Referat Bedah
Referat Bedah
Nutrisi
Disusun oleh :
Danu Ajimantara
Moch Arief rachman
Pembimbing :
Dr. Dik Adi Nugraha, Sp. B
A.
STATUS GIZI
1.
Definisi
Status gizi berarti sebagai keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang
ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu. Status
gizi merupakan suatu rangkaian interval dari pasien dengan nutrisi yang baik sampai
pasien kakexia.
Gizi adalah suatu proses menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui
proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran
zat-zat yang tidak digunakan untuk menghasilkan energi, mempertahankan kehidupan
dan fungsi organ-organ. Jadi,status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi dan penggunaan zat gizi.
Pada umumnya, penderita yang akan dibedah akan berpuasa untuk waktu
tertentu sesuai dengan penyakit dan pembedahannya. Akan tetapi, tidak jarang juga
penderita datang dalam keadaan gizi yang kurang baik, misalnya yang terjadi pada
penderita penyakit saluran cerna, keganasan, infeksi kronik, dan trauma berat. Pasien
malnutrisi yang parah akan mudah menjadikan terjadinya infeksi, kebocoran
anastomosis luka, dan komplikasi lainnya.
2.
Malnutrisi
Malnutrisi adalah kekurangan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan,
perkembangan, dan kebutuhan energi tubuh. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mendefinisikan malnutrisi sebagai ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi
dan energi dan kebutuhan tubuh terhadap mereka untuk menjamin pertumbuhan,
pemeliharaan, dan fungsi tertentu. Malnutrisi dapat disebabkan oleh diet yang tidak
seimbang atau tidak memadai, atau kondisi medis yang mempengaruhi pencernaan
makanan atau penyerapan nutrisi dari makanan
Malnutrisi berat mempengaruhi morbiditas karena terganggunya penyembuhan
luka dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Namun, malnutrisi proteinkalori yang ringan tidak banyak memengaruhi hasil operasi. Berbeda dengan
malnutrisi akibat kelaparan, pada penderita bedah terdapat beberapa faktor lain yang
menyebabkan malnutrisi. Dua faktor utama adalah kurangnya asupan makanan dan
proses radang yang mengakibatkan katabolisme meningkat dan anabolisme menurun.
Keadaan ini dapat langsung tampak pada penurunan kadar serum albumin dan
hipotrofi otot.
Asupan nutrisi yang faali adalah melalui makanan dan minuman. Ini dapat
berupa diet yang dapat diberikan secara oral, melalui sonde hidung, atau secara
intravena. Diet juga dibedakan atas diet biasa dan diet khusus, misalnya pada
penderita diabetes. Penderita kolelitiasis juga memerlukan diet khusus yang kurang
mengandung lemak. Contoh lain adalah diet tinggi serat untuk penderita obstipasi
dan diet rendah kalori untuk penderita obesitas. Diet khusus kalori dan protein telur
tinggi dibutuhkan oleh penderita malnutrisi kronik yang mampu makan secara
normal.
Makanan biasa yang dicairkan diberikan kepada penderita dengan obstruksi
esofagus atau pada orang yang tidak dapat mengunyah, seperti pada patah tulang
rahang. Kadang penderita begitu lemah dan mengalami anoreksia, atau terdapat
gangguan mekanik dan obstruksi saluran cerna yang mengakibatkan proses faali itu
tidak dapat berlangsung. Fungsi saluran cerna bisa sangat terganggu sehingga proses
pencernaan dan penyerapan sedemikian terganggu dan kebutuhan nutrisinya tidak
terpenuhi. Keadaan ini disebut kegagalan intestinal. Keadaan ini terdapat pada
sindrom usus pendek akibat reseksi sebagian besar ileum dan yeyunum, fistel usus,
gangguan motilitas usus misalnya pada paralisis usus dan pada peradangan usus yang
luas. Pada kasus khusus dan sulit ini diperlukan tambahan nutrisi secara enteral atau
parenteral.
B.
1.
2.
dipergunakan untuk mengisi sela waktu antara makan. Setelah glikogen habis, tubuh
menggantikan cadangan lemak, dari lemak hanya didapat sedikit glukosa.
Penggunaan cadangan glukosa untuk mengurangi glukoneogenesis yang berasal dari
protein, disebut nitrogen sparing.
Semakin ringan cedera, responnya akan semakin tumpul dan cepat hilang,
sedangkan semakin besar luka yang didapat, maka respon yang muncul akan
semakin lama dan parah khususnya jika komplikasinya muncul. Respon tersebut
akan meningkatkan tingkat metabolisme, sekresi glukokortikoid dan katekolamin,
produksi sitokin proinflamasi, dan retensi cairan. Retensi cairan dan output urin yang
rendah disebabkan bertambahnya sekresi vasopresin dan mineralokortikoid
sebagaimana meningkatnya edema usus disebabkan meningkatnya permeabilitas.
Pemulihan pascaoperasi tanpa komplikasi mempunyai hasil diuresis cairan ini pada
hari ketiga dan keempat pascaoperasi sejalan dengan menurunnya respon endokrin.
Hiperglikemia terjadi disebabkan oleh supresi katekolamin dari sekresi insulin oleh
pankreas (efek sentral) dan inhibisi uptake glukosa oleh jaringan perifer dalam
responnya terhadap kadar sirkulasi insulin (efek perifer).
Setiap respon tersebut memiliki manfaat yang khusus seperti retensi garam dan
air yaitu untuk menjaga volume darah, meningkatnya produksi glukosa hepar yaitu
untuk menyediakan "tenaga" yang cukup, dan mobilisasi dari asam amino untuk
glukoneogenesis, produksi protein hepar, proliferasi fibroblas, dan regulasi
imunologi. Katekolamin menstimulasi glikogenolisis dan glukoneogenesis hepar.
Kortisol merangsang glikogenolisis, glukoneogenesis, dan proteolisis protein dan
efek potensial katekolamin pada hepar.
Kelaparan mengurangi pengeluaran energi dan meningkatkan lipogenesis dan
produksi keton bodies. Stress meningkatkan pengeluaran energi, mempercepat
produksi protein hepar, merangsang respon protein fase akut, dan mempercepat
proteolisis tanpa produksi keton bodies. Asam lemak, keton bodies, dan gliserol
merupakan substrat energi utama dalam kelaparan dan terjadi pada 95% kebutuhan
awal. Dalam keadaan stres, asam amino merupakan sumber yang penting dari
produksi glukosa melalui glukoneogenesis hepar. Protein menyediakan 15-20%
energi, padahal lemak menyediakan energi sampai 80-85%.
Respon metabolik biasanya meningkat sekitar 10% pasca operasi. Jika
dukungan gizi yang memadai tidak ada pada tahap ini akan terjadi proteolisis dari
otot rangka yang berlebihan dan terjadi depresi metabolisme yang lebih lanjut.
Sitokin, termasuk Tumor Necrotizing Factor (TNF) dan interleukin (IL-1 dan IL-6)
memiliki peran penting dalam menentukan perubahan metabolik jangka panjang.
3.
Kebutuhan Nutrisi
Tujuan utama dari nutrisi suportif adalah untuk memenuhi kebutuhan energi
untuk proses metabolisme, pemeliharaan suhu basal, dan perbaikan jaringan.
Kegagalan untuk menyediakan sumber energi non protein yang memadai akan
menyebabkan penggunaan cadangan jaringan tubuh.
Kkal/kg
per day
Perhitunga
n di atas
BEE
Gram Protein/kg
per day
Normal/moderate malnutrition
Mild stress
2530
2530
1.1
1.2
1
1.2
Kalori
non
protein:
Nitrogen
150:1
150:1
Moderate stress
Severe stress
Burns
30
3035
3540
1.4
1.6
2
1.5
2
2.5
120:1
90120:1
90100:1
Tabel 2.1 Penyesuaian kalori di atas Pengeluaran Energi Basal (BEE) pada kondisi
hipermetabolik.
Tujuan kedua dari nutrisi suportif adalah untuk memenuhi kebutuhan substrat
untuk sintesis protein. Kalori nonprotein yang sesuai: rasio nitrogen 150:1 (misalnya,
1 g N = 6,25 g protein), harus dipertahankan, yang merupakan kebutuhan kalori
basal yang diberikan untuk mencegah penggunaan protein sebagai sumber energi.
Dengan tidak adanya disfungsi ginjal atau gangguan hati yang berat dapat dugunakan
rejimen gizi standar, sekitar 0,25-0,35 g nitrogen per kilogram berat badan harus
disediakan setiap hari.(1)
Karbohidrat sebagai sumber kalori diberikan tidak lebih dari 6 g/kgBB/hari,
bila berlebihan, terjadi hipermetabolisme. Oleh karena pembatasan penggunaan
karbohidrat, lemak digunakan juga sebagai sumber kalori, sekaligus sebagai sumber
asam lemak esensial.
Penderita dengan katabolisme berat, seperti trauma ganda dan luka bakar,
memerlukan nutrisi tinggi protein dan asam amino untuk mengatasi keseimbangan
nitrogen yang negatif. Umumnya diperlukan 1,2-1,5 g protein/kgBB/hari.
Elektrolit dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan elektrolit dan asam basa,
juga untuk metabolisme sel. Unsur Na+, K+, Mg+, Ca+, P+, Cl- sama pentingnya
seperti protein dan kalori dalam proses penggantian sel yang rusak. Vitamin juga
esensial untuk proses metabolisme. Dosis tinggi vitamin tertentu, seperti vitamin C
atau vitamin E, memainkan peranan penting dalam pertahanan tubuh sebagai
antioksidan.
C.
1.
Nutrisi Enteral
Nutrisi enteral memberi hasil lebih baik karena prosesnya berlangsung faal.
Nutrisi enteral lebih disukai daripada nutrisi parenteral atas dasar kurangnya biaya
yang harus dikeluarkan dan risiko yang terdapat jika diberikan secara intravena.
Pemberian nutrisi secara enteral telah menghasilkan beberapa manfaat klinis yang
spesifik, termasuk mengurangi kejadian komplikasi infeksi pasca operasi dan
peningkatan respon penyembuhan luka. Nutrisi enteral dapat memiliki efek
menguntungkan lain, termasuk mengubah eksposur antigen dan mempengaruhi
oksigenasi dari mukosa usus.
Pengobatan konvensional setelah reseksi usus biasanya diperlukan puasa
dengan pemberian cairan intravena sampai terjadinya flatus, terutama karena
kekhawatiran terjadinya ileus pasca operasi. Namun demikian, motilitas usus pulih
6-8 jam setelah trauma bedah dan absoprsi tetap ada bahkan ketika tidak adanya
gerak peristaltik normal. Sejak itu telah menunjukkan bahwa pemberian makan
enteral pascaoperasi pada pasien yang menjalani reseksi gastrointestinal aman dan
dapat ditoleransi dengan baik bahkan ketika dimulai dalam waktu 12 jam dari
operasi.
Pilihan diet cairan encer untuk diet pertama pascaoperasi berdasarkan teori
bahwa cairan encer lebih mudah ditoleransi daripada cairan yang kental atau
makanan padat pada periode dini pascaoperasi. Alasan lainnya yaitu cairan encer
menyediakan rehidrasi oral dan meminimalkan sekresi pankreas dan gastrointestinal
dibandingkan makanan biasa.
Rekomendasi nutrisi enteral dini untuk pasien bedah dengan malnutrisi sedang
(albumin = 2,9-3,5 g / dL), pemberian nutrisi enteral diukur berdasarkan pengeluaran
energi dari pemulihan pasien, atau jika timbul komplikasi yang dapat mengubah
rencana pemulihan (misalnya, kebocoran anastomotic, operasi kembali, sepsis, atau
kegagalan untuk disapih saat menggunakan ventilator). Keadaan klinis lain yang
memperkuat nutrisi suportif enteral dapat digunakan pada penurunan neurologis
permanen, disfungsi orofaringeal, short bowel syndrome, dan pasien transplantasi
sumsum tulang.
Diet dasar (elemental diet) terdiri atas campuran asam amino,glukosa, dan
trigliserida yang hampir tidak usah dicerna dan langsung diserap. Diet itu juga dapat
diberikan melalui pipa lambung halus pada penderita sindrom usus pendek, fistel
usus, atau penderita radang usus yang parah seperti kolitis ulserosa atau penyakit
Crohn.
Terdapat beberapa teknik yang tersedia untuk akses enteral. Saat ini digunakan
metode dan indikasi pilihan dirangkum dalam tabel 2.2.
Pilihan Akses
Nasogastric Tube
Penggunaan
Nasoduodenal/nasojejunal
jangka
adanya
Komentar
pendek; risiko
tantangan
dalam
aspirasi;
trauma
menempatkannya
Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral hanya diberikan bila nutrisi enteral tak dapat dilakukan,
misalnya karena kelainan gastrointestinal sehingga fungsi digesti dan absorbsi
terganggu.
Nutrisi
Makanan cair
Cara Pemberian
Oral
Contoh Indikasi
Obstruksi esophagus, patah tulang rahang
Diet khusus
Oral
Oral/Parenteral
Malnutrisi kronis
Lengkap cair
Oral/enteral
Diet dasar
Oral/Parenteral
Parenteral total
Parenteral
Fistel, short bowel syndrome, kolitis
Tabel 2.3 Diet dan nutrisi khusus.
Nutrisi parenteral total terdiri atas nutrisi intravena yang mengandung semua
nutrien yang diperlukan. Nutrisi ini dipakai pada penderita dengan ileus lama atau
fistel usus. Nutrisi parenteral total ini melalui vena sentral, sebaiknya ujung kateter
berada di vena kava superior.
Di bawah ini merupakan situasi di mana nutrisi parenteral telah digunakan
dalam upaya untuk mencapai tujuannya:
1. Bayi baru lahir dengan anomali pencernaan gastrointestinal, seperti fistula
trakeoesofagus, gastroschisis, omphalocele atau atresia usus besar.
2. Bayi yang gagal berkembang karena kekurangan pencernaan disebabkan
dengan short bowel syndrome, malabsorpsi, defisiensi enzim, ileus mekonium,
atau diare idiopatik.
3. Pasien dewasa dengan short bowel syndrome sekunder disebabkan reseksi usus
halus yang luas (<100 cm tanpa usus atau katup ileocecal, atau <50 cm dengan
katup ileocecal utuh dan usus besar).
4. Enteroenteric, enterocolic, enterovesical, atau fistula enterocutaneous dengan
output yang tinggi (> 500 mL/hari).
5. Pasien operasi dengan ileus paralitik berkepanjangan setelah operasi besar (> 7
- 10 hari), luka multipel, trauma tumpul atau perut terbuka, atau pasien dengan
refleks ileus yang rumit dengan berbagai penyakit medis.
6. Pasien dengan panjang usus normal, tetapi terdapat malabsorpsi sekunder
meliputi sariawan, hypoproteinemia, insufisiensi enzim atau pankreas, enteritis
regional, atau kolitis ulserativa.
7. Dewasa pasien dengan gangguan pencernaan fungsional seperti esofageal
diskinesia setelah kecelakaan serebrovaskular, diare idiopatik, muntah
psikogenik, atau anorexia nervosa.
8. Pasien dengan kolitis granulomatosa, kolitis ulseratif, dan enteritis TB, di mana
bagian-bagian utama dari mukosa absorptif terserang penyakit.
9. Pasien dengan keganasan, dengan atau tanpa cachexia, di antaranya gizi buruk
mungkin membahayakan keberhasilan cara pemberian pilihan terapeutik.
10. Gagal untuk mencoba memberikan kalori yang memadai dengan tabung enteral
atau terdapat sisa residu yang tinggi.
11. Pasien sakit kritis yang hipermetabolik selama lebih dari 5 hari.
umum, serta gangguan metabolic yang bisa terjadi karena pemberian cairan terlalu
cepat.
4.
Nutrisi Perioperatif
Dalam percobaan gizi perioperatif, hampir semua percobaan dengan hasil
negatif atau efek negatif dari gizi terjadi pada sebagian besar pasien dengan gizi yang
baik. Namun, percobaan yang menyertakan sejumlah besar pasien malnutrisi
menunjukkan manfaat yang signifikan dengan nutrisi perioperatif. Orang bisa
menyimpulkan bahwa pasien dengan gizi yang baik-yang teridentifikasi setelah
anamnesis riwayat dan pemeriksaan fisik-tidak mungkin untuk mendapatkan manfaat
preoperatif baik menggunakan nutrisi parenteral meupun makanan enteral. Namun,
jika pasien memiliki defisiensi gizi yang sudah ada sebelumnya, terdapat data-data
yang mendukung penggunaan nutrisi suportif di awal sebelum operasi dan/atau
periode pasca operasi.
5.
ruang interstisial, dan karena waktu paruh hidupnya yang panjang (<21 hari). Serum
protein lain, seperti prealbumin dan TFN, lebih sensitif terhadap pemberian nutrisi
suportif karena waktu paruh hidupnya yang lebih pendek yaitu 2 dan 7 hari, masingmasing.
Penilaian
kombinasi
dengan
Reactive
Protein
(CRP)
dapat
dipertimbangkan karena protein ini merupakan protein serum jangka pendek. CRP
diakui sebagai protein fase akut yang positif, dan sintesisnya meningkat selama
inflamasi dan stres. Jika terjadi peningkatan konsentrasi CRP dan serum prealbumin
tiba-tiba menurun, ini mungkin menandakan adanya suatu kondisi inflamasi yang
mendasari daripada terjadinya penurunan status gizi. Namun, gabungan prealbumin
rendah dan konsentrasi CRP dapat mencerminkan kalori atau protein yang tersedia
tidak memadai.
DAFTAR PUSTAKA
1. F. Charles B., Dana K. Anderson, Timothy R. Billiar, David L. Dunn, John G.
hunter, Raphael E. Pollock. Chapter 1. Systemic Response to Injury and Metabolic
SupportIn: E Book Schwartz's Principles Of Surgery. United States: The McGrawHill Companies. 2007.
2. I Dewa Nyoman S dan Bachyar Bakri. Penilaian Status Gizi, Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. 2002.
3. Josef E. Fischer, Justin A. Maykel, and Nicholas E. Tawa JR. Chapter 7 Metabolism in Surgical Patients In: Sabiston Textbook of Surgery, 17th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004.
4. Kate Willcutts and Kelly O'Donnell. Surgical Diets In: Clinical Nutrition In
Surgical Patient. Canada: Jones and Bartlett Publishers. 2008.
5. Kenneth A. Kudsk, Gordon S. Sacks. Nutrition in the Care of the Patient with
Surgery, Trauma, and SepsisIn: Modern Nutrition in Health and Disease, 10th
Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
6. Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi. 2000.
7. Widjseno-Gardjito. Persiapan Prabedah In: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta:EGC. 2005.