TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Manajemen Keperawatan
II.1.1 Pengertian Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena
manajemen adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana perawat
manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan metode
yang berkaitan pada instusi yang besar dan organisasi keperawatan didalamnya,
termasuk setiap unit. Teori ini meliputi pengetahuan tentang misi dan tujuan dari
institusi tetapi dapat memerlukan pengembangan atau perbaikan termasuk misi
atau tujuan devisi keperawatan. Dari pernyataan pengertian yang jelas perawat
manajer mengembangkan tujuan yang jelas dan realistis untuk pelayanan
keperawatan (Swanburg, 2000).
Menurut Swanburg (2000), ketrampilan manajemen dapat diklasifikasikan
dalam tiga tingkatan yaitu:
a. Keterampilan intelektual, yang meliputi kemampuan atau penguasaan
teori, keterampilan berfikir.
b. Keterampilan teknikal meliputi: metode, prosedur atau teknik.
c. Keterampilan interpersonal, meliputi kemampuan kepemimpinan dalam
berinteraksi dengan individu atau kelompok.
II.1.2 Peran Manajer
Peran Manajer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan lingkungan.Tetapi
faktor lain yang mungkin mempengaruhi tergantungnya tugas,khususnya
bagaimana manajer bekerja dalam suatu organisasi. Secara umum peran manajer
dapat dinilai dari kemampuannya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan
staf. Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik, psikis,
dimana kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manajer dalam
memperlakuka n stafnya. Hal ini dapat ditanamkan kepada manajer agar
diciptakan suasana keterbukaan dan memberikan kesempatan kepada staf untuk
melaksanakan tugas dengan sebaikbaiknya. Manajer mempunyai lima dampak
terhadap faktor lingkungan dalam tugas professional sebagaimana dibahas
sebelumnya:
a. Komunikasi
b. Potensial perkembangan
6
c. Kebijaksanaan
d. Gaji dan Upah
e. Kondisi kerja (Nursalam, 2002).
Menurut Rewland & Rewland (1997), ada dua belas kunci utama dalam
kepuasan
kerja
yaitu:
input,
hubungan manajer
dengan
staf, disiplin
menetapkan
biayabiaya
untuk
setiap
kegiatan
serta
seperti
motivasi
untuk
semangat,
manajemen
konflik,
memelihara
makanan
pada
klien
dari
ancaman
terhadap
kesehatannya,
sakit,
kecelakaan,
atau
kejadian
yang
menimbulkan
11
13
14
baik. Hasil pengamatan yang seperti ini melahirkan teori ekologi, yang
menyebutkan bahwa seseorang memang dapat dibentuk untuk menjadi
pemimpin, tetapi untuk menjadi pemimpin yang baik memang ada bakatbakat tertentu yang terdapat pada diri seseorang yang diperoleh dari alam.
II.2.3 Kegiatan Kepemimpinan
Kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan mencakup banyak hal.
Kegiatan
tersebut
mencakup
cara
mengarahkan,
menunjukkan
jalan,
15
memerintah
seluruh
anggotanya
untuk
mematuhi
dan
perencanaan,mengontrol
dalam
penerapannya,
informasi
16
17
19
Countinuos
Quality
Improvement,
Perizinan,
Akreditasi,
Kredensialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical Governance, ISO, dan lain
sebagainya. Harus diakui program-program tersebut telah meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit baik pada aspek struktur, proses maupun output dan
outcome. Namun harus diakui, pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut
masih terjadi KTD yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab
itu perlu program untuk lebih memperbaiki proses pelayanan, karena KTD
sebagian dapat merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya
dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan
pasien berdasarkan hak-nya. Program tersebut yang kemudian dikenal dengan
istilah keselamatan pasien (patient safety).
Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat. Selain
itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD, yang selain berdampak
terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke arena
blamming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan dan pasien,
menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek,
blow-up ke mass media yang akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap
pelayanan rumah sakit, selain itu rumah sakit dan dokter bersusah payah
melindungi dirinya dengan asuransi, pengacara dsb. Tetapi pada akhirnya tidak
20
21
22
pemeriksaan,
diagnosis,
perencanaan
pelayanan,
tindakan
23
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.
Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar :
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit .
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
Kejadian tidak diharapkan.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria :
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian yang
memerlukan perhatian, mulai dari Kejadian Nyaris Cedera (Near miss)
sampai dengan Kejadian Tidak Diharapkan ( Adverse event).
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien.
d. Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
24
Analisis Akar Masalah (RCA) Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) dan
Kejadian Sentinel pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani Kejadian Sentinel (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan Kejadian Sentinel.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar
disiplin.
h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
i. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah
sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.
Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas
b. Rumah sakit
menyelenggarakan
pendidikan
dan
pelatihan
yang
25
pasien.
b. Bagi Unit/Tim :
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
2) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di
rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara
terbuka
dan
terjadi
proses
pembelajaran
serta
pelaksanaan
27
28
Pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta
rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS).
Langkah penerapan :
a. Untuk Rumah Sakit :
1) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam
maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke KPPRS - PERSI.
b. Untuk Unit/Tim :
1) Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang penting.
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan :
a. Untuk Rumah Sakit :
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan
cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan
keluarganya
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan
jelas bilamana terjadi insiden
3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar
selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
b. Untuk Unit/Tim :
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar
secara tepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien
dan keluarganya.
II.4 Prinsip Pemberian Obat Penerapan Tujuh Benar Dalam Menunjang
Medication Safety (bagi dokter, farmasis dan perawat)
II.4.1 Benar Pasien
29
30
yang diinginkan. Obat dapat diberikan per oral, sublingual, parenteral, topical,
rektal, inhalasi.
a. Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai,
karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat juga dapat di absorpsi
melalui rongga mulut (sublingual atau bukal seperti tablet ISDN).
b. Parenteral adalah kata ini berasa dari yunani para berati disamping, Enteron
berarti usus, jadi Parenteral berarti diluar usus atau tidak melalui saluran
cerna, yaitu vena ( preset/perinfus)
c. Topical yaitu pemberian obat melalui kulit atau membrane mukosa.
Misalnya salep, lotion krim, tetes mata, spray.
d. Rektal, obat dapat diberikan melalui rutew rektal berupa enema atau
supositoria yang akan mencair pada suhu badan tubuh.
II.4.5 Benar Waktu
a. Sesuai waktu yang ditentukan: sebelum makan, setelah makan, saat makan.
perhatikan waktu pemberian:
3x sehari tiap 8 jam
2x sehari tiap 12 jam
Sehari sekali tiap 24 jam
Selang sehari tiap 48 jam
b.
Obat segera diberikan setelah diinstruksikan oleh dokter.
c.
Belum memasuki masa kadaluarsa obat.
II.4.6 Benar Dokumentasi
a. Setiap perubahan yang terjadi pada pasien setelah mendapat obat harus
didokumentasikan.
b. Setiap dokumen klinik harus ada bukti nama dan tanda tangan/ paraf yang
melakukan.
c. Setelah memberikan obat, langsung di paraf dan diberi nama siapa yang
memberikan obat tersebut.
d. Setiap perubahan jenis/ dosis/ jadwal/ cara pemberian obat harus diberi
nama & paraf yang mengubahnya.
e. Jika ada coretan yang harus dilakukan: buat hanya satu garis dan di paraf di
ujungnya:
Contoh:
Lasix tab, 1 x 40 mg Jcmd Lasix inj, 1 x 40 mg iv.
f. Dokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan: Efek Samping Obat
(ESO) dicatat dalam rekam medik & Form Pelaporan Insiden + Formulir
31
infeksi
nosokomial
adalah
32
34
penderita dirawat secara khusus seperti di isolasi atau dilayani khusus oleh
perawat tertentu.
b. Cara penularan
Cara penularan melalui tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang
paling utama infeksi nosokomial. Penularan melalui tangan perawat dapat
secara langsung melalui peralatan yang invasif. Dengan tindakan mencuci
tangan secara benar saja, infeksi nosokomial dapat dikurangi 50%. Peralatan
yang kurag steril, air yang terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang
mengandung kuman, sering meningkatkan resiko infeksi nosokomial.
c. Pencegahan infeksi
Pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.
1) Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
a) Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara
mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan , tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan desinfektan.
b) Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
c) Melindungi psien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat,
nutrisi yang cukup dan vaksinasi.
d) Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur
invasif.
e) Pengawasan
infeksi,
identifikasi
penyakit
dan
mengontrol
penyebarannya.
2) Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
hygiene dari tangan, tetapi dalam kenyataannya hal ini sulit dilakukan
dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan,
alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai
pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu,
penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan
tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi.
Hal yang perlu diingat adalah memakai sarung tangan ketika akan
mengalami atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin,
membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan
segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan. Sarung tangan
sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh,
35
feses maupun urin. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap
pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sarung
tangan harus segera diganti.
3) Instrumen yang sering digunakan rumah sakit
a) Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
b) Pergunakan jarum steril
c) Penggunaan alat suntik yang disposabel
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian
selama kita melakukan tindakan untuk mencegah percikan darah,
cairan tubuh, urin dan feses (Wenxel, 2002).
4) Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah
sakit sangat bersih dari debu, minyak dan kotoran. Pengaturan udara
yang baik dengan mengusahakan pemakaian penyaring udara, terutama
bagi penderita dengan status imun dan penderita yang menyebabkan
penyakit melalui udara. Selain itu, rumah sakit juga harus membangun
fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan proses serta filternya
untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri, toilet juga harus dijaga
kebersihannya serta diberikan desinfektan untuk membunuh kuman
(Pohan, 2002).
Desinfeksi yang dipakai harus mempunyai kriteria membunuh kuman
dan mempunyai efek sebagai detergen selain itu desinfeksi yang dipakai
dapat melarutkan minyak dan protein.
5) Ruangan isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat
suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk
penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis dan
SARS yang menyebabkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan
virus contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai
resistensi rendah seperti leukemia dan pengguna obat immunospresan
juga perlu diisolasi agar terhindar dari
tertutup dan ventilasi udara selalu menuju keluar, sebaiknya satu pasien
berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedng terjadi kejadian luar
biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu
ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
36
Dalam mencegah atau mengendalikan infeksi nosokomial, ada tiga hal yang
perlu dalam program pengendalian infeksi nosokomial yaitu:
a. Adanya sistem surveillance yang mantap
37
38
perawatan.
Sebagai
pelaksana
lapangan
perawat
harus
infeksi
nosokomial
masih
kurang
dengan
tujuan
40
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit
seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan
gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan
dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda
tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
b. Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
1) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif)
2) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi
dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
c. Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
d. Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau
tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang terdapat limbah sitotoksik
didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc
e. Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat
yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan
yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh
masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi yang
bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
f. Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia
dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
g. Limbah radioaktif
41
43
Golongan B :
Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam
lainnya.
Golongan C :
Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk
dalam golongan A.
Golongan D :
Limbah bahan kimia dan bahan-bahan farmasi tertentu.
Golongan E :
Pelapis Bed-pan Disposable, urinoir, incontinence-pad, dan stomach.
II.6.4 Pelaksanaan pengelolaan
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah klinis perlu dilakukan pemisahan
penampungan, pengangkutan, dan pengelolaan limbah pendahuluan.
a. Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari
ruang pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah
klinis yang mudah dijangkau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada
tempat produksi sampah Kantong plastik tersebut hendaknya diambil paling
sedikit satu hari sekali atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh.
Kemudian diikat kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak
sampah klinis.
Bak sampah tersebut juga hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga
perempat penuh atau sebelum jadwal pengumpulan sampah. Sampah tersebut
kemudian dibuang dengan cara sebagai berikut :
1) Sampah dari haemodialisis
Sampah
hendaknya
dimasukkan
juga
laboratorium
yang
terinfeksi
hendaknya
dimusnahkan
menunggu
pengangkutan
untuk
dibawa
ke incinerator atau
45
pembuangan
atau ke incinerator
46
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan,
karena kolam stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka
biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di luar kota (pedalaman) yang
biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari
bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
air
limbah
tersebut
sebelumnya
mengalami pretreatment
dengan
septic
tank
filter
treatment biasanya
telah
(inchaff
akan
47
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari
besar
kecilnya
rumah
sakit,
atau
jumlah
tempat
tidur,
maka
b)
c)
d)
e)
f)
48
49
Faktor yang
mempengaruhi peran
II.7 Cuci Tangan
II.7.1 Pengertian Cuci Tangan
perawat:
Kebersihan tangan (cuci tangan ) merupakan proses membuang kotoran dan
1. Faktor lingkungan
debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air
kerja
(Tietjen, L. 2004). Menurut Sumurti (2008), cuci tangan dilakukan dengan tujuan
2. Faktor lingkungan
keluarga
untuk mengangkat mikroorganisme yang terdapat di tangan, mencegah infeksi
silang (cross infection), menjaga kondisi steril, melindungi diri dan pasien dari
infeksi dan memberikan perasaan segar dan bersih. Mikro organisme yang sering
ditemukan antara lain bakteri gram (-) dan stafilokokus, Stafilokokus aureus
Akibat
infeksi
koagulase, pseudomonas, enterobakter dan asinetobakter
membentuk
fibrin di
nosokomial:
dinding kateter beberapa hari setelah pemasangan. Pada tahun 2009, WHO
1. Penderita
bertambah
mencetuskan global patien safety challenge dengan clean
care is safe
care, yaitu
2. Biaya meningkat
merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene3. untuk
kesehatan
Lama petugas
hari perawatan
bertambah
panjang
dengan five moments for hand hygiene adalah melakukan mencuci
tangan:
4.
Kecacatan
a. Sebelum kontak dengan pasien
5. kematian
b. Sebelum melakukan prosedur bersih/steril
c. Setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien resiko tinggi
d. Setelah bersentuhan dengan pasien
e. Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
Persatuan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin,2010) menyatakan
kebersihantangan
(cuci
tangan)
merupakan
suatu
prosedur
tindakan
atau
dengan
menggunakan
handrub
yang
bertujuan
untuk
51
52
kolonisasi berat.
Jagalah kuku agar tetap pendek.
Daerah di bawah kuku mengandung banyak kuman.
Jangan menggunakan cat kuku.
Kuman dapat bersembunyi di sela-sela cat kuku yang rusak.
53
standar
kesehatan
masyarakat.
Standar
tesebut
meliputi;
bebas
dan
keringkan
55
56
Langkah 2
57