Anda di halaman 1dari 9

Persetujuan Pembimbing

Jurnal

PENGARUH TEKNIK GUIDED IMAGERY (IMAJINASI TERBIMBING)


TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN POST APENDEKTOMI
DI RUANGAN BEDAH RSUD PROF. DR. HI. ALOEI SABOE KOTA
GORONTALO
Oleh
FITRAWATY YANTU
(NIM. 841410065, Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo)

Telah diperiksa dan disetujui untuk dipublikasikan

Pengaruh Teknik Guided Imagery (Imajinasi Terbimbing)


terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Post Appendektomi
di Ruangan Bedah RSUD Prof. DR. Hi. Aloei saboe
Kota Gorontalo
Fitrawaty Yantu, Rani Hiola, Abdul Wahab Pakaya
Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG
Email: Fitrahyantu93@gmail.com

ABSTRAK
Fitrawaty Yantu. 2014. Pengaruh Teknik Guided Imagery (Imajinasi
Terbimbing) terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Post Apendektomi di Ruangan
Bedah RSUD Prof. DR. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Skripsi, Jurusan S1
Keperawatan, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri
Gorontalo. Pembimbing I Dra.Hj.Rani Hiola, M.Kes dan Pembimbing II Ns. Abdul
Wahab Pakaya, S.Kep, M.M. Daftar Pustaka ; 36 (2000-2013).
Apendektomi adalah operasi pengangkatan apendiks yang terinfeksi. Salah satu
intervensi keperawatan untuk mengurangi nyeri pasien post apendektomi yaitu teknik
guided imagery (imajinasi terbimbing). Teknik Guided Imagery ekonomis, tanpa efek
samping, dan belum pernah dilakukan diruangan bedah RSUD Prof. DR. Hi. Aloei Saboe.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik guided imagery (imajinasi
terbimbing) terhadap penurunan nyeri pada pasien post apendektomi diruangan bedah
RSUD Prof. DR. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Penelitian ini merupakan eksperiment pra experimental dengan rancangan one
group pretes-postest design. Jumlah sampel 21 responden dengan teknik insidental
sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui lembar observasi menggunakan skala
nyeri Hayward.
Hasil penelitian menunjukkan intensitas skala nyeri pasien sebelum dilakukan
teknik guided imagery berupa nyeri sedang-berat terkontrol dan setelah perlakuan
menurun menjadi nyeri ringan-sedang. Hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test
diperoleh p value = 0,000 dengan taraf signifikansi < 0,05 sehingga disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh teknik guided imagery (imajinasi terbimbing) terhadap penurunan
nyeri pada pasien post apendektomi di ruangan bedah RSUD Prof. DR. Hi. Aloei Saboe
Kota Gorontalo. Diharapkan bagi perawat agar dapat menggunakan teknik guided
imagery (imajinasi terbimbing) dalam mengontrol nyeri pasien.
Kata Kunci : Teknik Guided Imagery (Imajinasi Terbimbing), Nyeri, Apendektomi1

Fitrawaty Yantu, 841410065, Jurusan Ilmu Keperawatan FIKK UNG,


Dra.Hj.Rani Hiola, M.Kes, Ns.Abdul Wahab Pakaya, S.Kep, M.M

Appendisitis merupakan peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab paling


umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga abdomen. Penanganan
appendisitis yang sering dilakukan adalah apendektomi, yaitu pembedahan yang
dilakukan untuk mengangkat apendiks/umbai cacing yang terinfeksi tersebut.
Keluhan yang sering dikemukakan setelah dilakukan operasi adalah nyeri. Nyeri
merupakan respon emosional yang tidak menyenangkan dari individu yang
menggambarkan adanya gangguan maupun kerusakan jaringan. Nyeri akut yang
dirasakan oleh klien pasca operasi merupakan penyebab stress, frustasi, dan gelisah yang
menyebabkan klien mengalami gangguan tidur, cemas, tidak nafsu makan, dan ekspresi
tegang (Potter & Perry, 2006).
Salah satu intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi rasa
nyeri pasien apendektomi yaitu teknik Guided Imagery (imaginasi terbimbing).
Penggunaan manajemen nonfarmakologi terutama teknik Guided Imagery ini dianggap
lebih ekonomis dan tidak memiliki efek samping. Penggunaan teknik Guided Imagery
belum pernah dilakukan dalam membantu pasien dalam mengontrol nyeri yang dirasakan
di ruangan bedah RSUD Prof. DR. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Oleh karena itu,
peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap tindakan mandiri perawat
(nonfarmakologis) yaitu pengaruh teknik Guided Imagery (imajinasi terbimbing)
terhadap penurunan nyeri pada pasien post apendektomi di ruangan bedah RSUD Prof.
DR. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei
Saboe Kota Gorontalo tepatnya di ruangan bedah (G2) sejak tanggal 29 Januari s/d 28
Februari 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperiment pra experimental rancangan jenis
one group pretes-postest design dengan teknik pengambilan sampel menggunakan
Insidental Sampling. Dalam penelitian ini, pasien post operasi appendisitis yang telah
memenuhi kriteria inklusi diobservasi tingkat nyeri (pre-test), kemudian diberikan
intervensi Teknik Guided Imagery (Imajinasi Terbimbing), dan setelah intervensi
dilakukan observasi lagi (Post-Test) untuk mengetahui perubahan tingkat nyerinya.
Hasil dan Pembahasan
a. Intensitas Nyeri Pasien Post Apendektomi Sebelum Dilakukan Teknik Guided
Imagery (Imajinasi Terbimbing)
Nyeri Pre Intervensi
Skala Nyeri

8-Nyeri berat
10
47,62
Terkontrol
7-Nyeri Berat
5
23,81
Terkontrol
6-Nyeri Sedang
6
28,57
Total
21
100
Sumber : Data Primer 2014
Berdasarkan tabel intensitas nyeri sebelum dilakukan teknik imajinasi terbimbing
berada pada skala nyeri 8 sebanyak 10 responden (47,62%), skala 6 sebanyak 6
responden (28,57%) dan skala 7 sebanyak 5 responden (23,81%) atau sebanyak 6
responden berada pada skala nyeri sedang dan 15 orang pada skala nyeri berat tapi bisa

dikontrol. Hal ini disebabkan oleh perbedaan persepsi individu tentang nyeri serta faktor
lainnya yang mempengaruhi nyeri.
Menurut peneliti, nyeri merupakan perasaan ketidak nyamanan yang disebabkan
adanya kerusakan jaringan. Setiap orang memberikan persepsi serta reaksi yang berbeda
satu sama lain tentang nyeri. Ini disebabkan karena nyeri merupakan perasaan subjektif
yang hanya individu itu sendiri yang tahu persis rasanya dan memiliki toleransi masingmasing terhadap nyeri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien post apendektomi yang
mengeluhkan nyeri memperlihatkan tanda-tanda perilaku nyeri seperti menyebutkan
lokasi dan tingkat nyeri, ekspresi wajah yang meringis, gerakan tubuh yang terbatas, serta
interakasi sosial yang terbatas. Adanya perilaku ini membuktikan bahwa nyeri yang
dirasakan pasien setelah operasi dianggap sangat mengganggu kenyamanan dari pasien
itu sendiri.
Selain itu, tingginya intensitas nyeri yang dirasakan pasien karena efek dari analgesi
yang telah hilang setelah pembedahan. Pembedahan apendisitis berhubungan dengan
adanya luka sayatan dibagian apendiks sehingga dapat menimbulkan nyeri ketika efek
analgesinya hilang.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rismalia (2010) tentang
gambaran pengetahuan dan perilaku pasien pasca operasi apendektomi yang
menunjukkan bahwa intensitas nyeri pasien setelah operasi apendectomy berada dalam
skala nyeri sedang dan berat sehingga mempengaruhi keinginan pasien untuk melakukan
mobilisasi. Persepsi yang berbeda ini disebabkan oleh beberapa faktor baik internal
maupun eksternal dari pasien.
Selain itu, Jitoko (2010) menyatakan bahwa nyeri yang dirasakan pasien post
apendektomi hari pertama dapat mencapai nyeri berat ketika belum mendapatkan terapi
untuk menurunkan nyeri, tergantung dari persepsi individu itu sendiri tentang nyeri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Smeltzer & Bare (2002) yaitu usia,
jenis kelamin, pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas (kecemasan), kebudayaan
dan efek plasebo.
Selain itu, terdapat beberapa faktor eksternal lainnya yang kemungkinan dapat
mempengaruhi nyeri yaitu lingkungan dan individu pendukung (Mubarak & Chayatin,
2007). Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi dalam ruangan terutama di
ruang kelas II dan III yang dihuni oleh lebih dari 1 orang, dan aktivitas yang tinggi
dilingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan
orang terdekat merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi nyeri.
b. Intensitas Nyeri Pasien Post Apendektomi Setelah Dilakukan Teknik Guided
Imagery (Imajinasi Terbimbing)
Nyeri Post Intervensi
Skala Nyeri

5-Nyeri Sedang
4-Nyeri Sedang
3-Nyeri Ringan

8
6
2

38,1
28,57
9,52

2-Nyeri ringan

23,81

21

100

Total
Sumber Data Primer 2014

Berdasarkan tabel frekuensi skala nyeri setelah dilakukan intervensi yaitu skala 5
sebanyak 8 responden (31,8%), skala 4 sebanyak 6 responden (28,57%), skala 2 sebanyak
5 responden (23,81%), dan skala 3 sebanyak 2 responden (9,52%). Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi perbedaan skala nyeri sebelum dan setelah diberikan intervensi.
Menurut peneliti, secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman dari
individu, baik ringan maupun berat dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya. Oleh karena itu, besar kecilnya tingkat penurunan nyeri ditentukan oleh
individu itu sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri lainnya. Faktor-faktor
tersebut sesuai yang telah dijelaskan di sub-bab sebelumnya adalah usia, jenis kelamin,
pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas, kebudayaan, dan efek plasebo.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memiliki penurunan skala nyeri
terbanyak yaitu sebanyak 4 skala adalah pasien yang berpendidikan perguruan tinggi dan
SMA. Ini menunjukkan adanya peran pendidikan dimana semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan yang ia miliki. Selain itu, semakin
tinggi pendidikan maka semakin tinggi pula kemampuan dalam memahami berbagai
instruksi yang diberikan saat melakukan imajinasi terbimbing.
Selain itu, pasien yang memiliki penurunan nyeri yang tinggi sebagian besar
merupakan pasien laki-laki yaitu sebanyak 6 orang dan perempuan hanya 2 orang.
Perbedaan ini semakin meyakinkan peneliti bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap
persepsi nyeri pasien post apendektomi di ruangan bedah RSUD Aloei Saboe. Kekuatan
fisik yang dimiliki oleh seorang laki-laki membuat ia semakin kuat dalam menahan nyeri
yang dirasakan, terutama ketika diberi tindakan pengontrol nyeri seperti imajinasi
terbimbing.
Selain faktor internal pasien itu sendiri, terdapat beberapa faktor eksternal lainnya
yang kemungkinan dapat mempengaruhi nyeri pasien setelah diberikan intervensi yaitu
lingkungan dan individu pendukung. Lingkungan yang sudah dimodifikasi oleh peneliti
sehingga menjadi nyaman untuk pasien seperti menganjurkan orang lain untuk tidak
mengganngu pasien dan tidak membuat keributan memberikan efek penurunan skala
nyeri yang dirasakan pasien. Pasien akan merasa semakin relaks sehingga intensitas nyeri
yang dirasakan semakin kecil. Adanya keluarga yang mendampingi juga dapat membantu
penurunan nyeri karena pasien merasa lebih nyaman dan aman ketika didampingi oleh
keluarga maupun orang terdekat.
Penelitian yang dilakukan Andarmoyo (2006) tentang Pengaruh Terapi NonFarmakologi (Imaginasi Terbimbing) Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Sectio
Cesarea yang menyimpulkan bahwa sebagian besar (60%) nyeri post operasi Sectio
Cesarea pada Ibu Primipara hari 1- 2 setelah diberikan terapi nonfarmakologi (imaginasi
terbimbing) menurun kedalam kategori nyeri ringan.
Penurunan intensitas nyeri berhubungan dengan stimulus. Stimulus yang
menyenangkan dari luar tubuh manusia dapat merangsang sekresi endorphin sehingga
stimulus nyeri yang dirasakan oleh pasien berkurang. Peredaan nyeri secara umum
berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya stimulus yang
diberikan, dan minat individu dalam stimulus, sehingga stimulasi otak akan lebih efektif
dalam menurunkan nyeri (Tamsuri, 2007).

c. Pengaruh Teknik Guided Imagery (Imajinasi Terbimbing) terhadap Penurunan


Nyeri pada Pasien Post Apendektomi
Pengaruh
GIT

Mean

P (value)

Nyeri
Pre
dan Post GIT

11.0

-4.122

0.000

Sumber : Data Primer 2014


Berdasarkan analisis uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test yang ditujukan tabel
diatas bahwa besarnya nilai Z sebesar -4.122 dengan signifikansi (p=value) sebesar
0.000. Dengan demikian nilai probabilitas 0.000 lebih kecil daripada <0.05 maka
dengan ini H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya ada pengaruh Guided Imagery (imajinasi
terbimbing) terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi appendektomi di ruangan
bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Teknik guided imagery merupakan cara sederhana, menggunakan pikiran individu
yang mengalami nyeri itu sendiri dan tidak memerlukan biaya untuk dapat meningkatkan
koping. Guided imagery (Imajinasi terbimbing) merupakan penciptaan khayalan pasien
dengan tuntunan dari pemberi pelayanan keperawatan untuk mendorong pasien
mevisualisasikan atau memikirkan pemandangan atau situasi yang disenanngi pasien.
Teknik imajinasi dapat menurunkan intensitas nyeri karena fokus pemikiran pasien
dipusatkan pada hal-hal yang dapat membuat perasaan pasien tenang dan tidak berfokus
pada nyeri.
Selain itu, tingkat keberhasilan teknik imajinasi terbimbing juga dipengaruhi oleh
sikap pasien yang melakukan teknik imajinasi terbimbing dengan baik dan benar.
Semakin baik pasien melakukan instruksi, maka semakin baik pula hasil yang didapatkan
yaitu penurunan nyeri.
Penggunaan teknik imajinasi terbimbing akan membentuk bayangan yang diterima
sebagai rangsang oleh berbagai indra. Dengan membayangkan sesuatu yang indah dan
damai, maka pasien akan merasa tenang. Dampaknya adalah terjadi perubahan aktivitas
motorik sehingga otot-otot yang tegang menjadi relaks, dan respon terhadap bayangan
semakin jelas. Rangsangan imajinasi berupa hal-hal yang menyenangkan akan dijalankan
ke batang otak menuju sensor talamus untuk diformat. Sebagian kecil rangsangan itu di
transmisikan ke amingdala dan hipokampus, sebagian lagi dikirim ke korteks serebri.
Pada hipokampus hal yang menyenangkan akan diproses menjadi sebuah memori dan
ketika mendapat rangsangan berupa imajinasi memori yang tersimpan akan muncul
kembali. Dari hipokampus rangsangan yang telah mempunyai makna dikirim ke
amingdala yang akan membentuk pola respon yang sesuai dengan makna rangsangan
yang diterima, sehingga subjek lebih mudah untuk mengasosiasikan dirinya dalam
menurunkan sensasi nyeri yang dialami.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endrayani
Sehono (2010), tentang Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap Penurunan
Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Fraktur di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam
penelitian ini disebutkan bahwa imajinasi terbimbing memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap nyeri pasien post operasi fraktur yaitu rata-rata tingkat nyeri turun dari beratsedang, menjadi sedang-ringan.
Imajinasi terbimbing untuk relaksasi daan meredakan nyeri dapat terdiri atas
menggabungkan nafas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan
kenyamanan. Imajinasi terpadu diharapkan efektif membutuhkan waktu yang banyak

untuk menjelaskan teknik dan lamanya pasien melakukan teknik ini (Smeltzer dan Bare,
2002).
Imajinasi terbimbing menuntut seseorang untuk membentuk sebuah
bayangan/imajinasi tentang hal-hal yang disukai. Imajinasi yang terbentuk tersebut akan
diterima sebagai rangsang oleh berbagai indra, kemudian rangsangan tersebut akan
dijalankan ke batang otak menuju sensor thalamus dan akan muncul kembali ketika
terdapat rangsangan berupa bayangan tentang hal-hal yang disukai tersebut (Guyton dan
Hall, 2008).
Keberhasilan teknik guided imagery bisa dijelaskan melalui konsep pengkondisian
klasik berupa pengalaman yang menyenangkan sehingga menimbulkan reaksi terhadap
stimulus (Feldman, 2012). Selain itu, Apostolo & Katherine (2009) menyatakan bahwa
dengan melakukan teknik imajinasi terbimbing dalam dengan induksi latihan selama 1020 menit secara teratur dapat mengurangi rasa nyeri. Teknik imajinasi terbimbing dalam
dapat berhasil jika pasien kooperatif.
Penutup
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Intensitas
nyeri yang dirasakan oleh responden sebelum dilakukan teknik Guided Imagery
(Imajinasi terbimbing) berada pada skala nyeri sedang -berat terkontrol dan setelah
dilakukan Guided Imagery (Imajinasi terbimbing) berada pada skala nyeri ringan
sedang. Dalam hal ini terjadi penurunan nyeri sehingga dalam penelitian ini terdapat
pengaruh Guided Imagery (imajinasi terbimbing) terhadap penurunan nyeri pada pasien
post operasi appendektomi di ruangan bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota
Gorontalo.
Saran
1. Bagi instalasi rumah sakit diharapkan menggunakan teknik guided imagery (imajinasi
terbimbing) untuk menurunkan nyeri pasien post operasi. Karena pemberian teknik
imajinasi terbimbing membutuhkan lingkungan yang benar-benar tenang dan aman,
maka diharapkan bagi pihak rumah sakit agar dapat menyedia tempat khusus yang
digunakan untuk melakukan teknik imajinasi terbimbing.
2. Bagi profesi keperawatan agar dapat menggunakan teknik guided imagery (imajinasi
terbimbing) sebagai salah satu tindakan keperawatan dalam menurunkan nyeri pasien.
3. Bagi pasien post apendektomi diharapkan agar menggunakan cara-cara menurunkan
nyeri selain penggunaan obat-obatan seperti teknik guided imagery (imajinasi
terbimbing) serta teknik lainnya, baik dengan didampingi oleh perawat maupun
dilakukan mandiri ketika sedang merasakan nyeri.
4. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang teknik
guided imagery (imajinasi terbimbing) dengan desain penelitian yang lain serta
melakukan penelitian tentang tindakan keperawatan lainnya untuk menurunkan nyeri.
Daftar Pustaka
Andarmoyo, Sulityo. 2006. Pengaruh Terapi Non-Farmakologi (Imaginasi
Terbimbing) Terhadap Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Sectio Cesarea Pada
Ibu Primipara Hari 1- 2 Di Ruang Melati RSUD Prof. Dr. Hardjono Ponorogo
.Skripsi. Ponorogo : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
Andarmoyo, Sulityo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri . Jogjakarta : Ar
Ruzz Media.

Anonim. 2013. Pengaruh Minuman Ramuan Rempah (Jahe Dan Asam) dalam
Mengurangi Nyeri Dismenore pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto Angkatan 2010-2012. Skripsi. Purwokerto : Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman.
Anwar, Rusmana. 2005. Teori Sederhana Prosedur Pemilihan Uji Hipotesis. Jurnal
Subbagian Fertilitas Dan Endokrinologi Reproduksi. Bandung : Fakultas Kedokteran
UNPAD.
Apostolo, J & Katherine. 2009. The Effect of Guided Imagery on Comfort, Depression,
Anxiety, and Stress of Psychiatric Inpatients. Journal Archives of Psychiatric
Nursing 23.
Arfa, Muhammad. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap
Penurunan Nyeri pada Pasien Post-Operasi Apendisitis Di Ruangan Bedah RSUD
Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Skripsi. Gorontalo : Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo.
Brannon Linda dan Feist Jess. 2000. Health Psychology : an Introduction to Behaviour
and Health. Amerika : United States of America. Matric Production Inc.
Depkes, 2012. Data Jumlah Penyakit Dalam Nasional. Jakarta.
Elvie. 2009. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Dismenore
Pada Remaja Putri Ponpes Putri Mambaul Ulum. Skripsi. Mojokerto : Program
Studi Ilmu Keperawatan Dian Husada.
Feldman, R. 2012. Pengantar Psikologi. Jakarta : Salemba Humanika.
Gonzales, M.A. 2010. The Intervention Postoperative outcomes in Patients of
Appendectomy. AANA Journal.
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Jitoko, Cama. 2010. Recurrent Abdominal Pain Post Appendectomy A Rare Case.
FRACS, Senior Lecturer-Surgery, Fiji School of Medicine. Correspondence to:
Department of Medical Science, Fiji School of Medicine.
Kemenkes. 2013. Jumlah Pasien Pengidap Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta.
Kozier B, Erb G. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lindquist, Ruth dkk. 2013. Complementary and Alternative Therapies in NursingSeventh edition. New York : Springer Publishing company, LLC.
Maresa, Kamora dkk. 2012. Efektifitas Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap
Pemenuhan Rata-Rata Jam Tidur Pasien di Ruang Rawat Inap Bedah. Jurnal
Keperawatan Vol 4 Keperawatan Medikal Bedah Program studi Ilmu Keperawatan.
Riau : Universitas Riau.
Mansjoer, A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mubarak, Iqbal & Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia : Teori Dan
Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Novarenta, Affan. 2013. Guided Imagery untuk Mengurangi Rasa Nyeri Saat
Menstruasi. Jurnal Kesehatan Vol 2 No.1 Fakultas Psikologi. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Nurhayati, E.E, dkk. 2011. Pengaruh Teknik Distraksi Relaksasi terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri pada Pasien Post-Operasi Laparatomi di PKU Muhammadiyah
Gombong. Jurnal Ilmu Kesehatan Keperawatan Volume 7, No 1.
Patterson, Dr, & Jensen, MP. 2003.
Hipnosis and Clinical Pain. American
Psychological Association (diakses Januari 2014)

Potter, A. P dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik.Volume 2 Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia dan Lorraine Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Program Studi Ilmu Keperawatan. 2013. Panduan Penulisan Proposal/Skripsi.
Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo.
Purwanto, Budi. 2013. Herbal dan Keperawatan Komplementer. Yogyakarta :
Nuhamedika.
Qittun, Ananda. 2008. Konsep Dasar Nyeri. (http:;//qittun.blogspot.com/2008/10/konsepdasar-nyeri.html diakses pada tanggal 20 November 2013).
Rabial, Jihan. 2009. Efektivitas Terapi Perilaku Kognitif Relaksasi dan Distraksi pada
Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Hajii Adam
Malik Medan. Skripsi : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Rismalia, Rizka. 2010. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Pasien Pasca Operasi
Appendectomy tentang Mobilisasi Dini di RSUP Fatmawati. Skripsi. Jakarta :
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Sehono, Endrayani. 2010. Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap
Penurunan Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Fraktur di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Skripsi : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sjamsuhidajat, R dan Jong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smetltzer, S dan Brenda Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume
1, Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
-----------------------------------. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,
Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Subag Medical Record RSAS. 2013. Data Pasien Post-Operasi Apendisitis. Gorontalo.
Sugiono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai