 pasien yang berhasil pada percobaan VNI, 0/86
memerlukan intubasi selama transport. Tidak ada pasien yang menerima VNI dari tim yang
meninggal selama transit atau kurang dari 24 jam-follow up.
222 Pasien

116 Eksklusi

VNI tidak
digunakan
Sudah
terintubasi
Tdk
dipindahkan

106 Inklusi

Kelompok 1 :
Ditransport dengan VNI
(n=58)
Kelompok 2:
Gagal VNI (n=20)

Kelompok 3 :
Meninggal
(n=2)

VNI tdk digunakan


(n=28)

Median untuk usia pasien adalah 63, sedikit lebih banyak laki-laki. Vital sign direkam
pada semua pasien menandakan karakteristik kebutuhan penanganan darurat dari populasi GSAHEMS (tabel 1). Diagnosis yang paling umum (tabel 2) adalah pneumonia (34.0%). Pasien
dengan syok kardiogenik (SK) dan CHF mengalami angka kegagalan VNI yang lebih rendah
selama penjemputan (4/25) tetapi memiliki angka tertinggi intubasi 24 jam pada center penerima
(8/21 diintubasi pada 24 jam). 19.8% (17/86) pasien non-intubasi akhirnya memerlukan intubasi
kurang 24-jam di rumah sakit penerima.
Pemeriksaan selanjutnya dari riwayat 17 pasien yang diintubasi kurang dari 24 jam
menunjukkan 4/17 pasien terkena syok sepsis dengan disfungsi end-organ. Pada kasus berikut,
intubasi pada center penerima dibutuhkan karena gejala klinis yang terprediksi. Juga, 8/17 pasien
memiliki gambaran klinis konsisten terkait dengan SK. Gambaran ini dikaitkan dengan
kardiomiopati iskemik atau penyakit katup terkait demam reumatik (umumnya di masyarakat
adat Australia). Dengan melihat kebelakang, beberapa pasien ini diperkirakan memerlukan
ventilasi invasif. Akan tetapi, 3 dari kasus tersebut tidak dilakukan intubasi akibat peningkatan
tanda vital pasca VNI dan anggapan risiko tinggi intubasi untuk SK di daerah terpencil. Selain
itu 5/17 pasien mengalami gagal nafas hipoksik terkait eksaserbasi PPOK. Pada kasus seperti
diatas, intubasi dihindari karena adanya risiko pneumonia-terkait-ventilator dan kemungkinan
ventilasi mekanik lebih lama di center penerima setelah intubasi.
Konsultan menggunakan VNI pada 34/1105 (3.1%) dari keseluruhan misi dibandingkan
registrars (dokter yang sedang dalam masa pelatihan) sebanyak 72/1908 (3.8%). Kegagalan
terapi lebih rendah diamati dengan hadirnya konsultan (3/34 vs 17/72).
Sistem transport yang digunakan meliputi pesawat, helikopter, ambulance, dan
kendaraan serbaguna (MPV). Sebagai proporsi semua misi, penggunaan VNI dilaporkan dalam
59/1189 (4,96%) dari jalur darat, 30/1512 (1,98%) dari helikopter, 11/278 (3,96%) dari pesawat
dan 7/39 (17,95% ) dari transfer MPV.
Waktu misi secara keseluruhan lebih lama pada pasien yang menerima VNI, walaupun
waktu transit serupa (tabel 3). Dibandingkan dengan pasien yang sukses menerima VNI
percobaan, pasien yang memerlukan intubasi setelah gagal percobaan terapi VNI, memerlukan
waktu pengobatan dan durasi secara keseluruhan lebih lama tapi waktu transit yang serupa (tabel
4).

PEMBAHASAN
Penggunaan VNI pada layanan penjemputan menggambarkan persyaratan klinis dan
geografis pada populasi Australia yang beragam. Kasus VNI menempati >3% dari layanan beban
kerja GSA-HEMS. Pasien pada penelitian diketahui menerima VNI pada berbagai macam tujuan
termasuk stabilisasi di RS perujuk, sebelum rapid sequence intubation (RSI) dan untuk terapi
selama transpor.
Dalam keterbatasan penelitian observasional ini, penggunaan VNI tampaknya aman
dalam keadaan interhospital. Tidak ada pasien yang memerlukan intubasi selama transit (0/86)
dan tidak ada kematian selama pemindahan atau kurang dari 24 jam. Pasien yang di transport
menggunakan VNI memiliki kebutuhan penanganan kritis yang tinggi dan keberagaman kasus
dalam hal diagnosis dan lokasi geografis.
Penelitian kami menunjukkan perbedaan dengan hasil penelitian sebelumnya yang
memberi kesan risiko penurunan status kesehatan selama transit dengan VNI-interhospital. Case
series dari Australia yang mengamati VNI-interhospital melaporkan 3/29 pasien mengalami
kolaps kardiorespi selama transport.10 Sebaliknya, bukti dari penelitian ini menunjukkan
keberhasilan VNI yang diterapkan pada moda tranportasi jalan, pesawat dan helicopter.
Pengalaman dari dokter penjemputan kami mengusulkan tingkat kesadaran dan kewaspadaan
yang tinggi akan keterbatasan terapi VNI diperlukan agar berhasil. Pengawasan keselamatan
pasien juga tergantung pada tata kelola struktur yang mendukung (yaitu, konsultasi dengan
spesialis berpengalaman on-call) dan seleksi pasien secara bijaksana 16. Pelatihan yang ekstensif
termasuk simulasi di tempat dan pelatihan manajemen sumber daya manusia juga berperan
dalam kesuksesaan penerapan VNI.
Durasi misi penjemputan yang dilaporkan pada penelitian ini dapat menggambarkan jarak
geografis dan kekompleksan kasus (tabel 3). Selain itu tampak bahwa kegagalan terapi VNI
dikaitkan dengan peningkatan waktu misi dan pengobatan (tabel 4). Peningkatan durasi misi
pada terapi dengan VNI dapat dikaitkan dengan praktek uji coba VNI di center perujuk. Uji
coba ini dilakukan dengan menggunakan ventilator layanan penjemputan daripada perangkat RS
setempat. Tim penjemputan kemudian menilai kenyamanan, kelelahan dan kerja nafas pasien
sebelum diangkut. Praktik pemilihan intervensi berdasarkan kebutuhan individu dan masalah
logistic didukung dalam kepustakaan prehospital yang lebih banyak

Ada keterbatasan penting untuk dipertimbangkan ketika menggunakan VNI interhospital


meskipun tidak ada pasien yang memburuk ke titik yang membutuhkan intubasi. Sementara
rapid sequence intubation (RSI) dimungkinkan di penerbangan,18 sebaiknya dihindari jika
mungkin karena kesulitan logistik dan tingkat keberhasilan yang lebih rendah dilaporkan. 19
Penggunaan selektif interhospital VNI mencerminkan keseimbangan hati-hati antara manfaat
terapi versus risiko kemunduran status kesehatan selama transportasi. Dari penelitian ini dan
pengalaman anecdotal yang luas, peneliti mengidentifikasi 4 faktor utama yang harus
diperhatikan ketika menggunakan VNI. Keempat faktor ini adalah faktor peralatan, faktor
penerbangan, faktor pasien dan konsumsi oksigen:
1. Faktor pasien: mencakup komorbid, kecocokan sungkup, kecemasan bepergian di ketinggian
dan motion sickness harus dipertimbangkan

20,21

. Keberhasilan VNI tergantung pada toleransi uji

coba VNI dan kerjasama pasien. Pemilihan pasien secara hati-hati diperlukan untuk mengindari
hasil yang tidak diinginkan10. Pemilihan harus berdasarkan protocol setempat dan saran senior.
2. Faktor perlengkapan: Tidak semua ventilator transport menyediakan VNI yang adekuat dan
efektif. Pasien mungkin harus bekerja lebih sulit untuk memicu napas bantuan daripada
menggunakan alat yang fungsi utamanya sebagai VNI.
3. Konsumsi oksigen: Aliran oksigen dapat berkisar antara 9-35 L/menit dengan Oxylog
3000+.14 Waktu penggunaan dapat diperkirakan (persediaan gas (L)/MV+0,5 (L/menit)).
Kebocoran sungkup oksigen dapat meningkatkan aliran maka menurunkan waktu penggunaan.
Sebuah case series terbaru pada VNI transport menunjukkan mean konsumsi oksigen sebesar
232.2L.10
4. Pertimbangan penerbangan: Faktor penerbangan seperti jarak transport, ruang kendaraan,
pembatasan berat dan akses pasien harus selalu dipertimbangkan. Dalam penelitian ini, 6 pasien
dipindahkan menggunakan helicopter dengan VNI tanpa komplikasi
Perencanaan misi yang cukup melibatkan 4 faktor tersebut tampaknya membuat
penerapan VNI layak di banyak wilayah. Indikasi yang kebanyakan teramati pada VNI
interhospital mirip pada literature pada pasien dengan ED. 22 Selanjutnya, banyak faktor yang
dikaitkan dengan kegagalan VNI pada penelitian interhospital ini tampaknya mirip dengan yang
ditemukan pada suasana dalam RS.

KETERBATASAN PENELITIAN
Laporan penelitian ini terbatas pada jumlah pasien yang terbatas pada layanan penjemputan,
sehingga harus digunakan perhatian saat penerapan hasil ke daerah lain. Data hasil, sementara
yang lengkap dan tepat untuk pertanyaan penelitian, terbatas pada follow up jangka pendek.
Selain itu, ada potensi masalah metodologis intrinsik terkait dengan pengumpulan data
retrospektif dan analisis.15 Ekstraksi data dilakukan oleh peneliti tunggal yang tidak buta (not
blinded) pada maksud penelitian. Sehingga ada potensi untuk bias pengamat dan pengukuran.
Namun, tidak ada kesalahan yang ditemukan ketika peneliti independen kedua memeriksa:
kesesuaian input data, kriteria inklusi dan pengelompokan pasien.
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan VNI adalah tatalaksana yang berguna secara signifikan proporsional
pada pasien kritis yang membutuhkan pemindahan intrahospital. Manfaat langsung (misalnya,
hemodinamik dan pernafasan) dan manfaat laten (misalnya, mengurangi perawatan inap intensif
dan ventilator-associated pneumonia) harus dipertimbangkan terhadap risiko penurunan
kesehatan selama transportasi. Ketika ada ketidakpastian tentang risiko transfer, uji coba terapi
VNI di rumah sakit perujuk dan konsultasi dengan rekan-rekan yang berpengalaman harus
dilakukan. Kami menyimpulkan bahwa layanan aeromedical terintegrasi kedepan harus
mempertimbangkan
interhospital VNI.

pengembangan

prosedur

pengoperasian

lokal

untuk

penggunaan

Anda mungkin juga menyukai