Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Laut merupakan air yang terdapat dibumi, memiliki wilayah yang sangat luas,

hampir total jumlah luas wilayah bumi merupaka lautan. Luasnya wilayah lautan
ini, dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk melakukan praktikum untuk
memperoleh informasi tentang fenomena yang terjadi di lautan. Perbandingan luas
daratan dan perairan di bumi adalah 1 : 3.
Praktikum yang dilakukan ini berhubungan dengan ilmu yang mempelajari
tentang lautan, ilmu tersebut adalah hidroosenagrafi. Ilmu ini mempelajari tentang
hubungan sifat-sifat fisika yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi antara
lautan dengan atmosfer dan daratan. Tempat yang dipilih untuk praktikum
hidrooseanografi adalah daerah Sedau. Karena Sedau merupakan salah satu daerah di
Singkawang yang kawasan pantainya memiliki potensi besar untuk dapat
dikembangkan. Kawasan pantai ini mempunyai daratan yang berbukit, hamparan
pasir di pesisirnya dan perairan pantai yang tenang. Setelah ditinjau kawasan daerah
Sedau ini terutama perairannya, cukup baik untuk mengamati pergerakan yang terjadi
di lautan / perairan pantai tersebut.
Praktikum ini dilakukan untuk mengkaji parameter hidrooseanografi di Pantai
Kura-Kura, Kabupaten Bengkayang, agar para praktikan tahu apa saja yang terjadi
adanya pengaruh interaksi antara parameter fisika ini air laut akan mengalami
pergerakan dinamis. Adapun parameter yang diukur pada praktikum ini adalah pasang
surut (pasut), gelombang, arus laut, angkutan sedimen dan batimetri.
1.2

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang hendak dicapai pada praktikum hidrooseanografi adalah :
1.

Menentukan pola pasang surut (pasut) dan MSL (Mean Sea Level).

2.

Mengetahui kondisi arus (kecepatan dan arah) pada saat pasang


tertinggi, surut terendah, surut menuju pasang dan pasang menuju surut.

3.

Menentukan tinggi gelombang signifikan, menentukan periode ratarata gelombang dan sudut datang gelombang.

4.

Mengetahui angkutan sedimen dan jenis sedimen yang terdapat di


susur pantai (di dalam dan di luar) dan di tolak pantai (di dalam dan di
luar)

5.
1.3

Menentukan batimetri laut

Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah dengan melakukan praktikum ini

dapat mengetahui fenomena oseanografi di Pantai Kura-Kura, Kabupaten


Bengkayang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pasang Surut
Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka air laut (sea level)

secara berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa,
terutama matahari dan bulan, terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan
jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya jauh lebih dekat, maka
pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih lebih besar daripada pengaruh gaya
tarik matahari. Gaya tarik-menarik antara bulan dan matahari diperkirakan sebesar 46
% sedangkan 54% merupakan gaya tarik-menarik antara bumi dan bulan, maka
dengan demikian fenomena pasang surut di bumi lebih dominan dipengaruhi oleh
gaya tarik terhadap bulan (Riyadi, S., 2007).
Mengingat jarak antara bumi dan matahari lebih jauh daripada jarak antara
bumi dan bulan, maka posisi bulan terhadap bumi sangat mempengaruhi kondisi
pasang surut, sebagai contoh pada bulan purnama terjadi rata-rata pasang tertinggi
dibandingkan dengan saat pasang perbani. Fenomena ini memberikan karakteristik
pasang surut pada kawasan pesisir dan lautan, sehingga menyebabkan kondisi fisik
perairan yang berbeda-beda. Pasang tertinggi dan surut terendah dari kedudukan air
terjadi pada bulan purnama dan bulan baru, pasang yang ditimbulkannya disebut
pasang purnama. Hal ini disebabkan posisi bumi, bulan dan matahari berada pada
satu garis lurus, sedangkan pasang terendah dan surut terendah terjadi pada bulan
dan . Pada kondisi ini kedudukan bulan dan matahari terhadap bumi saling tegak
lurus, sehingga gaya tarik diantaranya akan saling menghalangi dan peristiwa pasang
terhadap kondisi ini disebut pasang perbani (Riyadi, S., 2007).
Akibat adanya gaya pembangkit pasang akan terjadi dua tonjolan massa air
dimana satu bagian terdapat permukaan bumi yang letaknya paling dekat dengan
bulan dan tonjolan yang lain terdapat pada bagian yang letaknya paling jauh (sisi lain)

dari bulan. Tonjolan yang berada dekat dengan bulan ini terbentuk karena gaya
gravitasi bulan yang relatif kuat menarik massa air yang terdapat pada sisi bumi yang
langsung menghadap ke arah bulan. Sedangkan di sisi bumi lain terdapat juga adanya
tonjolan air karena gaya tarik gravitasi bulan pada sisi yang jauh dari bulan ini
berkekuatan jauh lebih lemah. Dua tonjolan massa air ini merupakan daerah-daerah
yang pada saat itu mengalami pasang tinggi. Seperti diketahui bahwa bumi berputar
pada porosnya, maka pasang tinggi yang terjadi juga bergerak bergantian secara
perlahan-lahan dari satu tempat ke tempat yang lain di permukaan bumi. Satu putaran
yang dialami bumi sehubungan dengan gerakan bulan memerlukan waktu selama 24
jam 50 menit dan karena itu terjadi pasang tinggi dan surut terendah dalam periode
ini (Riyadi, S., 2007).
Perbedaan antara puncak pasang tertinggi dengan air surut terendah disebut
dengan tunggang pasut. Besar kecilnya tunggang pasut tersebut selain dipengaruhi
oleh posisi bulan terhadap bumi juga dipengaruhi oleh faktor jarak antara bulan
dengan bumi da jarak antara bumi dan matahari dalam masing-masing lintasan orbit.
Misalnya bila bulan berada pada posisi Perigee yang berjarak 375.200 km dari bumi
dibandingkan dengan posisi Apogee yang berjarak 405.800 km dari bumi, maka
tunggang pasut tertinggi dicapai saat bulan pada posisi Perigee. Demikian pula bila
bumi berada pada posisi Perihelion (biasanya pada bulan Januari) yang berjarak
148.500.00 km dari matahari dibandingkan dengan posisi bumi berada pada
Aphelion (biasanya pada bulan Juli) yang berjarak 152.200.000 km dari matahari,
maka tunggang air tertinggi dicapai pada saat bumi berada di posisi Perihelion.
Pasang surut di suatu perairan yang diamati adalah merupakan penjumlahan dari
komponen-komponen pasut akibat gaya tarik bulan, matahari dan komponen yang
timbul akibat penjalaran pasut dilaut. Secara garis besarnya komponen-komponen
pasut utama dibagi 3 kelompok (Riyadi, S., 2007).:
1.

Komponen-komponen dengan periode panjang

2.

Komponen-komponen diurnal (satu kali pasang sehari dan sekali surut


dalam sehari)

3.

Komponen-komponen semidiurnal (2 kali pasang dan 2 kali surut)


Pasang surut merupakan fenomena naik dan turunnya permukaan laut secara

pereodik yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari.
Fenomena lain yang berhubungan dengan pasang surut adalah arus pasang surut,
yaitu gerak badan air menuju dan meninggalkan pantai saat air pasang dan surut.
Gelombang pasang surut (pasut) adalah gelombang yang ditimbulkan oleh gaya tarik
menarik antara bumi dengan planet-planet lain terutama dengan bulan dan matahari.
Gelombang ini mempunyai periode sekitar 12,4 jam dan 24 jam. Gelombang pasut
juga mudah diprediksi dan diukur, baik besar dan waktu terjadinya. Sedangkan
gelombang tsunami dan gelombang badai tidak dapat diprediksi kapan terjadinya
(rojali, A., 2009).
Berdasarkan faktor pembangkitnya, pasang surut dapat dibagi dalam dua
kategori yaitu: pasang purnama (pasang besar, spring tide) dan pasang perbani
(pasang kecil, neap tide). Pada setiap sekitar tanggal 1 dan 15 (saat bulan mati dan
bulan purnama) posisi bulan-bumi-matahari berada pada satu garis lurus (Gambar 1),
sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam
keadaan ini terjadi pasang purnama dimana tinggi pasang sangat besar dibanding
pada hari-hari yang lain.

Gambar 1. Pasang Purnama (saat bulan purnama)

(rojali, A., 2009).


Sedangkan pada sekitar tanggal 7 dan 21, dimana bulan dan matahari
membentuk sudut siku-siku terhadap bumi (Gambar 2) maka gaya tarik bulan dan
matahari terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang
perbani, dimana tinggi pasang yang terjadi lebih kecil dibanding dengan hari-hari
yang lain.

Gambar 2. Pasang Perbani


(Rojali, A., 2009).
Jarak antara matahari dan bumi lebih jauh daripada jarak antara bumi dan
bulan, maka gaya tarikmenarik antara bumi dan matahari diperkirakan hanya sebasar
46%, sedangkan 54% merupakan gaya tatik-menarik antara bumi dan bulan.
Sehingga

gravitasi

bulan

tersebut

merupakan

pembangkit

utama

pasang

surut.Pembangkit pasang surut dijelaskan dengan teori gravitasi universal yang


menyatakan bahwa pada sistem dua benda dengan massa m1 dan m2 akn terjadi gaya
tarik-menarik sebesar F. Di antara keduanya yang besarnya sebanding dengan
perkalian massanya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya.
F gm1m2

Fenomena pembangkit pasang surut menyebabkan perbedaan tinggi permukaan air


laut pada kondisi kedudukan-kedudukan tertentu dari bumi, bulan dan matahari. Pada
saat kedudukan matahari segaris dengan sumbu bumi-bulan, maka terjadi pasang
maksimum pada titik di permukaan bumi yang berada disumbu kedudukan relatif
bumi, bulan dan matahari (Rojali, A., 2009).
Menurut Angkosongo dan Suyarso (1989), secara umum pasang surut di
berbagai daerah perairan Indonesia dibedakan dalam 4 tipe yakni :
1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali surut dengan tinggi
yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur.
Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit
2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali surut. Periode pasang
surut rata-rata adalah 24 jam 50 menit
3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi
diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali air surut,
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda
4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal)
Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali air surut, tetapi tinggi
dan periodenya tinggi
Untuk mengetahui secara pasti tipe pasang surut tersebut dapat dicari dengan
cara mendapatkan bilangan atau konstanta pasut yang dihitung dengan metode
Admiralti menggunakan rumus sebagai berikut :
F

AK1 AO1
.....................................................................................(1.2)
AM 2 AS 2

dengan :

F = konstanta pasang surut


K1 = komponen lunar
O1 = komponen diurnal
M2 = komponen semidiurnal
S2 = komponen principal solar
Keterangan :
a. 0 < F < 0,25

: pasut semidiurnal

b. 0,25 < F < 1,50

: pasut campuran cenderung semidiurnal

c. 1,50 < F < 3,00

: pasut campuran cenderung diurnal

d. 3,00 < F

: pasut diurnal.

Arus pasang surut merupakan gerak horisontal badan air menuju dan menjauhi pantai
seiring dengan naik dan turunnya muka air laut yang disebabkan oleh gaya-gaya
pembangkit pasang surut. Kecepatan arus pasang surut maksimum terjadi pada saat
antara air laut tinggi dan rendah. Dengan demikian periode kecepatan arus pasng
surut akan mengikuti periode pesang surut yang membangkitkannya. Pengamatan
pasang surut dilakukan untuk memperoleh tinggi muka air laut disuatu lokasi. Tinggi
rendahnya permukaan air laut saat pasang surut didaerah bisa di ukur dengan
menggunakan sebuah papan palm (tidak pole) yang di beri garis-garis setiap 1dm
(10cm) pengukuran dilakukan selama 24 jam terus menerus dan pencatatan tingginya
permukaan air laut dilakukan tiap jam. Perbedaan antara puncak pasang tertinggi
dengan air surut terendah disebut sebagai panjang air yang bisa mencapai dari
beberapa meter hingga puluhan metr, dalam skala global Mean Sea Level. Secara
teoritis dipengaruhi oleh faktor geoid, meteorologis, eustatik dan elemen-elemen
hidrografi. Aliran arus yang terjadi pada saat berlangsungnya proses pasang dan surut
disebut sebagai arus pasang dan arus surut (Rojali, A., 2009).
2.2

Arus
Arus merupakan pergerakan massa air laut yang diakibatkan oleh adanya

tiupan angin yang berhembus di atas permukaan air laut atau karena perbedaan

densitas dalam air laut, atau dapat juga disebabkan oleh gerakan gelombang yang
panjang atau disebabkan oleh pasang surut. Arus yang disebabkan oleh pasang surut
biasanya lebih banyak dapat diamati di perairan pantai terutama pada selat yang
sempit dengan kisaran pasang surut yang tinggi, sedangkan di laut yang terbuka, arah
dan kekuatan arus di permukaan laut sangat banyak ditentukan oleh angin. Arus-arus
dipermukaan laut utamanya disebabkan oleh adanya angin yang bertiup diatasnya.
Namun setidaknya ada 3 faktor lain yang berpengaruh terhadap arus selain angin
yakni :
1.

Bentuk topografi dasar laut dan pulau-pulau yang ada di


sekitarnya

2.

Gaya Coriollis; menyebabkan pembelokan arah arus dari arah


yang lurus. Gaya ini timbul akibat perputaran bumi pada porosnya.
Pembelokan ini akan mengarah ke kanan pada bumi bagian utara dan
mengarah ke kiri di belahan bumi selatan

3.

Perbedaan densitas perairan; perbedaan densitas dari lapisan


lautan pada kedalaman yang berbeda-beda (utamanya yang ditimbulkan oleh
salinitas dan suhu)

Di sebagian besar perairan, faktor utama yang dapat menimbulkan arus yang relatif
kuat adalah angin dan pasang surut. Arus yang disebabkan oleh angin pada umumnya
bersifat musiman, dimana pada satu musim arus mengalir ke satu arah dengan tetap,
dan pada musim berikutnya akan berubah arah sesuai dengan perubahan arah angin
yang terjadi. Pasang surut juga dapat menimbulkan arus yang bersifat harian, sesuai
dengan kondisi pasang surut di perairan yang diamati. Pada saat pasang air, arus
pasang surut pada umumnya akan mengalir dari lautan lepas ke arah pantai, dan akan
mengalir kembali ke arah semula pada saat air surut (Taqwin, S., 2009),
2.1 Gelombang
Menurut Setiyono, H (1996), gelombang (ombak) adalah gerakan naik turun
sebuah tubuh perairan yang dinyatakan dengan naik turunnya permukaan air secara

bergantian. Gelombang selalu menimbulkan ayunan air yang bergerak tanpa hentihentinya pada lapisan permukaan air laut dan jarang dalam keadaan diam sama sekali.
Aktifitas gelombang air laut umumnya dibangkitkan oleh angin. Hembusan angin
sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan riak
gelombang. Sebaliknya, dalam keadaan dimana terjadi badai yang besar dapat
menimbulkan suatu gelombang besar yang dapat mengakibatkan kerusakan hebat
pada kapal-kapal atau daerah pantai (Taqwin, S., 2009).

Gambar 3. Pergerakan Gelombang


Menurut Setiyono, H (1996)
Setiap gelombang mempunyai 3 unsur yang penting yakni panjang, tinggi dan
periode. Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua puncak yang
berurutan, tinggi gelombang adalah jarak menengah antara puncak dan lembah,
sedangkan periode gelombang adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak yang
berurutan untuk melalui suatu titik. Gelombang mempunyai ukuran yang bervariasi,
mulai dari riak dengan ketinggian beberapa centimeter sampai pada gelombang angin
badai yang dapat mencapai ketinggian 30 meter. Gelombang di laut dapat dibedakan
menjadi 4 berdasarkan pada gaya pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah :
a.

Gelombang angin yang dibangkitkan oleh tiupan


angin di permukaan laut

10

b.

Gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik


benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi

c.

Gelombang tsunami terjadi karena letusan gunung api


atau gempa di laut

d.

Gelombang yang dibangkitkan oleh kapal yang


bergerak dan sebagainya
Abrasi adalah suatu proses perubahan bentuk pantai atau erosi pantai yang

disebabkan oleh gelombang laut, arus laut dan pasang surut laut. Proses terjadinya
abrasi karena faktor alam disebabkan oleh angin yang bertiup di atas lautan yang
menimbulkan gelombang dan arus laut mempunyai kekuatan untuk mengikis daerah
pantai. Gelombang yang tiba di pantai dapat menggetarkan tanah atau batuan yang
lama kelamaan akan terlepas dari daratan. Abrasi terjadi ketika angin yang bergerak
di laut menimbulkan gelombang dan arus menuju pantai. Arus dan angin tersebut
lama kelamaan menggerus pinggir pantai. Gelombang di sepanjang pantai
menggetarkan tanah seperti gempa kecil. Kekuatan gelombang terbesar terjadi pada
waktu terjadi badai sehingga dapat mempercepat terjadinya proses abrasi. Contoh
abrasi karena faktor alam, misalnya adalah Pura Tanah Lot di pulau Bali yang terus
terkikis (Taqwin, S., 2009).
2.3

Angkutan Sedimen
Batuan sedimen memang sangat menarik untuk dibahas. Selain bentuknya

yang unik dan beragam serta jumlahnya yang melimpah di muka bumi (hampir 75%
kulit bumi terdiri atas batuan sedimen), proses-proses yang terjadi juga sangatlah
menarik untuk dibahas. Salah satu proses yang menarik adalah bagaimana sedimen
sebagai penyusun batuan sedimen dapat terangkut dan diendapkan menjadi batuan
sedimen. Sebelum mengetahui bagaimana sedimen terangkut dan terendapkan dalam
suatu cekungan mungkin ada baiknya kita dapat memahami prinsip apa saja yang bisa
kita temukan dalam batuan sedimen. Prinsip-prinsip tersebut sangatlah beragam
diantaranya prinsip uniformitarianism. Prinsip penting dari uniformitarianism adalah

11

proses-proses geologi yang terjadi sekarang juga terjadi di masa lampau. Prinsip ini
diajukan oleh Charles Lyell di tahun 1830. Dengan menggunakan prinsip tersebut
dalam mempelajari proses-proses geologi yang terjadi sekarang, kita bisa
memperkirakan beberapa hal seperti kecepatan sedimentasi, kecepatan kompaksi dari
sediment, dan juga bisa memperkirakan bagaimana bentuk geologi yang terjadi
dengan proses-proses geologi tertentu (anonim, 2007).
Lapisan horizontal yang ada di batuan sedimen disebut bedding. Bedding
terbentuk akibat pengendapan dari partikel-partikel yang terangkut oleh air atau
angin. Kata sedimen sebenanrya berasal dari bahas latin sedimentum yang artinya
endapan. Batas-batas lapisan yang ada di batuan sedimen adalah bidang lemah yang
ada pada batuan dimana batu bisa pecah dan fluida bisa mengalir. Selama susunan
lapisan belum berubah ataupun terbalik maka lapisan termuda berada di atas dan
lapisan tertua berada di bawah. Prinsip tersebut dikenal sebagai prinsip superposition.
Susunan lapisan tersebut adalah dasar dari skala waktu stratigrafi atau skala waktu
pengendapan. Pengamatan pertama atas fenomena ini dilakukan oleh Nicolaus Steno
di tahun 1669. Beliau mengajukan beberapa prinsip berkaitan dengan fenomena
tersebut. Prinsip-prinsip itu adalah prinsip horizontality, superposition, dan original
continuity. Prinsip horizontality menjelaskan bahwa semula batuan sedimen
diendapkan dalam posisi horizontal. Pembentuk batuan sedimen adalah partikelpartikel atau sering disebut sedimen yang terbentuk akibat hancuran batuan yang
telah ada sebelumnya seperti batuan beku, batuan metamorf, dan juga batuan sedimen
sendiri. Berdasarkan ukuran partikel dari sedimen klastik, sedimen-sedimen dapat
dibedakan sebagai berikut: (anonim, 2007).
Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan ukuran partikel dari sedimen klastik
Nama Partikel
Ukuran
Boulder/Bongkah >256 mm
Cobble/Kerakal
64 - 256 mm

Sedimen Nama batu


Gravel
Konglomerat
Gravel

dan

Breksi

12

Pebble/Kerikil
Sand/Pasir
Silt/Lanau

2 - 64 mm
Gravel
1/16 - 2mm
Sand
1/256 - 1/16 Silt

mm
Clay/Lempung
<1/256 mm
Sumber : Munir, 2003

Clay

(tergantung kebundaran partikel)


Sandstone
Batu lanau
Batu lempung

Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi,


vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol
pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya grafitasi. Sedimen dapat
terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju. Mekanisme pengangkutan sedimen
oleh air dan angin sangatlah berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih
kecil dari air maka angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat
besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin
umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin bukanlah
sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen
cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer
(Triatmodjo, B., 1999).
Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut
cekungan. Di tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena
daerah tersebut relatif lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang
cekung ditambah akibat gaya grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali
sedimen tersebut akan bergerak melewati cekungan tersebut. Dengan semakin
banyaknya sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan mengalami penurunan
dan membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak sedimen
yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan
berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di
sekitar cekungan seperti adanya patahan. Angkutan sedimen adalah peristiwa
perpindahan sedimen dari tempat asalnya ke tempat lain melalui air yang bergerak
(arus). Proses pengangkatan sedimen yang diam dari dasar perairan disebut sebagai

13

erosi. Proses penjatuhan sedimen dari pengangkutannya disebut sebagai deposisi


(Triatmodjo, B., 1999).
Densitas adalah ukuran butir yang menyatakan besarnya massa sedimen
dalam setiap satuan volume. Komposisi sebagian besar sedimen yang tersebar di
bumi kita adalah kuarsa yang memiliki massa jenis sekitar 2650 kg/m3. jika kepingan
sedimen di anggap sebagai bola, maka parameter penting yang mewakilinya adalah
diameter. Sedimen dikelompokkan menurut diameternya kedalam golongan:
1. Lumpur / mud (diameter < 0,0625 mm)
2. Pasir /sand (0,0625 < diameter < 1 mm)
3. Kerikil /gravel (diameter > 1mm)
Sedimen dapat menjadi sifat kohesif ataupun non-kohesif. Sifat kohesif dimiliki oleh
partikel sedimen yang lebih kecil ukurannya dari 0,0625 mm (lumpur). Sifat nonkohesif dimiliki oleh partikel sedimen yang ukurannya lebih besar dari 1 mm (pasir
dan kerikil). Sampel sedimen yang terdiri dari campuran antara partikel sedimen yang
sangat halus dan kasar cenderung memiliki sifat kohesif. Sifat non-kohesif adalah
sifat sedimen yang sangat dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Semakin besar massa
sedimen (pasir atau kerikil), maka semakin besar pula gaya grafitasi yang bekerja
(Triatmodjo, B., 1999).
Sifat kohesif adalah sifat sedimen yang dipengaruhi oleh gaya yang terjadi
akibat interaksi (gaya eliktrostatik). Partikel sedimen yang sangat halus (lumpur)
memiliki berat yang sangat kecil. Ringannya partikel sedimen mengakibatkan gaya
yang terjadi karena interaksi antar partikel menjadi lebih dominan dibanding gaya
gravitasi. Sifat yang kohesif cenderung tarik-menarik dan bergabung membentuk
butiran yang lebih besar yang disebut flok. Peristiwa pembentukan flok disebut
flokulasi. Flok dapat memiliki diameter yang jauh lebih besar dari pasir namun
cenderung memiliki densitas yang lebih rendah (Triatmodjo, B., 1999).
Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam
membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau
mungkin tertahan akibat gaya grafitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi dapat

14

berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu


batuan sedimen. Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa
sumber yang menurut Reinick dibedakan menjadi empat yaitu :
1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material
hasil erosi daerah up land.
2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme
yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik
yang mengalami dekomposisi.
3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi
kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut
sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini
adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.
4.

Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang bersal dari berbagai sumber dan
masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat
bersumber dari luar angkasa , aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat
yang terbawa angin. Material yang bersal dari luarangkasa merupakan sisasisa meteorik yang meledak di atmosfir dan jatuh di laut. Sedimen yang bersal
dari letusan gunung berapi dapat berukuran halus berupa debu volkanin, atau
berupa fragmen-fragmen aglomerat. Sedangkan sedimen yang bersal dari
partikel di darat dan terbawa angin banyak terjadi pada daerah kering dimana
proses eolian dominan namun demikian dapat juga terjadi pada daerah sub
tropis saat musim kering dan angin bertiup kuat. Dalam hal ini umumnya
sedimen tidak dalam jumlah yang dominan dibandingkan sumber-sumber
yang lain.
Dalam suatu proses sedimentasi, zat-zat yang masuk ke laut berakhir menjadi

sedimen.Dalam hal ini zat yang ada terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi
sepanjang kedalaman laut. Sebelum mencapai dasar laut dan menjadi sedimen, zat
tersebut melayang-layang di dalam laut. Setelah mencapai dasar lautpun , sedimen
tidak diam tetapi sedimen akan terganggu ketika hewan laut dalam mencari makan.

15

Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersusfensi kembali oleh arus bawah sebelum
kemudian jatuh kembali dan tertimbun. Terjadi reaksi kimia antara butir-butir mineral
dan air laut sepanjang perjalannya ke dasar laut dan reaksi tetap berlangsung
penimbunan, yaitu ketika air laut terperangkap di antara butiran mineral (Triatmodjo,
B., 1999).
Berbagai sifat fisik sedimen ditelaah sesuai dengan tujuan dan kegunaannya.
Diantaranya adalah tekstur sedimen yang meliputi ukuran butir (grain size), bentuk
butir ( partikel shape), dan hubungan antar butir (fabrik), struktur sedimen, komposisi
mineral, serta kandungan biota. Dari berbagai sifat fisik tersebut ukuran butur
menjadi sangat penting karena umumnya menjadi dasar dalam penamaan sedimen
yang bersangkutan serta membantu analisa proses pengendapan karena ukuran butir
berhubungan erat dengan dinamika transfortasi dan deposisi. Berkaitan denga
sedimentasi mekanik ukuran butir akan mencerminkan resistensi butiran sedimen
terhadap proses pelapukan erosi/abrasi serta mencerminkan kemampuan dalam
menentukan transfortasi dan deposisi (Taringan, A.P.M., dkk., 2005)
Dengan melihat cara transfor sedimen dapat dilihat melalui :
A. Transfor Sedimen pada Pantai.
Pettijohn (1975), Selley (1988) dan Richard (1992) menyatakan bahwa cara
transfortasi sedimen dalam aliran air dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Sedimen merayap (bed load) yaitu material yang terangkut secara menggeser atau
menggelinding di dasar aliran.
2. Sedimen loncat (saltation load) yaitu material yang meloncat-loncat bertumpu
pada dasar aliran.
3. Sedimen layang (suspended load) yaitu material yang terbawa arus dengan cara
melayang-layang dalam air.
B.

Transfor Sedimen Sepanjang Pantai


Transfor sedimen sepanjang pantai merupakan gerakan sedimen di daerah

pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya (Komar :

16

1983). Transfor sedimen ini terjadi di daerah antara gelombang pecah dan garis pantai
akibat sedimen yang dibawanya (Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor
sedimen sepanjang pantai terdiri dari dua komponen utama yaitu transfor sedimen
dalam bentuk mata gergaji di garis pantai dan transfor sedimen sepanjang pantai di
surf zone. Transfor sedimen pantai banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar
perairan seperti pendangkalan muara sungai erosi pantai perubahan garis pantai dan
sebagainya (Yuwono, 1994). Fenomena ini biasanya merupakan permasalahan
terutama pada daerah pelabuhan sehingga prediksinya sangat diperlukan dalam
perencanaan ataupun penentuan metode penanggulangan. Menurut Triatmojo (1999)
beberapa cara yang biasanya digunakan antara lain adalah :
1. Melakukan pengukuran debit sedimen pada setiap titik yang ditinjau, sehingga
secra berantai akan dapat diketahui transfor sedimen yang terjadi.
2. Menggunakan peta/ foto udara atau pengukuran yang menunjukan perubahan
elevasi dasar perairan dalam suatu periode tertentu. Cara ini akan memberikan
hasil yang baik jika di daerah pengukuran terdapat bangunan yang mampu
menangkap sedimen seperti training jetty, groin, dan sebagainya.
3. Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi gelombang dan sedimen pada
daerah yang di tinjau.
C.

Sedimentasi Pada Muara Sungai


Muara sungai dapat dibedakan dalam tiga kelompok yang tergantung pada

faktor domonan yang mempengaruhi. Yaitu didominasi faktor gelombang, debit


sungai atau pasang surut. Pada kenyataannya ketiga sungai tersebut akan bekerja
secra simultan, walaupun salah satunya akan terlihat lebih dominan pada daerah
muara dimana gelombang lebih dominan biasanya akan mengakibatkan tertutupnya
muara sungai akibat transfor sedimen sepanjang pantai yang dibawanya masuk ke
alur sungai. Batuan sedimen berasal dari pelapukan dan erosi batuan yang telah ada
sebelumnya. Sedimen tertransportasi oleh bermacam-macam agen termasuk gravitasi,

17

air yang mengalir, angin dan es yang bergerak (gletser) (Taringan, A.P.M., dan Zein,
A.S., 2005).
Sediment tersebut akan berpindah dari asalnya ke tempat-tempat pengendapan
yang beragam. Di tempat tersebut sedimen diendapkan dalam berbagai macam
litofasies yang karakternya tergantung pada lingkungan pengendapannya. Setelah
pengendapan dan terjadinya timbunan sedimen, akumulasi sedimen itu mengalami
diagenesis. Proses-peroses fisika, kimia dan biologi mengakibatkan: (1) perubahan
dari sediment menjadi batuan sediment, (2) terjadinya modifikasi pada tekstur dan
mineralogi pada batuan. Diagenesis berlawanan dengan pelapukan karena proses
pelapukan merupakan perubahan dari batuan menjadi tanah. Arah reaksi keduanya
berlawanan. Pada pelapukan terjadi degradasi dan proses yang mengakibatkan batuan
menjadi lepas, terdiri dari mineral yang stabil pada permukaan bumi, sedangkan pada
diagenesis material sedimen berubah menjadi lebih padu (Taringan, A.P.M., dan Zein,
A.S., 2005).
Akibat dari terjadinya proses sedimentasi adalah timbulnya pendangkalan pada
sungai, danau, dan waduk. Selanjutnya, semua hasil pelapukan material yang
diendapkan melalui proses sedimentasi lama-kelamaan akan menjadi batuan sedimen.
1. Sedimentasi Oleh Air
Lumpur dan material lain hasil erosi yang diangkut oleh aliran air akan
diendapkan ke tempat yang lebih rendah. Tempat pengendapan itu adalah: dataran
rendah, waduk, situ, danau, muara sungai, tepi pantai dan dasar laut. Danau, waduk,
situ, dan rawa akan menjadi dangkal dan akhirnya punah bila terus menerus diendapi
lumpur hasil erosi. Endapan lumpur tersebut akan membentuk delta dan gosong
pasir.Delta merupakan daratan di muara sungai yang dibentuk oleh endapan sungai.
Sedangkan gosong pasir adalah gundukan pasir (dan tanah) di tepi pantai yang
menyembul di permukaan laut bila air laut sedang surut dan tenggelam kembali bila
laut sedang pasang. Bila lumpur dan material lain hasil erosi terbawa air sungai
hingga ke laut, maka gelombang laut akan mencampakkan kembali sebagian material

18

hasil erosi ke pantai. Ujudnya berupa tanggul pantai. Air tanah di tanggul pantai
umumnya berupa air tawar, walaupun di sekitarnya air tanahnya asin.

Gambar 4. Sedimentasi oleh Air


(Triatmodjo, B., 1999).
2.

Sedimentasi Oleh Angin


Material hasil erosi yang diangkut oleh angin akan diendapkan dalam

beberapa ujud (kenampakan), yaitu: Tanah loss. Debu yang dibawa oleh angin dari
gurun pasir akan mengendap disekitar gurun dan membentuk tanah loss. Tanah ini
sangat subur dan baik untuk pertanian, bila cukup air. Bukit-bukit pasir (Sand dunes),
yaitu gumuk pasir di tepi pantai hasil endapan angina (Triatmodjo, B., 1999)..

19

Gambar 5. Sedimentasi Oleh Angin (rojali, A., 2009).


2.5

Batimetri
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra.Teknik-

teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari
sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu
pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga
menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus. Sekarang ini, peta batimetri ini
dapat divisualisasikan dalam tampilan 2 dimensi maupun 3 dimensi. Visualisasi
tersebut dapat dilakukan karena perkembangan teknologi yang semakin maju,
sehingga penggunaan komputer untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan mudah
dilakukan. Data batimetri dapat diperoleh dengan penggunaan teknik interpolasi
untuk pendugaan data kedalaman untuk daerah-daerah yang tidak terdeteksi
merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan. Teknik interpolasi yang sering
digunakan adalah teori Universal Kriging dan teori IRFK (Wikipedia, 2013).
Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran
dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth
contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi
navigasi permukaan. Di daratan, garis kontur menghubungkan tempat-tempat
berketinggian sama, sedangkan kontur pada batimetri menghubungkan tempat-tempat

20

dengan kedalaman sama di bawah permukaan air. Penggukuran kedalaman juga


berpengaruh pada cahaya (kecerahan). Cahaya matahari merupakan sumber energi
bagi kehidupan jasad hidup diperairan. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan
air dimana untuk proses fotosintesis. Cahaya yang jatuh dipermukaan air sebagian
akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diserap. Cahaya yang diserap akan diubah
menjadi panas. Cahaya inilah yang nantinya akan menentukan kecerahan suatu
perairan (Anonim, 2013).
Kedalaman penetrasi cahaya dialam laut bergantung pada beberapa faktor
antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air,
pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan musim. Peta batimetri
dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam bidang teknik sipil dan kelautan
antara lain penentuan jalur pelayaran yang aman, perencanaan bangunan pinggir
pantai dan lepas pantai, pendeteksian adanya potensi bencana tsunami di suatu
wilayah, dan pertambangan minyak lepas pantai. Selain itu, peta batimetri diperlukan
untuk mengetahui kondisi morfologi suatu daerah perairan. Karena kondisi laut yang
sangat dinamis, peta batimetri harus selalu di-update dengan perubahan dan
perkembangan kondisi perairan tersebut (Fauzi,2009).
Pengukuran kedalaman perairan secara konvensional dilakukan dengan
menggunakan metode batu duga, namun metode ini memiliki kelemahan terutama
hasil yang kurang akurat. Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat metode
ini sudah muali ditinggalkan dan beralih ke metode pengukuran kedalaman yang
mnenggunaka prinsip perambatan gelombang bunyi (Fauzi,2009).
Alat yang biasa digunakan adalah Echosounder dimana alat ini merekam
waktu bolak balik yang ditempuh oleh pulsa suara dari permukaan hingga dasar
perairan. Dengan mengetahui cepat rambat gelombang bunyi di dalam air (V) dan
waktu tempuh untuk menangkap kembali gelombang bunyi yang dilepaskan (t), maka
diperoleh kedalaman perairan (s) (Fauzi,2009).
2.5.1. Penentuan Batimetri

21

Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan


mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi,
pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi
metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif.
Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk
penentuan batimetri.Sonar (Sound Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik
yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau
kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar
laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air,
jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas
dan tekanan).Ini adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh
kapal-kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar
30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam
atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5 derajat dan arahnya
dapat divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan
tekanan pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan
pada c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut
akan menambah keburukan resolusi (Seandy,2010).
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut
bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan
Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan
kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan
peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA
(Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand
Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar,
menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak juga digunakan oleh
nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat
dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Seandy,2010).

22

BAB III
METODOLOGI
3.1

Waktu dan Tempat


Pelaksanaan kuliah lapang dilaksanakan di Pantai Kura-Kura, Kabupaten

Bengkayang. Kuliah lapang dilaksanakan selama tiga hari pada tanggal 05 Mei 2016
sampai 08 Mei 2016.
3.2

Alat dan Bahan


Untuk mengambil data Arus, gelombang, pasang surut, serta angkutan

sedimen air laut, maka diperlukan alat dan bahan sebagai berikut :
1. Pasang surut
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Tiang pasut berfungsi untuk mengukur pasang surut (pasut)
b. Stopwatch berfungsi untuk mengukur waktu
2. Arus
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Layang-layang arus berfungsi untuk mengukur arus
b. Stopwatch berfungsi untuk mengukur waktu
c. Kompas Geologi berfungsi untuk menentukan arah
d. Alat tulis menulis berfungsi untuk mencatat hasil pengukuran
3. Gelombang
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Tiang skala berfungsi untuk mengukur gelombang
b. Stopwatch berfungsi untuk menghitung waktu
c. Kompas Geologi berfungsi untuk menentukan arah

23

2. Sedimen Trap
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. 3 buah kayu yang panjangnya 1 meter
b. Paku secukupnya
c. 12 buah kaleng susu
d. 12 buah plastik sampel
e. 3 buah botol plastik bekas
f. 3 buah Papan Triplek berukuran
g. 1 buah spidol hitam permanen
h. Kawat secukupnya
i. Tali secukupnya
j. Timbangan Digital
3. Sedimen Grab
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Sampel Splitting
b. Plastik Sampel
c. Ayakan bertingkat
d. Timbangan
e. Corong
f. Karton
g. Kalkulator
h. Kertas Semilog
i. Kertas Milimeter Blok
j. Alat Tulis
k. Mikroskop Binokuler
4. Batimetri
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Papan untuk menulis
b. Pulpen

24

c. Kertas
d. Plastik Sampel
e. Spidol Hitam Permanen
f. Handphone berkamera
g. Echo Sounder
h. Monitor
i. GPS dan Tabel
j. Grab Sampler
k. Tali
l. Tas
m. Stopwatch
n. Current Drogue
3.3

METODE PENGUKURAN

3.3.1

Pengambilan Data Pasang Surut (Pasut)


Data pasang surut diambil setiap jam. Adapun cara untuk mengambil data

pasang surut adalah sebagai berikut :


1. Memasang patok pasang surut
2. Tinggi muka air laut yang tertera pada tiang pasut dicatat setiap jam dalam
rentang waktu pengamatan selama 35 jam.
3. Lihat muka air tertinggi dengan membaca skala pada tiang pasut
4. Kemudian catat hasil pengukuran pada kertas yang telah disediakan
3.3.2

Pengambilan Data Arus


Cara untuk mengambil data arus adalah sebagai berikut :

1. Tali diukur dengan meteran sepanjang 2-5 m yang dihubungkan dengan


layang-layang arus.
2. Lepaskan layang-layang arus dan hidupkan stopwatch secara bersamaan
3. Ikuti arah arus dengan kompas geologi.

25

4. Matikan stopwatch ketika tali layang-layang setelah tali pada layang-layang


arus tersebut meregang.
5. Catat waktu yang tertera pada stopwatch dan arah yang ditunjukkan oleh
kompas Geologi
3.3.3

Pengambilan Data Gelombang


Data gelombang diambil setiap 2 jam sekali. Adapun cara pengambilan data

gelombang adalah sebagai berikut :


1. Tiang ukur ditancapkan terlebih dahulu pada dasar pantai
2. Lihat pergerakan naik (puncak) dan turun (lembah) gelombang, kemudian
baca pada tiang ukur pada posisi sebelum gelombang pecah sebanyak 51 kali
pengambilan data.
3. Gelombang yang terbentuk dihitung dalam selang waktu yang ditentukan
untuk mengukur periode gelombangnya
4. Nyalakan stopwatch ketika pertama kali pembacaan puncak gelombang
datang
5. Catat besarnya puncak gelombang serta lembahnya setiap kali ada gelombang
datang sampai 51 kali gelombang datang
6. Hentikan stopwatch pada pengambilan data lembah gelombang ke-51
7. Catat hasil pengukuran tersebut pada kertas yang telah disediakan
3.3.4

Pengambilan Data Sediman Trap

1. Perangkap sedimen sebanyak 40 stasun dipasang dengan jarak masing-masing


stasiun adalah 25 m selama 24 jam pada dasar pantai dari Timur ke Barat pada
jam 06.00 WIB.
2. Perangkap sedimen diangkat pada jam 06.00 WIB
3. Sedimen yang terperangkap dari masing-masing perangkap dimasukkan ke
dalam plastik sampel yang telah disediakan dan dari setiap stasiun ditandai
nomor dan arah dari setiap hadapan perangkap.

26

4. Sedimen dikeringkan, sedimen yang telah kering ditimbang dengan


menggunakan neraca.
5. Massa kering dari sedimen dicatat pada tabel yang telah disediakan.
3.3.5

Pengambilan Data Sedimen Grab

1.

Mechanical Disaggregation

2.

Sample Splitting

3.

Pengayakan

4.

Penyusunan fraksi dan penimbangan

5.

Pencatatan dan pembuatan grafik

3.3.6
1.

Pengambilan Data Batimetri


Penentuan lokasi sampling yang telah terlabih dahulu ditentukan oleh tim
panitia pelaksanaan

2.

Penentuan titik koordinat yang pasti menggunakan GPS

3.

Setelah

persiapan

keberangkatan

selesai

maka

pengambilan

sampel

dilaksanakan.
4.

Kapal akan berhenti di tiap-tiap titik stasiun, kemudian grab sampler akan
diturunkan.

5.

Setelah grab sampler telah sampai di dasar perairan, tali grab ditegangkan
dengan cara menarik tali sampai tegak lurus dengan posisi grab sampler yang
ada di dasar perairan.

6.

Penjatuhan bom sampler/pemberat untuk membuka grab sampler yang ada di


dasar perairan.

7.

Penarikan grab ke permukaan dan sampel yang terangkat dimasukkan ke


dalam plastik sampel yang telah disiapkan kemudian diberi label dengan
menggunakan spidol hitam permanen.

8.

Pencatatan posisi titik koordinat yang tertera pada GPS

27

9.

Pencatatan jam, kedalaman, suhu dan arus pada saat 0,2 H, 0,6 H dan 0,8 H
yang tampak pada layar monitor dan echo sounder

10. Penyimpanan sampel-sampel tersebut ke dalam tas untuk kemudian dibawa ke


laboratorium untuk analisa lebih lanjut.
11. Langkah-langkah seperti diatas dilakukan pada titik stasiun lainnya.
12. Grab Sampler dibersihkan dengan air tawar lalu kemudian disimpan pada
tempatnya.
13. Data-data diatas tersebut dimasukan dalam bentuk tabel ke dalam Microsoft
Excel.
14. Pengolahan data-data tersebut menggunakan software Surfer.
3.4 Analisis Data
3.4.1. Pasut (Pasang Surut)
Pengukuran pasut dilakukan selama 3 hari dengan interval waktu 1 jam waktu
pengamatan. Untuk mendapatkan nilai Mean Sea Level (MSL) dan nilai tunggangan
pasut diukur dengan :
MSL

Pasang tertinggi Surut terendah


......................................................(3.2)
2

Tunggangan Pasut = Pasang tertinggi surut terendah...............................(3.2)


3.4.2. Arus
Pengukuran parameter arus dilakukan dengan menggunakan layang-layang
arus yakni dengan menghitung selang waktu t yang dibutuhkan layang-layang arus
untuk menempuh suatu jarak S tertentu. Sedangkan arah arus ditentukan dengan
menggunakan kompas geologi, besar kecepatan arus dihitung dengan persamaan :
V

s
.................................................................................................................(3.3)
t

28

3.4.3. Gelombang
Pengukuran dilakukan dilakukan selama 2 hari di Pantai Kura-Kura, dengan
interval 2 jam sekali pengukuran. Mulai pengukuran pada pukul 06.00 WIB pada hari
pertama dan akhir pengukuran pada pukul 12.00 WIB pada hari kedua. Data yang
diambil sebanyak 51 data untuk setiap pengukuran. Dari hasil pengukuran didapatkan
tinggi gelombang (H) dan waktunya (t). Adapun persamaan tinggi gelombang
adalah :
Tinggi gelombang = puncak gelombang lembah gelombang....................(3.4)
Dari data gelombang akan didapatkan tinggi signifikan gelombang (Hs).
Tinggi gelombang signifikan yang digunakan dalam analisis data adalah tinggi
gelombang signifikan dari 17 data tertinggi data hasil pengukuran.
Hs

Jumlah tinggi gelombang terukur (H 1 / 3)


......................................(3.5)
17

Periode gelombang rata-rata diperoleh dari hasil waktu terakhir yang didapat selama
pengukuran hingga 51 data.
3.4.4. Sedimen Trap
Dengan melihat analisis angkutan sedimen kita dapat mengetahui perubahan
garis pantai. Berdasarkan analisis angkutan sedimen susur pantai dapat diketahui
bahwa setiap stasiun mengalami abrasi dan mengalami akresi.
3.4.5. Sedimen Grab
Dengan melihat analisis sedimen yang diambil kita dapat mengetahui jenis
dan bentuk geologi laut pantai. Berdasarkan analisis sedimen susur pantai dapat
diketahui bahwa setiap stasiun mempunyai jenis geologi laut yang berbeda.

29

3.4.6. Batimeri
Dengan menganalisis data batimetri yang diambil dapat diketahui berapa
kedalaman laut yang diukur menggunakan alat echo sounder dan mengetahui tinggi
atau rendahnya dasar laut.

30

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pasang Surut
Pengambilan data pasut dilakukan untuk memperoleh data tinggi muka air laut
di pantai Kura-kura Beach di Kecamatan Sungai Raya Kepulauan Kabupaten
Bengkayang . Hasil pengukuran pada hari pertama diperoleh pasang tertinggi sebesar
169,3 cm dan surut terendah sebesar 72,83 cm. Kemudian hasil pengukuran pada hari
kedua diperoleh pasang tertinggi sebesar 174,67 dan surut terendah sebesar 46,33 cm.
Berdasarkan hasil pengamatan keseluruhan dari pengukuran diperoleh pasang
tertinggi sebesar 188,67 cm dan surut terendah sebesar 46,33 cm sehingga didapat
nilai MSL sebesar 117,5 cm.

Gambar 6. Grafik Pasang Surut Pantai Kura-Kura


dimana;
Y= Elevasi
X= Waktu Pengamatan

31

Dari gambar (6) dapat dilihat bahwa tipe pasut Pantai Kura-Kura, Kabupaten
Bengkayang termasuk tipe semi diurnal karena dalam satu hari terjadi dau kali
pasang dan dua kali surut. Tetapi hal ini tidak bisa di jadikan sebagai patokan karena
pengamatan hanya dilakukan selama 3 hari, karena seharusnya pengamatan dilakukan
minimal selama lima belas hari.
4.2 Arus
Arus laut permukaan pergerakan air secara horizontal yang disebabkan oleh
pengaruh angin, gelombang dan pasang surut. Dari hasil pengukuran dapat dibuat
histogram seperti gambar (7). Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan
arus berkisar antara 0.019 0.13 m/s. Kecepatan arus maksimum yang terjadi pada
pukul 18.00 WIB hari ketiga tanggal 07 Mei 2016 yakni 0.13 m/s dengan arah arus
cenderung ke arah Timur Laut (Arah 30), dan kecepatan arus minimum yang terjadi
pada pukul 16.00 WIB hari ketiga tanggal 07 Mei 2016 sebesar 0.019 m/s dengan
arah cenderung ke arah Timur (Arah 190).

Gambar 7. Histogram Kecepatan dan Arah Arus

32

Keterangan :
ARAH ARUS
UTARA
TIMUR LAUT
TIMUR
TENGGARA
SELATAN
BARAT DAYA
BARAT
BARAT LAUT

WARNA

RENTANG
NILAI
337.522.5
22.5-67.5
67.5112.5
112.5157.5
157.5202.5
202.5247.5
247.5292.5
292.5337.5

Berdasarkan gambar (7) diperoleh hasil pada pasang tertinggi mengalami


kecepatan arus sebesar 0,061 m/s dengan elevasi sebesar 188,67 cm dan arahnya
cenderung ke arah Barat Daya (Arah 240).

Pada surut terendah mengalami

kecepatan arus sebesar 0,04 m/s dengan elevasi sebesar 46,33 cm dan arahnya
cenderung ke arah Timur Laut (Arah 35). Pengukuran ini belum bisa dijadikan
patokan karena data pengukuran pada dasarnya harus diambil minimal 15 hari.
4.3 Gelombang
Dari data gelombang yang didapatkan maka akan terlihat tinggi dan rendahnya
gelombang pada saat jam tertentu di pantai kura-kura. Hal ini terjadi karena pengaruh
angin yang berada di pantai kura-kura. Pada tanggal 26 Mei 2016 diperoleh periode
rata-rata terendahnya sebesar 0 sekon (pukul 14.00), periode rata-rata tertingginya
sebesar 6,58 sekon (pukul 10.00), tinggi signifikan terendahnya sebesar 8,94 cm
(pukul 12.00) dan tinggi signifikan tertingginy sebesar 22,47 cm (pukul 16.00). Pada
tanggal 27 Mei 2016 diperoleh periode rata-rata terendahnya sebesar 2,47 sekon
(pukul 10.00), periode rata-rata tertingginya sebesar 9,96 sekon (pukul 14.00), tinggi

33

signifikan terendahnya sebesar 6,58 cm (pukul 08.00) dan tinggi signifikan


tertingginy sebesar 30,94 cm (pukul 16.00).

Gambar 8. Histogram Gelombang Signifikan dan Periode Rata-Rata


Dari gambar (8) diperoleh histogram tinggi gelombang signifikan yang
tertinggi terjadi pada tanggal 7 Mei 2016, pukul 16.00 WIB sepanjang 30,94 cm
sedangkan tinggi gelombang signifikan yang terendah terjadi pada tanggal 7 Mei
2016, pukul 8.00 WIB sepanjang

6,59 cm. Dan histogram periode rata-rata

gelombang periode tertinggi terjadi pada tanggal 7 Mei 2016, pukul 14.00 WIB
selama 9,96 sekon sedangkan yang terendah terjadi pada tanggal 6 Mei 2016, pukul
10.00 WIB selama 0 sekon.
Adapun periode terendah dihasilkan 0 sekon dikarenakan terjadi kesalahan
pengolahan data atau pengambilan datanya. Dan dapat dilihat pula tinggi signifikan
tanggal 26 dan 27 Mei 2016 terjadi pada waktu yang sama. Tinggi dan periode sangat
bervariasi karena disebabkan faktor angina yang ada ditempat pengambilan data. Data

34

yang diambil belum dapat dijadikan patokan karena minimal pengambilan data
gelombang dilakukan selama 15 hari.
4.4 Sedimen Trap
Analisis angkutan sedimen ini digunakan untuk menentukan terjadinya
perubahan garis pantai. Hal ini terjadi karena pengaruh ombak baik yang menuju
pantai atau ke lepas pantai. Dari stasiun yang dipasang pada pengambilan diperoleh
histogram seperti dibawah ini..

Gambar 9. Histogram T(+) & B(-)


Berdasarkan gambar (9) diatas, analisis angkutan sedimen susur pantai
diperoleh bahwa pada arah masuk sedimen jumlah stasiun yang berhasil mendapatkan
sedimen sebanyak 5 stasiun, yaitu pada stasiun 11, 13, 16, 19 dan 22. Sedangkan pada
arah keluar stasiun yang berhasil didapatkan sebanyak 8 stasiun, yaitu pada stasiun 5,
6, 7, 10, 15, 17, 18, 20 dan 23. Jadi pada stasiun 1, 2, 3, 4, 8, 9,14, 21 dan 24 tidak
mengalami perubahan garis pantai.

35

Gambar 10. Histogram U(+) & S(-)


Dari gambar (10) juga diketahui bahwa dari 24 stasiun yang dipasang,
terdapat 9 stasiun yang tidak terdapat angkut sedimen yaitu pada stasiun 2, 3, 4, 12,
14, 21, dan 24. Analisis angkutan sedimen susur pantai diperoleh bahwa pada arah
masuk jumlah stasiun yang berhasil mendapatkan sedimen sebanyak 4 stasiun, yaitu
pada stasiun 13, 16, 19 dan 22. Sedangkan pada arah keluar jumlah stasiun yang
berhasil mendapatkan sedimen sebanyak 11 stasiun juga, yaitu pada stasiun 1, 5, 6, 7,
9, 11, 15, 16, 17, 18, 20 dan 23. Jadi pada stasiun 2, 3, 4, 8, 10, 12, 14, 21 dan 24
tidak mengalami perubahan garis pantai.
Dari 24 stasiun perangkap sedimen yang dipasang dan 15 yang terangkut, hal
ini dikarenakan pengaruh ombak, angin maupun makhluk-makhluk yang berada
dilaut tersebut juga dapat mempengaruhi besarnya angkut sedimen tersebut ke tepi
pantai. Jadi Pantai Kura-Kura mengalami angkutan sedimennya cenderung menuju ke
laut atau abrasi dikarenakan jumlah sedimen yang keluar pantai lebih banyak
dibanding jumlah yang masuk ke pantai.

36

4.5 Sedimen Grab


a.

Stasiun 7

Setelah dihitung menggunakan program GRADISTAT didapati nilai sortasi


untuk sampel pada stasiun 7 menunjukkan angka geometris 1,955 m yang jika
dibandingkan dengan tabel penentuan nilai sortasi yaitu masuk kedalam rentang nilai
sortasi 1,0 - 2,5. Ini menunjukkan bahwa sortasi dari sampel pada stasiun ini baik
(sedang). Adapun media transportasi yang mempengaruhi disaat proses sedimentasi
sedang berlangsung yaitu berupa kerikil yang mencapai nilai 0,0%, pasir yang
mencapai nilai 99,4% dan lumpur dengan nilai 0,6%. Bisa disimpulkan bahwa pada
sampel ini hal yang paling mempengaruhi pada saat proses sedimen sedang
berlangsung ialah pasir dengan tingkat persen yang paling tinggi.

Gambar 11. Grafik %Berat vs Diameter (Stasiun 7)


Pada sampel stasiun 7 didapati nilai kepencengan atau skewness menunjukan
angka geometris yaitu -0,480 m yang jika dibandingkan dengan yang tertera pada
gradistat menunjukan bahwa kepencengan atau skewness dari sampel pada stasiun ini
berupa kepencengan sangat baik.
b. Stasiun 8
Pada sampel stasiun 8 didapati nilai sortasi menunjukkan angka geometris
2,618 m yang jika dibandingkan dengan tabel penentuan nilai sortasi yaitu masuk
kedalam rentang nilai sortasi 2,5 3,0. Ini menunjukkan bahwa sortasi dari sampel
pada stasiun ini bersifat normal (kurang baik). Adapun media transportasi yang

37

mempengaruhi disaat proses sedimentasi sedang berlangsung yaitu berupa kerikil


sebanyak 0,0%, pasir sebanyak 97,5% dan lumpur sebanyak 2,5%. Bisa disimpulkan
bahwa pada sampel ini hal yang paling mempengaruhi pada saat proses sedimen
sedang berlangsung ialah pasir dengan tingkat persen yang paling tinggi.

Gambar 12. Grafik %Berat vs Diameter (Stasiun 8)


Pada sampel stasiun 8 didapati nilai kepencengan atau skewness menunjukan
angka geometris yaitu -0,036 m yang jika dibandingkan dengan tabel penentuan
nilai kepencengan yaitu masuk kedalam rentang nilai skewness (-0,1) (0,1). Ini
menunjukan bahwa kepencengan atau skewness dari sampel pada stasiun ini berupa
kepencengan simetris.
c. Stasiun 9
Pada sampel stasiun 9 didapati nilai sortasi menunjukkan angka geometris
2,238 m yang jika dibandingkan dengan tabel penentuan nilai sortasi yaitu masuk
kedalam rentang nilai sortasi 1,0 2,5. Ini menunjukkan bahwa sortasi dari sampel
pada stasiun ini bersifat baik. Adapun media transportasi yang mempengaruhi disaat
proses sedimentasi sedang berlangsung yaitu berupa kerikil sebanyak 0,0%, pasir
sebanyak 98,4% dan lumpur sebanyak 1,6%. Bisa disimpulkan bahwa pada sampel
ini hal yang paling mempengaruhi pada saat proses sedimen sedang berlangsung ialah
pasir dengan tingkat persen yang paling tinggi.

38

Gambar 13. Grafik %Berat vs Diameter (Stasiun 9)


Pada sampel stasiun 9 didapati nilai kepencengan atau skewness menunjukan
angka geometris yaitu -0,563 m yang jika dibandingkan dengan yang tertera pada
gradistat menunjukan bahwa kepencengan atau skewness dari sampel pada stasiun ini
berupa kepencengan sangat baik.
d. Stasiun 12
Pada sampel stasiun 12 didapati nilai sortasi menunjukkan angka geometris
1,428 m yang jika dibandingkan dengan tabel penentuan nilai sortasi yaitu masuk
kedalam rentang nilai sortasi 1,0 2,5. Ini menunjukkan bahwa sortasi dari sampel
pada stasiun ini bersifat baik (sedang baik). Adapun media transportasi yang
mempengaruhi disaat proses sedimentasi sedang berlangsung yaitu berupa kerikil
sebanyak 0,0%, pasir sebanyak 100,0% dan lumpur sebanyak 0,0%. Bisa disimpulkan
bahwa pada sampel ini hal yang paling mempengaruhi pada saat proses sedimen
sedang berlangsung ialah pasir dengan tingkat persen yang paling tinggi dan tidak
ditemukan adanya lumpur.

39

Gambar 14. Grafik %Berat vs Diameter (Stasiun 12)


Pada sampel stasiun 12 didapati nilai kepencengan atau skewness menunjukan
angka geometris yaitu -0,249 yang jika dibandingkan dengan tabel penentuan nilai
kepencengan yaitu masuk kedalam rentang nilai skewness antara (-0,1) (-0,3). Ini
menunjukan bahwa kepencengan atau skewness dari sampel pada stasiun ini berupa
kepencengan sangat negatif.
4.6 Batimetri
Berdasarkan data hasil pengukuran didapatkan bahwa perairan di Pantai KuraKura memiliki kedalaman maksimal yaitu 4,25 m. Kemudian kedalaman minimal
sebesar 0,91 m. Ada dua penentuan batimetri, yaitu menggunakan metode akustik dan
metode satelit altimetry. Pada praktikum kali ini menggunakan metode akustik
sounding . Adapun plot hasil kontur diambil dari dua pengukuran kecepatan arus
yaitu pada 0,2 H dan 0,8 H adalah sebagai berikut :

40

Gambar 15. Kontur Batimetri pada pengukuran arus 0,2 H


Pada pengukuran arus 0,2 H kecepatan arus minimal sebesar 0,1 m/s
dan kecepatan arus maksimal sebesar 1,3 m/s. Kecepatan arus minimal berada
di dua titik kedalaman yaitu di kedalaman 3,25 m dan 4,25 m. kecepatan arus
maksimal berada di kedalaman 4,35 m. Adapun arah-arah arus dapat dilihat
dalam arah vektor yang ada didalam kontur. Arah arusnya sangat bervariatif.

41

Gambar 16. Kontur Batimetri pada pengukuran arus 0,8 H


Pada pengukuran arus 0,8 H kecepatan arus minimal sebesar 0,1 m/s
dan kecepatan arus maksimal sebesar 2,2 m/s. Kecepatan arus minimal berada
di lima titik kedalaman yaitu di kedalaman 3,65 m, 3,75 m, 3,25 m, 3,45 m
dan 4,25 m. Kecepatan arus maksimal berada di kedalaman 4,05 m. Adapun
arah-arah arus dapat dilihat dalam arah vektor yang ada didalam kontur. Sama
halnya dengan pengukuran di 0,2 H arah arusnya juga sangat bervariatif.

42

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari hasil pengukuran di

lapangan, maka didapatkan kesimpulan :


1. Pasang Surut
Berdasarkan data yang telah didapat, tipe pasut Pantai Kura-Kura termasuk
tipe semi diurnal, dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.
2. Arus
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap arus pasut pada perairan di
sekitar Pantai menunjukkan bahwa kecepatan arus berkisar antara 0.019
0.13 m/s. Kecepatan maksimumnya sebesar 0.13 m/s yang terjadi pada pukul
18.00 WIB.
3. Gelombang
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pantai kura-kura memiliki
karakteristik gelombang, periode rata-rata gelombang berkisar antara 0 s
9,96 s dan tinggi gelombang signifikan berkisar antara 6,59 cm 30,94 cm.
4. Sedimen Trap
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari hasil pengukuran di
lapangan, maka didapatkan kesimpulan bahwa pantai cenderung mengalami
abrasi.
5. Sedimen Grab
Berdasarkan sampel sedimen yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa
jenis sedimen pada stasiun 7,8 dan 9 adalah pasir dengan persenan paling
tinggi dan pada stasiun 12 jenis sedimen yang terkandung adalah krikil
dengan persenan paling tinggi tanpa ditemukan adanya lumpur.

43

6.

Batimetri
Berdasarkan data yang telah didapat terhadap pengukuran batimetri,
kedalaman yang diperoleh antara 0,91 4,25 m di sekitar bibir pantai.

5.2

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan data untuk arus, pasut, gelombang, batimetri dan angkutan
sedimen minimal dilakukan 15 hari.
2. Perangkat sedimen harus diangkat hati-hati agar sedimen yang tertampung
tidak keluar bersama air laut.
3. Untuk ke depannya agar lokasi praktikum dapat dipindahkan ke tempat
lain.
4. Ketelitian praktikan harus lebih diperhatikan dalam pengambilan data.

44

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, http://doddys.files.wordpress.com/2007/02/parallel.jpg.
Hutabarat dan Evans, 1984, Pengantar Oseanografi, UI Press, Jakarta
Nontji, 1987, Laut Nusantara, Penerbit Djambatan, Jakarta
Ongkosono, O.S.R dan Suyarso, 1989, Pasang Surut, LIPI-Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi, Jakarta
Riyadi, S., (2007), Studi Gelombang di Perairan Selatan Bali Menggunakan Model
SWAN, Tugas Akhir S1 di Jurusan Teknik Kelautan, ITS.
Rojali, A., (2009), Pemodelan penjalaran dan transformasi Gelombang Laut di
Perairan dengan Kemiringan Dasar Konstan, Tugas Akhir S1 di Jurusan
Osenografi, ITB.
Taqwin, S., (2009), Pemodelan penjalaran dan transformasi Gelombang Laut di
Perairan dengan Kemiringan Dasar Konstan , Tugas Akhir S1 di Jurusan
Osenografi, ITB.
Taringan, A.P.M., dan Zein, A.S., (2005), Analisa Refraksi Gelombang Pada
Pantai, Jurnal Teknik SIMETRIKA, Vol. 4 No. 2, PP. 345-351.
Triatmodjo, B., (1999), Teknik Pantai, Yogyakarta, Beta Offset.
Setiyono, H., 1996, Kamus Oseanografi, Cetakan Pertama, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Supangat, A., 1990, Pengantar Oseanografi, ITB, Bandung

45

LAMPIRAN
Hidrooseanografi
1.

Pasang Surut

Tabel 2. Pasang Surut Air Laut di Pantai Kura-Kura


X
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00

Y
113.33
92.5
72.83
76.33
81
101.33
125.33
142.67
146.33
155.67
151.5
136.3
113.6
93.67
74
76.3
84.66671
105
130
154.34
170.67
174.67
169.3
158.3
137
111.5
86.17
70.67
68
75.33
100.5

46

1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00

121.67
133.33
146.67
154.33
142.67
130.67
107
84.67
78.33
73.67
88.33
118
152.833
174
183
188.67
178.67
172.16
46.33
88.22
86.67

MAX
MIN
MSL

188.67
46.33
117.5

2. Arus
Tabel 3. Data Arah dan Kecepatan Arus air Laut Pantai Kura-Kura
Pukul

Panjan
g Tali

Waktu
(s)

18.00

24.15

19.00

48.1

20.00

136

21.00

63

22.00

63

Kecepatan
(m/s)
0.082815
735
0.041580
042
0.014705
882
0.031746
032
0.031746

Arah

Elevasi (cm)

Elevasi
(m)

270

113.33

1.1333

240

92.5

0.925

240

72.83

0.7283

90

76.33

0.7633

240

81

0.81

47

23.00

67

24.00

21.09

1.00

28.07

2.00

35.76

3.00

46.01

4.00

40.26

5.00

77.31

6.00

183.03

7.00

266

8.00

42.61

9.00

56.86

10.00

318

11.00

158

12.00

45

13.00

1.2

480

14.00

1030

15.00

0.47

265

16.00

65

17.00

82

18.00

20

19.00

83.22

20.00

24.8

21.00

73.32

032
0.029850
746
0.094831
674
0.071250
445
0.055928
412
0.043468
811
0.049677
099
0.025869
875
0.010927
17
0.007518
797
0.046937
339
0.035174
112
0.006289
308
0.012658
228
0.044444
444
0.0025
0.001941
748
0.001773
585
0.030769
231
0.024390
244
0.1
0.024032
684
0.080645
161
0.027277

80

101.33

1.0133

95

125.33

1.2533

65

142.67

1.4267

60

146.33

1.4633

60

155.67

1.5567

80

151.5

1.515

80

136.3

1.363

30

113.6

1.136

100

93.67

0.9367

240

74

0.74

240

76.3

0.763

240

84.66671

0.84666
71

220

105

1.05

80

130

1.3

90

154.34

1.5434

100

170.67

1.7067

70

174.67

1.7467

240

169.3

1.693

270

158.3

1.583

210

137

1.37

260

111.5

1.115

230

86.17

0.8617

230

70.67

0.7067

48

22.00

331

23.00

470

24.00

582

1.00

600

2.00

69

3.00

210

4.00

48.87

5.00

379

6.00

15.88

7.00

600

8.00

176

9.00

132

10.00

102

11.00

60

12.00

84

13.00

36

14.00

40

15.00

112

16.00

32.85

17.00

27.31

18.00

15

19.00

45

687
0.006042
296
0.004255
319
0.003436
426
0.003333
333
0.028985
507
0.009523
81
0.040924
903
0.005277
045
0.125944
584
0.003333
333
0.005681
818
0.007575
758
0.019607
843
0.033333
333
0.023809
524
0.055555
556
0.05
0.017857
143
0.060882
801
0.073233
248
0.133333
333
0.044444
444

210

68

0.68

200

75.33

0.7533

150

100.5

1.005

140

121.67

1.2167

90

133.33

1.3333

50

146.67

1.4667

40

154.33

1.5433

60

142.67

1.4267

60

130.67

1.3067

330

107

1.07

270

84.67

0.8467

240

78.33

0.7833

190

73.67

0.7367

250

88.33

0.8833

70

118

1.18

60

152.833

1.52833

240

174

1.74

60

183

1.83

240

188.67

1.8867

210

178.67

1.7867

30

172.16

1.7216

35

46.33

0.4633

49

20.00

21

21.00

30.53

3.

0.095238
095
0.065509
335

250

88.22

0.8822

240

86.67

0.8667

Gelombang

Tabel 4. Data Gelombang Laut Pantai Kura-Kura


Hari / Tanggal :
Jam :
Waktu :
Arah :
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Jumat/ 6 Mei 2016


08.00
223.89
150
P
117
113
115
116
117
117
116
113
117
113
117
117
115
115
116
116
116
116
113
115
115
115

L
111
111
112
110
111
111
111
111
111
110
109
112
111
111
111
110
109
112
112
112
111
110

H
6
2
3
6
6
6
5
2
6
3
8
5
4
4
5
6
7
4
1
3
4
5

50

23
114
24
117
25
115
26
115
27
116
28
116
29
114
30
116
31
116
32
115
33
116
34
117
35
113
36
116
37
115
38
117
39
114
40
116
41
116
42
116
43
117
44
115
45
116
46
115
47
116
48
115
49
115
50
116
51
116
Tinggi Signifikan : 13,52941176

113
109
110
109
112
112
110
112
111
110
110
112
112
111
111
112
112
112
111
109
111
111
111
112
110
112
112
111
112

1
8
5
6
4
4
4
4
5
5
6
5
1
5
4
5
2
4
5
7
6
4
5
3
6
3
3
5
4

Periode Rata-Rata : 4,39


4.

Sedimentasi

Tabel 5. Data Angkutan Sedimen


Stasiun
1

B(-)
-27.8

T (+)
27.3

S(-)
-85

U(+)
44.8

51

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

0
0
0
-13.7
-54.1
-20.3
0
0
-21.6
-71.3
0
-28.6
0
-240.9
-77.1
-27.5
0
-332
-39.4
0
-33.6
-25.6
0

0
0
0
32.6
104.8
30.3
0
0
49.2
64
0
11.4
0
251.3
29.6
48.1
6.8
153.7
52.5
0
11
49.8
0

0
0
0
-36.8
-102.3
-28.9
0
-9.9
0
-177.6
0
-26.1
0
-271.9
-92.5
-29.8
-39.9
-154.4
-48.3
0
-28.1
-194.1
0

0
0
0
28.9
78.4
19.9
0
0.8
0
67
0
55.4
0
114.1
159.6
19.8
28.5
161
29.7
0
31.3
11.3
0

Tabel 6. Sedimen Grab


Stasi
un

Mesh

Diameter
(mm)

10

30

18
34
60

1
0.5
0.25

250

0.05

10

30

18
34

1
0.5

Phi
4.9068
9
0
1
2
4.3219
28
4.9068
9
0
1

Berat
Tertampu
ng (gr)

% Berat

% Komulatif

2.3

0.92

0.92

7.7
4
4.6

3.08
1.6
1.84

4
5.6
7.44

0.9

0.36

7.8

1.3

13

13

2.9
1.5

29
15

42
57

52

12

60

0.25

2
4.3219
28
4.9068
9

3.9

39

96

250

0.05

2.1

21

117

10

30

6.6

22

22

18

7.6

34

0.5

6.7

60

0.25

5.6

250

0.05

10

30

18

47.9

34

0.5

4.2

60

0.25

250

0.05

4.3219
28

0.2

5.

4.3219
28
4.9068
9

25.33333
333
22.33333
333
18.66666
667
11.66666
667

3.5

0.688468
158

0.4

82.44406
196
7.228915
663
5.163511
188
0.344234
079

47.33333333
69.66666667
88.33333333
100
0.688468158
83.13253012
90.36144578
95.52495697
95.86919105

Batimetri

Tabel 7. Data batimetri di Pantai Kura-Kura


Stasi
un

Jam

07.37

07.44

07.47

07.52

07.54

08.01

Posisi
49 N
02607070091540
49 N
02608170091370
49 N
02608560091297
49 N
02608530091290
49 N
02608710091352
49 N
02608010091449

Kedalaman
(m)

koreksi
tranduser
(cm)

0.66

0.91

0.52

0.77

3.25

3.1

3.35

3.5

3.75

3.25

53

08.09

08.13

08.17

10

08.24

11

08.31

12

08.40

13

08.44

14

08.52

15

08.58

16

09.03

17

13.27

18

13.31

19

13.58

20

14.09

21

14.17

22

14.23

23

14.28

24

14.33

25

14.44

26

14.49

27

14.54

28

14.58

29

15.00

49 N
02607410091596
49 N
02607950091509
49 N
02609150091362
49 N
02608900091350
49 N
02609680091415
49 N
02609010091495
49 N
02608930091497
49 N
02608940091619
49 N
02609670091517
49 N
02610100091415
49 N
02610490091323
49 N
02610480091327
49 N
02611410091477
49 N
02611070091557
49 N
02610380091658
49 N
02611280091738
49 N
02611960091658
49 N
02612490091588
49 N
02613390091652
49 N
02612990091721
49 N
02612660091770
49 N
02612890091796
49 N

3.5

3.75

2.9

3.15

3.5

3.75

3.4

3.65

3.4

3.65

3.5

3.75

3.25

4.25

3.2

3.45

3.3

3.55

3.25

0.54

0.79

4.25

4.25

4.1

4.35

4.25

3.3

3.55

3.7

3.95

3.7

3.95

3.9

4.15

3.8

4.05

3.6

3.85

2.7

2.95

54

30

15.04

31

15.07

32

15.16

33

15.22

34

15.27

35

15.32

36

15.37

37

15.41

38

15.50

02612870091789
49 N
02613590091712
49 N
02613860091670
49 N
02614610091734
49 N
02614220091780
49 N
02613840091849
49 N
02614080091892
49 N
02614700091836
49 N
02615180091781
49 N
02616950091887

2.8

3.05

3.5

3.75

4.25

3.8

4.05

3.7

3.95

3.1

3.35

3.5

3.75

3.5

3.75

3.7

3.95

55

Anda mungkin juga menyukai