BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti
telah diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda
( monohibrid) akan
menghasilkan rasio genotipe 1:2:1 dan rasio fenotipe 3:1. Sementara itu, persilangan dengan
dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua
pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2
kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri. Beberapa
cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang
kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen
yang mengadakan interaksi ( kerjasama ). Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2
dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu
yang serbuk sarinya lonjong dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya
bundar. Rasio fenotipe dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya
pada keturunan kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.
Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat memecahkan
misteri tersebut.Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan
mekanisme pewarisannya menyimpang dari hukum Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui
bahwa lalat buah memiliki kira kira 5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang
kromosom saja. Sepasang di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah
titik. Jadi, dalam sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan
ratusan gen.
Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri sendiri untuk menumbuhkan
karakter, tetapi ada beberapa genyang berinteraksi atau menumbuhkan karakter. Gen tersebut
mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda. Interaksi
antar gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang menyimpang dari hukum
Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan hukum Mendel.
Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 :
1. Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan fenotipe dapat menjadi 9 : 3 :
4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Semua enzim yang diketahui adalah protein. Enzim melakukan fungsi katalis, yang
menyebabkanpemecahan atau penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang
terjadi di dalam sel merupakan persoalan metabolisma. Reaksi reaksi ini merupakan reaksi
pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi lain, setiap langkah ( tahap)
diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang mengubah substansi pendahulu
( precursor ) menjadi produk akhir menyusun suatu jalur biosintesis.Interaksi gen terjadi bila
dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang mengkatalis langkah langkah
dalam suatu jalur bersama.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mengetahui bahwa cara
diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman tersebut di atas,
karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel.
Sebuah contoh klasik yang dapat dikemukakan di sini ialah hasil percobaan Wiliam
Bateson dan R.C Punnet yang telah di bicarakan sebelumnya diatas. Mereka mengawinkan
berbagai macam ayam negeri dengan memperhatikan bentuk jengger di atas kepala. Ayam
Wyandotte mempunyai jenger tipe mawar (rose), sedang ayam Brahma berjengger tipe
ercis(pea). Pada waktu dikawinkan ayam berjengger rose didapatkan ayam-ayam F1 yang
kesemuanya mempunyai jengger bersifatwalnut (walnut= nama semacam buah). Mulamula dikira bahwa jengger tipe walnut ini intermedier. Tetapi yang mengherankan ialah
bahwa pada waktu ayam-ayam walnut itu dibiarkan kawin sesamanya dan dihasilkan banyak
ayam-ayam F2 maka perbandingan 9:3:3:1 nampak dalam keturunan ini. Kira-kira 9/16
bagian dari ayam-ayam F2 ini berjengger walnut. 3/16 mawar, 3/16 ercis dan 1/16 tunggal
(single).
Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh)
antara gen-gen. Adanya 16 kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang
alel yang berbeda ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang gen menentukan tipe
jengger mawar dan sepasang gen lainnya untuk tipe jengger ercis. Sebuah gen untukrose dan
sebuh gen untukpea mengadakan interaksi menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat pada
ayam-ayam F1. Jenggerrose ditentukan oleh gen dominan R (berasal dari rose), jengger pea
oleh gen dominan P (berasal dari pea). Karena itu ayam berjengger mawar homozigot
mempunyai genotip RRpp, sedangkan ayam berjengger ercis homozigot mempunyai genotip
rrPP. Perkawinan dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut (bergenotip
RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi
gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak
melibatkan modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang
merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini
dinamakan interaksi gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet
setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini terdapat
empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan tunggal, seperti dapat
dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.
apabila ayam berjengger walnut disilangkan dengan sesamanya, maka diperoleh generasi F 2
dengan nisbah fenotipe walnut : mawar : kacang : tunggal = 9 : 3 : 3 : 1.
Dari nisbah fenotipe tersebut, terlihat adanya satu kelas fenotipe yang sebelumnya tidak
pernah dijumpai, yaitu bentuk jengger tunggal. Munculnya fenotipe ini, dan juga fenotipe
walnut, mengindikasikan adanya keterlibatan dua pasang gen nonalelik yang berinteraksi
untuk menghasilkan suatu fenotipe. Kedua pasang gen tersebut masing-masing ditunjukkan
oleh fenotipe mawar dan fenotipe kacang.
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R,
sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut
masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk
walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan
jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar 2.13.
P:
RRpp
mawar
rrPP
kacang
F1 :
RrPp
walnut
F2 : 9 R-P-
3 R-pp
mawar
3 rrP-
kacang
1 rrpp
tunggal
walnut
Apabila gen yang bertanggung jawab atas munculnya fenotipe mawar adalah R,
sedangkan gen untuk fenotipe kacang adalah P, maka keempat macam fenotipe tersebut
masing-masing dapat dituliskan sebagai R-pp untuk mawar, rrP- untuk kacang, R-P- untuk
walnut, dan rrpp untuk tunggal. Dengan demikian, diagram persilangan untuk pewarisan
jengger ayam dapat dijelaskan seperti pada Gambar berikut ini.
Kesimpulannya :
1. Fenotip jengger yang baru ini disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh)
antara gen-gen.
2. Adanya 16 kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang alel yang
berbeda ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang alel menentukan tipe
jengger mawar dan sepasang alel lainnya untuk tipe jengger Kacang.
3. Sebuah gen untuk mawar dan sebuh gen untuk kacang mengadakan interaksi
menghasilkan jengger walnut, seperti terlihat pada ayam-ayam F1.
4. Jengger mawar ditentukan oleh gen dominan R(berasal dari rose), jengger kacang
oleh gen dominan P (berasal dari pea).
5. Karena itu ayam berjengger mawar homozigot mempunyai genotip RRpp, sedangkan
ayam berjengger kacang homozigot mempunyai genotip rrPP.
6. Sedangkan ayam yang berjengger Tunggal adalah Ayam yang homozigot resesif.
7. Perkawinan dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut (bergenotip
RrPp) dan F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
8. Gen R dan gen P adalah bukan alel, tetapi masing-masing domina terhadap alelnya (R
dominan terhadap r, P dominan terhadap p). sebuah atau sepasang gen yang menutupi
(mengalahkan) ekspresi gen lain yang buka alelnya dinamakan gen yang epistasis.
Gen yang dikalahkan ini tadi dinamakan gen yang hipostasis. Peristiwanya disebut
epistasi dan hipostasi.
sehingga membentuk suatu fenotipe baru.Gen memiliki peran tersendiri dalam menumbuhkan
karakter, tetapi ada beberapa gen yang saling berinteraksi dengan gen lain dalam
menumbuhkan karakter. Gen-gen tersebut terdapat pada kromosom yang sama atau pada
kromosom yang berbeda.
Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.
2.3.1. Modifikasi Nisbah 3 : 1 (Monohybrid)
Ada tiga peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1, yaitu semi
dominansi, kodominansi, dan gen letal.
(1)
Semi
dominansi
/Intermedier/Dominansi
Tidak
Sempurna
Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel
resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat antara
(intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang berbeda
dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F2 tidak didapatkan
nisbah fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe. Contoh peristiwa
semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada tanaman bunga pukul empat
(Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna bunga pada tanaman ini adalah M, yang
menyebabkan bunga berwarna merah, dan gen m, yang menyebabkan bunga berwarna putih.
Gen M tidak dominan sempurna terhadap gen m, sehingga warna bunga pada individu Mm
bukannya merah, melainkan merah muda. Oleh karena itu, hasil persilangan sesama genotipe
Mm akan menghasilkan generasi F2 dengan nisbah fenotipe merah:merah muda:putih = 1 : 2 :
1.
(2)
Kodominansi
Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1 :
2 : 1 pada generasi F 2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu
heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel.
Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.
Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah sistem
ABO pada manusia (lihat juga bagian pada bab ini tentang beberapa contoh alel ganda). Gen
IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya antigen A dan antigen B di dalam
eritrosit individu yang memilikinya. Pada individu dengan golongan darah AB (bergenotipe
IAIB) akan terdapat baik antigen A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen I A
dan IB sama-sama diekspresikan pada individu heterozigot tersebut.
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki golongan
darah AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
(3)
Gen letal
Gen letal atau Gen Kematian ialah gen yang dalam keadaan homozigot dapat mengakibatkan
kematian pada individu yang dimilikinya. Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau
beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang
menyebabkan kematian pada waktu individu yang bersangkutan menjelang dewasa.
Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan dan gen letal resesif. Gen letal
dominan dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan fenotipe,
sedang gen letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot.
Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam redep (creeper), yaitu ayam
dengan kaki dan sayap yang pendek serta mempunyai genotipe heterozigot (Cpcp). Ayam
dengan genotipe CpCp mengalami kematian pada masa embrio. Apabila sesama ayam redep
dikawinkan, akan diperoleh keturunan dengan nisbah fenotipe ayam redep (Cpcp) : ayam
normal (cpcp) = 2 : 1. Hal ini karena ayam dengan genotipe CpCp tidak pernah ada.
Sementara itu, gen letal resesif misalnya adalah gen penyebab albino pada tanaman
jagung. Tanaman jagung dengan genotipe gg akan mengalami kematian setelah cadangan
makanan di dalam biji habis, karena tanaman ini tidak mampu melakukan fotosintesis
sehubungan dengan tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg memiliki warna hijau kekuningan,
sedang tanaman GG adalah hijau normal. Persilangan antara sesama tanaman Gg akan
menghasilkan keturunan dengan nisbah fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.
a) Gen letal dominan
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini.
1. Pada ayam dikenal gen dominan C yang bila homozigotik akan bersifat letal dan
menyebabkan kematian. Alelnya resesip c mengatur pertumbuhan tulang normal.
Ayam heterozigot Cc dapat hidup, tetapi memperlihatkan cacat, yaitu memiliki kaki
pendek. Ayam demikian disebut ayam redep (Creeper). Meskipun ayam ini Nampak
biasa, tetapi ia sesungguhnya menderita penyakit keturunan yang disebut
achondroplasia. Ayam homozigot CC tidak pernahdikenal, sebab sudah mati waktu
embryo. Banyak kelainan terdapat padanya, sepeti kepala rusak, rangka tidak
mengalami penulangan, mata kecil dan rusak. Perkawinan antara dua ayam redep
meghasilkan keturunan dengan perbandingan 2 ayam redep:1 ayam normal. Ayam
redep Cc itu sebenarnya berasal dari ayam normal (homozigot cc), tetapi salah satu
gen resesip c mengalami mutasi gen (perubahan gen) dan berubah menjadi gen
dominan C.
2. Pada manusia dikenal Brakhifalangi, adalah keadaan bahwa orang yan berjari pendek
dan tumbub menjadi satu. Cacat ini disebabkan oleh gen dominan B dan merupakan
cacat keturunan. Penderita Brakhtifalangi adalah heterozigot Bb, sedang orang berjari
normal adalah homozigot bb. Jika gen dominan gomozigotik (BB) akan
memperlihatkan sifat letal. Jika ada dua orang brakhtifalaangi kawin, maka anakanaknya kemungkinan memperlihatkan perbandingan 2 Brakhtifalangi: 1 Normal.
3. Pada tikus dikenal gen letal dominan Y (Yellow) yang dalam keadaan heterozigotik
menyebabkan kulit tikus berpigmen kuning. Tikus homozigot YY tidak dikenal,sebab
letal. Tikus homozigot yy normal dan berpigmen kelabu. Perkawinan 2 tikus kuning
akan menghasilkan anak dengan perbandingan 2 tikus kuning:1 tikus kelabu (normal).
Dari ke tiga contoh dimuka dapat diketahui bahwa gen dminan letal baru akan
nampak pengaruhnya letal apabila homozigotik. Dalam keadaan heterozigotik gen
dominan letal itu tidak mengakibatkan kematian, namun biasanya menimbulkan cacat.
b) Gen Letal resesif
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini:
1. Pada jagung (Zea mays) dikenal gen dominan G yang bila homozigotik menyebabkan
tanaman dapat membentuk klorofil (zat hijau daun) secara normal, sehingga daun
berwarna hijau benar. Alelnya resesif g bila homozigotik (gg) akan memperlihatkan
pengaruhnya letal, sebab klorofil tidak akan berbentuk sama sekali pada daun
tetapi gen letal resesip tidak demikian halnya. Berhubung dengan itu lebih mudah kiranya
untuk mendeteksi hadirnya gen letal dominan pada satu individu daripada gen letal resesif.
Gen-gen letal dapat dihilangkan (dieliminir) dengan jalan mengadakan perkawinan
berulang kali pada individu yang menderita cacat akibat adanya gen letal. Tentu saja hal ini
mudah dapat dilakukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan tetapi tidak pada manusia.
2.3.2. Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1 (Dihybrid)
Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa interaksi gen misalnya yang
dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu
gen bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya.
Interaksi antara gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang
menyimpang dari hukum Mendel. Menurut hukum Mendel pada perbandingan fenotipe (F 2)
pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 :1, apabila terjadi penyimpangan dari hukum
Mendel perbandingan tersebut akan berubah menjadi 9 : 3 : 4, atau 9 : 7, atau 12 : 3 : 1 atau
15:1, dll. Bila diteliti betul-betul angka-angka perbandingan di atas, ternyata juga merupakan
penggabungan angka-angka perbandingan Mendel. 9:7 = 9:(3+3+1), 12:3:1 = (9+3):3:1, 15:1
= (9+3+3):1, 9:3:4 = 9:3:(3+1).
Kejadian
Interaksi
gen
yang
menyebabkan
terjadinya
Modifikasi
Nisbah
Contoh lain :
Misalnya Linaria maroccana biru (AaBb) disilangkan dengan Linaria maroccana merah
(Aabb), sedangkan gen A untuk antosianin dan gen B untuk sifat basa.
Jika 2 gen dominan A dan B maka berwarna biru,
1 gen dominan A maka berwarna merah
1 gen dominan B atau A dan B tidak ada maka berwarna putih
3. Pada Tikus yang berwarna putih juga disebabkan oleh Faktor yang tersebunyi yaitu
Faktor Resesif.
4. Ilustrasinya adalah sebagai berikut :
Misalnya Faktor yang tersembunyi Dominan diberi Simbol K, maka yang resesif
diberi symbol k (Kebalikan dari K).
Bila sifat warna Hitam A bertemu dengan factor tersembunyi dominan maka hasilnya
menjadi warna Krem.
Sebaliknya Bila sifat warna Hitam A bertemu dengan factor tersembunyi resesif maka
hasilnya menjadi Warna Hitam.
Bila Gen aa bertemu dengan factor tersembunyi dominan maupun resesif maka
hasilnya menjadi warna Putih
Dari hasil persilangan tersebut dapat dilihat bahwa timbulnya sifat/warna lain yang
disebabkan oleh Faktor tersembunyi jumlahnya lebih banyak sehingga disini dapat
disimpulkan bahwa Faktor tersembunyi yang menimbulkan warna Krem = dominan
B. Komplementer
Komplementer adalah peristiwa dimana 2 gen dominan saling mempengaruhi atau
melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat. Dengan kata lain bahwa Komplementer
merupakan bentuk kerjasama dua gen dominan yang saling melengkapi untuk memunculkan
suatu karakter. Gen Komplementer adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat
bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotipe alelnya. Bila salah satu gen
tidak ada, maka pemunculan sifat terhalang.
Contoh karakter yang dipengaruhi oleh gen komplementer antara lain :
Melihat angka perbandingan F2 yang hampir sama, yaitu 9 : 7, maka bila suatu
perkawinan hanya menghasilkan anak sedikit (misalnya 1 atau 2) dimungkinkan semua
normal
atau
semua
bisu
tuli.
C. Polimer (15 : 1)
Polimer adalah Pola penurunan sifat yang berdasarkan banyak gen sehingga disebut
juga Multiple Gen Heredity = Quantitatif Heredity atau Poymeri.
Polimer adalah peristiwa dimana beberapa sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri
mempengaruhi bagian yang sama dari suatu individu. Polimer adalah bentuk interaksi gen
yang bersifat kumulatif (saling menambah). Perbedaan dengan komplementer adalah tanpa
kehadiran salah satu gen (alel dominan) karakter yang disebabkannya tetap muncul, hanya
mutu / derajatnya yang kurang dibandingkan dengan kehadirannya. Gen yang menumbuh kan
karakter polimeri biasanya lebih dari 2 gen sehingga disebut karakter gen ganda (polygenic
inheritance).
Seperti telah dijelaskan pada Bab Monohybrid terdahulu bahwa sifat Kuantitatif ini
peka terhadap pengaruh lingkungan, variasinya bertingkat-tingkat dan biasanya dipengaruhi
oleh banyak gen. Penurunan sifat Kuantitatif ini banyak terdapat pada sifat-sifat penting yang
mempengaruhi nilai ekonomis seekor ternak, misalnya : Produksi Susu, Produksi Telur,
Pertambahan Berat Badan pada ternak, penimbunan lemak dsb. Dengan kata lain bahwa sifat
Kuantitatif berkaitan erat dengan Produksi dan Produktivitas seekor ternak.
Hipotesa tentang Polimer atau Multiple Gen Heredity ini pertama kali dikemukakan
oleh Nilson-Ehla, yaitu pada tahun 1908 dengan materi tanaman Gandum yaitu Gandum
berbiji Merah disilangkan dengan Gandum berbiji Putih.
Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehla pada gandum berbiji merah dengan
gen berbiji putih, pada F1 didapatkan gandum berbiji Merah tetapi warna bijinya tidak merah
tua seperti Parentalnya. Sedangkan pada F2 didapatkan perbandingan Gandum berbiji Merah
dengan Putih yaitu 15 : 1.
Namun ia menemukan variasi warna yang bertingkat-tingkat dari hasil keturunan nya,
yaitu Merah Tua (Dark Red), Merah agak tua (Medium Dark Red), Merah Muda (Medium
Red), Kemerahan (Light Red) dan Putih. Apabila dilihat dari warna biji maka orang mengira
bahwa sifat tersebut ditentukan oleh sepasang gen saja, namun apabila melihat hasil
perbandingan pada F2 yaitu 15 : 1, maka dapat disimpulkan bahwa sifat ini ditentukan oleh
lebih dari satu pasang gen.
Peristiwa tersebut mirip dengan persilangan dihibrid tidak dominan sempurna ulang
menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Warna yang dihasilkan ini tidak hanya
dikontrol oleh satu pasangan gen saja melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun
masih berpengharuh terhadap sifat yang sama, peristiwa ini disebut polimeri. Jadi Polimeri
adalah dua gen atau lebih yang menempati lokus berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama.
Berdasarkan hasil generasi F2 dapat diketahui, bahwa fenotipe merah akan selalu
muncul jika mendapatkan gen dominan M berapapun jumlahnya. Fenotipe putih hanya akan
muncul, jika tidak terdapat gen dominan M. Semakin banyak jumlah gen dominan, maka sifat
yang muncul akan semakin kuat. Jadi, satu ciri dipengaruhi oleh banyak gen dan terjadi
secara akumulatif (Cumulative=Additive)
Contoh polimeri yang lain adalah :
1. Warna kulit dan warna iris pada mata manusia.
2. Sifat Ketebalan Lemak Punggung (Back Fat) pada Ternak babi.
Sifat ketebalan lemak punggung (back fat) pada ternak babi merupakan sifat yang
penurunannya secara kuantitatif.
Misalnya Babi yang mempunyai ketebalan lemak punggung 0,8 inch mempunyai
genotype bbff (Simbol B atau b = Back dan F atau f = Fat), berarti gen b dan f
merupakan gen netral yang menentukan tidak adanya pertambahan ketebalan lemak
punggung.
Sedangkan Gen B dan F merupakan gen aktif yang menentukan adanya pertambahan
ketebalan lemak punggung sebesar 0,2 inch.
Bila Babi dengan Back Fat 0,8 inch dikawinkan dengan Babi Back fat 1,6 inch, maka
F1 diperoleh Babi dengan Back Fat 1,2 inch dan F2 hasil intersemating diperoleh
Fenotipe Babi dengan Back Fat yaitu : 1,6; 1,4; 1,2; 1,0 dan 0,8 inch.
9. Sifat-Sifat Produksi yang lain dalam bidang peternakan yang pola penurunannya
termasuk Kuantitatif dan Frekuensinya mengikuti Kurve Distribusi Normal adalah
Produksi Susu, PBB, Produksi telur dll. Jadi Individu-Individu yang mempunyai
produksi Medium/rata-rata terdapat dalam
2.4. Epistasis
Epistasis adalah interaksi di mana sebuah gen mengalahkan pengaruh gen lain yang
bukan alelnya. Gen yang mengalahkan disebut epistasis dan gen yang dikalahkan disebut
hypostasis. Pada peristiwa epistasis, paling sedikit harus ada 2 pasang gen yang terlibat.
Gen pada lokus yang satu berinteraksi dengan gen pada lokus lain. Dari hasil interaksi tersbut
diperoleh fenotip yang tidak akan diperoleh jika gen-gen tersebut bekerja sendiri-sendiri.
Interaksi epistasis sama sifatnya dengan kondisi dominan resesif, perbedaannya adalah
kondisi dominan-resesif berlaku bagi gen sealel. Ada 6 tipe ratio epistasis dari induk dihibrida
yang umum dikenal, yaitu:
1. Epistasis dominan (12:3:1); misal: warna labu summer squash dan warna kulit gandum.
2. Epistasis resesif (9:3:4); misal: warna bulu mencit, warna biji buncis
3. Interaksi ganda (9:6:1)
4. Epistasis dominan ganda (15:1)
5. Epistasis esesif ganda (9:7)
6. Epistasis dominan dan resesif (13:3); misal: warna bulu ayam ras.
2.4.1. Epistasis Dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen
dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F 2 dengan adanya epistasis
dominan adalah 12 : 3 : 1.
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh
besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna
kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang
menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi.
Persilangan antara
waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F 2
sebagai berikut.
P : WWYY
putih
wwyy
hijau
F1 :
WwYy
putih
F2 :
9 W-Y- putih
3 W-yy putih
3 wwY- kuning
12
1 wwyy hijau
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis dominan
Contoh Kejadian Epistasis Dominan lainnya, yaitu :
Peristiwa epistasis dominan dapat dilihat misalnya pada pewarisan warna buah waluh
besar (Cucurbita pepo). Dalam hal ini terdapat gen Y yang menyebabkan buah berwarna
kuning dan alelnya y yang menyebabkan buah berwarna hijau. Selain itu, ada gen W yang
menghalangi pigmentasi dan w yang tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara
waluh putih (WWYY) dan waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F 2
sebagai berikut:
albino
F1 :
AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C-
A-cc albino
aaC1
hitam
aacc
albino
kelabu
Pada Rhodentia, dilakukan perkawinan antara Hewan yang berwarna Hitam dengan
Genotipe AABB dengan Hewan Albino dengan Genotipe aabb. Gen A menampakkan warna
Hitam sedangkan aa menampakkan warna Kream. Gene B menampakkan timbulnya warna,
sedangkan bb menutupi timbulnya warna, dalam hal ini bb menutupi gen A.
yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan
pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C
dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
P:
IICC
putih
iicc
putih
F1 :
IiCc
putih
F2 : 9 I-C-
3 I-cc
putih
3 iiC-
berwarna
1 iicc
putih
putih
putih : berwarna
13 : 3
Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap
pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari
pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi
dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada
generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan
kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat
dilukiskan secara skema sebagai berikut.
gen L
gen H
Bahan dasar
sianogenik
enzim H
enzim L
glukosida
HCN
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar menjadi
bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan enzim L.
Gen H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida
sianogenik menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan
demikian, l epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan
dua tanaman dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh
dengan llHH) dapat digambarkan sebagai berikut:
P:
LLhh
llHH
HCN rendah
HCN rendah
F1 :
LlHh
HCN tinggi
F2 : 9 L-H- HCN tinggi
Perkawinan Ayam Silky Putih (White Silky) dengan Ayam Dorking Putih (White
Dorking). Apabila Genotipe Ayam Silky Putih = AAbb dan Ayam Dorking Putih = aaBB. Gen
A menyebabkan timbulnya warna, aa menekan sifat B, sedangkan Gen B menimbulkan
Warna dan bb menekan Sifat A.
pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini
menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah
Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga
disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan
d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.
P : CCDD
ccdd
segitiga
oval
F1 :
CcDd
segitiga
F2 : 9 C-D-
3 C-dd
segitiga
3 ccD-
segitiga
1 ccdd
oval
segitiga
segitiga : oval
15 : 1
BBLL
cakram
lonjong
F1 :
bbll
BbLl
cakram
F2 : 9 B-L-
3 B-ll
bulat
3 bbL-
bulat
1 bbll
lonjong
cakram
: 1
bar 2.11. Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif
Contoh lain dari epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif, yaitu :
berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan
efek kumulatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1,
hanya berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masingmasing terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan
sifatnya sendiri, beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa
pengawasan suatu sifat kadang kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi
oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ).Dan hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor.
Interaksi gen ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling mempengaruhi
dalam memberikan fenotip pada suatu individu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap
hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan
fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.
Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang membawa
sifat yang baru dari sifat induknya.
Contoh dari interaksi gen adalah Avatisme yang terjadi pada ayam berjengger rose
yang dikawinkan dengan ayam yang berjengger pea, akan menghasilkan sifat baru yang tidak
ada pada induknya, yaitu walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
DAFTAR PUSTAKA
Stansfield, D. William .1991.,G enetika . PT. Gelora Aksara Pratama , Erlangga.
Suryo . 1986 ., Genetika Manusia. Gadjahmada University Press ,Yogyakarta.
Tim Dosen Genetika Dasar . 2010 ., Genetika Dasar . Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNIMED ,Medan.
Anonymous., 2009. Variasi Genetik. http:// I:\blog-Variasi-dan-genetiks.php.htm. Diakses
tanggal 27 Oktober 2010.
Anonymous.2010.,G enetika.http://w ikip edia.co m/evo lus i. Diakses tanggal 27 Oktober
2010
Bojonegoro,Isharmanto.2010.,InteraksiGen.http://biologigonz.blogspot.com/2010/05.interaks
i-gen .html.