Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Selama ini masyarakat Indonesia hanya menggantungkan kebutuhan energi

dari bahan bakar yang berbasis fosil. Padahal, cadangan bahan pembuat minyak
ini semakin menipis dan akan segera habis dalam beberapa tahun. Konsumsi
minyak global sebesar 1,2 juta barel per hari, cadangan minyak di dunia
berkurang dengan sangat cepat. Bahkan, produksi minyak dunia telah mencapai
puncaknya pada tahun 2005 dan sejak saat itu tidak ada lagi peningkatan yang
melebihi produksi maksimal tersebut. Jika kita lihat kenyataan yang terjadi bahwa
kebutuhan akan minyak merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari lagi
mengingat semakin banyaknya industriindustri yang berkembang. Saat ini
pengembangan bahan bakar nabati untuk menggantikan bahan bakar fosil terus
dilakukan. Biofuel akan menggantikan premium, solar, maupun kerosin atau
minyak tanah. Pemerintah mentargetkan antara tahun 2009-2010 komposisi
biofuel dan bahan bakar fosil mencapai 15 persen berbanding 85 persen.
Kebutuhan nasional untuk bahan bakar nabati sedikitnya 18 miliar liter per tahun.
Akan tetapi keterbatasan bahan baku ini menjadi kendala utama karena harus
berbagi dengan berbagai industri lain. Selain itu Biodiesel adalah sebuah alternatif
untuk bahan bakar diesel berbasis minyak bumi yang terbuat dari sumber daya
terbarukan seperti minyak nabati, lemak hewan, atau alga.
Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi melalui reaksi
transesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak
jarak, dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis
basa. Biodiesel terdiri dari asam lemak rantai panjang dengan alkohol terpasang,
sering berasal dari minyak nabati. Hal ini dihasilkan melalui reaksi minyak nabati
dengan alkohol metil atau etil alkohol dengan adanya katalis. Lemak hewani
adalah sumber potensial. Umumnya katalis digunakan adalah kalium hidroksida
(KOH) atau katalis sodium hidroksida (NaOH). Proses kimia yang disebut
transesterifikasi yang menghasilkan biodiesel (metil ester) dan gliserin. biodiesel

disebut ester metil jika alkohol yang digunakan adalah metanol. Jika etanol yang
digunakan, disebut ester etil. Indonesia kaya akan bahan baku penghasil metil
ester. Metil ester adalah nama untuk jenis fatty ester, umumnya merupakan
monoalkil ester yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan (minyak nabati).
Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku metil ester dapat berasal
dari kacang kedelai, kelapa, kelapa sawit, padi, jagung, jarak, papaya dan banyak
lagi melalui proses transesterifikasi sederhana. Metil ester dibuat melalui suatu
proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari
minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil ester (biodiesel)
atau mono-alkil ester dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku
utama untuk pembuatan metil ester antara lain minyak nabati, lemak hewani,
lemak bekas atau lemak daur ulang dengan adanya penambahan katalis.
1.2.

Tujuan

1) Untuk mengetahui pengaruh rasio reaktan terhadap konversi minyak menjadi


metil ester.
2) Untuk mengetahui pengaruh perbandingan jumlah katalis H2SO4 terhadap
pembentukan metil ester.
3) Untuk mengetahui prinsip dan cara kerja proses pembuatan metil ester.
1.3.

Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah pengaruh rasio reaktan terhadap pembuatan metil ester?


2) Bagaimanakah pengaruh katalis H2SO4 dan KOH dalam pembuatan metil
ester?
3) Bagaimanakah proses pembuatan metil ester agar menjadi bahan bakar yang
baik ?
1.4.

Manfaat

1) Memudahkan dalam memahami proses pembuatan metil ester dari minyak


jelantah.
2) Memahami pengaruh penggunaan katalis untuk masing-masing reaksi
esterifikasi dan transesterifikasi.
3) Memahami prinsip dan cara kerja dalam proses pembuatan Metil Ester.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Metil Ester
Metil ester lemak merupakan senyawa ester alkil yang berasal dari minyak

nabati dengan alkohol yang dihasilkan melalui proses esterifikasi atau


transesterifikasi dan mempunyai sifat fisika mendekati minyak solar diesel. Secara
umum, metil ester dibuat dari reaksi transesterifikasi, yakni reaksi alkohol dengan
trigliserida membentuk metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa.
Namun, reaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas yang
terkandung dalam trigliserida. Reaksi esterifkasi merupakan merupakan suatu
reaksi antara asam karboksilat dan alkohol membentuk ester dengan bantuan
katalis asam. Pembuatan metil ester ada empat macam cara, yaitu pencampuran
dan penggunaan langsung, mikroemulsi, pirolisis (thermal cracking), dan
transesterifikasi. Namun, yang sering digunakan untuk pembuatan metil ester
adalah transesterifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida (lemak atau
minyak) dengan metanol untuk menghasilkan metil ester dan gliserol.
Metil ester dapat diperoleh dari hasil pengolahan bermacam-macam
minyak nabati, misalnya di Jerman diperoleh dari minyak rapessed, di Eropa
diperoleh dari minyak biji bunga matahari dan minyak rapessed, di Prancis dari
Itali diperoleh dari minyak biji bunga matahari, di Amerika Serikat dan Brazil
diperoleh dari minyak kedelai, di Malaysia diperoleh dari minyak kelapa sawit,
dan di Indonesia diperoleh dari minyak kelapa sawit, minyak jarak pagar, minyak
kelapa, dan minyak kedelai. Selain minyak-minyak tersebut, minyak safflower
dan minyak zaitun juga dapat digunakan dalam pembuatan senyawa metal ester.
Pada pengolahan minyak nabati di atas juga di hasilkan gliserol sebagai hasil
sampingnya. Metil ester merupakan bahan baku dalam pembuatan biodiesel atau
emollen dalam produk kosmetika, sedangkan gliserol dapat digunakan sebagai
bahan baku dalam berbagai aplikasi industri seperti kosmetika, sabun, dan
farmasi. Gliserol yang diperoleh sebagai hasil samping pengolahan minyak nabati
ini bukanlah gliserol murni, melainkan gliserol mentah (crude glycerol), biasanya
memiliki kemurnian kira-kira 95%. Selain itu metil ester yang diperoleh dari

reaksi transesterifikasi dapat dimurnikan dan ditetapkan kadarnya. Ada tiga


metode analisis untuk menetapkan kadar metil ester yaitu kromatografi gas,
kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi lapis tipis. Minyak jelantah
merupakan minyak nabati yang telah mengalami degradasi kimia atau
mengandung akumulasi kontaminan-kontaminan di dalamnya. Minyak ini dapat
didaur ulang menjadi metil ester dengan reaksi transesterifikasi, sehingga minyak
jelantah yang sebelumnya merupakan limbah yang berbahaya jika langsung
dibuang ke lingkungan dapat menjadi suatu produk yang mempunyai nilai
ekonomis dan juga dapat mengurangi jumlah limbah minyak jelantah yang ada.
Adapun keuntungan pada penggunaan minyak jelantah dalam proses pembuatan
metil ester adalah dapat direduksinya biaya operasional, karena harga minyak
jelantah pasti lebih murah daripada minyak bersih atau minyak baru.
Kekurangannya adalah komposisi pada asam lemak yang terkandung didalam
minyak dapat berubah akibat adanya pemanasan dan juga terikat dengan bahan
makanan yang dapat digunakan pada proses penggorengan itu.
Senyawa metil ester dapat digunakan sebagai zat tambahan pada suatu
formulasi kosmetika, salah satu contohnya yaitu caprylic atau caprylic
triglyceride yang telah digunakan dalam formulasi kosmetika sebagai emolien.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa senyawa metil ester lainnya
juga dapat digunakan sebagai zat tambahan, baik sebagai emolien maupun fungsi
lainnya. Metil ester yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi dapat dimurnikan
dan ditetapkan kadarnya. Ada tiga metode analisis untuk menetapkan kadar metil
ester yaitu kromatografi gas, kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatografi
lapis tipis. Indonesia kaya akan bahan baku penghasil metil ester. Tanaman
tanaman penghasil minyak di Indonesia beserta kandungan minyak disajikan pada
tabel. Tanaman jarak, kelapa, dan kelapa sawit mengandung minyak yang tinggi,
yaitu diatas 1.600 liter tiap hektarnya. Ketiga tanaman tersebut sangat potensial
untuk dikembangkan dan digunakan sebagai bahan baku metil ester karena
kandungan minyak yang tinggi dan tersedia dalam jumlah cukup melimpah. Metil
ester adalah nama untuk jenis fatty ester, umumnya merupakan monoalkil ester
yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan (minyak nabati). Minyak nabati yang

dapat digunakan sebagai bahan baku metil ester dapat berasal dari kacang kedelai,
kelapa, kelapa sawit, padi, jagung, jarak, papaya dan banyak lagi melalui proses
transesterifikasi sederhana.
Tabel 2.1. Tumbuh tumbuhan yang mengandung minyak

Jenis Tumbuhan

Produktivitas
(liter minyak/Ha/Thn)

Jagung

172

Biji Kapas

325

Jerami

363

Kacang kedelai

446

Wijen

696

Biji matahari

925

Kacang tanah

1.059

Biji opium

1.163

Jojoba

1.818

Jatropa

1.892

Kelapa

2.689

Kelapa sawit

5.950
(Sumber : Aries, 2006)

Metil ester dapat dicampur dengan bahan bakar diesel minyak bumi dalam
berbagai rasio. Jika 0,45 % biodiesel dicampur dengan bahan bakar diesel
minyak bumi, otomatis akan meningkatkan daya lumas bahan bakar. Rasio
keseimbangan energi metil ester minimum 1-2, 5. Artinya, untuk setiap satu unit
energi yang digunakan pada pupuk, pestisida, bahan bakar, pemurnian, proses, dan
transportasi, minimum terdapat 2,5 unit energi dalam metil ester. Campuran 20 %
biodiesel dan 80 % bahan bakar diesel minyak bumi disebut dengan B20.
Campuran B20 merupakan bahan bakar alternatif yang terkenal di Amerika
Serikat, terutama untuk bis dan truk. B20 mengurangi emisi, harganya relatif

murah, dan tidak memerlukan modifikasi mesin. Keuntungan dari metil ester
adalah:
1) Campuran dari 20 % biodisel dengan 80 % petroleum diesel dapat digunakan
pada unmodified diesel engine.
2) Sekitar setengah dari industri metil ester dapat menggunakan lemak atau
minyak daur ulang.
3) Metil ester tidak beracun.
4) Metil ester memiliki cetane number yang tinggi ( di atas 100, bandingkan
dengan bahan bakar diesel yang hanya 40).
5) Penggunaan metil ester dapat memperpanjang umur mesin diesel karena
biodiesel lebih licin.
6) Metil ester menggantikan bau petroleum dengan bau yang lebih enak.
Dengan mengembangkan metode yang murah, diharapkan dapat
diproduksi metil ester yang lebih murah, yang dapat bersaing secara ekonomi
dengan petroleum, dan menjadikan metil ester sebagai salah satu bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan. Metil ester dibuat melalui suatu proses kimia
yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati.
Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel) atau mono-alkil
esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk
pembuatan metil ester antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas atau
lemak daur ulang. Semua bahan baku ini mengandung trigliserida, asam lemak
bebas (ALB) dan zat-pencemar dimana tergantung pada pengolahan pendahuluan
dari bahan baku tersebut, sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol.
Pada pembuatan metil ester ini

dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi,

katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Minyak nabati kandungan
asam lemak bebas lebih rendah dari pada lemak hewani, minyak nabati biasanya
selain mengandung ALB juga mengandung phospholipids, phospholipids dapat
dihilangkan pada proses degumming dan ALB dihilangkan pada proses refining.
Minyak nabati yang digunakan dapat dalam bentuk minyak. Produk metil ester
tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku serta
pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Alkohol yang digunakan
sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula

digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga


kandungan air dalam alkohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan
mempengaruhi hasil metil ester kualitasnya rendah, karena kandungan sabun,
ALB dan trigliserida tinggi.
Disamping itu hasil metil ester juga dipengaruhi oleh tingginya suhu
operasi

proses

produksi, lamanya

waktu pencampuran

atau

kecepatan

pencampuran alkohol. Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut


pada saat reaksi berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat
yaitu NaOH atau KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih
tergantung minyak nabati yang digunakan, katalis ini digunakan pada minyak
mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2 %, sehingga dihasilkan produk
samping berupa sabun dan juga gliserin. Katalis tersebut pada umumnya sangat
higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan dihancurkan oleh
reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis maka kerja katalis
kurang baik sehingga produk metil ester kurang baik.Setelah reaksi selesai, katalis
harus dinetralkan dengan penambahan asam mineral kuat. Setelah metil ester
dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan dengan penambahan air pencuci,
HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi katalis basa, bila digunakan asam
phosphate akan menghasil pupuk phosphat (K3PO4).
2.2.

Faktor Pembentukan Metil Ester


Pada pembentukan produk biodiesel terdapat beberapa faktor yang sangat

mempengaruhi antara lain:


1) Waktu Reaksi, Makin panjang waktu reaksi, maka kesempatan zat zat yang
bereaksi makin banyak, sehingga konversi makin besar. Jika keseimbangan
reaksi telah tercapai, bertambahnya waktu reaksi tidak akan memperbesar
hasil.
2) Konsentrasi, Kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi reaktan. Makin
tinggi konsentrasi reaktan, semakin banyak kesempatan molekul untuk saling
bertumbukan yang mengakibatkan maka akan semakin tinggi pula kecepatan
reaksinya.
3) Katalisator, Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan menurunkan
energi aktivasi reaksi, namun tidak mempengaruhi letak keseimbangan.

4) Suhu, Semakin tinggi suhu maka semakin cepat kecepatan reaksinya. Pada
proses alkoholisis pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi dipengaruhi
katalisator yang dipakai.
5) Pengadukan, Agar reaksi berjalan dengan baik diperlukan pencampuran
sebaik- baiknya dengan cara pengadukan. Pencampuran yang baik dapat
menurunkan tahanan perpindahan massa. Untuk reaksi heterogen dengan
berkurangnya tahanan perpindahan massa makin banyak molekulmolekul
reaktan yang dapat mencapai fase reaksi, sehingga dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya reaksi.
6) Perbandingan pereaksi, Reaksi alkoholisis pada umumnya memerlukan
alkohol yang berlebihan agar reaksi berjalan sempurna.
2.3.

Tahapan Pembuatan Metil Ester

2.4.1. Esterifikasi
Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki
kadar FFA (free fatty acid) tinggi (>5%), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low
grade, dan minyak jarak, proses transesterifikasi yang dilakukan untuk
mengkonversi minyak menjadi metil ester tidak akan berjalan efisien. Bahan
bahan di atas perlu melalui proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar FFA
hingga di bawah 5%. Umumnya, proses esterifikasi menggunakn katalis asam.
Asamasam pekat seperti asam sulfat (sulphuruic acid) dan asam klorida
(chloride acid) adalah jenis asam yang sekarang ini banyak digunakan sebagai
katalis. Pada tahap ini akan diperoleh minyak dengan campuran metil ester kasar
dan metanol sisi yang kemudian dipisahkan. Proses esterifikasi dilanjutkan
dengan proses esterifikasi alkalin (transesterifikasi) terhadap produk tahap
pertama di atas dengan menggunakan katalis Alkalin. Pada proses ini digunakan
Sodium Hidroksida 1 wt% dan alkohol (umumnya Metanol) 10 wt%. Kedua
proses esterifikasi ini dilakukan pada temperatur 70oC. Proses esterifikasi
mengikuti mekanisme reaksi yang sama seperti transesterifikasi katalis asam.
Brown dan Ronnback mengilustrasikan mekanisme esterifikasi asam karboksilat

rantai pendek seperti asam asetat dalam medium homogen dimulai dengan
protonasi gugus karbonil. Esterifikasi umumnya dilakukan untuk membuat
biodiesel dari minyak berkadar FFA tinggi. Pada tahap ini, asam lemak bebas akan
dikonversikan menjadi metil ester.
2.4.2. Transesterifikasi
Transesterifiaksi merupakan suatu proses penggantian alkohol dari suatu
gugus ester (trigliserida) dengan ester lain atau mengubah asamasam lemak ke
dalam bentuk ester sehingga menghasilkan alkyl ester. Proses tersebut dikenal
sebagai proses alkoholisis. Proses alkoholisis ini merupakan reaksi biasanya
berjalan lambat namun dapat dipercepat dengan bantuan suatu katalis. Katalis
yang biasa dipergunakan adalah katalis asam seperti HCl dan H 2SO4 dan katalis
basa seperti NaOH dan KOH. Proses ini dapat dijalankan secara batch maupun
sinambung, dimana pada proses batch menggunakan labu leher tiga atau
autoclave. Selain itu dalam autoclave proses dapat berjalan pada suhu tinggi
dalam fase cair, sehingga akan bisa berlangsung lebih cepat. Proses sinambung
dilaksanakan dalam reaktor CSTR dengan alat pencampur yang berupa pengaduk
atau gas inert. Proses ini lebih sulit dikarenakan perlu bahan baku yang lebih
banyak dan waktu yang lebih panjang. Metanolisis merupakan reaksi
pembentukan metil ester dengan menggunakan metanol dimana reaksinya
seimbang dan kalor reaksinya kecil. Untuk menggeser reaksi ke kanan biasanya
menggunakan metanol berlebihan dibanding gliserida, maka reaksi yang terjadi
bisa dianggap reaksi searah. Proses transesterifikasi meliputi dua tahap.
Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan
metanol (CH3OH) dengan minyak sawit. Reaksi transesterifikasi I berlangsung
sekitar 2 jam pada suhu 58-65C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam
reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah
ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk.
Selama proses pemanasan, pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 65C,
campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor dan waktu reaksi
mulai dihitung pada saat itu. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan

10

konversi sekitar 94%. Selanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu
untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol yang terbentuk berada di
lapisan bawah karena berat jenisnya lebih besar daripada metil ester. Gliserol
kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu proses transesterifikasi
II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester. Setelah proses
transesterifikasi II selesai, dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar
gliserol terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek
daripada pengendapan I karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan
larut melalui proses pencucian. Minyak nabati dengan kadar asam lemak bebas
(ALB) nya rendah (< 1%), bila lebih, maka perlu pretreatment karena berakibat
pada rendahnya kinerja efisiensi. Padahal standar perdagangan dunia kadar ALB
yang diijinkan hingga 5%. Jadi untuk minyak nabati dengan kadar ALB >1%,
perlu dilakukan deasidifikasi dengan reaksi metanolisis atau dengan gliserol kasar.
2.4.

Keuntungan Pemakaian Metil Ester


Terdapat beberapa keuntungan dari pemakaian metil ester sebagai bahan

baku pembuatan biodiesel. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:


1)
Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan
2)

bakunya terjamin.
Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya

3)

kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin).
Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik

4)
5)
6)
7)

daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin.


Dapat diproduksi secara lokal.
Mempunyai kandungan sulfur yang rendah.
Menurunkan tingkat opasiti asap.
Menurunkan emisi gas buang.

8)

Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan


biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1.

Alat dan Bahan

3.1.1. Alat
1) Heatingmantle
2) Magnetic stirrer
3) Labu leher tiga
4) Thermometer
5) Condenser
6) Pipet hisap
7) Pompa
8) Ember
9) Erlenmeyer
10) Corong pemisah
11) Spatula
3.1.2. Bahan
1) Minyak; yang digunakan dapat berupa minyak goreng, minyak jelantah,
minyak CPO
2) Methanol
3) Katalis NaOH
3.2.

Prosedur Percobaan

3.2.1. Reaksi Esterifikasi


1) Cairkan bahan baku terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat hingga
mencapai ukuran 100 ml.
2) Setelah minyak berwujud liquid, masukkan minyak ke dalam labu leher tiga
yang telah dilengkapi dengan thermometer, pemanas, dan condenser.
Kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai 700C. Reaksi ini berlangsung
secara batch.
3) Campurkan methanol dan katalis dalam jumlah tertentu ke dalam minyak yang
telah dipanaskan tersebut.
4) Reaksikan campuran tersebut selama 1 (satu) jam.
5) Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan.
3.2.2. Reaksi Trans Esterifikasi

12

Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, kemudian


dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi yaitu sebagai berikut:
1) Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali pada
suhu 650C.
2) Setelah mencapai temperatur 650C, minyak tersebut ditambahkan dengan
campuran methanol dan katalis NaOH dalam jumlah tertentu.
3) Reaksikan campuran minyak, alkohol, dan NaOH tersebut selama 1 jam,
reaksi ini berlangsung pada kondisi batch.
4) Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta dihilangkan
alkoholnya.
5) Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan atas metil ester dan lapisan
bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan tersebut dipisahkan dengan
corong pemisah.
6) Metil ester yang telah terpisah kemudian dicuci dengan cara mencampurkan
air yang telah dipanaskan pada suhu 500C.
7) Diamkan sampai terbentuk dua lapisan kembali dicuci dengan cara
mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 500C.
8) Terakhir lakukan pemanasan pada metil ester (biodiesel) sampai suhu 1000C
untuk menghilangkan kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel.
9) Produk metil ester adalah biodiesel yang dapat dianalisa.

DAFTAR PUSTAKA

Andra. 2012. Pengolahan Minyak Jelantah menjadi Biodiesel. (Online)


http://www.biodiesel.org (Diakses pada tanggal 16 Maret 2016).
Destiana, dkk. 2007. Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel. Bandung : ITB.
Plummer, D. T. 1987. An Introduction to partial Biochemistry third edition.
London: McGraw-Hill Book Company.
Sulistio, B. 2008. Biodiesel Minyak Jelantah. (Online) http://www.biofuels. coup
(Diakses pada tanggal 16 Maret 2016).
Wayan, S. 2010. Biodiesel. (Online) http:// www. repository.usu.ac.id (Diakses
pada tanggal 16 Maret 2016).1`

Anda mungkin juga menyukai