PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal
yang
ditandai
dengan
adanya
proses
supurasi
dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati (18).
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan manifestasi ekstrakranial paling
umum dari amubiasis. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400
SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936 (18).
Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang
jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan. Di
negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan secara
endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik (17).
Abses hati amuba biasanya cenderung pada usia tua dan jenis kelamin
laki-laki serta pada orang-orang setelah perjalanan ke daerah endemis, yang
ditandai dengan hepatomegali dengan abses besar atau abses multipel. Abses hati
amuba pada orang yang belum berpergian ke atau tinggal di daerah endemik,
biasanya disebabkan karena keadaan imunosupresi (seperti AIDS). Faktor
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
.
2.1
atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di regio
hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hati
memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi
segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan. Lobus kiri dibagi
menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis. Di bawah
peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang
meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi strukturstruktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan
fungsional organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya
terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel
khusus dan sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan
mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus.
Hati memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta
hepatika dan dari aorta melalui arteria hepatika. ( 7,10,17).
empedu penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di
dalam usus.
2.
a.
b.
karbohidrat.
Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar
c.
3.
asam amino.
Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B 12,
tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak disimpan
dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan B 12 juga
disimpan secara normal.
a. Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang
dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi
akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi
cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.
penampungan darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu
menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati
merupakan depot darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung
kanan). kerja fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.
2.2
Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal
yang
ditandai
dengan
adanya
proses
supurasi
dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel
darah didalam parenkim hati (18).
Abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi debris nekroinflamatori purulen di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba, terutama
entamoeba hystoliyica ( 1, 11).
Epidemiologi
AHA di negara negara yang sedang berkembang, didapatkan secara
(14)
amubiasis hati pada rentang usia antara 20-50 tahun, dan , tersering pada dekade
keempat (5, 17).
Amebiasis merupakan infeksi tertinggi ketiga penyebab kematian setelah
schistosomiasis dan malaria(14). Daerah endemisnya meliputi Afrika, Asia
Tenggara, Meksiko, Venezuela dan kolombia(6, 9). Penularan umumnya melalui
jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal (5, 17).
Insiden abses hati amuba di Amerika Serikat mencapai 0,05%, sedangkan
di India dan Mesir mencapai 10-30% per tahun dengan perbandingan lakilaki:wanita yaitu sebesar 3:1 sampai dengan 22:1 (6, 9). Insiden AHA di rumah sakit
seperti Thailand berkisar 0,17%, sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia
berkisar antara 5-15% pasien per tahun (5, 17).
2.4
Etiologi
Beberapa spesies amoeba dapat hidup sebagai parasit non-patogen dalam
mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit. Individu yang terinfeksi Entamoeba histolyticahanya sebagian kecil
yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis
Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya
virulensi berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hati(17).
(16, 17)
2.5
Patogenesis
(2,3,17)
. Trofozoit melekat ke
sel epitel dan mukosa kolon dengan Gal/GalNAc yang mengivasi mukosa
membentuk lesi, yang awalnya berupa mikroulserasi mukosa caecum, kolon
sigmoid dan rektum, yang mengeluarkan eritrosit, sel inflamasi dan sel epitel.
Ulserasi yang meluas ke submukosa menghasilkan ulser khas yang berbentuk
termos (flask-shaped) yang berisi trofozoit diantara jaringan mati dan sehat (11).
Amuba
ini
dapat
menjadi
patogen
dengan
mensekresi
enzim
10
menginvasi organ selain hati, seperti pada paru-paru dan otak. Pecahnya abses hati
amuba ke dalam pleura, perikard dan ruang peritoneal juga dapat terjadi (2, 4, 11, 17).
E.hystolitica di dalam hati mensekresi enzim proteolitik yang berfungsi
melisiskan jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus akumulasi
neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi
membesar, bersatu, dan granuloma diganti dengan nekrotik, yang biasa berupa
well demarcated abscess. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti
jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%) karena
lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran
limfatik.
Dinding
abses
bervariasi
tebalnya,bergantung
pada
lamanya
11
Gambaran Klinis
Abses hati amuba lebih sering dikaitkan dengan presentasi klinis yang akut
dibandingkan abses hati piogenik. Gejala terjadi rata-rata dua minggu pada saat
diagnosis ditegakkan. Gejala klinis dapat terjadi periode laten antara infeksi hati
usus sampai bertahun-tahun, dan kurang dari 10% pasien didapatkan riwayat diare
berdarah akibat disentri amuba (12).
Nyeri perut dirasakan pada 75-90% pasien, lebih berat dibandingkan
piogenik, terutama di kuadran kanan atas. Nyeri perut terkadang disertai dengan
mual, muntah, anoreksia penurunan berat badan kelemahan tubuh dan pembesarah
hati yang juga terasa nyeri. Nyeri spontan pada perut kanan atas, biasanya disertai
dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan diatasnya
yang merupakan gambaran klinis khas yang sering dijumpai. Dua puluh persen
penderita dengan kecurigaan abses hati amuba mempunyai riwayat penyakit diare
atau disentri (11).
Demam umumnya terjadi dengan pola internitten (38-40oC). Malaise,
mialgia dan artralgia juga umum terjadi. Ikterus jarang ditemukan, dan apabila
ditemukan menandakan prognosis buruk. Manifestasi paru dapat terjadi, tetapi
pericardial rub dan peritonitis jarang ditemukan. Kadang-kadang friction rub
terdengar di hati (2, 9).
12
2.7
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal terpenting untuk
(12)
abses amuba harus dilakukan jika diagnosis masih belum jelas, dengan gambaran
pasta coklat kemerahan dan berbau sedikit. Trofozoit hanya didapatkan pada 20%
aspirasi. Hasil foto thoraks abnormal didapatkan pada 50-80% pasien dengan
gambaran atelektasis paru lobus kanan bawah, efusi pleura kanan dan kenaikan
hemidiafragma kanan (6, 11, 12).
USG abdomen merupakan pilihan utama, karena noninvasif dan
sensitivitasnya
tinggi
(80-90%)
untuk
mendapatkan
lesi
hipoechoic
13
amuba dengan piogenik. Abses amuba umumnya menyerang lobus kanan hepar
dekat dengan diafragma dan biasanya tunggal (1,12).
Tes
serologi
yang
bisa
digunakan
meliputi
ELISA,
indirect
14
2.8
Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan
Pemeriksaan Radiologi
Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan peninggian
15
dengan kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan : 85 % berupa
massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa
hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca kontras
tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat pada 30 %
kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta. (17)
Diagnosis banding
Diagnosis banding untuk abses hati amuba adalah sebagai berikut:
1.
2.
nyeri perut kanan atas, penurunan berat badan, anoreksia, malaise, dan terdapat
benjolan pada perut kanan atas.Pemeriksaaan fisik didapatkan hepatomegali yang
berbenjol-benjol. Pemeriksaan penunjang lain yang sering digunakan untuk
menegakkan diagnosa, yaitu: pemeriksaan laboratorium yang didapatkan
peningkatan AFP dan pada USG ditemukan lesi lokal/ difus di hati.
3.
infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan,
dan panas badan. Anamnesis didapatkan nyeri epigastrium atau perut kanan atas
16
yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam. Pada pemeriksaan fisik
teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal,
Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan
laboratorium dimana ditemukan leukositosis dan pemeriksaan USG didapatkan
penebalan dinding kandung empedu, serta sering ditemukan pula sludge atau batu.
4.
Tabel 2.1 perbedaan antara Abses hati piogenik dan Abses hati amuba
Demografi
Jenis kelamin:
laki-laki =perempuan
Faktor risisko Infeksi bakteri akut, khususnya
laki-laki >perempuan
Berpergian atau menetap di
mayor
daerah endemik
intraabdominal
Obstruksi bilier/ manipulasi
Gejala klinis
Diabetes melitus
Nyeri perut regio kuadran kanan
Akut:
malaise,
anoreksia,
demam
tinggi,
nyeri
abdomen,
sepsis.
badan,
demam
dan
nyeri
17
tidak
ada
gejala
Tanda klinis
Laboratoriu
95%)
melebihi
Leukositosis
aminotransferase),
peningkatan
bervariasi
bilirubin, anemia.
hipoalbuminemia
Pencitraan
dan
biasanya
normal.
Khas, abses tunggal (80%),
oval,
bersepta,
wall
aspirasi
bervariasi,
(80%)
jarang ditemukan.
2.10
steril,
trofozoit
Komplikasi
Abses akan membesar tanpa terapi, dan meluas ke diafragma atau ruptur
ke kavitas peritoneal. Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5
- 5,6 %. Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal
atau kulit. Ruptur abses ke dalam rongga toraks menyebabkan fistula
hepatobronkial yang dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan nekrotik
mengandung amoeba, abses paru dan empyema amuba (20-30%). Ruptur abses ke
18
1.
Medikamentosa
Pasien muda yang telah melakukan perjalanan ke daerah endemik, pada
pencitraan didapatkan lesi tunggal, pasien tidak terlihat toksik, dengan dugaan
kuat abses amuba, maka pemeriksaan feses harus dilakukan untuk mencari kista
dan trofozoit amuba dan serum harus diperiksa antibodi E. Histolitica.
Abses
hati
amoeba
tanpa
komplikasi
lain
dapat
menunjukkan
Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk amubiasis
intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang paling sering adalah sakit
kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap logam. Dosis yang dianjurkan untuk
19
kasus abses hati amoeba adalah 3 x 750 mg per hari secara oral selama 7 10
hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis.
Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole
(nitroimidazole kerja panjang) 2 gram per oral dan omidazole 2 gram per oral,
yang dilaporkan efektif sebagai terapi dosis tunggal. Lebih dari 90% pasien
mengalami respon yang baik dengan terapi metronidazole, baik berupa penurunan
nyeri maupun demam dalam 72 jam. Terapi kemudian dilanjutkan dengan preparat
lumenalamubisid untuk eradikasi kista dan mencegah transmisi lebih lanjut,
seperti Iodoquinol 3x650 mg selama 20 hari, diloxanise furoat 3 x 500mg selama
10 hari, aminosidine paromomycin 25-35 mg/kg per hari selama -10 hari..
b.
Dehydroemetine (DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosisyang direkomendasikan untuk
mengatasi abses hati sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari atau 1-1,5
mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10 hari. DHE relatif lebih
aman karena ekskresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah.
Sebaiknya tidak digunakan pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anakanak.
c.
Chloroquin
Klorokuin digunakan sebagai terapi alternatif, tetapi sebaiknya dihindari
20
selama 3 minggu. Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari (Chloroquin base 600mg)
selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari (Chloroquin base 300mg) selama 2-3
minggu, perbaikan klinis diharapkan dalam 3 hari.
2.
ruptur abses dengan ukuran kavitas lebih dari 5 cm, abses pada lobus kiri hati
yang dihubungkan dengan mortalitas tinggi dan frekuensi tinggi untuk merembes
ke peritoneum atau perikardium, tidak ada respon klinis terhadap terapi dalam 3-5
hari, untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik, khususnya pasien
dengan lesi multipel. Aspirasi dilakukan dengan panduan USG.
3.
Drainase Perkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur
atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak
abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda perforasi dan abses pada
lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan berguna juga pada penanganan
komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial.
Penyulit
yang
dapat
terjadi
yaitu:
perdarahan,
perforasi
organ
21
Tindakan ini jarang dikerjakan kecuali pada kasus tertentu seperti abses
dengan ancaman ruptur atau secara teknis sulit atau gagal dengan aspirasi biasa/
drainase perkutan.
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis susah
dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah diindikasikan juga untuk
perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau
tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang
mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya
bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan
untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses amuba
intraperitoneal.
5. Reseksi hati
Pada abses hati piogenik multiple kadang diperlukan reseksi hati. Indikasi
spesifik jika didapatkan abses hati dengan karbunkel dan disertai dengan
hepatolitiasis, terutama pada lobus kiri hati.
Berdasarkan kesepakatan PEGI (Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal
Indonesia) dan PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) di surabaya pada
tahun 1996:
1. Abses hati dengan diameter 1-5 cm diberikan terapi medikamentosa,
apabila respon negatif, maka dilakukan aspirasi.
2. Abses hati dengan diameter 5-8 cm dapat dilakukan aspirasi berulang.
3. Abses hati dengan diameter 8 cm harus dilakukan drainase perkutan.
2.12
Prognosis
22
Pencegahan
Infeksi amuba disebarkan melalui konsumsi makanan atau air yang tercemar
dengan kista. Penderita asimptomatik dapat mengeluarkan hingga 15 juta kista per
hari. Pencegahan infeksi membutuhkan sanitasi yang memadai dan pemberantasan
pembawa kista. Pada daerah berisiko tinggi, infeksi dapat diminimalkan dengan
menghindari konsumsi buah dan sayuran yang tidak dikupas dan penggunaan air
23
kemasan, dan karena kista tahan terhadap klor maka dianjurkan desinfeksi dengan
iodin.Profilaksis yang efektif untuk saat ini tidak ada (11).
BAB 3
KESIMPULAN
Abses hati amuba adalah penimbunan atau akumulasi debris nekroinflamatori purulen di dalam parenkim hati yang disebabkan oleh amuba, terutama
entamoeba hystoliyica. Abses hati amuba didapatkan secara endemik dan jauh
lebih sering dibandingkan Abses hati Piogenik di negara negara yang sedang
berkembang, Penyakit ini sering terjadi pada orang muda dan etnik Hispanik
dewasa (92%). AHA terjadi 10 kali lipat pada laki-laki dibandingkan wanita, dan
jarang pada anak-anak. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati pada rentang
usia antara 20-50 tahun, dan , tersering pada dekade keempat.
Abses hati amuba disebabkan oleh Entamoeba histolytica. Cara penularan
umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang dengan higiene
yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun
anal.
Gejala klinis pada AHA yaitu demam tinggi, menggigil, nyeri abdomen,
sepsis, penurunan berat badan, demam dan nyeri abdomen relatif jarang.
24
1. Ayles HM and Cock KD. Hepatic abscess and cyst. In: Handbook of liver
disease. Editors: Friedman LS and Keefe EB 2nd edition. Elsevier Inc.
Philadelphia, 2004; 349-364
2. Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September 19th, 2008. November
1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/183920overview#showall.
3. Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran.
Robbins. Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007. Hal
684.
4. Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrisons principles of internal
medicine 17th edition. USA. 2008. Chapter 202.
5. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver,
biliary tract and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In :
Papadakis, Maxine A. McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current
medical diagnosis and treatment 2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT.
Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.
6. Guardino JM. Gastric cancer . In: Primo Gastro;The Pocket GI/ Liver
Companion. Lippincott williams & wilkins.2008; 160-1.
25
7. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku ajar
fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.
8. Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system at a
glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter
27-28.
9. Kim AY and Chung RT. Bacterial, parasitic and fungal infections of the
liver, including liver abscess. In: Sleisenger and fordtrans gastrointestinal
and liver disease; Pathophysiology/ diagnosis/ management. Editors:
Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Elsevier. 9 Edition. Philadelphia.
2010; 136-9
10. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam
: Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.
11. Nusi, Iswan. Abses hati amuba. Dalam: Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati,Siti. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II edisi V. Jakarta : Jakarta :Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2014.Hal 1991-1995.
12. Raiford DS. Liver abscess. In: Textbook of gastroenterology. 5 th edition.
Editors: Yamada T, Alpers DH, Kaloo AN, Kaplowitz N, Owyang C, Powell
DW, Blackwell publishing. 2009;2412-5
13. Rani, Aziz. Soegondo, Sidartawan. Nasir, Anna Uyainah. Wijaya, Ika
Prasetya. Nafrialdi. Mansjoer, Arif. Abses hati. Kolesistitis akut. Dalam :
Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam
Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 321324.
26
14. Reed SL. Amebiasis and infection with free-living amebas. In: Harrisons
Gastroenterology and Hepatology. Editors: Longo DL and Fauci AS,
McGraw-Hill company.2010; 125-142
15. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari sel
ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
16. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis. Surabaya :
Airlangga University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29
17. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul.
Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic
resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam :
Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M.
Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 1,
80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
18. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam :
Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus.Simadibrata,Marcellus.
Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta :Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
19. Syarif, Amir. Elysabeth. Amubisid. Dalam : Gunawan, Sulistia Gan.
Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta : Balai
Penerbit UI. 2008. Hal 551-554
27