Anda di halaman 1dari 4

10/25/2013

MITOS JUMLAH
SAMPEL MINIMUM

MITOS JUMLAH SAMPEL MINIMUM


Jumlah sampel yang dirasa cukup sehingga dapat diklaim mewakili
populasi merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh peneliti
kuantitatif. Dan jawaban klasik yang sering diberikan pada mereka
adalah : minimum 30 sampel! Saya tertarik untuk mengkritisi
angka keramat ini karena saya tidak pernah mendapatkan
penjelasan di buku-buku pengantar statistika yang jamak beredar,
mengapa harus 30, tidak 10, 15, 20, atau 25?
Pada berbagai literatur pengantar statistika disebutkan bahwa
angka 30 merupakan pembatas untuk mengkategorikan jumlah
sampel. Jika sampel > 30 maka kategorinya adalah sampel besar,
jika <= 30 kategorinya sampel kecil. Kategori ini berimplikasi pada
rumus statistika yang digunakan jika ingin melakukan pendugaan
parameter (nilai populasi, rata-rata dan proporsi), beda kategori
beda rumusnya.

10/25/2013

Kembali ke pertanyaan utama, mengapa harus 30? benarkah


sampel berjumlah minimum 30 pasti mewakili karakter populasi?
Setelah sekian tahun akhirnya saya menemukan jawaban yang
cukup masuk akal dan ilmiah. Bukan dari literatur, tapi dari sebuah
milis dan dan diskusi dengan seorang teman yang pernah
melakukan eksperimen terhadap angka keramat tersebut
(sebenarnya terpaksa karena ditugaskan oleh dosen )
Teman di milis memberikan argumennya bahwa jumlah sampel 30
berasal dari tingkat ketelitian pada sebagian besar tabel-tabel
statistika yang mengisi halaman-halaman lampiran pada sejumlah
textbook statistika. Tabel-tabel tersebut adalah tabel distribusi t,
tabel chi square, dan tabel distribusi F.

Yang dimaksud dengan tingkat ketelitian adalah detail nilai n


alias jumlah sampel yang digunakan untuk mencari nilai masingmasing distribusi. Pada tabel-tabel tersebut nilai n mulai dari 1-30
ditampilkan detil (n=1,n=2,n=3,n=4,dst.) untuk n di atas 30
langsung melompat ke 40, 60, 120 sampai tak hingga. Jadi angka 30
merupakan nilai kritis! Untuk n>30 nilai masing-masing distribusi
tersebut sudah tidak terlalu penting untuk dirinci. Terus terang
saya tetep tidak puas dengan paparan tersebut. Tetap saja tidak
mampu menjelaskan mengapa harus di atas 30!

10/25/2013

Nah paparan langsung dari teman saya yang pernah melakukan


eksperimen terhadap angka 30 ini lebih memuaskan, ya cukup
ilmiah lah karena dia melakukan riset terhadap angka tersebut.
Dia mengatakan bahwa setelah mencoba beberapa kombinasi
jumlah sampel misalnya 5, 10, 15, 20, 25, 30, 31, dst secara
berulang-ulang dari sebuah populasi yang menggunakan data
berukuran rasio hingga lebih dari 100 kali menunjukkan
kecenderungan distribusi sampel yang terbentuk mendekati asumsi
distribusi normal ketika jumlah sampel mencapai 30. Semakin besar
jumlah sampelnya semakin normal distribusinya.
Bisa jadi penentuan angka 30 ini berdasarkan pada eksperimen
ini, bahwa pada saat jumlah sampel lebih besar dari 30 peluang
distribusi yang dihasilkan bentuk mirip genta alias distribusi normal
semakin besar.

Persoalannya aturan 30 ini cenderung berlaku bagi analisis


statistika yang menuntut terpenuhinya asumsi distribusi normal.
Agar distribusi data bisa normal syaratnya adalah data harus
random, dan jumlah sampel besar. Jika jumlah sampel kecil
seperti yang telah dibuktikan oleh eksperimen teman saya di atas,
bentuk genta tidak tercipta dengan baik, bisa rada menceng ke
kanan, atau kekiri, atau bergelombang.

10/25/2013

Kembali pada pesan yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini
adalah : bukan jumlah yang menentukan suatu sampel mewakili
atau tidak mewakili karakter suatu populasi. Ada banyak faktor yang
menentukan tingkat representasi sampel misalnya tehnik penarikan
sampel, ketersediaan kerangka sampel, heterogenitas populasi dll.
Jika sampel ditarik secara random maka menurut teori probabilita
bisa dianggap mewakili, namun jika kerangka sampelnya tidak
lengkap data yang dihasilkan bisa bias karena ada anggota populasi
yang tidak ikut menjadi peserta, dan jika populasinya homogen
murni bisa jadi satu sampel sudah cukup mewakili. Bukankah untuk
mencoba sepanci sup sebelum dihidangkan Anda tak perlu
menghabiskannya? Cukuplah sesendok dicicip, membuktikan
apakah sopnya berhak mendapatkan gelar mak nyuss

Anda mungkin juga menyukai