Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN BAGIAN THT RSPAU

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK TIPE BENIGNA AKTIF

DISUSUN OLEH
Christine Laurenza Sirait
102015112

PEMBIMBING
dr. Asnominanda, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 11 APRIL 14 MEI 2016
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN UDARA

1|Page

LAPORAN KASUS
RUMAH SAKIT TNI AU Dr ESNAWAN ANTARIKSA
SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK
Jl. Merpati No 2, Halim Perdanakusuma Jakarta Timur 13610

Nama : Christine Laurenza Sirait

Tanda Tangan

NIM

.............

: 112015112

Dr. Pembimbing : dr. Asnominanda, Sp. THT-KL

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. WS

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur

: 63 tahun

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: D3

II. ANAMNESIS: Autoanamnesis

Tanggal/ Jam: 25 April 2016/ Jam 10.40 WIB

Keluhan Utama: Telinga kanan keluar cairan


Keluhan Tambahan: Telinga kanan terasa tersumbat dan pendengaran menurun, batuk dan pilek.
Riwayat Penyakit Sekarang
Orang Sakit (OS) datang ke poliklinik THT RS Pusat AU dengan keluhan telinga kanan
keluar cairan sejak 1 minggu yang lalu, OS mengatakan dulu telinga kiri pernah keluar cairan
juga namun sembuh sendiri. Cairan yang keluar dari telinga kanan sama seperti cairan yang
keluar dari telinga kiri dulu yaitu berupa cairan encer sedikit kental, berwarna putih dan tidak
2|Page

berbau. Keluarnya cairan dari telinga kanan dirasakan sejak 2 bulan belakangan namun hilang
timbul. OS mengatakan merasa telinga kanan tersumbat karena adanya cairan

sehingga

pendengaran OS menurun. Selain itu OS juga mengeluh batuk dan pilek sejak 1 minggu yang
lalu, OS mengatakan batuknya tidak terlalu sering dalam sehari, batuknya berdahak kental dan
berwarna putih, sedangkan pileknya sepanjang hari tidak pada waktu tertentu, ingus yang keluar
tidak terlalu kental dan berwarna bening. OS mengatakan tidak nyeri dan gatal di telinga, telinga
tidak berdengung, tidak ada riwayat mengorek telinga, tidak ada pusing berputar dan tidak ada
nyeri menelan. OS mengaku sebelumnya sering mengalami keluhan yang sama, namun keluhan
tersebut hilang timbul.
Keluhan keluarnya cairan dari telinga terutama terjadi saat OS sedang pilek. OS
mengatakan duhulu sekitar 2 tahun yang lalu sakit telinga kiri dan 1 tahun yang lalu pernah
mengalami sakit telinga dengan gejala yang sama yaitu sakit pada telinga yang sangat dan
menyebabkan OS demam, OS sempat dibawa ke dokter dan diberi asam mefenamat dan
antibiotic setelah dari dokter beberapa hari telinga OS keluar cairan dan OS mengalami
perbaikan sehingga OS tidak memeriksakan ke dokter lagi. OS mengatakan dikeluarganya tidak
ada yang mengalami sakit seperti ini.
OS megeluh pendengaran menurun karena telinga tersumbat, tidak ada pusing berputar,
tidak ada bunyi berdengung ditelinga, tidak ada kelumpuhan pada wajah, tidak ada nyeri di
tulang belakang telinga dan tidak ada demam.
OS mengakatakan jika ia sudah minum obat yaitu Cefixime dan Ambroxol, keluhan
batuk membaik namun cairan telinga kanan tetap keluar.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):
OS ada riwayat infeksi saluran pernafasan akut dan riwayat otitis media akut

Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tensi

: 110/80 mmHg

Pernafasan

: 20x/ menit

Suhu

: 36 0C
3|Page

Nadi

: 80x/menit

Berat Badan

: 76 kg

Tinggi Badan

: 165 cm

III.PEMERIKSAAN FISIK
a. Telinga
Bentuk daun telinga
Kelainan Kongenital
Tumor/ tanda peradangan
Pre aurikuler
Retroaurikuler
Nyeri tekan tragus
Penarikan daun telinga
Tes Fungsi Tuba
Valsava
Thoinbee
Liang Telinga
Membran Timpani

Kanan
Normotia
Tidak ditemukan

Kiri
Normotia
Tidak ditemukan

Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
(-)
(-)

Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
(-)
(-)

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
CAE lapang, serumen (+),
Sekret (+), Hiperemis (+)
Perforasi Sentral

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
CAE lapang, serumen (+),
Sekret (+), Hiperemis (-)
Perforasi Central

Tes Penala: 512 Hz


Negatif
Negatif
Rinne
Lateralisasi ke kanan
Lateralisasi ke kanan
Weber
Memanjang
Memanjang
Swabach
Kesan: - Ditemukan perforasi sentral membrane timpani dextra dan sinistra
-

Tes penala menunjukan adanya tuli konduktif telinga kanan

4|Page

b. Hidung dan Sinus Paranasal

Bentuk
Tanda Peradangan
Vestibulum

: Simetris
: Tidak ditemukan tanda peradangan dari luar
: - Tampak bulu hidung bilateral +/+
- Hiperemis -/-, massa -/-, lapang +/+, polip -/- Hipertrofi -/- Mukosa basah kiri-kanan; krusta kuning
kehijauan -/-

Konka inferior kanan/ kiri


: Hipertrofi -/-, sekret +/+
Meatus inferior kanan/kiri
: Sekret +/+, hiperemis -/Konka medius kanan/ kiri
: Hipertrofi -/Meatus nasi medius kanan/ kiri
: Sekret +/+, hiperemis -/Septum nasi
: Deviasi (-), sisa sekret -/Daerah sinus frontalis dan maksilaris : Tidak didapatkan nyeri tekan

c.

Nasofaring (tidak dilakukan rhinoskopi posterior)


Koana
:Septum nasi posterior
:Muara tuba eustachius
:Torus tubarius
:Konka inferior dan media
:Dinding posterior
:-

d. Tenggorok
Faring
Dinding faring: sedikit hiperemis, permukaan licin
Arkus faring : simetris kanan-kiri, sedikit hiperemis
5|Page

Tonsil
Uvula
Gigi geligi
Lain-lain

: T1-T1, hiperemis (-), kripta lebar (-), detritus (-)


: simetris ditengah, hiperemis (-)
: bekas pencabutan gigi (-), oral hygiene baik
: radang ginggiva (-), mukosa pharynx tenang

Laring (tidak dilakukan pemeriksaan laringoskopi)


Epiglotis
: Plika aryepiglotis : Arytenoid
: Plika Ventrikularis: Pita suara asli
: Rima glottis
: Cincin trakea
: Sinus piriformis : -

e. Leher
Kelenjar limfe submandibula : tidak ada pembesaran
Kelenjar limfe servikal
: tidak ada pembesaran

f. Maksillo Fasial
Deformitas
- Tidak ditemukan deformitas os maxilla, os mandibula, dan os zygomaticum
- Hematoma (-)
IV. RESUME
Dari anamnesa didapatkan :
Seorang wanita Ny.S berusia 63 tahun datang ke poliklinik THT RS Pusat AU dengan keluhan
telinga kanan keluar cairan sejak 1 minggu yang lalu, OS mengatakan dulu telinga kiri pernah
keluar cairan juga namun sembuh sendiri. Cairan yang keluar dari telinga kanan sama dengan
telinga kiri dulu yaitu berupa cairan encer sedikit kental, berwarna putih dan tidak berbau.
Keluarnya cairan dari telinga kanan dirasakan sejak 2 bulan belakangan namun hilang timbul.
OS mengatakan merasa telinga kanan tersumbat karena adanya cairan sehingga pendengaran OS
menurun. Selain itu OS juga mengeluh batuk dan pilek sejak 1 minggu yang lalu, OS
mengatakan batuknya tidak terlalu sering dalam sehari, batuknya berdahak kental dan berwarna
putih, sedangkan pileknya sepanjang hari tidak pada waktu tertentu, ingus yang keluar tidak
6|Page

terlalu kental dan berwarna bening. OS mengatakan tidak ada nyeri dan gatal di telinga, telinga
tidak berdengung, tidak ada riwayat mengorek telinga, tidak ada pusing berputar dan tidak ada
nyeri menelan. Keluhan keluarnya cairan dari telinga terutama terjadi saat OS sedang pilek. OS
mengatakan duhulu sekitar 2 tahun yang lalu sakit telinga kiri dan 1 tahun yang lalu pernah
mengalami sakit telinga dengan gejala yang sama yaitu sakit pada telinga yang sangat dan
menyebabkan OS demam, OS sempat ke dokter dan diberi asam mefenamat dan antibiotic
setelah dari dokter beberapa hari telinga OS keluar cairan dan OS mengalami perbaikan.
.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Telinga
1. Kelainan Congenital
2. Tumor Telinga pre/retroauriculer
3. Radang Telinga pre/retroauriculer
4. Nyeri tekan tragus
5. Penarikan daun telinga
6. Liang Telinga kanan/kiri
7. Membran Timpani kanan/kiri
8. Tes penala Rinne
9. Tes penala Weber
10. Tes penala Swabach

: -/: -/: -/: -/: nyeri -/: Serumen +/+


Sekret -/+
Hiperemis +/: Perforasi Sentral / Perforasi Sentral
: -/: Lateralisasi ke kanan
: memanjang / memanjang

Hidung

Vestibulum

: - Tampak bulu hidung bilateral +/+


- Hiperemis -/-, massa -/-, lapang +/+, polip -/- Hipertrofi -/- Mukosa basah kiri-kanan; krusta kuning
kehijauan -/-

Konka inferior kanan/ kiri


: Hipertrofi -/-, sekret +/+
Meatus inferior kanan/kiri
: Sekret +/+, hiperemis -/Konka medius kanan/ kiri
: Hipertrofi -/Meatus nasi medius kanan/ kiri
: Sekret +/+, hiperemis -/Septum nasi
: Deviasi (-), sisa sekret -/Daerah sinus frontalis dan maksilaris : Tidak didapatkan nyeri tekan

V. DIAGNOSIS BANDING
7|Page

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) maligna


VI.

DIAGNOSIS KERJA
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) benigna tipe aktif auricula dextra dan tipe inaktif
auricular sinistra

VII.

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan audiologi
- Pemeriksaan radiologi
- Pemeriksaan bakteriologi

VIII. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan OMSK tipe aman aktif adalah membersihkan liang telinga dan kavum
timpani (toilet telinga) dengan tujuan membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme.
1. Toilet telinga dengan metode suction toilet kemudian lakukan pencucian telinga cairan
2.
3.
4.
5.

H2O2 3%
Ear toilet
Antibiotik
Kortikosteroid
Mukolitik

: H2O2 3% 3 x gtt 5 AD
: Cefixime 2x200mg
: Methylprednisolon 3 x4mg
: Ambroxol 3 x 30mg

a. Anjuran(Edukasi)
- Jaga kebersihan telinga
- Jangan mengorek telinga
- Jaga telinga agar tidak masuk air saat mandi atau beraktifitas, dilarang berenang
- Segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas.
- Sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

IX. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
b. Quo ad functionam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

8|Page

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otitis media adalah suatu peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid atau sel-sel mastoid. Otitis media dibagi menjadi otitis media
supuratif dan otitis media nonsupuratif. Pada masing-masing klasifikasi, otitis media bisa dalam
bentuk akut maupun kronis. Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai otitis media supuratif
yang bersifat kronis atau disingkat sebagai OMSK, atau dalam bahasa awam disebut sebagai
9|Page

congek. Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan radang pada telinga tengah yang
ditandai dengan adanya perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah.
Sekret bisa keluar terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau pun kental.
OMSK ini juga dibagi menjadi 2, yaitu OMSK tipe tenang (tipe mukosa/tipe benigna) dan
OMSK tipe bahaya (tipe tulang/tipe maligna).
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia ini antara 3,8% dan pasien OMSK
merupakan 25% dari jumlah kasus pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT di rumah sakit.
Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan yang kurang bersih, status kesehatan serta
gizi yang buruk merupakan faktor yang menjadi dasar meningkatnya prevalensi OMSK di negara
berkembang.
PEMBAHASAN
I. Otitis Media Supuratif Kronik
A. Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata
(OMP) atau disebut juga congek ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah selama lebih dari 2 bulan
secara terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa
nanah.1
OMSK ini berupa kelanjutan dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi
membran timpani yang terjadi lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang yang menyebabkan
OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat,
virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi rendah) atau hygiene buruk.2
Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena
terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK
ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala penyakit
yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat berganda,
gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus menerus (hilang
timbul) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan
kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan
infeksi langsung.1,3
B. Etiologi
10 | P a g e

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba
eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang
dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down. Adanya tuba patulous,
menyebabkan refluks isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di
Amerika Serikat.
Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah
defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cellmediated (infeksi HIV) dapat timbul sebagai infeksi telinga kronik.
Faktor-faktor risiko OMSK antara lain:3
1) Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi terdapat
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan
tempat tinggal yang padat.
2) Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem
sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
3) Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronik merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronik
4) Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronik sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada
saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas
aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan
infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal
dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5) Infeksi saluran nafas atas
11 | P a g e

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6) Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap otitis
media kronik.
7) Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronik yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kebenarannya.
8) Gangguan fungsi tuba eustachius
Hal ini terjadi pada otitis kronik aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh
edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK:
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan
produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel. Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat
mengalami pertumbuhan yang cepat di atas sisi medial dari membran timpani
yang hal ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

C. Epidemiologi
Insiden dari OMSK ini bervariasi pada setiap negara, baik negara maju maupun
negara berkembang. Di negara-negara berkembang, angka kejadian OMSK jauh lebih
tinggi oleh karena beberapa hal, misalnya higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi
yang rendah, kepadatan penduduk serta masih ada pengertian masyarakat yang salah
terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas.3
Menurut survei yang dilakukan pada 7 provinsi di Indonesia pada tahun 1996
ditemukan insiden OMSK sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari
220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah
12 | P a g e

penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah setiap
tahunnya mengingat kondisi ekonomi yang masih buruk, kesadaran akan kesehatan yang
masyarakat yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang dilakukan.3
D. Klasifikasi OMSK
OMSK dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa/tipe benigna)
dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang/tipe maligna). 4 Berdasarkan aktivitas sekret yang
keluar dikenal juga OMSK tipe aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif ialah OMSK
dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang
ialah keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat
kolesteatoma.4
Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan
kolesteatoma. OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe
tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau atik, kadang-kadang
terdapat juga koleteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar
komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya.4
Tabel 1. Perbedaan OMSK benigna dan OMSK Maligna4

1) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)


Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan
biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral
atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius,
13 | P a g e

infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa
juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronik berhubungan dengan
hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.4

2) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya
marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari
tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai
menghasilkan kolesteatom.4
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom
merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi), yang paling
sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi dapat memicu
respon imun local yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan
berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matrix kolesteatom adalah
interleukin-1 ( IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor alpha, dan transforming growth
factor. Zat- zat ini dapat menstimulasi sel-sel kolesteatom bersifat hiperproliferatif,
destruktif dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan
mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya
proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:4
a) Kongenital
Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik. Patogenesis kolesteatom
kongenital tidak sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa teori diantaranya Teed
menyatakan bahwa penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan
ganglion genikulatum, dari medial sampai ke bagian leher dari tulang malleus.
14 | P a g e

Kumpulan epitel ini nantinya akan mengalmi involusi menjadi lapisan lapisan epitel
telinga tengah. Jika involusi ini gagal terjadi maka kumpulan epitel tersebut akan
menjadi kolesteatom kongenital.
Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda
infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau
di serebelopontin angle.

Gambar 3. Kolesteatom Kongenital4


b) Didapat
Kolesteatom yang terbentuk setelah anak lahir, dapat dibagi atas:4
1) Primary acquired cholesteatoma
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada
daerah atik atau pars flasida, timbul akibat adanya proses invaginasi dari
membrane timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah
akibat gangguan tuba.4
2) Secondary acquired cholesteatom
Kolesteatom yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori
migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi

15 | P a g e

infeksi

yang

berlangsung

lama

(teori

metaplasia).4

Gambar 4. Kolesteatom didapat4


Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat implantasi epitel kulit secara
iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust injury, pemasangan pipa
ventilasi, atau setelah miringotomi.4
E. Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran nafas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan dirinya sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga
tengah. Selain itu, pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan
lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.4
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 dB (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 dB (kisaran pembicaraan normal). Selain
itu, telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak
tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau
16 | P a g e

bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial
ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga
tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh
yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka
lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).
Respons inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi
ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel.
Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya
menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang
menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi,
infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan
sekitarnya.
F. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otore)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung
stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik
telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang
tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh
perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi
dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor
memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping
kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret
yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer
2.

berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.3,4


Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli
konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan
sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom
17 | P a g e

dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi
sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang
pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.3,4
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi
karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa
terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf
berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.3,4
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal
abses, atau trombosis sinus lateralis.3,4
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi
besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan
vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi
meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.3,4
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna:3,4
1. Adanya abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
18 | P a g e

4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.


G. Diagnosis OMSK
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1,3,4
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronik ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti
benang, tidak berbau busuk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya
lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau
polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang
dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat
dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang
dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk
menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech
reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.3,4
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronik memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah
atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa
digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan
luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Pada CT scan akan terlihat
gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya tulangtulang
pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.3
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya infeksi akut,
bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronik berbeda dengan yang ditemukan pada
otitis

media

supuratif

akut.

Bakteri

yang

sering

dijumpai

pada

OMSK

19 | P a g e

adalah Pseudomonasaeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan


bakteri pada otitis media supuratif akut adalahStreptococcus pneumonie dan H. influenza.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal,
adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus,
streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda
karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar
yang masuk melalui perforasi tadi.4
H. Komplikasi
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah
yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran
napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu
dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak
di sekitarnya akan terkena. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses
subperiosteal, suatu komplikasi yang relarif tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah
ke dalam, ke tulang temporal, maka akan menyebabkan paresis n. facialis atau labirinitis.
Bila ke arah kranial, akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis,
meningitis, dan abses otak.5
Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan
granulasi akan terbentuk. Pada otitis medua supuratif akut atau suatu eksaserbasi akut
penyebaran biasanya melalui osteotromboflebitis (hematogen). Sedangkan pada kasus
yang kronis, penyebaran terjadi melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya adalah
toksin masuk melalui jalan yang sudah ada, misalnya melalui fenestra rotundum, meatus
akustikus, duktus perilimfatik dan duktus limfatik.5
Cara penyebaran infeksi terdiri dari penyebaran hematogen, penyebaran melalui
erosi tulang, dan penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan :5
1)
Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang
2)

yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
Menembus selaput otak
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan meningitis. Dura sangat
resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat
20 | P a g e

ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura
3)

yang berdekatan.
Masuk ke jaringan otak
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan
korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini
dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow
Robin yang berakhir di daerah vaskular subkorteks.
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan prasyarat untuk mengetahui

timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil


mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan otoskopik
tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus
diwaspadai kemungkinan adanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh,
nyeri kepala atau adanya tanda-tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk,
somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya.Timbulnya nyeri
kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah proyektil serta
kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda kenaikan
tekanan intrakranial. Komplikasi OMSK antara lain :5
1. Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telingan tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membran
timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan
menyebabkan tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak selalu
berhubungan dengan penyakitnya, sebab jaringan patologis yang terdapat di kavum
timpani pun, misalnya kolesteatoma dapat menghantarkan suara ke telinga dalam.5
a) Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis
fasialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronik, kerusakan terjadi oleh erosi
tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam
kanalis fasialis tersebut.5
Pada otitis media supuratif kronik, tindakan dekompresi harus segera dilakukan
tanpa harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik. Derajat kelumpuhan nervus
fasialis ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan fungsi motorik yang dihitung dalam
persen.5
21 | P a g e

Pemeriksaan fungsi saraf motorik:


Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya
mimik dan ekspresi wajah seseorang. Adapun urutan ke sepuluh otot-otot tersebut
secara berurutan dari sisi superior adalah sebagai berikut:6
a. M. frontalis : diperiksa dengan cara mengangkat alis ke atas.
b. M. sourcilier : diperiksa dengan cara mengerutkan alis.
c. M. piramidalis : diperiksa dengan cara mengangkat dan mengerutkan hidung ke
atas.
d. M. orbicularis oculi : diperiksa dengan cara memejamkan kedua mata kuat-kuat.
e. M. zigomatikus : diperiksa dengana cara tertawa lebar sampai memperlihatkan
gigi.
f. M. relever komunis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut ke depan
g.
h.
i.
j.

sambil memperlihatkan gigi.


M. businator : diperiksa dengan cara mengembungkan kedua pipi.
M. orbicularis oris : diperiksa dengan menyuruh penderita bersiul.
M. triangularis : diperiksa dengan cara menarik kedua sudut bibir ke bawah.
M. mentalis : diperiksa dengan cara memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke
depan.

Pada tiap gerakan dari kesepuluh otot tersebut, kita bandingkan antara kanan dan kiri :5
-

Untuk gerakan yang normal dan simetris dinilai dengan angka 3


Sedikit ada gerakan dinilai dengan angka 1
Diantaranya dinilai dengan angka 2
Tidak ada gerakan sama sekali dinilai dengan angka 0

Seluruh otot ekspresi tiap sisi muka dalam keadaan normal akan mempunyai nilai 30.

2. Komplikasi di telinga dalam


Apabila peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada kemungkinan
produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat (fenestra
rotundum). Selama kerusakan hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak
menimbulkan keluhan pada pasien. Akan tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke
koklea akan menjadi masalah. Hal ini sering dipakai sebagai indikasi untuk melakukan

22 | P a g e

miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam 48 jam
dengan pengobatan medikamentosa saja.
Penyebaran oleh proses destruksi seperti oleh kolesteatom atau infeksi langsung ke
labirin akan menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran, misalnya vertigo,
mual, muntah serta tuli saraf. Komplikasi telinga dalam antara lain :5
a) Fistula Labirin
Otitis media supuratif kronik terutama yang dengan kolesteatom dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk
fistula. Pada keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya
akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.
Fistula di labirin dapat diketahui dengan tes fistula yaitu dengan memberikan
tekanan udara positif ataupun negatif ke liang telinga melalui otoskop siegel atau
corong telinga yang kedap atau balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang
dimasukkan ke dalam liang telinga. Balon karet dipencet dan udara di dalamnya
menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang terjadi
masih paten akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin membran. Tes fistula positif
akan terjadi nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa negatif, bila fistulanya sudah
tertutup oleh jaringan granilasi atau bila labirin sudah mati/ paresis kanal.
Pemeriksaan radiologik CT scan yang baik kadang-kadang dapat memperlihatkan
fistula labirin, yang biasanya ditemukan di kanalis semisirkularis horizontal. Pada
fistula labirin, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi dan
menutup fistula sehingga fungsi telinga dalam dapat dipulihkan kembali. Tindakan
bedah harus adekuat untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatom dan
jaringan granulasi harus diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus
segera ditutup dengan jaringan ikat atau sekeping tulang/ tulang rawan.
b) Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum
(general), dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis
terbatas (labirinitis sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf saja.

23 | P a g e

Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa. Terdapat dua
bentuk labirinitis yaitu labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat
berbentu labirinitis serosa difus dan sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi atas
labirinitis supuratif akut difus dan kronik difus.
Pada kedua bentuk labirinitis ini operasi harus segera dilakukanuntuk menghilangkan
infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan drainase nanah dari labirin
untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotik yang adekuat terutama
ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan / tanpa kolesteatom.
3. Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang langsung ke sel-sel
udara. Keluhannya antara lain diplopia (N.VI), nyeri daerah parietal, temporal, dan
oksipital (N.V), otore persisten. Dikenal dengan sindrom Gradenigo. Keluhan lain
keluarnya nanah yang terus menerus dan nyeri yang menetap paska mastoidektomi.
Pengobatannya operasi (ekspolorasi sel-sel udara os petrosum dan jaringan pathogen)
serta antibiotika.5
b. Tromboflebitis Sinus Lateralis
Akibat infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati os mastoid. Hal ini jarang terjadi.
Gejalanya berupa demam yang awalnya naik turun lalu menjadi berat yang disertai
menggigil (sepsis). Nyerinya tidak jelas kecuali terjadi abses perisinus. Kultur darah
positif terutama saat demam.
Pengobatan dengan bedah, buang sumber infeksi os mastoid, buang tulang/dinding
sinus yang nekrotik. Jika terbentuk thrombus lakukan drainase sinus dan dikeluarkan.
Sebelumnya diligasi vena jugularis interna untuk cegah thrombus ke paru dan tempat
lain.5
c. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan dengan
jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau
mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid posisi
Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat waktu
operasi mastoidektomi.5
d. Abses Subdural
24 | P a g e

Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan tanda
kernig positif.5
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses subdural
kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses ekstradural nanah
keluar waktu mastoidektomi, sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah syaraf
sebelum mastoidektomi.5
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri kepala hebat.
Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula menurun dan protein
meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian dilakukan mastoidektomi.5
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa kranial
media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau meningitis.
Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau
tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.5
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia, gejala toksisitas (nyeri
kepala, demam, muntah, letargik). Tanda abses otak nadi lambat, kejang. Pada LCS
protein meninggi dan kenaikan tekanan liquor. Terdapat edema papil. Lokasi abses
ditentukan dengan angiografi, ventrikulografi atau tomografi komputer. Pengobatan
antibiotika parenteral dosis tinggi dan drainase lesi. Setelah keadaan umum baik,
dilakukan mastoidektomi.5
I. Terapi
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) adanya perforasi membran timpani
yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, (2) terdapat
sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, (3) sudah terbentuk
jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid, dan (4) gizi dan higiene yang
kurang.
25 | P a g e

Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan


penyakit menjadi kronik, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan
serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan
untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.4,7
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat
dibagi atas: konservatif dan operasi.4,7
1. Otitis media supuratif kronik benigna
a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera
berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.4,7
b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK tipe aman aktif adalah :4,7
1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang
baik bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang telinga (toilet
telinga):4,7
a. Toilet telinga secara kering (dry mopping)
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat
dilakukan setiap hari sampai telinga kering.4,7
b. Toilet telinga secara basah (syringing)
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi
dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid.
Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi
sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik,
misalnya asam boric dengan iodine.4,7
c. Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
26 | P a g e

Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi


adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan
pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber
infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi
mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi
tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan
H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan displacement
methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.4,7
2) Pemberian antibiotika
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak
tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat
asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.4,7
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga
tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin
dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling
baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :4,7
Polimiksin B atau polimiksin E, Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman
gram negatif.Neomisin, Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif.
Toksik terhadap ginjal dan telinga.Kloramfenikol, Obat ini bersifat bakterisid
terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.4,7
b) Antibiotik sistemik.
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan,
perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita
tersebut.4,7
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya
bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak
kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan
27 | P a g e

kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya


paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba
golongan ini, misalnya golongan beta laktam.4,7
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin,
dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan
secara parenteral.4,7
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.4,7

2. Otitis media supuratif kronik maligna


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan
atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronik, baik
tipe benigna atau maligna, antara lain :4,5,7
1) Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair
lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.4,5,7
2) Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari
semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah
dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi
satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus
kontrol teraut ke dokter.4,5,7

28 | P a g e

Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.4,5,7
3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior
liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.4,5,7
4) Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan
timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran timpani. Tujuan
operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe
aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman
fase tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran
timpani.4,5,7
5) Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V.
Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani
dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak
jarang operasi ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.4,5,7
6) Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus
OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan operasi ini ialah untuk
menyembuhkan penyakit dan memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik
mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga).
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan
melalui 2 jalan (combine approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid
dengan melakukan timppanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe
29 | P a g e

bahaya belum disepakati oleh para ahli, oleh karena sering kambuhnya kolesteatom
kembali.4,5,7
J. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik
terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari
penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui
prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.4,7
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat menimbulkan
kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera.
Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi
intrakranial yaitu meningitis.4,7

DAFTAR PUSTAKA
1. Adams LG, Boies LR, Higler PA. Anatomi telinga. Boies buku ajar penyakit THT. Edisi
6. Jakarta: EGC; 1997.h.30-8
2. Restuti RD, Bashiruddin J, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N.Gangguan
pendengaran dan kelainan telinga. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007.h.10-6.
3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 13. Jilid 2.
Jakarta: Binarupa Aksara. 1997.h.392-5
4. Restuti RD, Bashiruddin J, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N.Otitis media supuratif
kronis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.h.69-74.
5. Restuti RD, Bashiruddin J, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N. Komplikasi otitis
media supuratif. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.78-9.
6. House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol. Head Neck Surg
1993.h.1467.
7. Adams LG, Boies LR, Higler PA. Infeksi kronik pada telinga tengah dan mastoid. Boies
buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.h.107-16.
8. Endang M, Retno W, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007.p.64-72.

30 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai