Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stress adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh
atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali
atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya (Lazarus & Folkman, 1986). Di
Indonesia, stress sudah menjangkit ke sebagian besar penduduk di Indonesia. Banyaknya
aktivitas yang menuntut untuk mereka lakukan, menjadi dominasi alasan timbulnya stress,
Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja. Individu yang memiliki
pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap tekanan-tekanan dalam
pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman (Koch & Dipboye, dalam
Rachmaningrum,1999). di samping karena faktor lain misalnya, faktor sosial dan ekonomi.
Banyaknya aktivits atau faktor lainnya disebut dengan stressor atau dampak yang
menimbulkan adanya stress. Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang
mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari
kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja,dirumah, dalam
kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Menurut Lazarus &Folkman (1986) stressor
dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan dengan
lingkungan sosial (seperti interaksi sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri yang
dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi
stressor.
Salah satu akibat dari stress adalah timbulnya stroke. Menurut WHO (1989) stroke
adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul
secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang
terganggu. Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis
karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah
disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme
berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri
(aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995). Stroke merupakan penyebab kematian terbesar
ketiga didunia dengan laju mortalitas 18-37 %, stroke terjadi berkaitan dengan faktor resiko
salah satunya adalah stres. Penanganan terhadap stres perlu diprioritaskan, karena departemen

Keperawatan Neurobehavior I

Page 1

kesehatan padatahun 2008 mencatat sekitar 10 % dari seluruh penduduk Indonesia


mengalami stres.
Perlu adanya pengetahuan manusia mengenai stress yang bisa mengakibatkan stroke.
Baik stress ringan maupun stress berat keduanya sama-sama perlu diantisipasi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apa definisi dari stroke?


Bagaimana etiologi dari stroke?
Bagaimana manifestasi klinis dari stroke?
Bagaimana patofisiologi dari strokr?
Bagaimana penatalaksaan pada keadaan stroke?
Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada stroke?
Bagaimana komplikasi dan prognosis dari stroke?
Bagaimana asuhan keperawatan pada stroke?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari stroke .
2. Untuk mengetahui etiologi dari stroke.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari stroke.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari stroke.
5. Untuk mengetahui penatalaksaan pada keadaan stroke.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada stroke.
7. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis dari stroke.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada stroke.
1.4 MANFAAT
Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang patofisiologi gangguan pada
Sistem Neurologi : Stroke pada manusia sehingga dapat bermanfaat bagi para mahasiswa
keperawatan dalam melakukan pemeriksaan dan tindakan keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi stroke

Keperawatan Neurobehavior I

Page 2

Definisi menurut WHO : stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat
gangguan aliran darah otak.
Menurut Neil F Gordon: stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai
darah bagian otak. Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang dapat bertahan bila terdapat
gangguan suplai darah dalam waktu relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam
kehidupan terutama oksigen pengangkut bahan makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak
dalah pusat control system tubuh termasuk perintah dari semua gerakan fisik.
Stress yang disebabkan oleh hipertensi sehingga menyebabkan stroke
Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat seseorang
dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon yang akan menyebabkan
penyempitan dari pembuluh darah, dan pengeluaran cairan lambung yang berlebihan,
akibatnya seseorang akan mengalami mual, muntah, mudah kenyang, nyeri lambung yang
berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus menerus dapat menyebabkan
komplikasi hipertensi pula. Hipertensi merupakan faktor resiko utama dari stroke hemoragik.
2.2 Klasifikasi Stroke
Stroke Hemoragik
Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
1) Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan
oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia
darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan
angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
2) Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Keperawatan Neurobehavior I

Page 3

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam


ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya
malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak
diketahui.
3) Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan
( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam
durameter atau karena robeknya araknoidea.
Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan proses
patologik (kausal):
1) Berdasarkan manifestasi klinik:
a) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang
dalam waktu 24 jam.
b) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi
tidak lebih dari seminggu.
c) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2) Berdasarkan Kausal:

Keperawatan Neurobehavior I

Page 4

a) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak.
Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil.
Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginyakadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas.
Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa
mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
2.3 Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian
yaitu:
1.

Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

2.

Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain.

3.

Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

4.

Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang
menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau
sensasi.

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik yang
paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan, hemiparesis atau
Keperawatan Neurobehavior I

Page 5

kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek
tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek
psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002 : 213).
Gejala - gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan
oleh terganggunya aliran darah ke daerah tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung
bagian otak yang terganggu.Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri
dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient Ischemic Attack (TIA). Serangan
bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara, namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini disebut Reversible Ischemic Neurologic Defisit
(RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini disebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing
stroke atau stroke inevolution
d. Sudah menetap/permanen
(Harsono,1996, hal 67)
Gangguan yang muncul tertulis pada tabel

Keperawatan Neurobehavior I

Page 6

DEFISIT NEUROLOGIK

O
1.

DEFISIT

MANIFESTASI

LAPANG

PENGLIHATAN
a. Homonimus hemianopsia
(kehilangan

a. Tidak menyadari orang/objek ditempat

setengah

lapang penglihatan)

kehilangan peglihatan
Mengabaikan salah satu sisi tubuh
Kesulitan menilai jarak

b. Kesulitan melihat pada malam hari

b. Kehilangan penglihatan

Tidak menyadari objek atau batas objek

perifer
c. Penglihatan ganda

c. Diplopia
DEFISIT MOTORIK
a.

Hemiparese

a. Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada

sisi yang sama


b.

Hemiplegia

b. Paralisis wajah, lengan dan kaki pada

sisi yang sama


c. Ataksia

c. Berjalan tidak mantap, tegak

Tidak mampu menyatukan kaki, perlu

dasar berdiri yang luas

d.

Disatria

e.

Disfagia

d. Kesulitan dalam membentuk kata

e. Kesulitan dalam menelan

3.

DEFISIT SENSORI
Parestesia (terjadi pada sisi
berlawanan dari lesi)

Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh


Kesulitan dalam proprisepsi

DEFISIT VERBAL
a. Afasia ekspresif

a. Ketidakmampuan menggunakan simbol

berbicara
b. Afasia reseptif
Keperawatan Neurobehavior I

5.

c. Afasia global
DEFISIT KOGNITIF

b. Tidak mampu menyusun kata-kata yang

diucapkan

Page
7
c.
Kombinasi
baik afasia reseptif dan
-

ekspresif
Kehilangan memori jangka pendek dan

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fisik membantu menentukan lokasi kerusakan otak. Pemeriksaan
penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium
Mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa
gas darah, gula darah dsb.
2. CT Scan
Untuk memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
3. Angiografi serebral
Untuk membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
4. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan yang meningkat dan cairan yang
5.
6.
7.
8.

mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.


MRI
Untuk menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
EEG
Untuk memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
Ultrasonografi Dopler
Dapat mengidentifikasi penyakit arteriovena.
Sinar X Tengkorak
Untuk menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.

(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)


2.6 Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4.

Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus
dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

Keperawatan Neurobehavior I

Page 8

Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya
:pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis , yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan
oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
2.7 Komplikasi
Kasus stroke di indonesia semakin meningkat seiring berkembangnya pola hidup
manusia yang menjadi faktor predisposisi terjadinya stroke. Terjadinya stroke selalu di ikuti
oleh kemungkinan terjadinya komplikasi baik secara fisik maupun psykis yang menyebabkan
ketidak keseimbangan individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sehingga individu
mengalami kegagalan dalam berinteraksi dengan diri dan orang lain maupun lingkungannya.
Adanya perubahan fisik menyebabkan terjadinya gangguan psikologis sehingga perlu
dilakukan pendekatan secara psikologis untuk menurunkan dampak psikologis pada klien
dengan tehnik komunikasi yang terapeutik.
Seiring denngan meningkatnya kasus Stroke, komplikasi yang diakibatkanya juga
meningkat seperti kelumpuhan anggota gerak, lidah yang tebal dan kaku sehingga terjadi
gangguan komunikasi, mobilitas menurun dan yang tidak kalah pentingnya adalah gangguan
psilkologis, adanya perasaan tidak dihargai, hilangnya citra diri dan stress yang
berkepanjangan. Pada seseorang yang pernah mengalami stroke, mulai saat itulah orang
tersebut mengalami stress yang berlebihan, takut, cemas, rasa was-was akan adanya serangan
ulangan.dan kondisi ini tidak saja dialami olah yang bersangkutan, tapi rasa stress, cemas,
takut dan was-was hampir dialami oleh seluruh anggota keluarga lainnya. Takut akan
Keperawatan Neurobehavior I

Page 9

terjadinya serangan ulangan, takut akan adanya komplikasi yang lebih berat lagi,dan
komplikasi serangan yang pertama. Sehingga individu dan keluarga penderita stroke selalu
hidup dalam keadaan tidak tenang, tidak nyaman sehingga dapat mengganggu stabilitas dan
kenyamanan dalam kehidupan, mengganggu hubungan individu dan keluarga tersebut dalam
hubungannya dengan Allah dan juga mengganggu dalam hubungannya dengan manusia serta
lingkungan lainnya.
Karena itulah seorang perawat harus mampu membantu individu secara utuh bukan hanya
merawat penyakitnya tetapi lengkap semua aspek biopsiko social dan spiritual. Oleh karena
itu perawat harus mampu melihat dan menganalisa respon individu terhadap stimulus atau
stressor dan dapat melakukan analisa dari berbagai komponen konsep diri sehingga perawat
dapat merencanakan tindakan keperawatan yang berkualitas dan sesuai kebutuhan individu.
Beberapa komplikasi umum stroke adalah :
a. Ulkus dekubitus. Merupakan komplikasi iatrogenik yang dapat dihindari

dengan

prosedur rehabilitasi yang baik.


b. Kontraktur dan nyeri bahu. Shoulder hand syndrome terjadi pada 27% pasien stroke.
c. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi kompresi
saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral pada
tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar
matahari.
e. Shock dapat menyebabkan kecemasan dan ketidakyakinan pada semua orang yang terlibat.
f. Inkontinensia alvi dan konstipasi. Umumnya penyebabnya adalah imobilitas, kekurangan
cairan dan intake makanan serta pemberian obat.

Beberapa komplikasi gangguan psikologis akibat stroke :


1. Menurunya harga diri, karena adanya keterbatasan kemampuan fisik, ketidakmampuan
dalam memenuhi kebutuhan diri maupun orang lain yang biasanya di lakukan saat sebelum
sakit

menyebabkan

pasien

merasa

tidak

di

hargai

oleh

orang

lain

lagi.

2. Menurunya citra diri, sehubungan dengan adanya kelainan fisik seperti tidak mampu bicara
Keperawatan Neurobehavior I

Page 10

secara normal, anggota gerak yang lumpuh, dll. menyebabkan pasien merasa tidak gagah
/cantik lagi sehingga pasien merasa minder dan menarik diri dari lingkungan social.
3. Gangguan komunikasi verbal, sangat banyak keinginan keinginan yang tidak bisa
disampaikan,

baik

dalam

pemenuhan

kebutuhan

fisik

maupun

mentalnya.

4. Stres berkepanjangan, karena menurunya harga diri, hilangnya citra diri, gangguan
komunikasi verbal dan gagalnya koping mechanism menyebabkan pasien mengalami stress
yang berkepanjangan.
5. Cemas dan takut pada klien dan keluarga, Klien dan kelurga selalu dihantui oleh rasa takut
dan cemas yang terus menerus, apa dan bagaiman yang akan terjadi selanjutnya.

2.8 Prognosis
Setiap orang pasti menggunakan komunikasi dalam setiap hubungan, dimana
keterampilan berkomunikasi mempunyai peranan penting dalam tugas kita sehari hari
terutama dalam menghadapi pasien yang mengalami stress akibat komplikasi dari stroke.
Komunikasi tersebut merupakan komunikasi professional dan bertujuan untuk
menyembuhkan pasien yang disebut dengan komunikasi therapeutik. Saat berkomunikasi
dengan pasien perawat perlu menganalisa siapa yang akan diajak berkomunikasi, apakah
penderita stroke laki-laki, perempuan, muda ataupun tua, karena ketika berinteraksi
semuanya tidak akan sama. Apabila perawat benar-benar menerapakan komunikasi
therapentis maka kemungkinan akibat/efek psikologis pada klien maupun pada keluarganya
dapat sangat diminimalkan sehingga akan berpengaruh terhadap berkurangnya efek fisik dan
psikis sehingga efek samping dari stroke tidak berdampak buruk bagi pasien dan keluarga.
2.9 Patofisiologi
2.9.1 Patofisiologi stroke hemoragik
Aterosklerosis atau trombosis biasanya dikaitkan dengan kerusakan lokal pembuluh darah
akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan adanya plak berlemak pada
lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut,
sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai,
Keperawatan Neurobehavior I

Page 11

sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik. Plak cenderung
terbentuk pada daerah percabangan ataupun tempat-tempat yang melengkung. Trombosit
yang menghasilkan enzim mulai melakukan proses koagulasi dan menempel pada permukaan
dinding pembuluh darah yang kasar. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk
emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan menutup arteri secara sempurna. (Lambardo,
1995)
Emboli kebanyakan berasal dari suatu thrombus dalam jantung, dengan kata lain hal
merupakan perwujudan dari masalah jantung. Meskipun lebih jarang terjadi embolus juga
mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotis atau arteri karotis interna. temapt yang
paling sering terserang emboli serebri adalah arteri serebri media, terutama bagian atas.
Perdarahan intraserebral sebagian besar terjadi akibat hipertensi dimana tekanan darah
diastoliknya melebihi 100 mmHg. Hipertensi kronik dapat menyebabkan pecah/ruptur arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan/atau subarakhnoid, sehingga jaringan
yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah distal dari tempat dinding arteri
pecah tidak lagi kebagian darah sehingga daerah tersebut menjadi iskemik dan kemudian
menjadi infark yang tersiram darah ekstravasal hasil perdarahan. Daerah infark itu tidak
berfungsi lagi sehingga menimbulkan deficit neurologik, yang biasanya menimbulkan
hemiparalisis. Dan darah ekstravasal yang tertimbun intraserebral merupakan hematom yang
cepat menimbulkan kompresi terhadap seluruh isi tengkorak berikut bagian rostral batang
otak. Keadaan demikian menimbulkan koma dengan tanda-tanda neurologik yang sesuai
dengan kompresi akut terhadap batang otak secara rostrokaudal yang terdiri dari gangguan
pupil, pernapasan, tekanan darah sistemik dan nadi. Apa yang dilukis diatas adalah gambaran
hemoragia intraserebral yang di dalam klinik dikenal sebagai apopleksia serebri atau
hemorrhagic stroke. (Listiono, 1998)
Arteri yang sering pecah adalah arteria lentikulostriata di wilayah kapsula interna.
Dinding arteri yang pecah selalu menunjukkan tanda-tanda bahwa disitu terdapat aneurisme
kecil-keci yang dikenal sebagai aneurisme Charcot Bouchard. Aneurisma tersebut timbul
pada orang-orang dengan hipertensi kronik, sebagai hasil proses degeneratif pada otot dan
unsure elastic dari dinding arteri. Karena perubahan degeneratif itu dan ditambah dengan
beban tekanan darah tinggi, maka timbullah beberapa pengembungan kecil setempat yang
dinamakan aneurismata Charcot Bouchard. Karena sebab-sebab yang belum jelas,
aneurismata tersebut berkembang terutama pada rami perforantes arteria serebri media yaitu
arteria lentikolustriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik seperti sewaktu orang marah,
mengeluarkan tenaga banyak dan sebagainya, aneurima kecil itu bisa pecah. Pada saat itu
Keperawatan Neurobehavior I

Page 12

juga, orangnya jatuh pingsan, nafas mendengkur dalam sekali dan memperlihatkan tandatanda hemiplegia. Oleh karena stress yang menjadi factor presipitasi, maka stroke
hemorrhagic ini juga dikenal sebagai stress stroke.( Marjono, 2010)
Pada orang-orang muda dapat juga terjadi perdarahan akibat pecahnya aneurisme
ekstraserebral. Aneurisme tersebut biasanya congenital dan 90% terletak di bagian depan
sirkulus Willisi. Tiga tempat yang paling sering beraneurisme adalah pangkal arteria serebri
anterior, pangkal arteria komunikans anterior dan tempat percabangan arteria serebri media di
bagian depan dari sulkus lateralis serebri. Aneurisme yang terletak di system vertebrobasiler
paling sering dijumpai pada pangkal arteria serebeli posterior inferior, dan pada percabangan
arteria basilaris terdepan, yang merupakan pangkal arteria serebri posterior.
Fakta bahwa hampir selalu aneurisme terletak di daerah percabangan arteri menyokong
anggapan bahwa aneurisme itu suatu manifestasi akibat gangguan perkembangan embrional,
sehingga dinamakan juga aneurisme sakular (berbentuk seperti saku) congenital. Aneurisme
berkembang dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya. Tempat
ini merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris resistensiae), yang
karena beban tekanan darah tinggi dapat menggembung, sehingga dengan demikian
terbentuklah suatu aneurisme.
Aneurisme juga dapat berkembang akibat trauma, yang biasanya langsung bersambung
dengan vena, sehingga membentuk shunt arteriovenosus.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan tekanan intraandominal,
aneurisma ekstraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan gambaran
penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya aneurisma Charcor
Bouchard. Pada umumnya factor presipitasi tidak jelas. Maka perdarahan akibat pecahnya
aneurisme

ekstraserebral

yang

berimplikasi

juga

bahwa

aneurisme

itu

terletak

subarakhnoidal, dinamakan hemoragia subduralis spontanea atau hemoragia subdural primer.


(Marjono, 2010)
2.9.2 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik
Stroke iskemik terjadi karena hilangnya suplai darah ke salah satu bagian otak dan
mengakibatkan terjadinya ischemic cascade. ischemic cascade adalah suatu rangkaian reaksi
biokimia yang terjadi setelah sel atau jaringan aerob mengalami iskemi. Iskemi sangat
berbahaya bagi sel dan jaringan, terutama sel syaraf yang tidak memiliki cadangan energi
yang banyak. Jaringan otak akan berhenti berfungsi jika tidak mendapat oksigen lebih dari
Keperawatan Neurobehavior I

Page 13

60-90 detik. Ketika pembuluh darah serebral terhambat, otak akan kekurangan energi,
sehingga harus melakukan respirasi anaerob di tempat terjadinya iskemi. Proses ini
menghasilkan sedikit energi dan asam laktat yang dapat mengiritasi sel. Keseimbangan asam
basa yang ada di otak akan terganggu dengan adanya asam laktat. Area iskemi ini disebut
"ischemic penumbra".
ATP tidak dapat diproduksi pada sel otak yang kekurangan oksigen dan glukosa
sehingga sel tidak melaksanakan proses yang seharusnya dilakukan seperti contohnya pompa
ion yang penting untuk kehidupan sel. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan jumlah
neurotransmiter glutamat dan kalsium yang merupakan salah satu penyebab kerusakan sistem
saraf. Konsentrasi glutamat di luar sel saraf seharusnya terjaga dalam jumlah yang kecil yang
dipengaruhi oleh pompa ion. Pompa ion yang tidak dapat bekerja mengakibatkan reuptake
glutamat tidak berjalan dengan lancar. Glutamat bekerja pada reseptor (terutama NMDA
reseptor) di sel saraf untuk menghasilkan influks kalsium ke dalam sel. Kalsium di dalam sel
dapat mengaktifasi enzim yang bisa menghancurkan protein, lipid, dan materi nuklear sel.
Influks kalsium juga akan mengganggu mitokondria sehingga sel semakin kehilangan energi
dan memicu kematian sel melalui apoptosis. Iskemi juga menginduksi produksi radikal bebas
oksigen dan zat reaktif lain. Zat-zat tersebut dapat bereaksi dan merusak berbagai sel dan
jaringan ,termasuk jaringan endotelium pembuluh darah.
Proses tersebut sama pada berbagai iskemi jaringan. Namun, jaringan otak sangat
rentan terhadap proses tersebut karena sel otak tidak memiliki cadangan nutrisi yang banyak
dan sangat tergantung pada respirasi aerob. Selain mengakibatkan kerusakan sel otak, iskemi
dan infark dapat merusak struktur dari jaringan otak, sawar darah otak, dan pembuluh darah
melalui pelepasan matrix metalloprotease yang merupakan enzim yang tergantung pada zinc
dan kalsium yang dapat menghancurkan kolagen, asam hialuronat, dan berbagai elemen dari
jaringan konektif. Adanya zat-zat yang bisa menghancurkan jaringan sangat berbahaya bagi
sawar darah otak. Sawar darah otak yang rusak bisa mengalami kebocoran sehingga molekul
ukuran besar seperti albumin dapat masuk ke dalam otak. Albumin dapat menarik air ke
jaringan otak dari pembuluh darah melalui osmosis yang disebut juga vasogenic edema.
Edema ini akan menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut melalui tekanan pada jaringan otak.
Zat lain yang muncul saat terjadi iskemi adalah radikal bebas yang juga berbahaya bagi sel.
Sistem imun juga akan teraktifasi oleh infark serebral dan dapat memperparah cedera yang
disebabkan infark.

Keperawatan Neurobehavior I

Page 14

2.10 WOC
terlampir

BAB III
Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan
perumusan diagnosis keperawatan (Lismidar, 1990).

3.1.1 Pengumpulan data


Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien (Marilynn E.
Doenges et al, 1998).
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
Keperawatan Neurobehavior I

Page 15

2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi (Jusuf Misbach, 1999).
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain (Siti Rochani, 2000).
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan (Donna D. Ignativicius, 1995).
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus
(Hendro Susilo, 2000).
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut.

Keperawatan Neurobehavior I

Page 16

c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Keperawatan Neurobehavior I

Page 17

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

3.1.2 Pemeriksaan fisik


a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed
rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun
suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.
e) Pemeriksaan abdomen

Keperawatan Neurobehavior I

Page 18

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis (Jusuf
Misbach, 1999).

3.1.3 Pemeriksaan penunjang


a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak (Linardi Widjaja, 1993).
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik (Marilynn E.
Doenges, 2000).

Keperawatan Neurobehavior I

Page 19

(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler (Satyanegara, 1998).
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke (Jusuf Misbach, 1999).
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama (Satyanegara, 1998).
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali (Jusuf Misbach, 1999).
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri
(Linardi Widjaja, 1993).

3.1.4 Analisa data


Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik kesimpulan.

Keperawatan Neurobehavior I

Page 20

No

Data

Etiologi

DS:

Faktor pencetus
Keluarga

Pasien

Masalah
Perfusi

Perubahan

Jaringan

perfusi
jaringan

mengatakan

berhubungan

pasien tidak sadarkan

dengan

diri + 6 jam SMRS

interupsi aliran

DO:

Terganggunya Kerja

darah

Jantung

KU:

NDx

Berat
Kes:

Coma
GCS:

(E:1, V:1, M:1)

Arteroklerosis

TTV:
Td:

130/60 mmHg
N:

92

x/m
R:

26

Penurunan Suplai

x/m

darah ke serebral

Pemeriksaan lab.
Cholesterol: 236 mg/dl
HDL: 49 mg/dl
LDL: 164 mg/dl
2

DS:

Faktor pencetus
Keluarga

Pasien
pasien

keterlibatan
Terganggunya Kerja

Rentang

Jantung

pasien

terganggu
KU:

Berat
Kes:
Keperawatan Neurobehavior I

Coma

GCS:
(E:1, V:1, M:1)

mobilitas fisik

neuromuskuler

DO:

gerak

Fisik

dengan

dan

tidak bergerak.

Kerusakan
berhubungan

mengatakan
lemah

Mobilitas

Page 21

Arteroklerosis

: paralisis

3.2 Diagnosa dan Intervensi


No.
1.

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kiteria hasil

Intervensi

Bersihan jalan nafas tidak


efektif b.d. penumpukan
sputum
kelemahan,

(karena
hilangnya

refleks batuk)

Pasien

mampu 1. Auskultasi bunyi nafas

mempertahankan

jalan

nafas yang paten.


Kriteria hasil :

2. Ukur tanda-tanda vital


3. Berikan posisi semi
fowler

a. Bunyi nafas vesikuler

sesuai

dengan

kebutuhan

(tidak

bertentangan
b. RR normal
c. Tidak ada tanda-tanda
sianosis dan pucat
d. Tidak ada sputum

masalah

dgn
keperawatan

lain)
4. Lakukan penghisapan
lender dan pasang OPA
jika kesadaran menurun
5.

Bila

sudah

memungkinkan lakukan
fisioterapi

dada

dan

latihan nafas dalam


6. Kolaborasi:
Pemberian ogsigen
Laboratorium: Analisa
gas darah, darah lengkap
dll
Pemberian obat sesuai
kebutuhan

Keperawatan Neurobehavior I

Page 22

2.

Penurunan
serebral

perfusi
b.d.

adanya

perdarahan, edema atau

Perfusi serebral membaik

tanda penurunan perfusi


Kriteria hasil :

serebral :GCS, memori,

oklusi pembuluh darah


serebral

1. Pantau adanya tanda-

a.

Tingkat

kesadaran

membaik (GCS meningkat)


b. fungsi kognitif, memori

bahasa respon pupil dll


2. Observasi tanda-tanda
vital (tiap jam sesuai
kondisi pasien)

dan motorik membaik

3. Pantau intake-output

c. TIK normal

cairan, balance tiap 24


d. Tanda-tanda vital stabil
e.

Tidak

ada

jam

tanda 4.

perburukan neurologis

Pertahankan

posisi

tirah baring pada posisi


anatomis

atau

posisi

kepala tempat tidur 15-30


derajat
5.

Hindari

valsava

maneuver seperti batuk,


mengejan dsb
6. Pertahankan ligkungan
yang nyaman
7. Hindari fleksi leher
untuk mengurangi resiko
jugular
8. Kolaborasi:
Beri ogsigen sesuai
indikasi
Laboratorium: AGD,
Keperawatan Neurobehavior I

Page 23

gula darah dll


Penberian terapi sesuai
advis
CT scan kepala untuk
diagnosa dan monitoring

3.

Gangguan mobilitas fisik


b.d.

kerusakan

Pasien mendemonstrasikan 1.
mobilisasi aktif

neuromuskuler,
kelemahan, hemiparese

Pantau

kemampuan

tingkat
mobilisasi

klien
Kriteria hasil :
2. Pantau kekuatan otot
a. tidak ada kontraktur atau
foot drop

3. Rubah posisi tiap 2 jan

b. kontraksi otot membaik

4. Pasang trochanter roll


pada daerah yang lemah

c. mobilisasi bertahap
5. Lakukan ROM pasif
atau

aktif

kemampuan

sesuai
dan

jika

TTV stabil
6.

Libatkan

keluarga

dalam memobilisasi klien


7. Kolaborasi: fisioterapi

4.

Gangguan
verbal

b.d.

komunikasi
kerusakan

neuromuscular, kerusakan
sentral bicara

Keperawatan Neurobehavior I

Komunikasi dapat berjalan 1. Evaluasi sifat dan


dengan baik

beratnya afasia pasien,


jika

Kriteria hasil :

Page 24

berat

memberi

hindari

isyarat

non

a.

Klien

dapat verbal

mengekspresikan perasaan
2. Lakukan komunikasi
b. Memahami maksud dan dengan
pembicaraan orang lain

wajar,

bahasa

jelas, sederhana dan bila


perlu diulang

c.

Pembicaraan

pasien

dapat dipahami

3.

dengarkan

dengan

tekun jika pasien mulai


berbicara
4.

Berdiri

di

dalam

lapang pandang pasien


pada saat bicara
5.

Latih

otot

bicara

secara optimal
6.

Libatkan

dalam

keluarga
melatih

komunikasi verbal pada


pasien
7. Kolaborasi dengan ahli
terapi wicara

5.

(Risiko) gangguan nutrisi


kurang

dari

kebutuhan

b.d. intake nutrisi tidak


adekuat

Kebutuhan

nutrisi 1. Kaji factor penyebab

terpenuhi

mempengaruhi

kemampuan
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
b. Berat badan dalam batas

Keperawatan Neurobehavior I

yang

Page 25

menerima

makan/minum
2.

Hitung

nutrisi perhari

kebutuhan

normal

3. Observasi tanda-tanda
vital

c. Conjungtiva ananemis
4. Catat intake makanan
d. Tonus otot baik
5. Timbang berat badan
e. Lab: albumin, Hb, BUN

secara berkala

dalam batas normal


6. Beri latihan menelan
7. Beri makan via NGT
8.

Kolaborasi

Pemeriksaan

lab(Hb,

Albumin,

BUN),

pemasangan

NGT,

konsul ahli gizi

6.

Kurang

kemampuan

perawatan

diri

kelemahan,

b.d.

gangguan

neuromuscular, kekuatan

Kemampuan merawat diri 1.


meningkat

tingkat

kemampuan klien dalam


merawat diri

Kriteria hasil :

otot menurun, penurunan

2.

koordinasi otot, depresi, a.


nyeri, kerusakan persepsi

Pantau

mendemonstrasikan

perubahan

pola

untuk

hidup

memenuhi

Berikan

bantuan

terhadap kebutuhan yang


benar-benar

diperlukan

saja

kebutuhan hidup seharihari

3. Buat lingkungan yang


memungkinkan

b. Melakukan perawatan
diri sesuai kemampuan
c.

Mengidentifikasi

memanfaatkan
bantuan
Keperawatan Neurobehavior I

Page 26

klien

untuk melakukan ADL


mandiri

dan

sumber

4.

Libatkan

keluarga

dalam membantu klien

5. Motivasi klien untuk


melakukan ADL sesuai
kemampuan
6. Sediakan alat Bantu
diri bila mungkin
7. Kolaborasi: pasang DC
jika

perlu,

konsultasi

dengan ahli okupasi atau


fisioterapi

7.

Risiko

cedera

b.d.

gerakan

yang

tidak

terkontrol

selama

penurunan kesadaran

Klien terhindar dari cedera 1.


selama perawatan

Pantau

tingkat

kesadaran

dan

kegelisahan klien
Kriteria hasil :
2. Beri pengaman pada
a. Klien tidak terjatuh
b. Tidak ada trauma dan
komplikasi lain

daerah yang sehat, beri


bantalan lunak
3.

Hindari

restrain

kecuali terpaksa
4. Pertahankan bedrest
selama fase akut
5. Beri pengaman di
samping tempat tidur
6.

Libatkan

keluarga

dalam perawatan
7. Kolaborasi: pemberian
obat
Keperawatan Neurobehavior I

Page 27

sesuai

indikasi

(diazepam, dilantin dll)


8.

Kurang
(klien

pengetahuan
dan

tentang
perawatan
informasi,

keluarga)

penyakit
b.d.

dan
kurang

keterbatasan

Pengetahuan

klien

dan 1.

derajat

keluarga tentang penyakit gangguan


dan perawatan meningkat.

sensuri

Kriteria hasil :

2.

kognitif, tidak mengenal


sumber

Evaluasi

persepsi

Diskusikan

proses

patogenesis
a.

Klien

dan

keluarga

berpartisipasi dalam proses

dan

pengobatan dengan klien


dan keluarga

belajar
3. Identifikasi cara dan
b.

Mengungkapkan

pemahaman

tentang

penyakit, pengobatan, dan

kemampuan

untuk

meneruskan

progranm

perawatan di rumah

perubahan pola hidup yang


diperlukan

4.

Identifikasi

factor

risiko secara individual


dal lakukan perubahan
pola hidup
5.

Buat

perencanaan pulang

Keperawatan Neurobehavior I

Page 28

daftar

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat gangguan aliran darah
otak. Kondisi stress yang terus menerus dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pula.
Hipertensi merupakan faktor resiko utama dari stroke hemoragik. Stress Hemoragik dibagi
atas Perdarahan Intraserebral (PIS), Perdarahan Subarakhnoidal (PSA), dan Pendarahan
Subdural. Ada beberapa etiologi dari penyakit ini, yaitu Thrombosis, embolisme serebral,
Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak dan hemoragi. Ada beberapa
penatalaksanaan untuk mengobati penyakit stroek, yaitu dengan pengobatan konservatif dan
pengobatan pembedahan

4.2 SARAN

Keperawatan Neurobehavior I

Page 29

Dengan adanya makalah asuhan keperawatan pada klien dengan stroke ini diharapkan
bisa memberikan manfaat untuk penulis, pembaca, dan lainnya untuk menambah wawasan.
Khususnya kita sebagai perawat sangat penting untuk mengetahui dan memahami apa itu
stroke serta bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien dengan perubahan psikologi, stres
dan perubahan emosi.
Kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
sangat menerima apabila ada kritik dan saran untuk pembuatan makalah kami selanjutnya
agar lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC,
2000
Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press,
1996
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6.
Jakarta: EGC.
Keperawatan Neurobehavior I

Page 30

Deb P, Sharma S, Hassan KM. "Pathophysiologic mechanisms of acute ischemic


stroke: An overview with emphasis on therapeutic significance beyond thrombolysis".
Pathophysiology. January 12, 2010. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20074922
Brunner and Suddarth's Textbook on Medical-Surgical Nursing, 11th Edition
Joseph U Becker. eMedicine. http://www.emedicine.com/EMERG/topic558.htm
http://www.ninds.nih.gov/disorders/stroke/detail_stroke.htm
Hinkle JL, Bowman L (April 2003). "Neuroprotection for ischemic stroke".
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12795039
Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA eds.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 1995. p.
961-794.
Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama ; 1998. pg 180-204. 10.
Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf Pusat Dalam
Mardjono M, Sidharta P eds. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 9. Jakarta: PT Dian
Rakyat; 2003. hal. 269-92
Taylor TN, Davis PH, Tomer JC et al. Lifetime cost of stroke in The United State.
Stroke 1996; 27:1459-1466.
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional
Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke
2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000

Keperawatan Neurobehavior I

Page 31

Anda mungkin juga menyukai